Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

KARMA - Penyesalan Yang Sia-sia

ranfast

Pendekar Semprot
UG-FR+
Daftar
4 Dec 2014
Post
1.518
Like diterima
620
Lokasi
Celebes
Bimabet
Dari seorang sahabat, dia berkisah padaku tentang hidupnya, saat aku sedang online membuka forum kesayanganku, FS ****. Dia pun tertarik, lalu kubiarkan dia membaca semua kisah di cerita panas. Lalu diapun memintaku untuk memuat kisahnya disini. Dan setelah diedit, inilah kisahnya......



Entah apa yang harus kulakukan, tak ada lagi celah untuk menemukan seberkas sinarpun untuk menjawab gelisah dihatiku. Gelisah yang sesungguhnya tercipta karena ulahku sendiri. Sesungguhnya sangat memalukan apa yang aku lakukan jika diceritakan, mungkin aku layak menerima cacian, kutukan dan segala hal yang busuk didunia ini.

Sebenarnya cerita ini hanya aku ketik dan aku simpan dalam laptopku, maklumlah tak ada tempat buat aku curhat selain ke benda tak bernyawa ini. Sejak dulu setiap masalahku aku tuangkan dalam ketikan diatas keyboard laptop dan menyimpannya dalam folder yang telah aku protect. Di laptop aku curahkan segalanya, keluh kesah tentang kehidupanku, tentang beban yang kutanggung, hingga ke masalah pekerjaan.

Ketika suatu hari aku mencoba browsing, aku menemukan forum semprot ini, dan timbullah ideku untuk mencoba berbagi dengan para member di semprot, siapa tahu ada yang bisa memberikan solusi buatku.

Ini adalah salah satu kisah yang aku tulis dalam laptopku, kisah yang terjadi padaku, dan kisah yang dilakukan isteriku padaku.

Baiklah, aku mulai cerita ini, dengan gaya bahasaku sendiri, dengan kalimat yang agak berantakan, dan dengan alur yang masih belum teratur.
 
Terakhir diubah:
Aku seorang pria usia 29 Tahun. Dengan tubuh yang jauh dari atletis, tampan ataupun hal-hal indah yang lain. Tak ada kesempurnaan yang kumiliki. Pekerjaanku hanyalah sebagai seorang pegawai swasta dengan gaji kecil, tak perlulah aku sebutkan secara detail apa jenis pekerjaanku. Isteriku, dia juga pegawai swasta sepertiku, gajinya kecil, namun masih lebih besar dibandingkan gajiku.

Aku dan isteriku tinggal disebuah rumah kecil yang aku bangun berdempetan dengan rumah bapak, rumah tanpa kursi karena memang tak muat untuk ditempatkan seperangkat kursi karena ruang yang sangat kecil. Sebuah busa tempat berbaring saat nonton televisi kecil ukuran 10 inchi, itu saja yang muat di ruang itu. Selebihnya dapur dengan ruang yang cukup sesak oleh meja makan kecil dan lemari kecil. Itulah rumahku yang aku tempati bersama seorang isteri yang cukup cantik dan seorang anak laki-laki yang manis berumur 5 tahun kini.

Mungkin nasib baik berfihak padaku, sehingga aku memperoleh seorang isteri cantik, dengan usia yang terpaut cukup jauh, 9 tahun perbedaan usia kami.

Sebenarnya rumah itu mau kutempati berempat dengan ponakan isteriku, anak perempuan yang kini sedang sekolah kelas 3 SMP, namun karena tak cukup ruang, maka terpaksa dia harus tinggal bersama bapak dan ibuku yang punya ruangan dan rumah agak besar.

Inilah awal kisah yang juga awal dari gundah gelisah yang aku alami.

Yuni, anak gadis yang baru beranjak 14 Tahun, keponakan isteriku. Anaknya cukup ceria, suka bercanda dan manja. Sebagai seorang suami dari tantenya, aku berusaha untuk sekaligus menjadi bapaknya. Terkadang aku harus menahan rasa gusar ketika dia melakukan hal-hal yang bikin aku marah hanya demi untuk menjadikan dia merasa nyaman tinggal bersama kami.
Pernah suatu ketika dia mengambil uang dalam dompetku sebanyak Rp. 100.000, aku menggeledah tasnya dan kutemukan lembaran uang yang sudah terpecah menjadi beberapa lembaran dua puluh ribu dan lima puluh ribu rupiah. Dia telah membelanjakan uang itu. Namun aku terus berusaha untuk menutupinya dari tantenya. Pernah juga dia mengambil uang dalam saku celanaku dua puluh ribu rupiah, dan banyak kali hanya lima ribu sampai sepuluh ribuan.

Mungkin karena dia masih belum dewasa, sehingga apapun yang dia lakukan mesti diadakan pembenaran terhadap semuanya. Kesalahan apapun yang dilakukannya harus aku anggap itu suatu kebenaran. Begitulah.
Seringkali untuk mencuci kain seragam sekolahnya saja, mesti tantenya yang melakukannya, ketika tantenya sibuk kerja didapur, dia tiduran saja, aku membiarkannya karena pembenaran atas sikapnya tadi.

Suatu ketika, saat itu rumah kami sedang ada hajatan, arisan keluarga. Semua pada sibuk, namun Yuni hanya tiduran saja. Sudah berkali-kali aku membangunkan dia yang saat itu tiduran diatas busa yang sering aku gunakan untuk tiduran sambil nonton TV. Yuni tetap saja tak mau bangun. Bahkan ketika aku tarik tangannya dan aku dudukkan, dia tetap memejamkan mata.
“aku masih ngantuk, bentar dong, om”

“cepetan bangun dong nak, tuh tantemu sibuk, ntar kalo tante datang lalu dia liat kamu masih tidur, tante bisa marah,,,” aku berusaha memberikan sugesti padanya agar bangun.

“ogah ah, pokoknya bentar, aku ngantuk tau !” katanya ketus.

Aku tinggalkan Yuni, aku bergabung bersama tamu yang datang. Setelah lima belas menit berlalu kulihat dia masih saja tiduran.

“Yuni....” aku mencoba memanggilnya pelan.

“aku ngantuk, om”

“waduh, kalo begini om harus pake cara kekerasan nih,,,” kataku mencoba memberi sedikit ancaman.

Aku langsung menjatuhkan diri disampingnya. Aku gelitik perutnya, namun dia malah diam saja. Aku coba gelitik lagi, tapi tetap saja diam. Khawatir akan reaksi yang lebih, aku segera bangun.
Huuuh....., aku tak boleh begitu,,,, kataku membatin.

Aku melakukan semuanya tanpa sedikitpun disisipi nafsu liar. Tidak sama sekali. Dan pembaca berhak untuk protes, tapi memang begitulah adanya. Namun anehnya, sikapnya ketika bangun dan selama beberapa hari kemudian begitu dingin. Setiap kali mataku bertemu pandang dengannya dia melengos, memperlihatkan kebencian. Aku tak mengerti, mungkin karena aku mencoba membangunkannya ataukah ada hal lain ? aku tetap tak mengerti.

Setelah lepas tiga hari, suasana kembali mencair, sudah mulai ada canda lagi. Hingga pagi itu .....

“Yuni,,,, woy, banguuun,,,” kataku berbisik ditelinganya.

Aku berdiri ditepi ranjang Yuni tanpa menyentuhkan tangan.

“uhhh,,, masih ngantuk, om. Ntar aja bangunnya” jawabnya bermalas-malasan.

“ga boleh gitu non, tuh dah jam setengah enam”

Saat itu isteriku sedang membuatkan kopi untukku yang sudah siap untuk berangkat kekantor. Pintu kamar aku buka lebar, namun Yuni tetaplah tak mau bangun.
Entah pikiran darimana aku mempunyai ide yang aku rasa bisa bikin Yuni bangun. Aku naik keranjangnya, lalu tidur disamping Yuni. Aku goyang-goyang tubuh Yuni, diam saja. Kupeluk dia dari arah belakang, kupeluk dengan ketat agar dia merasa sesak dan bangun, namun tetap saja dia tak ada reaksi apapun, diam, entah pasrah atau apalah aku tak tahu.

“Bangun nak” bisikku lagi.

“huhhhh,,,, orang ngantuk koq dipaksa bangun, sebel akh,,,” balas Yuni sambil menepis tanganku yang memeluk pinggangnya.

Akupun bangun, kemudian mengambil handuk untuk mandi. Setelah mandi akupun menyetrika bajuku yang hendak kupakai ke kantor.

“Hey, Pak ! apa yang kau lakukan pada Yuni ?” isteriku tiba-tiba datang saat aku lagi menyelesaikan setrikaanku.

“hah ? ada apa dengan Yuni ?” Tanyaku heran

“Dia lagi nangis, tuh dia lari ke arah belakang rumah. Katanya diapain sama kamu !” jawab isteriku dengan wajah yang marah.

Aku jadi panik, reflex aku meningalkan setrika yang dalam keadaan menyala, berlari menyusul Yuni. Kulihat dia sedang berjalan menuju kearah belakang rumah. Tanah bagian belakang rumah kami adalah tempat pemakaman umum, dekat situ ada sungai yang sudah sering longsor sehingga menciptakan tebing yang cukup tinggi. Yuni sedang berjalan ke arah itu. Aku mengejarnya, kua gapai tanganya, saat aku berhasil memegang tangannya, Yuni langsung pingsan. Aku panik. Tak lama kemudian isteriku datang dengan wajah yang masih marah.

“kau apakan dia, hah ?!” bentak isteriku.

“aku tadi pagi telah memeluknya dari belakang ketika dia masih berbaring diranjang” kataku jujur.

“Tega benar kau lakukan itu padanya” isteriku semakin berang. Air mata mulai mengalir dari sudut matanya. “aku telah menyelamatkan dia dari orang yang telah mencoba mesum padanya, tapi nyatanya malah kau lebih mesum lagi “

Aku diam, tercekat, tak sanggup berkata-kata apa lagi.

“maafkan aku isteriku, Yuni, maafkan om”

Ya hanya kalimat itu yang sanggup keluar dari bibirku.

Aku tak menyangka perlakuanku akan ditanggapi seperti itu. Mungkinkah aku telah berbuat mesum pada Yuni ? mungkin, karena aku bukan om kandungnya, maka aku tak pantas membangunkan dia dengan cara memeluk seperti itu, meskipun aku melakukan itu tanpa nafsu sedikitpun (Sumpah !) Tapi itu memang salah ! ya salah !

Kini apa yang harus aku lakukan ? isteriku sudah terlalu marah dan benci. Ini suatu perbuatan yang tak bisa ditolerir lagi, perbuatan yang sungguh sangat KETERLALUAN ! mungkin ada beribu cacian yang ada dalam hati isteriku tapi tak sanggup dikeluarkannya. Mungkin juga hatinya hancur dan membayangkan aku telah mengkhianatinya dan melecehkan ponakannya.
Aku tak ingin membela diri, tak ingin memberi penjelasan, dan tak ingin memohon toleransinya. TIDAK ! biarlah waktu yang akan menjawab semuanya !

Jika aku mau, maka aku akan membela diriku, membebaskan diriku dari anggapan ini. Aku sama sekali tak memperlakukan Yuni dengan rendah penuh nafsu bejat, TIDAK ! seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, begitulah caraku membangunkan Yuni. Tidak lebih, dan tidak dengan nafsu karena aku bukanlah seorang pedofhil !

Aku berusaha mendekati isteriku, mencoba membangun komunikasi dengannya, meski kurasa sangat sulit.

“aku telah susah payah membangun puing-puing yang telah hancur, tapi kini kau hancurkan lagi. Aku sangat kecewa, aku merasa malu dengan semua ini. Pergilah sana meminta maaf pada Yuni, karena maafku tergantung pada Yuni, jika dia mau memaafkanmu, maka aku juga akan memaafkanmu” kata isteriku ketika aku meminta maaf padanya.

Aku mendekati Yuni yang saat itu tengah berbaring menghadap dinding. Aku memanggil namanya dengan pelan.

“Yuni...” Tak ada gerakan dari tubuh Yuni untuk menoleh kearahku atau setidaknya menggerakkan badannya menandakan dia mau mendengarkan panggilanku.

“Yuni...” sekali lagi aku memanggil namanya dengan pelan. “ Maafkan Om, Yuni mau kan memaafkan Om ?”

Tak ada jawaban, tubuhnyapun diam tak bergerk, padahal aku tahu Yuni tidak tidur.

“Baiklah, jika Yuni tak mau bersuara, gerakkan sajalah kaki Yuni, pertanda Yuni mau memaafkan Om”

Lama kutunggu reaksi Yuni, tak ada, nihil. Aku menghela nafas berat, lalu berbalik meninggalkan Yuni yang masih terbaring dengan membisu.

“Yuni, tak menjawab. Mungkin pertanda dia tak mau memaafkan aku. Akupun sudah tau jawabanmu seperti yang kau katakan tadi. Yuni tak memaafkanku dan berarti kau juga tak mau memaafkanku”

Isteriku diam tak menanggapi perkataanku. Airmatanya meleleh, aku tahu hatinya hancur berkeping, membayangkan suaminya melakukan hal yang paling dibencinya bahkan dalam mimpi sekalipun.

Malamnya aku mengajak isteriku untuk membahas masalah yang sebenarnya terjadi. Ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut hingga menimbulkan koreng yang semakin besar dalam kehidupan pernikahan kami. Yuni kami ajak duduk bersama, banyak hal yang kami bahas, mulai dari apa yang telah kulakukan hingga kemungkinan perceraian yang akan terjadi antara kami.

“Yuni..., Om tidak ingin membela diri atau membantah apa yang Yuni katakan tentang perlakuan Om pada Yuni” aku mencoba menjelaskan pada Yuni arah pembicaraanku agar Yuni bebas mengungkapkan segala isi hatinya. “Kemungkinan besar akan terjadi perceraian antar Om dan Tante, dan itu bukan karena masalah yang dialami Yuni, tetapi karena Om salah besar.”

Yuni menatap wajahku sambil terisak. Airmata terus mengalir dipipinya sejak kami duduk membahas masalah bersamanya. Aku tak tahu kenapa dia terus menangis, entah sedih karena perlakuanku atau karena perceraian yang akan terjadi antara aku dan isteriku.

“Yuni mau tante dan om bercerai ?” isteriku bertanya pada Yuni

“Jangan Om... Tante...., kasihan Fajar...” Jawab Yuni sambil mengusap airmata yang terus menetes dipipinya.

Jawaban Yuni sedikit membuat hatiku lega. Siapa tahu dengan ketidak setujuan Yuni akan membuat isteriku tak lagi menginginkan perceraian antara kami. Aku sangat mencintainya, mengasihi anakku, aku tak ingin anakku hidup tanpa seorang ayah atau seorang ibu. Itu tak boleh terjadi !

Pembicaraan pun berlanjut, hingga jarum di jam dinding menunjukkan pukul 12 kurang 20 menit. Yuni telah memaafkan aku dan otomatis isteriku juga telah memaafkan aku. Dia memelukku dan menangis dalam dekapanku. Begitu juga Yuni, sambil memohon maaf dia memelukku erat, menangis didadaku.

Semua masalah berakhir, Yuni telah berhasil tersenyum kembali, bahkan bercanda dan bermanja padaku.

Aku berjanji untuk tidak lagi memperlakukan Yuni seperti yang kemarin-kemarin. Aku tak ingin kejadian ini terulang lagi, keutuhan rumah tanggaku harus aku jaga. Harus !

Tapi, benarkah itu ?
 
Hmmfffhhh... Hendak dilanjutkan tapi lepi lowbad. Listrik padam..., terpaksa on via HP.
 
Wah... Sepertinya menarik.
Izin gelar tiker y suhu...
 
Hari berganti, merubah segala cerita indah menjadi buruk, lalu merubah cerita buruk menjadi indah. Semua kembali perlahan berubah, dan satu persatu kembali berjalan seperti hari kemarin.

Aku memang bukanlah manusia suci, tapi aku berusaha menjadi yang terbaik buat keluargaku. Perhatianku pada Yuni mulai ku kurangi, aku tak lagi mengerjainya ketika sedang duduk sendirian seperti dahulu, aku juga tak lagi menanggapi ketika dia mencandaiku.

Hingga suatu hari..........

Isteriku setiap bulan dua kali harus pergi kuliah. Minggu pertama selama tiga hari, lalu minggu ketiga selama tiga hari pula. Meskipun penghasilan kami pas-pasan, namun aku tetap mendukung keinginan isteriku yang ingin menyelesaikan S2 yang dicita-citakannya. Nah, pada minggu ke tiga itu steriku pergi lagi, tinggallah aku dan anakku dalam rumah. Kadang anakku (Fajar) kutinggal sama ibu, kadang pula aku bawa ke tempat kerjaku. Malamnya kami tidur berdua saja dalam rumah kecil ini. Dan Yuni ? seperti yang aku telah ceritakan dia terpaksa harus tinggal bersama orang tuaku yang rumahnya agak luas dan memiliki 4 buah kamar.

Malam itu aku harus menyelesaikan pekerjaan kantor, dan ini akan sampai larut malam. Aku bujuk Fajar agar mau tidur sama omanya (ibuku) namun dia tak mau. Dia ingin tidur sama aku. Tapi bagaimana mungkin aku tinggalkan dia tidur sendirian dalam kamar karena aku harus menyelesaikan tugas kantor ?

Akhirnya, tak ada solusi lain selain meminta Yuni untuk mau menemani Fajar agar dia tak sendirian tidur dalam kamar. Yuni pun setuju, jadilah aku kerja mengetik dan menyusun laporan, dan Yuni tidur dikamarku (kamar keluarga) yang kecil dan sempit bersama Fajar anakku.

Jam 2 malam pekerjaanku baru selesai. Rasa capek dan ngantuk menyerangku. Saatnya aku harus tidur, besok kerja lagi.

Kubangunkan Yuni yang telah pulas disamping Fajar. Ku goyangkan tubuhnya sambil menepuk bahunya. Yuni tak bergeming sedikitpun. Agak kasihan aku melihatnya, namun rasa kagum muncul seiring rasa kasihan itu. Hmmm ... gadis kecil ini manis juga kalau lagi tidur. Pinggulnya yang masih kecil dengan buah dada yang baru tumbuh nampak indah dipandang. Hadeh, aku menepuk jidatku sendiri. Aku tak boleh berpikiran mesum, dia ponakan isteriku.

“Yuni...” panggilku pelan sambil menepuk bahunya.

“Uhhmmm...” Yuni membuka matanya.

“Bangun nak, kamu pindah ke kamarmu sana. Om udah selesai kerja, mau tidur” ucapku sambil menatap matanya yang agak disipit-sipitkan.

“ya udah, tidur aja Om. Yuni malas bangunnya. Yuni mau tidur sini aja bareng Om dan Fajar”

JREG !

Aku terkejut mendengar jawaban Yuni. Aku coba berpikir positif. Yuni pasti belum sepenuhnya sadar dari tidurnya.

“Ga boleh gitu nak, kamu pidah sana ke kamarmu “ ucapku lembut.

“Iiiiih.... Om gimana sih ? udah dibilangin Yuni mau disini aja... “ Yuni merengut. “ Siapa yang minta Yuni tidur sini coba ?”

Ternyata Yuni telah sepenuhnya sadar dari tidurnya.

“Ya udah...” ucapku lagi “ Kamu tidur sini aja, Om tidur depan TV aja”

Aku meraih bantal dan guling. Tapi repotnya aku mesti melewati tubuh Yuni, karena bantal dan guling ada disebeah Yuni. Ketika tubuhku menyilang melewati Yuni, gadis kecil itu tiba-tiba memelukku. Aku kaget dan menepis tangannya yang memelukku erat.

“Yuni, apa yang kau lakukan....?! “

“ga usah tidur disana Om, sini sama Yuni dan Fajar aja. Ntar kalau Fajar bangun dan nyari Om gimana ?”

“Tapi ga boleh Yuni...”

“Ga Boleh kenapa ? Om takut ?” ucap Yuni polos. “ga apa-apa kok Om. Yuni ga apa-apa kok”

Betapa lugu gadis kecil ini. Apakah dia tak menyadari bahwa itu bahaya buat dia ?

“Yuni pengen tidur bareng Om, pokoknya Om harus disini, sama Yuni dan Fajar. Kalo ga, Yuni akan teriak !”

Hah ??! bagaimana ceritanya hingga Yuni berubah seperti ini ? darimana Yuni mendapatkan ide seperti itu ? kenapa pula gadis kecil dan lugu seperti dia punya pikiran seperti itu ??!

“Om ga usah takut. Beneran deh, Yuni ga akan marah, ga akan cerita sama siapapun”
Ini lagi. Kenapa dia punya pikiran seperti itu, punya tawaran dengan jaminan keamanan buatku ?

“Om takut Yuni...”

“Masa sih segede gini masih takut ?” polos benar.

“Bukan masalah itu nak. Om takut khilaf”

“Ga apa kok Om. Khilaf juga ga apa-apa. Yuni mau kok dikhilafin”

Hadeh !. aku makin tak percaya pada semua ucapan Yuni. Ini mustahil.... !

“Yuni ... ! kenapa kamu tiba-tiba seperti ini ? “ aku masih mempertahankan wibawaku sebagai Om yang baik.

“Yuni udah 15 Tahun Om, Yuni udah tahu tentang seks. Jadi Om jangan khawatir...!”

Kepalaku jadi berat, pusing dan SUMPAH aku jadi sangat heran dengan sikap dan kalimat Yuni. Aku benar-benar tak mengerti kenapa Yuni jadi seperti ini.

“Ya sudah, Om akan tidur sini....” aku mengalah.

Biarlah aku tidur sini aja, daripada ribut dan aku tak bisa tidur nanti. Semoga ini hanya igauan Yuni saja.

“Om. Maafin Yuni ya ?” yuni berbisik pelan saat aku membaringkan tubuhku didekatnya.

“Maaf kenapa Yuni ?” tanyaku penasaran

“Tempo hari waktu Yuni nangis dan ngadu sama tante. Yuni minta maaf atas itu”

“Ooh..., iya. Om sudah maafkan kok.”

“Trus Om masih pengen ga nglakuin itu sama Yuni ?” tanya Yuni membuatku terlonjak kaget.

“Pengen apa ?” tanyaku memastikan bahwa pendengaranku tak salah.

“Grepe grepe Yuni.” Hah ? apa pula maksud Yuni.

“Uhmm...” aku menjawab singkat tanpa makna. Heran pada perubahan sikap Yuni.

“Skarang Om boleh kok. Mau ngapain juga boleh...”

“Hah ? “

“Beneran Om. Yuni pengen...”

“Yuni ?....!”

“Ayo Om. Yuni pengen ngrasain seperti apa yang Om saa tante lakuin dua malam yang lalu”

Hah ???!

“Yuni ngintip Om...., Yuni jadi pengen banget... Sumpah !, Yuni pengen Om...”

“Stop Yuni ! Jangan lakukan itu....!”

Aku panik, Yuni bangun lalu membuka bajunya, BH, CD... dan lalu naik diatas tubuhku....
Setan apa yang merasuk dalam pikiran gadis kecil ini ?

Siapapun pasti akan merasa heran dengan perubahan sikap Yuni. Tapi aku mulai menyadari. Akhir-akhir ini Yuni memang agak kelihatan lain. Setiap kali menatap aku yang sedang duduk, pandangannya kadang diarahkan ke celanaku, seakan hendak mencari tahu isinya.

Perlahan Yuni merayapi tubuhku dengan rabaan tangannya. Aku diam tanpa suara dan tanpa reaksi. Masih bingung dengan yang sedang ku alami, namun tak dapat kupungkiri bahwa aku perlahan mulai terangsang dan mulai kehilangan akal sehatku.

“Yuni benaran dan yakin mau melakukan ini ? “ tanyaku lembut.

“Beneran Om. Yuni pengen” jawab Yuni. “Yuni melihat Om dan Tante melakukan ini.”

“Tapi Yuni tahu apa akibatnya kan ?”

“Ga tahu Om. Pokoknya Yuni pengen. Itu aja...”

“Tapi ini sakit Yuni...”

“Tapi cerita teman Yuni kalo ginian itu enak Om...”

Tak ada lagi yang bisa ku lakukan. Yuni sudah sangat menginginkannya. Tubuhnya semakin ditekan ke tubuhku. Payudaranya yang mungil dan masih kencang itu digesekkan ke dadaku. Selangkangannya ditekan dan digesek-gesekkan pada penisku yang perlahan mulai ngaceng.

“Baiklah Yuni. Kita akan melakukan ini. Tapi kamu diatas. Kamulah yang memandu dan memasukkan penis om ke vaginamu agar kau bisa menghentikannya jika terasa sakit” ucapku mulai memberi intruksi.

Perlahan Yuni mengangkat pantatnya, lalu memegang penisku dan mengarahkannya ke lubang vaginanya yang sempit. Sungguh lugu gadis kecil ini. Tak tahu tentang yang namanya foreplay. Langsung ditekannya penisku dengan cara mendudukinya. Alhasil masuklah penisku dengan hentakan yang keras. Perih rasanya. Yuni pasti merasakan hal yang sama. Ketika penisku masuk menembus selaput keperawanannya, dia merobohkan tubuhnya diatas tubuhku dan memelukku erat.

“Waduh..., perih Om “ bisiknya dengan tubuh didiamkan tanpa gerakan apapun.

Tak lama kemudian dia menggerakkan pinggulnya, memompa naik turun. Wajahnya meringis, namun entah kenapa ditahannya perasaan nyeri diselangkangannya itu.

Beberapa lama kemudian, goyangan pinggulnya sudah semakin lancar. Hingga akhirnya tubunya ambruk menimpa tubuhku. Mungkin orgasme telah berhasil dicapainya.

Malam itu kami melakukannya berulang kali, menggapai orgasme bersama. Berbagai macam gaya aku ajarkan padanya, juga berbagai tekhnik termasuk nyepong.
 
Masih ada lanjutannya?

Tergantung dua hal.
1. Kalau pemilik cerita nyetor cerita lagi ke ane, maka ane akan posting lagi, update.

2. Jika ada asupan energi yang banyak dari agan semua. Komentar,termasuk apresiasi berupa si Ijo yang bernutrisi tinggi...

:D :D
 
Cerita yg menarik gan,
:jempol:
Buat anda

Msh penasaran ma backgroundnya yuni yg khabarnya pernah dilecehkan,
Tp d sini blm d jelaskan mslhnya
 
Cerita yg menarik gan,
:jempol:
Buat anda

Msh penasaran ma backgroundnya yuni yg khabarnya pernah dilecehkan,
Tp d sini blm d jelaskan mslhnya
Iya suhu...

Ntar di lanjutannya ane akan minta pemilik cerita untuk cerita masalah itu.

Thank's dah mampir.

Masih tetap mengharapkan arahan suhu...
 
Waduhhh... Anak jama sekarang! Ahhahahahaaa...
 
Emang aq pernah denger dan berkali kali,jika ada anak wanita korban pelecehan bahkan pernah di perkosa,daya berfikirnya cepat sekali dewasa,dan truma itu sangat melekat,tp memang aq juga pernah tahu gadis kecil korban perkosaan , dah bisa membedakan mana tampan mana jelek
 
Bimabet
Maaf ya juragan2 dan mas2 brow dan mbak yg di forum semprot ini,jika ada salah kata dan salah ucapan / komen
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd