Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Joni Kroco™: Revolution

Bimabet
Jadi si Elin yg jd pengkhianat itu? Kurang ajar! Liliana sekarang beneran mati yah, bro? Tragis, mati setelah direndahkan 😟.

Semoga itu ilusi lagi lah, gw pgnnya Liliana mati dgn cara yg terhormat hahaha.. Makasih, bro!
pengennya sob...
tapi semakin sadis semakin kuat impactnya ke joni...
 
Seorang pembunuh keji yang haus darah menciptakan dunia yang aman damai? Absurd.
Joni udah jadi pendekar tanpa tanding, udah jadi pemimpin besar, sekarang giliran jadi Joni Imba.
 
Brooooo jjjooooonnnnhhhhhhh....tak enteni updatemu meneeehhhh....ojo sueee - sueeee
 
18. Joni Kroco dan Prana Dimensi Kegelapan

Sanca membeliak gentar melihat gw berhasil keluar dari pengaruh Genjutsu (jurus Ilusi) Elin. Aura merah darah meliputi sekujur tubuh gw bercampur dengan Aura Hitam yang merembes masuk dari dalam Dimensi Kegelapan.

Kepala gw terasa ringan. Ada kemarahan yang mendadak hadir. Kemarahan yang bahkan membuat gw nggak bisa merasakan apapun selain satu keinginan tunggal untuk membunuh.

Sepasang Celurit Kematian mewujud di tangan gw. Menggeram lapar menanti tumbal nyawa yang sama....

Darah dibayar darah....

Nyawa dibayar nyawa....

Ada sesuatu yang berbisik dengan sendirinya...

|XII|

"Mangsa mereka...."

|XII|
Geraman Iblis yang bersemayam dalam sepasang Celurit of Chaos menyambut gembira. Melesat dari tangan gw seolah hidup, berpusar, dan memenggal sekaligus kepala pasukan tentara Klon yang menyandera teman-teman gw.

Lepas dari pengaruh Genjutsu, gw menerjang murka ke arah Sanca. Belasan Pasukan Pembunuh profesional berusaha melindungi majikannya balik menerjang dengan bayonet terhunus yang bersarang tepat pada tulang selangka.

Gw bahkan nggak bisa lagi merasakan sakit ketika ujung tajam itu membelah pundak gw, semburan darah segar musuh gw yang menyembur mewarnai udara membuat seringai dingin terbit dari bibir gw yang menikmati lezatnya pembalasan dendam.

"MAKAN NEH CELURIT GUA, BANGSAT!!!!!" jerit gw emosi terus ngebacokin celurit gw ke batok kepala Tentara Klon. Seekor mati di ujung celurit. Seorang mencoba menghindar kebelakang tapi kalah cepat dari bacokan menyilang gw.

Sobekan besar mengangga bersama ususnya yang terburai, musuh gw kesakitan sambil memegangi usus-ususnya yang berjatuhan, tapi gw sedang nggak ingin berbelas kasih, sabetan kejam pada lehernya membuat kepalanya menggelinding di bawah kaki gw.

Gemetar, Pasukan Klon yang seharusnya tidak bisa merasakan rasa takut mundur gentar melihat sosok hitam yang mulai mewujud di belakang gw.

|XII|

Aura kegelapan menyelimuti tubuh gw, membentuk bayangan Iblis Kambing raksasa yang dimaterialisasi semata-mata dari kemarahan ketika gw menerjang murka ke arah orang yang telah membunuh ibu kandung gw.

Beatrix, yang berada dalam balutan zirah hitam ganti menerjang melindungi majikannya.


Beatrix.​

"MINGGIR!!!! BANGSAD!!!" jerit gw sambil membacokkan celurit gw ke batok kepala Beatrix.

Benturan dua energi kegelapan berkilat membentuk petir hitam ketika pedang besar Beatrix menyentuh disusul medan magnet yang membuat Beatrix terempas ke belakang. Dua orang yang sama-sama dikuasai Prana Kegelapan. Gw sudah tak bisa lagi berpikir jurus mana yang bakal gw keluarkan, seolah seluruh tubuh gw tunduk pada satu dorongan primordial murni:

Membunuh.

Sepasang Celurit berkelebat membentuk ratusan bayangan bulan sabir hitam, yang ditahan Beatrix dengan zirah tebalnya.

Sabetan Pedang Besar Broadsword mengayun sebagai balasan. Gw menghindar dengan liukan lembut ke udara. Prana kegelapan yang memenuhi pedang raksasa itu membelah tembok benteng dengan mudah.

Melesat dengan jurus meringankan tubuh, gw menghindari sabetan Pedang Beatrix yang menyerbu tanpa jeda. Armor Beatrix yang berat memberikan keunggulan taktis kepada gw. Ilmu Meringankan Tubuh membuat gw mampu meliuk menghindari semua serangannya. Tapi sebaliknya, serangan gw juga tak berefek pada zirah tebal yang nyaris tak bisa ditembus.

─tak ada jalan lain.

Satu sentakan kaki membawa keluar gw dalam jarak aman. Mirip seperti saat gw menggunakan jurus Brajamusti, gw memejamkan mata, memusatkan Prana Kegelapan pada kedua Celurit of Chaos di tangan gw. Sepasang Iblis Kembar yang bersemayam di dalamnya tertawa lebar ketika ujung-ujung melengkung senjata keramat itu memancarkan bara energi penghancur.

Menyadari gw memusatkan seluruh Prana gw dalam satu serangan terakhir, Beatrix menerjang dengan kekuatan Demon-nya. Di belakangnya mewujud sosok bersayap enam, The Morning Star, Malaikat Terindah yang jatuh pada sisi gelap.

Pedang Beatrix mengayun.

Gw tersenyum dingin, menyambut dengan kekuatan kegelapan yang sama.

─Kilatan cahaya.

|XII|

Gemuruh besar terdengar ketika dua kekuatan dari Dimensi Kegelapan itu beradu. Kekuatan yang sama besar itu menimbulkan disurpsi ruang waktu yang menimbulkan efek gelombang kejut yang mementalkan tubuh kami sejauh ratusan kaki.

Beatrix sigap memasang kuda-kuda, tapi gw tidak mau kehilangan kesempatan kedua. Jurus meringankan tubuh ditambah ledakan Prana dari telapak kaki membuat gw melesat menuju sudut mematikan dalam sekejap mata.

Sabetan fatal mendarat.

─gw bahkan lupa. Kalau gw juga sayang dia.

Dan yang paling mengerikan....

....gw bahkan lupa....

...pada jati diri gw sendiri....

Energi kegelapan membuat Celurit of Chaos membelah zirah Beatrix bagai pisau panas membelah mentega...

Dari kejauhan, Sanca hanya mengamati Mahakarya-nya...

"Devil aren't born," ia tersenyum dingin. "They are made...."

|XII|

"Sebelum merasakan keagungan,
kau harus merasakan penderitaan....

sebelum bisa menemukan,
kau harus pernah merasakan kehilangan....

sama seperti Karna yang dibuang Kunti
dalam sebuah nasib tragis....
kau harus mendaki kembali
jalan mu dari dasar neraka...."

musuh terkuat akan segera datang
dan kau akan kehilangan
semua orang
yang kau cintai
tanpa terkecuali..... "


|XII|


"Inikah yang elu cari, Jon?" suara itu berkata pelan, jauh dari kedalaman batin gw sendiri.

"Siapa?" gw bertanya bingung.

"Takdir memiliki jalannya sendiri. Sama seperti aliran sungai. Seberapapun kuatnya elu berusaha membendung, arus akan tetap mengalir menuju arah yang sama, muara yang sama."

"Tapi... gua... nggak mau... jadi... Joni Kegelapan..."

"You don't have to. Kejahatan dan kebaikan datang tanpa terkecuali. Yang elu perlu cuma merengkuh keduanya tanpa tendensi. Bukankah dulu elu yang mengajari itu sama gua?"

"Siapa elu?" tanya gw lagi.

"Siapa aku?" ia tersenyum, sosoknya mulai mewujud di depan gw. "Kamu seharusnya tahu siapa aku..."

|XII|

Tat Wam Asi....

Aku Adalah Kamu...

dan kamu adalah aku....


|XII|
Gerakan celurit itu terhenti, tepat ketika gw hendak memisahkan kepala Beatrix dari badan.

"Apa lagi yang elu tunggu, Bangsat! Cepet! Bunuh gua!!!" terenggah, Ksatria Berzirah hitam itu memegangi luka besar di torsonya. Matanya menatap tajam ke arah gw, tapi gw tahu di baliknya masih ada Beatrix yang sama yang dulu selalu menemani gw. Beatrix yang menunggu Pangerannya untuk menyelamatkannya. Meski ia tahu, dirinya bukan Puteri, bukan Bidadari.

Tatatapan mata Beatrix berubah merapuh ketika kesadarannya kembali mengambil alih. "Apalagi yang anda tunggu... Bunuh saya.... Bebaskan saya, tuan... saya mohon...." tangis Beatrix mengiba.

Pandangan gw berkaca seiring kesadaran gw yang juga memulih. Sama seperti waktu gw ngelawan Si Habib, Energi Kegelapan yang kembali bersemayam dalam Dimensi Hitam membuat tubuh gw kehabisan tenaga. Ambruk, seluruh otot tubuh gw kaku tanpa bisa digerakkan.

"Cih. Dasar Nggak berguna," decih Sanca sambil menoleh pada Hades. "BUNUH MEREKA SEMUA!"

Salah satu dari 12 Ksatria Emas itu mengangguk patuh.

Bersama dengan itu, di belakangnya mewujud bayangan hitam Dewa Kematian, tengkorak raksasa yang diliputi jubah hitam. Merangkak, segala sesuatu yang disentuh Animus itu berubah menjadi abu, seperti hukum semua materi yang tunduk pada ketentuan mutlak Sang Penguasa Semesta. Ajal.

Inikah akhirnya? batin gw tenang.

Karena kalau gw mati sekarang, seenggaknya gw gak perlu jadi Joni Demon seperti ramalan itu...

|XII|

"Sorry, Jon... tapi gua nggak bisa biarin elu mati buru-buru."

Dari belakang gw mewujud kekuatan lain yang sama besar. Kekuatan Animus yang sama-sama muncul dari Dasar Neraka.

"Hades, The God of Underworld, eh?" suara imut itu terdengar lucu sekaligus mengancam di saat yang sama. "Kita lihat siapa yang pantas disebut Penguasa Neraka!"

Bersamaan dengan itu mewujud di udara, partikel-partikel metafisis yang memadat membentuk sesosok Lembu Hitam Raksasa yang memegang Trisula. Naraka, Sang Penguasa Hell Realm. Aura Kegelapan yang menguar dalam bentuk kobaran Api Hitam yang mampu menghanguskan apapun yang disentuhnya. Dua kekuatan penghancur yang sama besar saling bertumbukan dan membentuk pusaran yang saling menetralkan.

Guruh terdengar.

Langit menghitam.

Tara yang sudah memasuki Demon Mode melangkah dengan tanduk dan sayap Iblis yang muncul di atas tubuhnya yang telanjang.

Sheila berdiri di samping Tara. Matanya basah dan memerah. Duka dan Murka. Urat-urat kebiruan bersama Animusnya yang melayang dengan kemarahan yang sama.

"The White Violinist. Genjutsu dengan medium suara. Seharusnya gua tahu kalau elu memiliki kekuatan terlarang itu," Sheila menuding geram ke arah Elin. "INI YANG ELU LAKUKAN PADA MAMA SETELAH DIA MEMBESARKAN LU SEPERTI ANAK SENDIRI!!!"

Lembah Salju Zhong Jian bergetar, menguapkan partikel-partikel air beku ke udara pertanda Sheila melepaskan kekuatan Psikis terbesar, membantai satu Divisi pasukan lapis baja yang mengepung tempat itu dalam satu jentikan jari.

—Kecuali tiga orang yang masih sanggup berdiri seolah tak terpengaruh jurus Ultimate Sang Grand Illusionist.

Sanca tersenyum misterius. Orang itu masih menyimpan satu kartu truf.

"Dik... Elin... kenapa....?" Tikus berkaca-kaca.

Elin menatap dengan kesedihan yang sama. Gw nggak bisa membaca pikiran, tapi gw tahu ada banyak sekali yang ingin diucapkan anak itu.

"Elu kalah jumlah," Macan yang juga sudah berhasil keluar dari Genjutsu megambil golok raksasa milik almarhum Biksu Hitam Mito. "Setelah apa yang elu lakuin. Gua rasa kematian terlalu mudah buat makhluk nista semacam lu!"

Prana Penghancur mengalir memenuhi golok raksasa itu membuat ujung tajamnya membara kemerahan... bersiap mencincang Sanca

"MATI LU, BANGSAAAAAT!!!!!"

Dalam satu tolakan, Macan melesat ke depan Sanca. Tebasan murka mengayun bersama aura penghancur yang membentuk bayangan Harimau Raksasa.

Sadar tidak bisa menandingi kejatmikaan Macan dalam pertarungan jarak dekat, Sanca melesat mundur dengan jurus meringankan tubuhnya, berusaha keluar dari jangkauan serangan. Karena Energi Penghancur yang menguar dari ujung golok sudah cukup menggores ujung jas mahalnya. Tebasan kedua menyusul dan memaksa Sanca menangkis dengan jurus Kekkai (perisai Energi).

Gw tahu, Sanca yang terbiasa bertarung menggunakan Animus bukan tandingan Pendekar Sakti sekaliber Senopati Macan Samber Nyowo, tapi ada sesuatu yang membuat Macan berhati-hati, seperti waspada akan kedatangan sesuatu yang jauh lebih berbahaya.

Sanca tersenyum penuh kemenangan.

"What an refined warior.... Naluri seorang Pembunuh tak akan bisa mengingkari datangnya ancaman, bukan?"

"Cih," Macan melompat mundur, memasang kuda-kuda siaga. Tara dan Sheila menyusul bergabung. Memasang formasi pertahanan.

Dari arah pintu gerbang Istana melangkah masuk enam orang denan kekuatan yang besar. Animus Level-S. Lima Orang yang berhasil menghabisi tubuh lama Wagimin dengan mudah waktu itu.

"What done is done...," Sanca mengangguk pelan. "Kita bisa saling bunuh di sini. Atau..."

─tawa pelan terdengar. Dingin. Dan menyimpan ribuan motif tersembuyi...

"....Kalian bisa membalas dendam kepada Jafar, Mandala 12 Rasi Bintang yang baru..."

Sanca mengatupkan tangan dan di belakangnya terbuka portal menuju dimensi cermin. Seorang anak buahnya melompat dan membopong tubuh Beatrix masuk ke dalam portal.

"LEPASIN BEATRIX, BANGSAT!!!!!" jerit gw, tapi Prana gw yang nyaris nggak bersisa membuat gw nggak bisa melakukan apapun selain melihat tubuh Beatrix yang menghilang ke dalam Dimensi Cermin.

"Elu tahu kemana harus mencari gua, Jon...," Sanca tersenyum memprovokasi ketika portal itu mulai menutup. "Selamatkan sendiri puteri tidurmu... balaskan dendam ibumu..." sepasang matanya yang hijau menatap dengan penuh agitasi... "penuhi takdirmu, wahai Sang Penghancur."



To Be Contijon!!!
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd