Tika Putri
Suka Semprot
Prologue
TEJO a.k.a Joe Suteja
Pagi itu, disebuah desa pinggiran jalur pantura disebuah gubug tengah ramai dikerumuni warga. Mang Diman, seorang petani kesayangan warga desa itu menghembuskan nafas terakhirnya dengan menyender di sebuah kursi goyang dari rotan tempat ia biasa ngopi pagi. Ia tidak punya sanak sodara selain Tejo anak laki-laki simatawayangnya yang hanya bisa menatap kosong tubuhnya yang terbujur kaku terbalut kafan sambil meneteskan air mata.
Didalam benaknya saat itu Tejo hanya bisa terngiang-ngiang tentang wejangan yang ternyata adalah wasiat terakhir bapaknya 2 hari yang lalu. Saat itu Tejo sedang menghidangkan secangkir kopi tubruk yang sudah menjadi rutinitas pagi ayahnya. Sambil mengeluarkan batang- batang tembakau yang terlalu membuat padat sebatang rokok kretek di tangannya, Mang dimang memanggil anaknya
"Jo, sepertinya bapak ndak lama lagi hidup. Badan kaya ngomong gitu terus ke bapak."
"hus, bapak aneh-aneh aja ngomong gitu." tejo sempet keserimpet ngaduk gelas sampai menumpahkan kopinya ke meja dapur.
"mumpung bapak masih inget, kalo terjadi apa-apa sama bapak jangan lupa cek kotak batik dalem laci rias ibumu ya..ada sesuatu buat kamu dari bapak." mang diman langsung membakar dan menghisap kreteknya. Tarikan isapannya kelewat batas untuk orang tua sepertinya.
Saat itu tejo cuman manggut-manggut saja menyepelekan tapi ternyata hari ini ucapan bapaknya saat itu begitu menghantuinya. Rasa penasaran menemaninya mengangkat keranda jenazah sang ayah menuju pekuburan.
Sorenya diadakan pengajian tahlilan yang diadakan secara sukarela oleh warga dan dipimpin pak RT yang iba dengan Tejo. Ketika sedang menunggu para tamu tiba Tejo akhirnya punya kesempatan untuk melihat pemberian bapaknya itu. Ia masuk ke kamar bapaknya dan membuka laci di meja rias usang yang berada di depan kasur bapaknya. Ia menemukan sebuah kotak batik berisikan 3 buah botol kaca kecil berisikan minyak berwarna keemasan dan secarik kertas bertuliskan aksara jawa lama dan dibaliknya sebuah tulisan translasi.
" JARAN GENDHENG, pengasihan kanuragan sapu jagad."
Dari judulnya saja udah bikin Tejo merinding. Ia menutup kotak itu dan membawanya ke kamarnya.Masih shock dengan kejadian tadi ia mencoba menenangkan diri dengan mandi. Namun benaknya. tetap penasaran dan mencoba mencerna makna "pengasihan" yang dimaksud.
"Pengasihan itu ilmu belas kasih, susuk atau ilmu..pelet ya?" gumamnya dalam hati. Saking larutnya Tejo sampai nggak ngeh kalau dia keramas pakai sabun badan.
Setelah selesai sholat isya warga setempat berbondong-bondong ke rumah mang Diman untuk melakukan tahlilan. Tejo agak bingung melihat suasana tahlilan dirumahnya karena mayoritas yang datang adalah wanita. Cuma dia, pak RT, dan pak ustad yang mimpin tahlilan yang pria. Yang lebih heran lagi isak tangis mereka begitu tulus seperti kehilangan kerabat dekat mereka sendiri. Dan salah satunya adalah seorang yang sudah tidak asing ia lihat di layar kaca mempromosikan properti dan menjadi host banyak talkshow di televisi.. Tante Feny Rose. Feny mengenakan kemeja putih dan rok panjang bahan berwarna abu - abu dengan sedikit belahan yang memperlihatkan kakinya yg jenjang dan mulus. Selendang sutera putih transparan menutupi lekuk mukanya yang tirus dan kencang.
"Mang Dimaaaan...hiks..hiks.. maafin Feny yang nggak sempat main kemari lg gara - gara terlalu...ini feny juga ajak Tary kesini.."
Tejo makin kaget lagi ketika melihag orang di belakang Feny Rose yang ternyata adalah Cut Tary, artis senior yang sudah kenyang dihantam banyak berita miring di media massa.
Tejo dan pak RT menyapa dua tamu istimewa itu.
"Permisi mbak Feny dan mbak Tary terimakasih atas belasungkawanya terhadap mang Diman. Saya tidak menyangka bahwa mang Diman ini banyak sekali jasa-jasanya selama hidup dulu sampai mbak menyempatkan diri kesini." pak RT berbasa basi sambil merangkul Tejo yg sedikit canggung karena bertemu artis papan atas. matanya terkagum kagum melihat cut tary saat itu yang memakai dress batik ketat dibalut dengan jaket kulit dan yang sedikit memperlihatkan leluk tubuhnya yang sintal.
"perkenalkan ini Tejo, putra mang Diman. dia sudah yatim piatu dan tak punya sanak keluarga lagi disini." pak RT memperkenalkan Tejo kepada Feny dan Tary.
"Tejo, yang tabah ya say.. mang Diman dulu sudah banyak menolong kami dan membuka mata kami tentang pentingnya cinta.." Ujar Tary sambil menepuk dan sedikit memijat pundak Tejo. Tatapannya begitu dalam dan membuat Tejo sedikit terbuai dalam lamunannya. Ia hanya bisa membalasnya dengan satu senyum tulus yang otomatis terlontar untuk Tary.
"iya mbak.. mungkin habis ini saya mau cari kerja dikota mbak untuk nambah penghasilan saya.."
"Oh kamu mau cari kerja Jo? pendidikan terakhir kamu apa?" tanya Feny. "Saya terakhir masuk SMP mbak. Cuma bapak nggak punya modal yang cukup untuk lanjut ke SMU."
"kalau saya tawarkan pekerjaan di Jakarta mau kamu?" tawar Feny mencoba membantu Tejo.
"Jadi asisten pribadiku juga boleh Tejo..kebetulan si Yance baru berhenti kemarin mau nikah." Tary pun juga menawarkan pekerjaan yang nggak kalah menggiurkan.
"kami pulang ke jakarta besok pagi, jadi kita tunggu kamu di hotel Anggrek di dekat perbatasan ya jo. nanti langsung ketok saja pintu kamar nomor 69.."
Feny mengakhiri percakapan dan mulai menelpon supirnya untuk standby dan akhirnya langsung masuk ke mobil dan kembali ke hotel. Jam 9 malam tahlilan bubar dan tinggal pak RT memberikan dorongan kata penyemangat pada tejo untuk mengejar karir di ibu kota. Tejo pun setuju dan berniat untuk menyanggupi ajakan 2 artis tadi dan bergegas masuk ke kamar bapaknya lagi melanjutkan inspeksinya terhadap peninggalan ayahnya. ternyata masih ada satu botol batik lagi didalam laci batik berisi air merah seperti sirop dan secarik kertas kecil bertuliskan "minumlah kalau kau temukan botol ini. Ini akan membuatmu kuat." Tanpa curiga Tejo menuruti instruksinya dan meminumnya dengan sekali teguk. tidak lama tubuhnya terasa panas dan seketika ia terbaring dan pingsan. Di alam bawah sadarnya ia mendengar seseorang berbisik kepadanya:
"Sekarang giliranku yang bermain - main. Sudah lama Diman menyegelku di tubuhmu. Sudah lama juga aku tidak menebar cinta dan nafsu "
tidak muncul bayangan hitam seorang manusia kekar berkepala kuda dengan asap merah mengepul dihadapan Tejo. Asap merah itu semakin pekat hingga Tejo tidak bisa melihat bayangan itu atau keadaan disekitarnya
tidak lama Tejo terbangun dan langsung mengemasi barang-barang sambil menyeringai bergumam sendiri sebelum meninggalkan gubug.
"Terimakasih Diman, sekarang aku pinjam badan anakmu. Aku yakin kedua dayang abadi kita sudah menantiku.."
Note: ilustrasi menyusul
TEJO a.k.a Joe Suteja
Pagi itu, disebuah desa pinggiran jalur pantura disebuah gubug tengah ramai dikerumuni warga. Mang Diman, seorang petani kesayangan warga desa itu menghembuskan nafas terakhirnya dengan menyender di sebuah kursi goyang dari rotan tempat ia biasa ngopi pagi. Ia tidak punya sanak sodara selain Tejo anak laki-laki simatawayangnya yang hanya bisa menatap kosong tubuhnya yang terbujur kaku terbalut kafan sambil meneteskan air mata.
Didalam benaknya saat itu Tejo hanya bisa terngiang-ngiang tentang wejangan yang ternyata adalah wasiat terakhir bapaknya 2 hari yang lalu. Saat itu Tejo sedang menghidangkan secangkir kopi tubruk yang sudah menjadi rutinitas pagi ayahnya. Sambil mengeluarkan batang- batang tembakau yang terlalu membuat padat sebatang rokok kretek di tangannya, Mang dimang memanggil anaknya
"Jo, sepertinya bapak ndak lama lagi hidup. Badan kaya ngomong gitu terus ke bapak."
"hus, bapak aneh-aneh aja ngomong gitu." tejo sempet keserimpet ngaduk gelas sampai menumpahkan kopinya ke meja dapur.
"mumpung bapak masih inget, kalo terjadi apa-apa sama bapak jangan lupa cek kotak batik dalem laci rias ibumu ya..ada sesuatu buat kamu dari bapak." mang diman langsung membakar dan menghisap kreteknya. Tarikan isapannya kelewat batas untuk orang tua sepertinya.
Saat itu tejo cuman manggut-manggut saja menyepelekan tapi ternyata hari ini ucapan bapaknya saat itu begitu menghantuinya. Rasa penasaran menemaninya mengangkat keranda jenazah sang ayah menuju pekuburan.
Sorenya diadakan pengajian tahlilan yang diadakan secara sukarela oleh warga dan dipimpin pak RT yang iba dengan Tejo. Ketika sedang menunggu para tamu tiba Tejo akhirnya punya kesempatan untuk melihat pemberian bapaknya itu. Ia masuk ke kamar bapaknya dan membuka laci di meja rias usang yang berada di depan kasur bapaknya. Ia menemukan sebuah kotak batik berisikan 3 buah botol kaca kecil berisikan minyak berwarna keemasan dan secarik kertas bertuliskan aksara jawa lama dan dibaliknya sebuah tulisan translasi.
" JARAN GENDHENG, pengasihan kanuragan sapu jagad."
Dari judulnya saja udah bikin Tejo merinding. Ia menutup kotak itu dan membawanya ke kamarnya.Masih shock dengan kejadian tadi ia mencoba menenangkan diri dengan mandi. Namun benaknya. tetap penasaran dan mencoba mencerna makna "pengasihan" yang dimaksud.
"Pengasihan itu ilmu belas kasih, susuk atau ilmu..pelet ya?" gumamnya dalam hati. Saking larutnya Tejo sampai nggak ngeh kalau dia keramas pakai sabun badan.
Setelah selesai sholat isya warga setempat berbondong-bondong ke rumah mang Diman untuk melakukan tahlilan. Tejo agak bingung melihat suasana tahlilan dirumahnya karena mayoritas yang datang adalah wanita. Cuma dia, pak RT, dan pak ustad yang mimpin tahlilan yang pria. Yang lebih heran lagi isak tangis mereka begitu tulus seperti kehilangan kerabat dekat mereka sendiri. Dan salah satunya adalah seorang yang sudah tidak asing ia lihat di layar kaca mempromosikan properti dan menjadi host banyak talkshow di televisi.. Tante Feny Rose. Feny mengenakan kemeja putih dan rok panjang bahan berwarna abu - abu dengan sedikit belahan yang memperlihatkan kakinya yg jenjang dan mulus. Selendang sutera putih transparan menutupi lekuk mukanya yang tirus dan kencang.
"Mang Dimaaaan...hiks..hiks.. maafin Feny yang nggak sempat main kemari lg gara - gara terlalu...ini feny juga ajak Tary kesini.."
Tejo makin kaget lagi ketika melihag orang di belakang Feny Rose yang ternyata adalah Cut Tary, artis senior yang sudah kenyang dihantam banyak berita miring di media massa.
Tejo dan pak RT menyapa dua tamu istimewa itu.
"Permisi mbak Feny dan mbak Tary terimakasih atas belasungkawanya terhadap mang Diman. Saya tidak menyangka bahwa mang Diman ini banyak sekali jasa-jasanya selama hidup dulu sampai mbak menyempatkan diri kesini." pak RT berbasa basi sambil merangkul Tejo yg sedikit canggung karena bertemu artis papan atas. matanya terkagum kagum melihat cut tary saat itu yang memakai dress batik ketat dibalut dengan jaket kulit dan yang sedikit memperlihatkan leluk tubuhnya yang sintal.
"perkenalkan ini Tejo, putra mang Diman. dia sudah yatim piatu dan tak punya sanak keluarga lagi disini." pak RT memperkenalkan Tejo kepada Feny dan Tary.
"Tejo, yang tabah ya say.. mang Diman dulu sudah banyak menolong kami dan membuka mata kami tentang pentingnya cinta.." Ujar Tary sambil menepuk dan sedikit memijat pundak Tejo. Tatapannya begitu dalam dan membuat Tejo sedikit terbuai dalam lamunannya. Ia hanya bisa membalasnya dengan satu senyum tulus yang otomatis terlontar untuk Tary.
"iya mbak.. mungkin habis ini saya mau cari kerja dikota mbak untuk nambah penghasilan saya.."
"Oh kamu mau cari kerja Jo? pendidikan terakhir kamu apa?" tanya Feny. "Saya terakhir masuk SMP mbak. Cuma bapak nggak punya modal yang cukup untuk lanjut ke SMU."
"kalau saya tawarkan pekerjaan di Jakarta mau kamu?" tawar Feny mencoba membantu Tejo.
"Jadi asisten pribadiku juga boleh Tejo..kebetulan si Yance baru berhenti kemarin mau nikah." Tary pun juga menawarkan pekerjaan yang nggak kalah menggiurkan.
"kami pulang ke jakarta besok pagi, jadi kita tunggu kamu di hotel Anggrek di dekat perbatasan ya jo. nanti langsung ketok saja pintu kamar nomor 69.."
Feny mengakhiri percakapan dan mulai menelpon supirnya untuk standby dan akhirnya langsung masuk ke mobil dan kembali ke hotel. Jam 9 malam tahlilan bubar dan tinggal pak RT memberikan dorongan kata penyemangat pada tejo untuk mengejar karir di ibu kota. Tejo pun setuju dan berniat untuk menyanggupi ajakan 2 artis tadi dan bergegas masuk ke kamar bapaknya lagi melanjutkan inspeksinya terhadap peninggalan ayahnya. ternyata masih ada satu botol batik lagi didalam laci batik berisi air merah seperti sirop dan secarik kertas kecil bertuliskan "minumlah kalau kau temukan botol ini. Ini akan membuatmu kuat." Tanpa curiga Tejo menuruti instruksinya dan meminumnya dengan sekali teguk. tidak lama tubuhnya terasa panas dan seketika ia terbaring dan pingsan. Di alam bawah sadarnya ia mendengar seseorang berbisik kepadanya:
"Sekarang giliranku yang bermain - main. Sudah lama Diman menyegelku di tubuhmu. Sudah lama juga aku tidak menebar cinta dan nafsu "
tidak muncul bayangan hitam seorang manusia kekar berkepala kuda dengan asap merah mengepul dihadapan Tejo. Asap merah itu semakin pekat hingga Tejo tidak bisa melihat bayangan itu atau keadaan disekitarnya
tidak lama Tejo terbangun dan langsung mengemasi barang-barang sambil menyeringai bergumam sendiri sebelum meninggalkan gubug.
"Terimakasih Diman, sekarang aku pinjam badan anakmu. Aku yakin kedua dayang abadi kita sudah menantiku.."
Note: ilustrasi menyusul
Terakhir diubah: