Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Keberuntungan itu Ada (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Post 8

Selesai mencuci mobil, Angga kemudian masuk ke belakang untuk mengganti celananya yang basah. Aku kemudian ikut berjalan ke belakang setelah terlebih dulu menutup pintu rumahku. Di dapur masih kutemui Vina yang duduk sambil menyeruput kopi di atas meja. Aku tak tahu kapan dia membuat kopinya itu.


Aku kemudian duduk di depannya sambil menyalakan lagi sebatang rokok milikku. Tak lama berselang Angga keluar dari kamar mandi, dia hanya melilitkan handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya. Tak biasanya dia melakukannya, karena kalau sehabis mandi biasanya dia keluar cuma memakai celana dalam saja.

“Angga.. duduk sini, mas mau bicara”

“Eh, iya mas..”

Angga kemudian mendekati kami lalu mengambil kursi di depan posisi Vina. Jadinya Vina sekarang berada di belakang Angga.

“Kamu jawab pertanyaan mas dengan jujur ya Ngga..”

“Iya mas.. ada apa sih ini kok jadi serius?”

“Gapapa.. mas pengen tau aja, beneran kamu udah ngentot sama mbak Tika?”

Angga kaget mendengarnya. Wajahnya jadi pucat pasi mendengar pertanyaannku. Begitu juga Vina yang duduk di belakangnya, dia hampir loncat dari kursi karena tak percaya pada ucapanku.

“Jawab Ngga.. iya apa tidak?”

“I..ii.. iya mas.. bener”

“Bagus.. udah berapa kali kamu ngelakuinnya?”

“Emm... lupa aku mas.. beneran lupa”

“Trus hari ini kamu ngentot mbak Tika apa enggak?”

“Itu.. itu.. iya mas..”

Aku sejenak terdiam mendengar jawaban Angga yang begitu berani mengakui semua perbuatannya. Wajah lugunya begitu membuatku merasa kasihan pada anak itu. Mungkin dia masih menganggap apa yang dia lakukan dengan kakaknya itu masih sama seperti di desa.

“Bagus.. sekarang kamu cerita apa yang udah kalian lakuin hari ini”

“Mmm.. mas gak marah?”

“Enggak.. tapi kalo kamu berbohong.. aku bakal marah”

“Iya mas.. baiklah kalo mas Aryo meminta, aku bakal cerita.. jadi ceritanya begini mas........”

***

Pagi itu aku baru bangun dari tidurku. Semalaman mataku tak bisa terpejam karena harus menunggui rumah beserta isinya. Tanggung jawab yang diberikan padaku oleh mas Aryo begitu membebani pikiranku. Dua hari ini mas Aryo pergi ke desa, menemui ibu di sana. Sedangkan aku bersama mbak Tika harus tetap berada di kota. Sebenarnya aku ingin banget bisa pulang dan ketemu dengan ibu. Aku sudah kangen padanya.

“Angga.. Angga... bangun dek.. bantuin mbak Tika masak dulu”

Suara mbak Tika terdengar membahana di rumah. Suaranya masih saja nyaring terdengar sama seperti di desa dulu. Kalau di desa tidak ada tetangga yang dengar, nah kalau di kota sekali teriak orang satu RT keluar semua.

“Iya mbak.. aku sudah bangun kok” balasku cepat supaya dia tak terus-menerus harus teriak memanggilku.

Aku kemudian bangun dari tempat tidurku lalu pergi ke luar kamar. Dengan santainya aku keluar kamar hanya memakai celana dalam, karena memang itu sudah jadi kebiasaanku. Tak pernah ada yang protes atau melarangku. Baik mas Aryo maupun mbak Tika tak pernah mempermasalahkannya. Dari dulu aku memang terbiasa begini kalau di dalam rumah. Rasanya bebas bergerak dan tidak gerah.

Sesampainya di dapur aku langsung membuat segelas kopi. Kalau di desa aku bangun langsung ada kopi di atas meja karena ibuku yang membuatnya. Kalau tinggal di kota tak ada seorangpun yang mau membuatkan aku kopi di pagi begini. Mbak Tika pernah membuatkan aku kopi tapi rasanya kurang enak, agak encer dan kurang sedap.

Setelah selesai membuat kopi, aku langsung duduk di depan meja makan sambil melamun. Sesaat kemudian datanglah mbak Tika dari arah depan rumah menuju ke dapur melewatiku. Rupanya dia baru saja membeli sayur dari tukang sayur keliling yang setiap pagi lewat depan rumah.

“Huffhhh.. barang apa-apa kok jadi tambah mahal ya Ngga.. masak sayur kangkung aja jadi 3000 harganya, ini kalo di desa dijual 1000 saja gak ada yang mau beli”

“Ya namanya juga kota mbak.. apa-apa pasti datangnya dari desa, itu yang bikin mahal harganya” timpalku sambil menatap ke arah kakak perempuanku itu.

“Hahhh.. gerah banget yah.. mau mandi masih males Ngga”

Dengan santainya mbak Tika melepaskan daster yang dipakainya dengan menariknya ke atas. Aku dari dulu sudah biasa melihatnya cuma pake Bh atau celana dalam saja. Namun semenjak aku tinggal di sini dan bisa merasakan memeknya, pandanganku pada mbak Tika mulai berubah. Ada getaran aneh di dadaku saat melihat tubuhnya.

“Ehh... iya bener.. aku tadi ga pake daleman, gapapa ya Ngga? Udah terlanjur lepas ini” ucap mbak Tika menatapku. Tentu saja aku balas menatap tubuhnya karena setelah melepas dasternya itu dia sudah tak memakai apa-apa lagi.

“Hehe.. gak apa-apa mbak.. kan dari dulu memang mbak Tika sudah biasa begitu” balasku santai. Dadaku mulai berdetak kencang saat melihat tubuh montoknya.

Mbak Tika kemudian mulai menata bahan-bahan masakannya. Dia tanpa peduli pada tubuhnya yang telanjang terus wara-wiri di depanku. Melihatnya seperti itu tentu saja batang penisku mulai bangun dan tegak mengacung. Karena pagi itu aku cuma memakai celana dalam akhirnya tonjolan penisku bisa terlihat dengan jelas. Aku masih tetap duduk untuk berusaha menyembunyikannya dari pandangan mbak Tika.

“Dek.. bantuin potong kangkungnya..”

“Iya mbak..” balasku, aku masih enggan untuk berdiri.

“Eh, jangan iya- iya saja.. sini cepetan, mau makan apa tidak sih kamu?”

“Ah, ii.. iya mbak”

Aku terpaksa berdiri dari kursiku lalu mengambil kangkung yang sudah dimasukkan dalam wadah plastik. Begitu aku berdiri dan mendekatinya, mbak Tika langsung bisa melihat penisku yang sedang tegak mengacung di balik celana dalamku. Aku biasa saja karena bukan kali ini saja dia melihat penisku tegak mengeras seperti ini.

“Hihihi... itunya kok bangun sih Ngga? Gak sakit yah kejepit begitu?”

“Ah mbak Tika ini ngapain sih? gapapa kok mbak..” meski sebenarnya aku menahan sakit karena kepala penisku terjepit karet celana dalamku.

“Lepasin aja Ngga.. gapapa kok.. kan kalo di desa kamu biasa ga pake apa-apa juga? pake malu-malu lagi kamunya”

“Iya deh mbak..”

Akupun dengan santainya melepas satu-satunya pakaian yang menutupi tubuhku. Kulepas celana dalamku lalu kumasukkan ke dalam mesin cuci. Kini kami berdua sudah dalam kondisi telanjang sepenuhnya di dapur. Mbak Tika masih cuek melihatku, sedangkan aku juga tak berpikiran macam-macam. Namun sejak penisku bisa menerobos lobang kemaluannya dulu, pandanganku pada mbak Tika jadi lain.

“Potong kecil-kecil aja dek.. biar enak makannya” ujar mbak Tika mengingatkan.

Aku terus menuruti kemauannya. Kupotong sayur kangkung di depanku itu sesuai pesannya. Entah kenapa meski aku tengah fokus membantunya memasak tapi batang penisku masih tetap saja tegak mengeras dengan sempurna. Apa mungkin karena bawaan bangun pagi ya?

“Mas Aryo kapan pulang sih mbak?”

“Ntar malem udah kembali kok.. katanya urusan sama pak Manto sudah selesai”

“ya syukur kalo begitu”

Aku terus memotong kangkung di meja dekat tempat cuci piring dengan batang penis masih tegak mengacung. Tiba-tiba mbak Tika menungging di depanku karena dia mengambil sesuatu di lemari bagian bawah. Posisinya tepat berada di depanku. Saat dia menungging itu tentu saja belahan memeknya terlihat dengan jelas di mataku. Mau tak mau penisku semakin berdenyut-denyut jadinya.

“Mbak...”

“Apa dek?”

“Cari apa sih?”

“Itu, cari pengupas kentang, biasanya ada disini lho Ngga..” mbak Tika masih tetap menungging di depanku.

Sementara mbak Tika mencari barangnya, mataku tetap melihat ke arah belahan kemaluannya yang terbuka bebas itu. Sungguh beruntung mas Aryo memiliki istri mbak Tika. Sudah cantik, baik, memeknya legit pula. Suatu saat nanti aku ingin juga punya istri seperti mbak Tika itu.

“Ehh... mbakk..!” aku kaget ketika tiba-tiba mbak Tika mundur sedikit dan belahan pantatnya tepat mengenai ujung penisku.

“Hihihi.. maaf ya Ngga.. gak sengaja kok” ucapnya tersenyum padaku.

“Iya mbak.. ati-ati, itu dijaga kandungannya” balasku.

Pertama memang terkesan tak sengaja, tapi entah kenapa mbak Tika mengulanginya untuk kedua kalinya. Bahkan kali ini belahan pantatnya agak lama mendorong ujung penisku. Rasanya kalau begini terus aku gak bakalan kuat menahan keinginanku.

“Mbak.. boleh yah?”

“Apa sih Ngga? Ehh.. apa.. jangan Nggaa.. aaahhhhh!”

Aku sudah tak tahan lagi. Kupegang bongkahan pantatnya dengan kedua tanganku lalu kuarahkan penisku masuk ke dalam liang kemaluannya. Tak sulit bagiku menerobos lobang itu karena vagina mbak Tika sudah mulai terbuka.

“Yaahhh.. pagi-pagi kok udah ngentot sih kita? Aahhh...”

“Ga tahan mbak.. uhh.. tititku udah denyut-denyut dari tadi... Oohh..”

Mbak Tika mulai pasrah ketika aku entot lobang memeknya. Rasanya sudah becek saja vaginanya itu. Mungkin karena bawaan hamil muda jadinya memek mbak Tika mudah sekali beceknya.

“Auhhh.. terus Ngga.. ahh.. cepetan.. ah.. cepett...”

Mbak Tika sudah benar-benar menungging di depanku. Lutut dan telapak tangannya dia gunakan untuk menyangga tubuhnya, sementara di belakangnya aku terus merojok lobang nikmatnya dengan penisku. Rasanya memang enak banget pagi-pagi bisa ngentot seperti ini.

“Ahh.. kamu sih..aahh..keterusan jadinya.. uuhhh..”

“Gapapa mbak.. ahh... mumpung mas Aryo gak dirumah.. uhh..”

“Iya Ngga.. ketahuan juga gapapa kok.. emmhh.. dia udah tau“

“Oohhh.. mas Aryoo... enak banget memek istrimu mas.. aahh..” lenguhku terus memompa lobang vagina mbak Tika dengan penisku.

Plok.. plokk.. plokk !!

Suara benturan pangkal pahaku dengan bongkahan pantat mbak Tika sudah terdengar memenuhi ruangan dapur di pagi ini. Rasanya memang tak ada bosannya aku mengerjai kakak perempuanku, ingin tambah dan tambah terus jadinya.

“Ayo Ngga teruss.. ahh.. bikin.. ahh.. enak memekku Ngga.. aahh..”

“Iya mbak.. mbak Tika memeknya enaaakk!!” teriakku.

Aku terus mengayunkan pinggulku maju mundur tanpa henti. Kadang dengan tusukan cepat dan kadang hanya tusukan ringan saja. Perlakuanku itu semakin membuat kakak perempuanku terbakar dalam birahinya.

“Ngngngeehhhh.... aaaahhhkkkkhh!!”

Crrr.. crrr...crrrr..

Menyemburlah cairan pipis mbak Tika dari celah kemaluannya. Meski tak banyak yang keluar tapi cairan itu cukup untuk membasahi batang penisku yang masih setia keluar masuk lobang kewanitaannya.

“Hoooohhh.. enak ya mbak? Aahh... enak kan? Aahh..” racauku menikmati empotan dinding vaginanya. Rasanya batang penisku diremas-remas dan diperas di dalam sana.

“Ahh... pinter kamu Ngga.. aahh.. gak rugi ibu ngajari kamu terus...”

“Ooohh... iya mbak.. ahh.. ini.. ini..aku..”

“Keluarin aja Ngga.. di dalem.. di dalemm..”

Kuteruskan tusukanku pada memek mbak Tika. Semakin lama gerakanku semakin cepat karena kurasakan sebentar lagi pejuhku akan keluar. Kini tusukanku kubuat cepat tapi dangkal, hanya sebatas separuhnya saja yang tenggelam di lobang kemaluan mbak Tika. Itu membuatku semakin ingin cepat keluar, rasanya memang semakin nikmat.

“Mbaakkkk Tikaaaaa...!!”

Lolongan panjangku menandai menyemburnya cairan pejuhku di dalam liang vagina mbak Tika. Kuteriakkan namanya dengan lantang agar dia tahu kalau aku betul-betul menikmatinya. Memek mbak Tika memang tiada duanya. Legit dan menjepit meski hampir tiap hari dipakai sama mas Aryo.

Kudiamkan sebentar penisku di dalam liang kenikmatan kakak perempuanku. Tubuh kami berdua berkeringat. Kulihat punggung mbak Tika sudah mulai basah. Sedangkan hampir sekujur tubuhku keluar keringat yang mengucur deras. Rasanya aku dan mbak Tika sudah melakukan olah raga pagi, tentunya olah raga yang nikmat.

“Ahh.. cabut Ngga.. aku mau masak lagi”

“Eh, iya mbak.. hehehe..”

Kucabut penisku dari liang vagina mbak Tika. Kulihat lelehan cairan putih kental keluar dari celah kewanitaannya. Lelehan cairan itu sampai turun ke paha mbak Tika. Sungguh menyenangkan sekali melihat mbak Tika membiarkan saja cairan putih kental itu meleleh keluar tanpa berusaha membersihkannya.

“Uhh.. jadi tambah gerah nih Ngga, kamu sih ngajak olah raganya mendadak” ucap mbak Tika sambil berdiri.

“Hehe.. iya mbak, lagi pengen banget sih aku” akupun ikutan berdiri di sampingnya.

“Udah ya.. kita masak dulu, kalo ngentot terus ntar ga ada yang bisa dimakan dek”

“Hehe.. iya mbak..”

Selepas itu kami bersikap seperti biasa lagi. Meski batang penisku masih tetap tegak menantang tapi keinginan untuk memuasinya sudah berkurang drastis. Aku dan mbak Tika terus menyiapkan makanan untuk kami di dapur. Meski tubuh kami berdua masih saja telanjang tapi itu tak masalah. Selama masih di dalam rumah aku rasa aman-aman saja.

Siangnya setelah bangun dari tidurku, kudengar suara seperti orang sedang bicara. Aku yang ingin tahu siapa yang datang lalu membuka pintu kamarku dan melihat ke luar. Tapi ternyata tak ada orang lain selain mbak Tika yang tengah duduk di kursi tamu. Dia masih saja belum menutupi tubuhnya dengan apa-apa. Memang begitulah dia kalu siang hari ditinggal mas Aryo kerja. Sehabis mandi pasti dia akan keluyuran di dalam rumah tak memakai pakaian sama sekali. Mungkin buat orang lain hal itu akan aneh, tapi bagi keluargaku hal itu hanyalah hal biasa saja.

Sebenarnya aku juga sama, apabila tida ada kegiatan di luar rumah aku akan diam di kamar. Tentu saja aku sama seperti mbak Tika, tak memakai pakaian apa-apa. Dari dulu di desa aku sudah melakukannya. Itu semua memang kebiasaan yang di berlakukan oleh ibuku. Selama ini kami melakukannya tanpa ada masalah apapun.

“Siapa mbak?” tanyaku begitu mendekati mbak Tika yang sedang menelfon.

“Dina..” balasnya melihatku.

“Eh iya Din.. baru bangun si Angga.. kenapa?”

Mbak Tika terus nyerocos tanpa henti bicara dengan mbak Dina di desa. Posisi mbak Tika yang sedang duduk mengangkang dengan mengangkat kedua kakinya ke atas kursi membuat liang vaginanya terlihat dengan jelas olehku. Jari-jari tangannya yang menggosok pinggiran bibir vaginanya juga terlihat olehku, tampaknya dia sangat menikmati perbuatannya itu.

“Hihihi.. jadi kamu udah berhasil ngentot sama mas Aryo? Waahh.. enak dong”

“Apa? Ibu juga kamu ajak? Gila kamu Din.. hihihi... tapi ibu seneng juga yah? haduuhh.. kalian ini..”

“Enggak dong, kan ada Angga.. bisa tuh dia dimanfaatkan, hihihi..”

Aku tak tahu apa yang dibicarakan oleh mereka berdua. Suara mbak Dina tak kudengar jelas. Hanya kata-kata dari mbak Tika saja yang menunjukkan kalau mereka sedang membicarakan aku.

“Angga? Ada ini.. kenapa?” tangan mbak Tika memberi kode padaku untuk mendekat.

“Hihihi.. iya lah Din.. enak lah...”

Tak kuduga sebelumnya, tangan mbak Tika yang memanggilku tadi langsung dipakai untuk memegang kemaluanku. Aku terkaget dibuatnya, masih sedang telfon sama mbak Dina tapi dia malah mengocok penisku. Mulai aneh ini kelakuan kakak perempuanku.

“Ahhh.. mbakk...” desahku, mbak Tika melihatku lalu cuma tersenyum.

“Ohh... iya terima aja, kan pak Manto orang kaya Din... pokoknya dia mau menerima kamu apa adanya itu yang utama”

Tangan lembut mbak Tika terus mengocok penisku dengan gerakan tak terlalu cepat. Aku yang merasakan keenakan membuat batang penisku berdiri dari tidurnya. Semakin lama semakin tegang dan mengeras sempurna.

“Happphh.. emmhhh... iya Din.. enak kok.. emmhhh..”

Mbak Tika terus bicara dengan mbak Dina melalui sambungan telfon, sedangkan mulutnya mulai melahap penisku yang sekarang sudah tegak mengacung di depannya. Entah apa yang dipikirkan mbak Tika saat itu aku tak mengetahuinya. Jelasnya aku terus merasa enak karena kulumannya itu sungguh beda dari yang pernah aku rasakan sebelumnya.

“Apaa?? Kamu ajak Vina juga? ahh.. memang bajingan kamu Din, hihihi..”

Mbak Tika lalu tiduran berbaring di atas karpet ruang tamu. Dia lalu memberi kode padaku untuk memasukkan penisku dalam liang vaginanya. Aku yang sudah merasa kepalang tanggung akhirnya menuruti kemauannya. Kuposisikan badanku berada di depan pangkal paha mbak Tika lalu kuarahkan ujung kemaluanku di celah memeknya.

“Uhhhhhhhhh.. enak Dinnn... pasti enakk itu.. ahhh..” lenguh mbak Tika saat kumsukkan penisku dalam lobang kemaluannya. Tapi dia masih terus bicara dengan mbak Dina.

“Ahh.. ahhh.. emmmhh.. enggak.. ahh.. sama Angga.. ahh.. rugi dong kalo..ahh.. cuma ngocok.. ahh.. pake jari.. uuuhhhh..”

Aku tak peduli mbak Tika sedang bicara dengan mbak Dina, aku terus mengocokkan penisku dalam jepitan liang senggamanya. Gerakanku semakin lama semakin cepat sampai bunyi benturan pangkal pahaku dengan pangkal pahanya mula terdengar jelas.


Plok.. plokk.. plokk !!

“Hihihi.. iya dong.. ahh.. itu dia Din.. ahh.. yang bikin enak.. uhhh...”


Kelakuan kakak perempuanku itu semakin membuatku gemas. Bisa-bisanya dia tengah aku entot tapi dengan santainya bicara dengan mbak Dina yang ada di desa. Sepertinya dia memang memanfaatkan aku untuk memenuhi kebutuhan seksualnya saat mas Aryo tak ada di rumah.

“Ooohhhhh.. mantab ini Dinnn... aahh... aku keluarrr...”

Kembali cairan hangat mengalir membasahi penisku di dalam liang vagina mbak Tika. Rasa cairan itu sama dengan yang kurasakan tadi pagi. Benar-benar membuatku semakin bersemangat untuk mengentotnya.

“Ahhh.. pelan Nggaa!! ahh.. iya ini Angga nusuknya kasar banget Din.. hihihi..” tubuhnya yang bergetar dan sempat kelojotan tak mempengaruhi mbak Tika. Dia terus nyerocos tanpa henti bicara.

“Udah pinter kok dia.. kalian sih yang ngajari dia begitu... sekarang aku jadi korbannya deh” ucap mbak Tika menatap wajahku sambil tersenyum geli.

Kuteruskan kocokan penisku pada liang senggama mbak Tika. Lama kelamaan aku jadi tak tahan. Mendengar ocehan mbak Tika dan senyuman nakalnya semakin memancing birahiku untuk mengantarku mencapai puncak kenikmatan.

“Ooohhhh.. mbak Tikaaaaa!!” teriakku lagi memanggil namanya.

Crott.. crottt... crottt.. crottt..

Kusemburkan saja cairan pejuhku di dalam liang kenikmatan mbak Tika. Aku tak peduli lagi akan jadi apa nantinya. Toh dia sedang hamil anaknya mas Aryo, tak mungkin kalau spermaku ini bisa membuahinya lagi.

“Ahhh... uuhhh... sshhhh...”

Aku kemudian mencabut penisku dari lobang kemaluan mbak Tika. Lelehan cairan putih kenatal kembali kulihat meleleh keluar dari celah memek kakak perempuanku itu. Lagi-lagi aku jadi senang sekali melihat lelehan cairan itu. Apalagi mbak Tika cuek saja membiarkan cairan itu meleleh keluar dari vaginanya.

“Udah Din.. hihihi.. ga bisa.. masih kalah sama mas Aryo.. hihihi.. kamu ini.. jangan dong, kamu makan aja punya pak Manto”

Aku yang sudah lemas karena baru saja menyemburkan pejuh langsung membaringkan diri di atas kursi sofa sambil melihat mbak Tika yang masih terus bicara dengan mbak Dina. Aku tak peduli lagi apa yang dia lakukan, aku terus diam dan mulai tertidur dengan sendirinya.

***

“Jadi begitu mas ceritanya..” Angga menyudahi ucapannya yang terdengar seperti bapak mendongeng pada anaknya.

“Mas.. jadi selama ini mbak Tika tau kalo..”

“Iya Vin.. tapi itu gapapa.. aku masih bisa menerimanya” balasku pada Vina.

“Gitu mas.. kalo memang mas Aryo marah ya silahkan, aku siap menerima hukumannya” tandas Angga menyudahi ucapannya.

“Gak.. gapapa kok Ngga.. aku gak marah”

Kami bertiga lalu terdiam. Angga kemudian mengambil sebatang rokok milikku lalu menyalakannya. Vina yang ikut mendengar cerita dari Angga hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Tangannya kulihat beberapa kali mencoba membenarkan posisi celana dalamnya. Aku yakin kemaluan Vina saat ini sudah basah pastinya.

“Vin.. kamu pulang aja, istirahat.. besok kan kita kerja..”

“Iya mas.. emm... tapi.. gak ah, besok aja”

“Iya Vin.. besok aja kita bahas lagi.. Ngga, terimakasih kamu udah mau jujur.. gapapa kok, aku ga masalah sama kalian..” tatapku pada mereka berdua.

“Sebentar mas, jadi mas Aryo memberi ijin padaku kalo misalnya...”

“Iya Ngga.. asal kakakmu bahagia lakukan aja, apalagi saat aku tak bisa melayaninya” ucapku serius pada Angga.

“Baik mas...”

“Tapi ingat, apapun yang terjadi biarlah tetap di keluarga kita.. kamu juga Vin, tahan cerita ini untukmu saja”

“Hihi, iya dong mas..”

Vina kemudian beranjak pergi dari rumahku. Angga juga sudah kembali masuk ke dalam kamarnya. Demikian halnya denganku, aku menuju kamarku untuk istirahat bersama istriku.

Begitu aku buka pintu kamar kulihat istriku sudah tidur dengan pulas. Pancaran wajah bahagianya sungguh sangat terasa, dia jadi sangat cantik kalau sudah merasa bahagia seperti itu. Lalu apakah aku akan menyudahi kebahagiaannya itu? kalaupun aku katakan yang sebenarnya pasti dia akan kecewa. Mungkin saja aku harus bersikap seperti biasa saja.

“Emmhhh.. eh mas? Kapan datangnya?” istriku membuka mata lalu menatapku.

“Baru aja kok dek.. kamu tidur aja gih, udah malem ini” balasku sambil mengelus rambutnya.

“Iya mas, aku capek banget.. badanku rasanya gampang capek sekarang”

“Hemm.. begitu, yudah pokoknya banyakin istirahat aja dek, jaga calon anak kita”

Aku kemudian mendekatkan mulutku pada keningnya lalu kucium dengan hangat dan mesra. Biarlah ini semua terjadi seperti apa adanya. Biarlah dia menikmati kehidupannya. Aku juga akan menikmati hidupku dengan apa adanya juga. Karena bagiku apapun kesalahan istriku tetap masih lebih besar rasa cinta dan sayangku padanya.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Wakkakakkaka….jadi cerita angga yang ngentot nih…
Mantap hu @Deriko
 
Post 8
Namun sejak penisku bisa menerobos lobang kemaluannya dulu, pandanganku pada mbak Tika jadi lain.

“Potong kecil-kecil aja dek.. biar enak makannya” ujar mbak Tika mengingatkan.

Aku terus menuruti kemauannya. Kupotong sayur kangkung di depanku itu sesuai pesannya. Entah kenapa meski aku tengah fokus membantunya memasak tapi batang penisku masih tetap saja tegak mengeras dengan sempurna. Apa mungkin karena bawaan bangun pagi ya?

“Mas Aryo kapan pulang sih mbak?”

“Ntar malem udah kembali kok.. katanya urusan sama pak Manto sudah selesai”

“ya syukur kalo begitu”

Aku terus memotong kangkung di meja dekat tempat cuci piring dengan batang penis masih tegak mengacung. Tiba-tiba mbak Tika menungging di depanku karena dia mengambil sesuatu di lemari bagian bawah. Posisinya tepat berada di depanku. Saat dia menungging itu tentu saja belahan memeknya terlihat dengan jelas di mataku. Mau tak mau penisku semakin berdenyut-denyut jadinya.

“Mbak...”

“Apa dek?”

“Cari apa sih?”

“Itu, cari pengupas kentang, biasanya ada disini lho Ngga..” mbak Tika masih tetap menungging di depanku.

Sementara mbak Tika mencari barangnya, mataku tetap melihat ke arah belahan kemaluannya yang terbuka bebas itu. Sungguh beruntung mas Aryo memiliki istri mbak Tika. Sudah cantik, baik, memeknya legit pula. Suatu saat nanti aku ingin juga punya istri seperti mbak Tika itu.

“Ehh... mbakk..!” aku kaget ketika tiba-tiba mbak Tika mundur sedikit dan belahan pantatnya tepat mengenai ujung penisku.

“Hihihi.. maaf ya Ngga.. gak sengaja kok” ucapnya tersenyum padaku.

“Iya mbak.. ati-ati, itu dijaga kandungannya” balasku.

Pertama memang terkesan tak sengaja, tapi entah kenapa mbak Tika mengulanginya untuk kedua kalinya. Bahkan kali ini belahan pantatnya agak lama mendorong ujung penisku. Rasanya kalau begini terus aku gak bakalan kuat menahan keinginanku.

“Mbak.. boleh yah?”

“Apa sih Ngga? Ehh.. apa.. jangan Nggaa.. aaahhhhh!”

Aku sudah tak tahan lagi. Kupegang bongkahan pantatnya dengan kedua tanganku lalu kuarahkan penisku masuk ke dalam liang kemaluannya. Tak sulit bagiku menerobos lobang itu karena vagina mbak Tika sudah mulai terbuka.

“Yaahhh.. pagi-pagi kok udah ngentot sih kita? Aahhh...”

“Ga tahan mbak.. uhh.. tititku udah denyut-denyut dari tadi... Oohh..”

Mbak Tika mulai pasrah ketika aku entot lobang memeknya. Rasanya sudah becek saja vaginanya itu. Mungkin karena bawaan hamil muda jadinya memek mbak Tika mudah sekali beceknya.

“Auhhh.. terus Ngga.. ahh.. cepetan.. ah.. cepett...”

Mbak Tika sudah benar-benar menungging di depanku. Lutut dan telapak tangannya dia gunakan untuk menyangga tubuhnya, sementara di belakangnya aku terus merojok lobang nikmatnya dengan penisku. Rasanya memang enak banget pagi-pagi bisa ngentot seperti ini.

“Ahh.. kamu sih..aahh..keterusan jadinya.. uuhhh..”

“Gapapa mbak.. ahh... mumpung mas Aryo gak dirumah.. uhh..”

“Iya Ngga.. ketahuan juga gapapa kok.. emmhh.. dia udah tau“

“Oohhh.. mas Aryoo... enak banget memek istrimu mas.. aahh..” lenguhku terus memompa lobang vagina mbak Tika dengan penisku.

Plok.. plokk.. plokk !!

Suara benturan pangkal pahaku dengan bongkahan pantat mbak Tika sudah terdengar memenuhi ruangan dapur di pagi ini. Rasanya memang tak ada bosannya aku mengerjai kakak perempuanku, ingin tambah dan tambah terus jadinya.

“Ayo Ngga teruss.. ahh.. bikin.. ahh.. enak memekku Ngga.. aahh..”

“Iya mbak.. mbak Tika memeknya enaaakk!!” teriakku.

Aku terus mengayunkan pinggulku maju mundur tanpa henti. Kadang dengan tusukan cepat dan kadang hanya tusukan ringan saja. Perlakuanku itu semakin membuat kakak perempuanku terbakar dalam birahinya.

“Ngngngeehhhh.... aaaahhhkkkkhh!!”

Crrr.. crrr...crrrr..

Menyemburlah cairan pipis mbak Tika dari celah kemaluannya. Meski tak banyak yang keluar tapi cairan itu cukup untuk membasahi batang penisku yang masih setia keluar masuk lobang kewanitaannya.

“Hoooohhh.. enak ya mbak? Aahh... enak kan? Aahh..” racauku menikmati empotan dinding vaginanya. Rasanya batang penisku diremas-remas dan diperas di dalam sana.

“Ahh... pinter kamu Ngga.. aahh.. gak rugi ibu ngajari kamu terus...”

“Ooohh... iya mbak.. ahh.. ini.. ini..aku..”

“Keluarin aja Ngga.. di dalem.. di dalemm..”

Kuteruskan tusukanku pada memek mbak Tika. Semakin lama gerakanku semakin cepat karena kurasakan sebentar lagi pejuhku akan keluar. Kini tusukanku kubuat cepat tapi dangkal, hanya sebatas separuhnya saja yang tenggelam di lobang kemaluan mbak Tika. Itu membuatku semakin ingin cepat keluar, rasanya memang semakin nikmat.

“Mbaakkkk Tikaaaaa...!!”

Lolongan panjangku menandai menyemburnya cairan pejuhku di dalam liang vagina mbak Tika. Kuteriakkan namanya dengan lantang agar dia tahu kalau aku betul-betul menikmatinya. Memek mbak Tika memang tiada duanya. Legit dan menjepit meski hampir tiap hari dipakai sama mas Aryo.

Kudiamkan sebentar penisku di dalam liang kenikmatan kakak perempuanku. Tubuh kami berdua berkeringat. Kulihat punggung mbak Tika sudah mulai basah. Sedangkan hampir sekujur tubuhku keluar keringat yang mengucur deras. Rasanya aku dan mbak Tika sudah melakukan olah raga pagi, tentunya olah raga yang nikmat.

“Ahh.. cabut Ngga.. aku mau masak lagi”

“Eh, iya mbak.. hehehe..”

Kucabut penisku dari liang vagina mbak Tika. Kulihat lelehan cairan putih kental keluar dari celah kewanitaannya. Lelehan cairan itu sampai turun ke paha mbak Tika. Sungguh menyenangkan sekali melihat mbak Tika membiarkan saja cairan putih kental itu meleleh keluar tanpa berusaha membersihkannya.

“Uhh.. jadi tambah gerah nih Ngga, kamu sih ngajak olah raganya mendadak” ucap mbak Tika sambil berdiri.

“Hehe.. iya mbak, lagi pengen banget sih aku” akupun ikutan berdiri di sampingnya.

“Udah ya.. kita masak dulu, kalo ngentot terus ntar ga ada yang bisa dimakan dek”

“Hehe.. iya mbak..”

Selepas itu kami bersikap seperti biasa lagi. Meski batang penisku masih tetap tegak menantang tapi keinginan untuk memuasinya sudah berkurang drastis. Aku dan mbak Tika terus menyiapkan makanan untuk kami di dapur. Meski tubuh kami berdua masih saja telanjang tapi itu tak masalah. Selama masih di dalam rumah aku rasa aman-aman saja.

Siangnya setelah bangun dari tidurku, kudengar suara seperti orang sedang bicara. Aku yang ingin tahu siapa yang datang lalu membuka pintu kamarku dan melihat ke luar. Tapi ternyata tak ada orang lain selain mbak Tika yang tengah duduk di kursi tamu. Dia masih saja belum menutupi tubuhnya dengan apa-apa. Memang begitulah dia kalu siang hari ditinggal mas Aryo kerja. Sehabis mandi pasti dia akan keluyuran di dalam rumah tak memakai pakaian sama sekali. Mungkin buat orang lain hal itu akan aneh, tapi bagi keluargaku hal itu hanyalah hal biasa saja.

Sebenarnya aku juga sama, apabila tida ada kegiatan di luar rumah aku akan diam di kamar. Tentu saja aku sama seperti mbak Tika, tak memakai pakaian apa-apa. Dari dulu di desa aku sudah melakukannya. Itu semua memang kebiasaan yang di berlakukan oleh ibuku. Selama ini kami melakukannya tanpa ada masalah apapun.

“Siapa mbak?” tanyaku begitu mendekati mbak Tika yang sedang menelfon.

“Dina..” balasnya melihatku.

“Eh iya Din.. baru bangun si Angga.. kenapa?”

Mbak Tika terus nyerocos tanpa henti bicara dengan mbak Dina di desa. Posisi mbak Tika yang sedang duduk mengangkang dengan mengangkat kedua kakinya ke atas kursi membuat liang vaginanya terlihat dengan jelas olehku. Jari-jari tangannya yang menggosok pinggiran bibir vaginanya juga terlihat olehku, tampaknya dia sangat menikmati perbuatannya itu.

“Hihihi.. jadi kamu udah berhasil ngentot sama mas Aryo? Waahh.. enak dong”

“Apa? Ibu juga kamu ajak? Gila kamu Din.. hihihi... tapi ibu seneng juga yah? haduuhh.. kalian ini..”

“Enggak dong, kan ada Angga.. bisa tuh dia dimanfaatkan, hihihi..”

Aku tak tahu apa yang dibicarakan oleh mereka berdua. Suara mbak Dina tak kudengar jelas. Hanya kata-kata dari mbak Tika saja yang menunjukkan kalau mereka sedang membicarakan aku.

“Angga? Ada ini.. kenapa?” tangan mbak Tika memberi kode padaku untuk mendekat.

“Hihihi.. iya lah Din.. enak lah...”

Tak kuduga sebelumnya, tangan mbak Tika yang memanggilku tadi langsung dipakai untuk memegang kemaluanku. Aku terkaget dibuatnya, masih sedang telfon sama mbak Dina tapi dia malah mengocok penisku. Mulai aneh ini kelakuan kakak perempuanku.

“Ahhh.. mbakk...” desahku, mbak Tika melihatku lalu cuma tersenyum.

“Ohh... iya terima aja, kan pak Manto orang kaya Din... pokoknya dia mau menerima kamu apa adanya itu yang utama”

Tangan lembut mbak Tika terus mengocok penisku dengan gerakan tak terlalu cepat. Aku yang merasakan keenakan membuat batang penisku berdiri dari tidurnya. Semakin lama semakin tegang dan mengeras sempurna.

“Happphh.. emmhhh... iya Din.. enak kok.. emmhhh..”

Mbak Tika terus bicara dengan mbak Dina melalui sambungan telfon, sedangkan mulutnya mulai melahap penisku yang sekarang sudah tegak mengacung di depannya. Entah apa yang dipikirkan mbak Tika saat itu aku tak mengetahuinya. Jelasnya aku terus merasa enak karena kulumannya itu sungguh beda dari yang pernah aku rasakan sebelumnya.

“Apaa?? Kamu ajak Vina juga? ahh.. memang bajingan kamu Din, hihihi..”

Mbak Tika lalu tiduran berbaring di atas karpet ruang tamu. Dia lalu memberi kode padaku untuk memasukkan penisku dalam liang vaginanya. Aku yang sudah merasa kepalang tanggung akhirnya menuruti kemauannya. Kuposisikan badanku berada di depan pangkal paha mbak Tika lalu kuarahkan ujung kemaluanku di celah memeknya.

“Uhhhhhhhhh.. enak Dinnn... pasti enakk itu.. ahhh..” lenguh mbak Tika saat kumsukkan penisku dalam lobang kemaluannya. Tapi dia masih terus bicara dengan mbak Dina.

“Ahh.. ahhh.. emmmhh.. enggak.. ahh.. sama Angga.. ahh.. rugi dong kalo..ahh.. cuma ngocok.. ahh.. pake jari.. uuuhhhh..”

Aku tak peduli mbak Tika sedang bicara dengan mbak Dina, aku terus mengocokkan penisku dalam jepitan liang senggamanya. Gerakanku semakin lama semakin cepat sampai bunyi benturan pangkal pahaku dengan pangkal pahanya mula terdengar jelas.


Plok.. plokk.. plokk !!

“Hihihi.. iya dong.. ahh.. itu dia Din.. ahh.. yang bikin enak.. uhhh...”


Kelakuan kakak perempuanku itu semakin membuatku gemas. Bisa-bisanya dia tengah aku entot tapi dengan santainya bicara dengan mbak Dina yang ada di desa. Sepertinya dia memang memanfaatkan aku untuk memenuhi kebutuhan seksualnya saat mas Aryo tak ada di rumah.

“Ooohhhhh.. mantab ini Dinnn... aahh... aku keluarrr...”

Kembali cairan hangat mengalir membasahi penisku di dalam liang vagina mbak Tika. Rasa cairan itu sama dengan yang kurasakan tadi pagi. Benar-benar membuatku semakin bersemangat untuk mengentotnya.

“Ahhh.. pelan Nggaa!! ahh.. iya ini Angga nusuknya kasar banget Din.. hihihi..” tubuhnya yang bergetar dan sempat kelojotan tak mempengaruhi mbak Tika. Dia terus nyerocos tanpa henti bicara.

“Udah pinter kok dia.. kalian sih yang ngajari dia begitu... sekarang aku jadi korbannya deh” ucap mbak Tika menatap wajahku sambil tersenyum geli.

Kuteruskan kocokan penisku pada liang senggama mbak Tika. Lama kelamaan aku jadi tak tahan. Mendengar ocehan mbak Tika dan senyuman nakalnya semakin memancing birahiku untuk mengantarku mencapai puncak kenikmatan.

“Ooohhhh.. mbak Tikaaaaa!!” teriakku lagi memanggil namanya.

Crott.. crottt... crottt.. crottt..

Kusemburkan saja cairan pejuhku di dalam liang kenikmatan mbak Tika. Aku tak peduli lagi akan jadi apa nantinya. Toh dia sedang hamil anaknya mas Aryo, tak mungkin kalau spermaku ini bisa membuahinya lagi.

“Ahhh... uuhhh... sshhhh...”

Aku kemudian mencabut penisku dari lobang kemaluan mbak Tika. Lelehan cairan putih kenatal kembali kulihat meleleh keluar dari celah memek kakak perempuanku itu. Lagi-lagi aku jadi senang sekali melihat lelehan cairan itu. Apalagi mbak Tika cuek saja membiarkan cairan itu meleleh keluar dari vaginanya.

“Udah Din.. hihihi.. ga bisa.. masih kalah sama mas Aryo.. hihihi.. kamu ini.. jangan dong, kamu makan aja punya pak Manto”

Aku yang sudah lemas karena baru saja menyemburkan pejuh langsung membaringkan diri di atas kursi sofa sambil melihat mbak Tika yang masih terus bicara dengan mbak Dina. Aku tak peduli lagi apa yang dia lakukan, aku terus diam dan mulai tertidur dengan sendirinya.

***

“Jadi begitu mas ceritanya..” Angga menyudahi ucapannya yang terdengar seperti bapak mendongeng pada anaknya.

“Mas.. jadi selama ini mbak Tika tau kalo..”

“Iya Vin.. tapi itu gapapa.. aku masih bisa menerimanya” balasku pada Vina.

“Gitu mas.. kalo memang mas Aryo marah ya silahkan, aku siap menerima hukumannya” tandas Angga menyudahi ucapannya.

“Gak.. gapapa kok Ngga.. aku gak marah”

Kami bertiga lalu terdiam. Angga kemudian mengambil sebatang rokok milikku lalu menyalakannya. Vina yang ikut mendengar cerita dari Angga hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Tangannya kulihat beberapa kali mencoba membenarkan posisi celana dalamnya. Aku yakin kemaluan Vina saat ini sudah basah pastinya.

“Vin.. kamu pulang aja, istirahat.. besok kan kita kerja..”

“Iya mas.. emm... tapi.. gak ah, besok aja”

“Iya Vin.. besok aja kita bahas lagi.. Ngga, terimakasih kamu udah mau jujur.. gapapa kok, aku ga masalah sama kalian..” tatapku pada mereka berdua.

“Sebentar mas, jadi mas Aryo memberi ijin padaku kalo misalnya...”

“Iya Ngga.. asal kakakmu bahagia lakukan aja, apalagi saat aku tak bisa melayaninya” ucapku serius pada Angga.

“Baik mas...”

“Tapi ingat, apapun yang terjadi biarlah tetap di keluarga kita.. kamu juga Vin, tahan cerita ini untukmu saja”

“Hihi, iya dong mas..”

Vina kemudian beranjak pergi dari rumahku. Angga juga sudah kembali masuk ke dalam kamarnya. Demikian halnya denganku, aku menuju kamarku untuk istirahat bersama istriku.

Begitu aku buka pintu kamar kulihat istriku sudah tidur dengan pulas. Pancaran wajah bahagianya sungguh sangat terasa, dia jadi sangat cantik kalau sudah merasa bahagia seperti itu. Lalu apakah aku akan menyudahi kebahagiaannya itu? kalaupun aku katakan yang sebenarnya pasti dia akan kecewa. Mungkin saja aku harus bersikap seperti biasa saja.

“Emmhhh.. eh mas? Kapan datangnya?” istriku membuka mata lalu menatapku.

“Baru aja kok dek.. kamu tidur aja gih, udah malem ini” balasku sambil mengelus rambutnya.

“Iya mas, aku capek banget.. badanku rasanya gampang capek sekarang”

“Hemm.. begitu, yudah pokoknya banyakin istirahat aja dek, jaga calon anak kita”

Aku kemudian mendekatkan mulutku pada keningnya lalu kucium dengan hangat dan mesra. Biarlah ini semua terjadi seperti apa adanya. Biarlah dia menikmati kehidupannya. Aku juga akan menikmati hidupku dengan apa adanya juga. Karena bagiku apapun kesalahan istriku tetap masih lebih besar rasa cinta dan sayangku padanya.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Maaf, masih agak bertanya-tanya saya Hu hehehehe
Waktu aryo ngintipin angga sama mba tika dkamar si angga, dmana kontol angga masuk ke memek mba tika, itu pertama kalinya mereka ngentot atau emang dah pernah dr sbelum kena intip sama aryo Hu ??

Karna bisa jd mba tika hamil dr benih angga hehehe

Makasih Suhu..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd