Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kampung Kolor (KK)

Status
Please reply by conversation.
maksud om icd mungkin ilustrasinya mbak dewi kurang gitu y..
duh agak lpa juga sih mbak dwi tu yg mana.
besok nonton ppt ah..
ane ngefen mbak dwi.
greged kek nya
 
Dengan langkah gontai Rayhan menelusuri jalanan setapak di kampungnya. Pikirannya saat ini berkecamuk setelah di marahi oleh pembantunya, ada rasa takut dan penyesalan yang ia rasakan saat ini, karena dirinya yang tidak mampu menahan hasrat nafsunya terhadap pembantunya.

Tanpa sadar ia melewati sebuah depot bunga milik keponakan Ustad Ferry.

Aya melihat Rayhan yang sedang berjalan gontai, sembari sesekali menendang bebatuan yang ada di depan kakinya.

"Ray..." Panggilnya.

Rayhan celingak-celinguk mencoba mencari sumber suara. "Kak Aya!" Ucap Rayhan.

"Sini..."

"Iya Kak." Jawab Rayhan.

Segera Rayhan berlarian menuju Aya yang sedang duduk di kursinya.

"Ada apa Kak?" Tanya Rayhan.

Aya tersenyum simpul, membuat Rayhan sedikit salah tingkah melihat kencantikan Aya. "Sombong ya sekarang sama Kakak?" Todong Aya membuat Rayhan salah tingkah.

"Kok sombong Kak!" Jawab Rayhan.

"Habis sudah lama kamu gak main ke tempat Kakak, biasanya setiap hari." Ujar Aya.

Rayhan mengulum senyum. "Maaf Kak, bukannya sombong, tapi Aku takut Kak... Takut terhipnotis dengan kacantikan Kakak, hehehe..." Gombal Rayhan, membuat Aya terpingkal-pingkal.

"Hmmm... Anak zaman sekarang!" Celetuk Pak Bejo. Rayhan memasang wajah mesem, sementara Pak Bejo dengan cueknya menata bunga.

"Hahaha... Kamu bisa aja Dek." Gelak tawa Aya. "Sini duduk dulu, kamu mau minum apa?" Tawar Aya.

"Apa aja deh Kak." Jawab Rayhan.

Segera Aya membuatkan segelas teh hangat untuk Rayhan. Lalu ia kembali memberikan minuman tersebut kepada Rayhan.

Hubungannya dengan Rayhan memang sangat dekat, seperti Kakak Adik, karena kebetulan Aya yang memang tidak memiliki Adik, sehingga ia menganggap Rayhan seperti Adik kandungnya sendiri.

Selain itu kehadiran Rayhan, membuat suasana menjadi sedikit menyenangkan buat Aya.

"Terimakasih Kak." Ujar Rayhan.

"Sama-sama." Aya kembali duduk di samping Rayhan. "Gimana sekolah kamu?" Tanya Aya sekedar basa-basi.

"Gitu-gitu aja, gak terlalu menarik Kak."

"Tapi kamu rajinkan sekolahnya? Awas loh kalau kamu suka bolos, Kakak jewer kuping kamu." Ancam Aya, tapi reaksi yang di buat Aya malah membuat Rayhan gemas.

"Mau dong di jewer sama Kakak yang cantik ini." Goda Rayhan.

"Dasar adik nakal." Segera Aya menjewer telinga Rayhan, hingga pemuda tanggung itu meringis menahan sakit.

"Aduh Kak ampun."

"Siapa suruh kamu godain Kakak." Ujar Aya pura-pura marah.

Rayhan memang sangat pintar membawa suasana, siapapun yang berada di dekatnya pasti akan merasa sangat nyaman dengan sikapnya, yang terkadang konyol, tapi tak jarang ia juga bisa bersikap dewasa dan romantis.

Pemuda itu hanya tidak bisa bersikap romantis ketika bersama pembantunya, hal tersebut juga yang membuat Rayhan bingung.

"Tadi Kak Aya perhatikan kamu kayak lagi ada masalah Ray, coba cerita sama Kakak, siapa tau Kakak bisa bantu." Ujar Aya, sembari tersenyum manis kepada Rayhan.

"Gak ada kok Kak!"

"Hmm... Bohong, gak percaya Kakak."

"Serius Kak, gak ada masalah." Jawab Rayhan.

Gadis berhijab tersebut mendengus merajuk. "Selama ini Kakak selalu cerita kalau Kakak lagi ada masalah!" Ujar Aya, ia merasa tidak adil.

"Gimana ya Kak."

"Mau cerita gak?"

"Hmmm... Iya deh Kak, tapi janji ya Kak, jangan di ketawain." Rayhan mengancungkan jari kelingkingnya, yang dibalas oleh Aya dengan mengait jari kelingking Rayhan.

"Janji."

"Sebenarnya..."

"Apa Dek?"

"Hmmm..."

"Adek... Nyebelin deh..."

"Hehehe... Sebenarnya Aku lagi ada masalah di sekolah Kak, lagi ada pr. Hahahaha... Serius banget si Kak." Jawab Rayhan sembari tertawa ngakak.

"Nyebelin kamu Dek." Aya bersungut kesal.

Tentu saja Rayhan tidak mungkin menceritakan masalahnya yang baru saja di marahi pembantunya karena ketahuan mengintip, bisa-bisa reputasinya sebagai anak yang polos, rusak di mata Kakaknya Kak Aya.

Wanita yang selama ini sangat ia hormati, dan satu-satunya wanita yang sangat ia kagumi, bukan hanya karena kencantikannya, tapi juga karena kebaikan hatinya.

"Na... Kakak sendiri mau cerita apa?" Tanya Rayhan balik.

Aya melihat kearah Pak Bejo yang sedang duduk bersandar di kursi panjang.

Kemudian ia mengajak Rayhan masuk kedalam ruangan pribadinya. Ia tidak ingin obrolannya dengan Rayhan di dengar orang lain, termasuk Pak Bejo. Sesampai di ruangan pribadinya, mereka kembali duduk berdampingan.

"Soal Kak Azam lagi?" Tanya Rayhan.

Aya menganggukkan kepalanya. "Kakak bingung Dek, gimana ya caranya menolak Azam." Ujar Aya kepada Rayhan.

"Kenapa Kakak gak terima aja? Bukannya Mas Azam orangnya sangat baik, alim lagi." Ujar Rayhan.

Aya menghela nafas. "Sok tau kamu, Kakak gak bisa Dek." Jawab Aya, matanya menerawang langit-langit ruangannya.

"Kalau begitu tolak aja Kak!"

"Sudah... Tapi keluarga Kak Aya minta Kakak untuk menerima Azam Dek! Kakak bingung harus gimana Dek?" Cerita Aya, ia tampak sangat tertekan dengan perjodohannya.

"Kalau begitu terima aja Kak!" Ujar Rayhan.

"Iih... Plin plan banget si Dek, tadi Kakak di suruh tolak, sekarang malah minta diterima, sebenarnya kamu dukung siapa si?" Celetuk Aya, ia tampak jengkel dengan jawaban Rayhan.

"Maaf Kak, gitu aja ngambek, hehehe..."

"Ehmm... Nyebelin."

"Emangnya kenapa Kakak gak mau menerima dia?" Tanya Rayhan, kini anak remaja tanggung itu tampak terlihat lebih serius

Aya menarik nafas dalam. "Dulu kami sangat dekat, sampai akhirnya dia nyakitin Kakak dengan ucapannya. Kakak gak bisa lupain itu..." Ujar Aya, sembari memainkan jarinya.

Rayhan meraih tangan mulus Kak Aya, kemudian menggenggamnya dengan erat. "Kak... Setiap manusia pasti pernah salah, kenapa Kakak tidak memaafkannya?" Tanya Rayhan, sembari menatap mata bening Aya.

Sejenak Aya tampak tertegun dengan sentuhan Rayhan, tapi sedetik kemudian ia menarik tangannya. "Bukan muhrim." Ujar Aya seraya tersenyum.

"Ya gagal lagi..." Ujar Rayhan sembari tertawa kecil.

"Dasar tukang modus..." Aya mencubit pinggang Rayhan. "Kamu gak bakalan bisa modusin Kakak, kayak kamu modusin cewek lain." Ujar Aya, sembari mencubiti pinggang Rayhan.

"Aduh ampun... Au... Kak Aya, ampun." Melas Rayhan.

Bukannya berhenti Aya semakin intens menyerang Rayhan. Membuat Rayhan berusaha menghindari setiap cubitan.

Rayhan mencoba menangkap kedua tangan Aya, lalu tanpa sadar ia menarik Aya hingga jarak mereka begitu dekat, sanking dekatnya, Rayhan maupun Aya dapat merasakan hembusan nafas mereka masing-masing.

"Hmmm..." Aya tersadar dan menarik dirinya.

"Apapun keputusan Kakak, aku hanya berharap yang terbaik untuk Kakak." Ujar Rayhan seraya menebar senyumannya.

"Terimakasih ya Dek."

-------KK-------

Kreak...

Pintu kamar Ustad Ferry terbuka, dan tampak Aisya keluar dari dalam kamar dengan mengenakan gamis berwarna ungu. Saat matanya bertemu dengan mata Udin, Aisya buru-buru memalingkan tatapannya, karena malu.

Sementara Udin tampak senang-senang saja karena baru saja mendapat durian runtuh.

"Ada apa Pa?" Tanya Aisya, duduk di samping Suaminya.

"Ini Ma... Mereka berdua minta pekerjaan ke kita, tapi Papa bingung mau ngasi pekerjaan apa, soalnya tidak ada yang harus di kerjakan." Jelas Ustad Ferry kepada Istrinya.

"Kenapa tidak langsung di kasih duit aja Pa!"

"Usul bagus tuh Bu Ustadza!" Celetuk Udin dengan gayanya yang cengengesan. Bahar dengan cepat menyikut Udin.

"Enakkkan kalian dong." Protes Ustad Ferry.

"Udah Pa... Hitung-hitung kita bersedekah. Tidak ada salahnya kan?" Ujar Aisya, membuat wajah Bahar dan Udin berseri-seri. "Emang kalian butuh uang buat apa?" Tanya Aisya.

"Buat makan Ustadza." Celetuk Udin.

"Butuh berapa?"

"Seratus aja cukup Ma." Sela Ustad Ferry.

"Dua ratus Bu Ustadza." Tambah Udin, sementara Bahar hanya diam saja.

"Ya sudah, ini uang 200." Aisya mengambil uang di dompetnya.

Ketika ia memberikan uang tersebut, Udin sempat menggelitik telapak tangan Ustadza Aisya, tanpa sepengetahuan yang lainnya. Aisya sempat beradu mata dengan Udin, yang tiba-tiba mengedipkan matanya.

Buru-buru Aisya menarik tangannya dari kenakalan tangan Udin.

"Terimakasih ya Bu Ustadza."

"Sama-sama Bang." Jawab Ustadza Aisya dengan wajah bersemu merah.

"Menang banyak." Protes Ustad Ferry.

"Hussttt... Gak boleh gitu Pa, harus ikhlas." Ujar Aisya.

"Benar tuh apa kata Bu Ustadza." Celetuk Udin.

"Sialan lu Din." Kesal Ustad Ferry.

Bahar segera berdiri. "Terimakasih banyak Bu Ustadza dan Ustad Ferry. Kami pamit pulang dulu." Ujar Bahar.

"Oh iya, silakan." Kata Ustad Ferry.

Ustad Ferry mengantar mereka keluar rumahnya, ia berjalan di depan bersama Bahar, sementara Udin berjalan di belakang, tak jauh dari Ustadza Aisya.

"Bang Udin, jangan cerita-cerita ya." Bisik Ustadza Aisya

Udin menoleh kearah Ustadza Aisya. "Beres Bu Ustadza, rahasia aman di tangan Kopral Udin, hehehe..." Jawab Udin, membuat Aisya merasa sedikit lega mendengarnya.

"Terimakasih Bang."

Udin hanya tersenyum, lalu dengan langkah girang ia berjalan beriringan dengan Bahar meninggalkan rumah Ustadza Aisya

-------KK-------

Langit sore hari ini tampak tidak bersahabat, aroma tanah yang baru saja di sirami air hujan, terasa menyengat. Dengan berlari kecil Aya menelusuri jalan tanah yang mulai becek karena tersiram air hujan. Ujung gamisnya yang tadi bersih, kini terkena percikan noda tanah yang membuat gamisnya menjadi sedikit kotor.

Hujan turun dengan tiba-tiba, membuat Aya yang tidak siap terpaksa harus kehujanan. Kini tubuhnya basah semua, bahkan gamisnya tampak ngejiplak tubuhnya.

Setibanya di rumah, Aisya menyambut Adiknya yang kedinginan, sementara itu Ustad Ferry berdiri di belakang Istrinya.

Dalam diam Ustad Ferry mengagumi kecantikan Aya, Adik iparnya. Selain cantik tubuh Aya sangat sempurna, dadanya yang membusung, memperlihatkan ukuran sebenarnya payudara Adik iparnya, yang ternyata lebih besar di bandingkan milik Istrinya.

"Ambilkan handuk Pa!" Seruan Istrinya tidak di gubris oleh Ustad Ferry.

Glek..
Ustad Ferry menelan air liurnya, jakunnya naik turun menandakan birahinya yang telah bangkit kembali, sementara di bawah sana, sang junior terus meronta-ronta meminta jatahnya.

Dengan gamis yang menempel ketat di tubuh Aya, membuat lekuk tubuhnya terlihat kian sempurna, payudaranya yang besar berukuran 36c tak bisa ia sembunyikan di balik gamis yang selama ini setia melindungi asetnya dari tatapan liar para lelaki hidung belang.

"Pa..." Tegur Aisya.

Ustad Ferry tersentak kaget ketika menerima cubitan dari Istrinya. "Ughk..." Ustad Ferry meringis kesakitan.

"Ambilin handuk!" Perintah Aisya dengan mata melotot.

"I... Iya Ma..." Jawab Usdat Ferry.

Buru-buru Ustad Ferry ke belakang untuk mengambilkan handuk Adik iparnya.

Sementara Aisya tampak menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Suaminya yang sangat kurang ajar, tentu saja Aisya akan memberi perhitungan terhadap Suaminya nanti.

"Maafin Mas Ferry ya Ay!" Ujar Aisya.

Aya tersenyum manis. "Iya Mbak, gak apa-apa." Jawab Aya. "Aku ke kamar dulu ya Mbak." Ujar Aya, Aisya menganggukkan kepalanya.

Aya segera menuju kamarnya, saat itu Aisya masih memandangi Adiknya. Harus ia akui Adiknya memang sangat cantik dan seksi, tidak heran kalau Suaminya sempat tak mampu menahan diri untuk menikmati kemolekan tubuh Adiknya.

Dan karena alasan itulah ia ingin sekali Adiknya untuk segera menikah. Ia takut Adiknya yang cantik ini salah dalam memilih pasangan hidup.

Sementara itu Ustad Ferry baru saja selesai mengambil handuk. Ketika ia kembali ke depan rumahnya, ia tidak melihat Adik iparnya. Sehingga ia memutuskan untuk langsung ke kamar Aya, dengan alasan memberi handuk untuk Adik iparnya.

Tapi Ustad Ferry lupa, kalau Aya bukan muhrimnya dan tidak layak baginya untuk masuk kedalam kamar Aya, walaupun Aya adalah Adik iparnya, tapi mereka tetap bukan muhrim.

Saat pintu terbuka, kedua insan tersebut saling pandang. Dan sedetik kemudian mereka sadar akan kekeliruan ini.

Aya yang telah menanggalkan pakaiannya hanya menyisakan pakaian dalam berwarna hitam. Membuat Ustad Ferry tersekak dengan keseksian tubuh Aya. Payudaranya yang ranum tampak sangat indah di hiasi bulu-bulu halus. Perutnya yang rata, dan selangkangannya yang terlihat tembem sungguh sangat menggemaskan.

"Astagfirullah..." Kaget Ustad Ferry.

Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, tapi matanya masih bisa melihat dari sela-sela jarinya yang terbuka.

Sementara Aya berusaha mati-matian menyembunyikan ketelanjangannya dari tatapan liar Ustad Ferry yang tengah terbakar birahi, setelah melihat kemolekan tubuhnya.

"Astaghfirullah... Papa!" Pekik Aisya.

Ustad Ferry segera sadar akan kekhilafan nya, sehingga ia buru-buru keluar dari dalam kamar Aya sembari meninggalkan handuknya. Sementara Aisya hanya menggelengkan kepalanya, ia melihat kearah Aya sembari memberi isyarat kalau ia meminta maaf atas kecerobohan Suaminya.

Aya hanya menganggukkan kepalanya, walaupun ia sempat khawatir kalau Kakak Iparnya akan memperkosa dirinya.

Dari balik dinding pembatas antara dapur dan ruang tengah, Ustad Ferry tampak mendesah berat. "Alamatnya, bakalan gak dapat jatah ini malam." Sedih Ustad Ferry.

-------KK-------
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd