Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kegagahan Ayah Mertua

Kontol Kuda Ayah Mertua

Enaknya hidup di desa, setiap bangun pagi kita bisa menghirup udara yang masih segar. Masih banyak pepohonan di sekitar tempat kami tinggal. Kesibukan khas warga desa juga masih sangat terasa. Tidak jauh-jauh, ayah mertuaku yang tiap pagi mengurus dan memberi makan kudanya.

Ayah mertua memang memelihara kuda dan sapi. Katanya, kudanya itu bekas ia menarik delman dulu. Sekarang ia pakai untuk membawa kayu dari atas gunung. Pernah suatu kali, Ririn tidak sengaja melihat kontol kuda secara langsung. Ternyata sangat besar dan panjang. Ayah mertuaku, entah kenapa, sangat menyayangi sekali kudanya itu. Bahkan kadang anakku suka ikut ke gunung untuk mengambil kayu dengan menaiki kuda itu. Keberadaan kuda itu sebenarnya cukup membantu kami.

~~~​

Suatu pagi, aku baru selesai mandi dan segera mengenakan pakaian. Saat sudah selesai, aku hendak mengikat rambutnya. Ternyata aku baru ingat kalau aku melupakan ikat rambutku di kamar mandi. Terpaksa aku harus kembali ke kamar mandi untuk mengambilnya.

Saat tiba di depan kamar mandi, aku mendengar ada seseorang yang sedang mandi. Aku berpikir siapa yang sedang mandi. Padahal suaminya sudah berangkat pagi-pagi sekali untuk mengantar kerupuk. Sementara ayahnya juga sudah berangkat ke sawah. Lalu siapa? Sementara anaknya sedang main di rumah tetangganya.

Karena penasaran, aku coba mengintip lewat celah-celah gedek. Kamar mandi kami memang terbuat dari gedek dan letaknya ada di luar rumah. Maklum kami tinggal di desa. Saat kulihat ke dalam, ternyata itu ayah mertuku. Astaga. Aku terkejut saat melihat ayah mertuaku sedang bertelanjang buat dan menggosokkan sabun ke badannya.

Yang paling membuatku kaget adalah bagian selangkangannya. Ternyata meskipun umurnya sudah lanjut tapi ukuran kontolnya masih besar. Bahkan aku yakin kalo milik suamiku kalah dibanding milik ayahnya sendiri. Rasanya itu kontol paling besar yang pernah aku lihat.

Sejak kejadian itu, aku sering terbayang-bayang dengan kontol ayah mertua. Jujur, aku termasuk orang yang hypersex. Aku membayangkan bagaimana jika kontol itu sedang dalam kondisi ‘bangun’. Pasti jauh lebih besar. Bahkan parahnya, pernah suatu kali aku membayangkan kontol ayah mertuaku saat sedang bercinta dengan Iwan, suamiku.

~~~​

Aku menceritakan saat hal ini pada sahabatku, Vita. Aku memang selalu terbuka soal apapun padanya. Termasuk soal seks. Dia tahu kalo aku orangnya cukup hypersex. Kami pernah melewati masa-masa nakal bersama.

“Hah? Beneran?” tanya Vita lewat WA.

“Iya. Gila. Gede banget, say.” jawabku.

“Boleh juga tuh,”

“Gila kamu. Dia mertuaku sendiri.”

“Ya sekali-kali lah. Hahaha.” katanya. “Coba dong fotoin.”

“Ih, ya ga mungkin lah.”

“Kamu ga pernah berfantasi soal itu kan?” tanyanya.

“Ehhh,” jawabku ragu.

“Jujur aja gapapa.”

“Pernah, Say.”

Lalu disambut tawa oleh Vita. “Ya gapapa lah. Wajar kok. Kalo aku di posisimu, mungkin juga bakal ngelakuin hal yang sama.”

Mungkin karena perkataan dari Vita juga, aku makin sering terbayang-bayang kontol ayah mertuaku. Bahkan tiap kali bertemu ayah, pasti yang terbayang olehku adalah kontolnya.

~~~​

Sebenarnya aku cukup dekat dengan ayah mertua. Dekat dalam artian tidak serba canggung dalam beberapa hal. Aku juga sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri. Apalagi ayahku tidak pernah berlaku kurang ajar padaku. Padahal aku tahu, kondisiku sebenarnya banyak mengundang pria nakal untuk bertinda kurang ajar. Meski wajahku tidak cantik, tapi aku ditopang dengan kulit putih dan badan yang montok. Payudara dan pinggulku cukup besar.

Suatu siang, anakku, Rizal, diajak mandi di sungai oleh ayah. Sepulang dari sana, tiba-tiba anakku bilang sesuatu yang mengejutkan padauk.

“Ma, tadi waktu mandi di sungai, Rizal kelihatan burung kakek. Besar, Ma.” Katanya. Aku langsung terdiam karena ayah mertuaku masih ada di sana. Aku merasa malu sendiri. Aku segera mencari cara agar suasana kembali cair.

“Eh, ayo cepet ganti baju dulu biar tidak dingin.”

Aku melihat sekilas ke arah ayah mertua dan langsung mengantar anakku ke kamar. Entah kenapa aku jadi malu dengan ayah mertuaku gara-gara omongan anakku itu. Hal itu makin membuatku sering berfantasi soal ayah mertuaku.

Pernah suatu kali, aku hendak memanggil ayah mertuaku untuk makan. Aku pergi ke kamarnya. Sampai di sana, aku panggil-panggil tidak kunjung menyahut. Kuberanikan untuk membuka pintunya. Tidak dikunci. Rupanya ayah mertuaku sedang tertidur dan sesutau yang membuatku kaget adalah selangkangannya.

Ayah tidur dengan posisi sarung yang ia kenakan tersingkap ke atas dan memperlihatkan kontolnya yang juga sedang tertidur. Aku sempat tertegun karena melihat kontolnya itu. Kontol yang selama ini membuatku berfantasi. Tiba-tiba aku punya ide untuk memfotonya. Aku segera mengambil HP dan kufoto selangkangannya itu.

Foto itu langsung aku kirim ke Vita. Vita shock melihat foto yang kukirim itu.

“Wah, gede banget, Say.” kata Vita. “Lumayan tuh buat cuci mata.”

Dengan adanya foto itu, aku makin sering membayangkan kontol ayah mertua. Pernah suatu malam, aku sedang ingin disentuh. Tetapi suamiku menolak karena alasan sedang capek. Karena sudah tidak tahan, aku melakukan masturbasi di kamar mandi sambil membayangkan kontol kuda ayah mertua.

Bersambung~
karya baru yg bakal hot thread nihh
 
Di Dalam Sarung

Hari-hari berikutnya aku masih tidak bisa menjauhkan bayangan ayah mertua di otakku. Sebenarnya ini sangat mengganggu. Aku takut makin tidak bisa membendung rasa inginku. Apalagi sampai terbawa mimpi dan suamiku mengetahuinya. Lagipula rasa inginku juga tidak mungkin terjadi. Dia adalah ayah mertuaku. Bagaimana mungkin aku bisa merasakan kontolnya? Ayah mertuaku juga tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan padaku. Aku harus bisa melupakan dan menghilangkan rasa inginku ini.

Suatu hari, badanku sedang demam dan kepalaku pusing. Aku tidak kuat untuk bangun dan hanya istirahat di tempat tidur. Suamiku harus bekerja dan berangkat pagi. Sedangkan anakku dijaga oleh ayahku. Pada siang hari, ayah tiba-tiba datang ke kamar dan bertanya apakah aku ingin makan.

“Biar ayah beli di warung saja ya?”

“Ga usah, Yah.” jawabku.

“Kamu belum makan mulai pagi,” kata ayah. “Lagian Iwan juga nitipin kamu ke ayah.”

“Rizal ke mana ya?” Aku bertanya anakku.

“Dia nonton TV di depan.”

Sebenarnya aku agak sungkan diperlakukan seperti itu oleh ayah mertuaku. Seharusnya aku yang melayaninya sebagai menantunya. Tapi aku benar-benar lemah dan tak bisa apa-apa. Maka aku mengiyakan saja kemauan ayahnya itu. Lagian aku memang benar-benar belum makan mulai pagi karena tidak ada nafsu.

Tidak lama, ayah sudah datang ke kamar dan membawa sebungkus makanan. Lengkap dengan piring sebagai alasnya. Dia mencari kursi dan diletakkan di samping tempat tidurku untuk ia duduki.

“Kamu bisa makan sendiri?” tanya ayah.

“Bisa yah,” jawabku. Aku coba untuk bangun untuk menegakkan badan. Tapi rasanya aku tidak kuat. Ayah mengetahuinya maka ayah membantuku untuk menegakkan badanku.

“Sini biar ayah yang suapin.”

Aku kaget mendengar ucapan ayah. Belum pernah aku disuapin oleh ayah mertuaku sendiri. Mana mungkin aku melakukannya? Aku pun langsung menolaknya.

“Ga usah, Yah. Aku bisa sendiri kok.”

“Keadaanmu lemah gitu kok,” kata ayah. “Gapapa. Ayah udah anggep kamu kayak anak ayah sendiri. Jadi ga usah malu.”

Aku hanya diam mendengar ucapan ayah. Ada perasaan terharu juga saat ayah mengucapkannya. Mendengar itu, mana mungkin aku bisa menaruh hasrat seksual pada ayah. Dia sudah mengatakan bahwa aku sudah seperti anaknya sendiri karena aku adalah istri dari Iwan.

Akan tetapi, sepertinya dugaanku salah. Selama ayah mendulangku, sesekali aku memergoki ayah melirik ke arah dadaku. Dan aku baru menyadari bahwa aku lupa menutup kancing atas dari dasterku. Tampaklah sedikit belahan dadaku. Maka aku langsung segera menutup kancing bajuku. Tanpa diduga, ada pemadangan yang benar-benar mengganggu aku.

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya.

Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah.

Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran kontol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. Kontol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang kontol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule.

Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung kontol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Nafasku menjadi berat. Tanganku hanya diam saja menggenggam kontol ayah. Entah kenapa aku jadi bingung dan takut. Ini sama sekali di luar dugaanku. Sebenarnya aku ingin mengocok kontolnya tapi aku tidak berani. Ini adalah hal yang salah. Aku takut semakin meminta lebih. Maka segera aku menarik tanganku keluar dari sarung ayah. Aku belum berani untuk melangkah lebih jauh.

Kami berdua langsung canggung. Ayah menundukkan kepalanya dan langsung minta maaf. Dia langsung keluar dari kamarku. Aku terdiam sambil membayangkan apa yang baru saja terjadi.

Aku menceritakan kejadian itu pada sahabatku, Vita. Vita tidak menyangka bahwa kejadian seperti itu bisa terjadi.

“Beneran?”

“Iya, Say. Aku beneran ga nyangka.”

“Fix sudah kalo gitu.” katanya.

“Apanya yang fix?”

“Ayah mertuamu itu, juga punya hasrat seks yang sama.”

“Maksudmu dia juga bernafsu ke aku?”

“Iyalah, say,” kata Vita. “Kalo ngga, ga mungkin dia ngaceng lihat belahan dadamu.”

Aku mulai kepikiran dengan ucapan Vita. Apa benar ayah mertuaku punya hasrat seksual kepadaku? Seperti aku pada dia? Kalau iya, apakah mungkin akan berlanjut pada tahap yang lebih? Ah, aku tidak ingin memikirkannya. Kejadian itu sudah cukup membuatku bingung dan takut.

Saat aku sudah membaik dari sakitku, saat aku sedang memasak, ayahku tiba-tiba menghampiriku.

“Rin,” sapa Ayah.

“Iya, Yah?” jawabku.

Semenjak kejadian kemarin, kami memang menjadi canggung. Kami tidak saling bertegur sapa. Bahkan aku sering menghindari momen di mana ada ayah di situ.

“Soal kejadian kemarin, ayah minta maaf. Ayah bener-bener khilaf. Ga seharunya ayah bersikap kaya gitu.”

“Udahlah, yah. Ga usah dibahas lagi.”

“Iya, tapi ayah merasa sungkan dan malu sama kamu, Rin.”

“Udah terjadi kok, Yah. Jangan dipikiran terus. Ririn paham kok ayah sebagai pria yang masih punya hasrat.”

“Tapi kamu maafin ayah, kan?”

“Iya, Yah,” jawabku. “Lagian kan cuma pegang doang.”

Deg!

Astaga. Cuma? Kenapa aku bilang seperti itu? Kenapa aku seolah mengatakan itu adalah hal yang biasa? Aku tidak bisa mengontrol omonganku. Mendengar itu ayah seperti sedikit berpikir. Entah apa yang dia pikirkan, aku tidak tahu.

“Makasih, Rin.” Jawab ayah. Dia langsung meninggalkanku sendiri di dapur.

Bersambung~
Mantap, ditunggu update nya hu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd