Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kelompok rahasia di kantor yg membosankan

wah update terkahirnya mantep sih
 
Sabrina Chapter 2: Project model

3 hari berlalu sejak sesi menggambar tersebut. Aku masih suka membayangkan prosesi ini. Aku masih bisa mengingat 7 pasang mata menikmati seluruh tubuhku. Di hari ke-7 fantasiku makin liar. Aku mulai beberapa kali mencoba ke warung dekat kosan tanpa memakai bra, ukuran putingku yg cenderung mungil ini membuat Ketika tegang sekalipun tidak terlalu nyeplak di kaos. Aku masih harus menggunakan celana dalam karena aku khawatir vaginaku basah.



Aku dan Dee masih sering bertemu. Dee yg lebih suka bikin komik juga sering menjadikanku model untuk figure, namun memang tidak erotis. Dan 2 bulan berlalu, Dee Kembali meminta tolong. Wina dapet projek lukisan, namun perlu model. Dee juga menjelaskan akan ada fee walau tak banyak. Aku agak jual mahal menolak, padahal ada sisi hatiku menantikan Kembali sesi ini. Kami bertemu jumat malam di sebuah restoran, aku, Dee, Duta, Dion, dan Wina. Mereka memberi brief lukisan seperti apa dan pose bagaimana. Yg aku bingung kenapa ada Duta di sana, ternyata akan Kembali menggunakan studio Duta, karena Wina tidak punya tempat yg cukup. Projek ini menggunakan 2 model jadi waktunya akan lebih Panjang.



Sabtu pagi jam 8 aku sudah ada di lobi apartment Duta, dan sudah disambut Dee dan Dion. Mereka bilang Wina dan Duta lg menyiapkan set. Setengah jam kami menunggu akhirnya Duta turun membawa kami ke atas. Kali ini bukan kertas gambar, easel ini berisi dua buah canvas besar. Sebenarnya bisa lebih simple dengan foto dan Wina melukis dari foto, namun aku tidak nyaman untuk foto dengan busana minim, bahaya kaan kalo kesebar. Jadi aku lebih memilih biarpun lama namun tidak ada jejak digital.



Di spotlight ada sebuah sofa merah. Aku diposisikan duduk bersandar, tangan kiri bersandar ke sandaran sofa seperti scene iconic sharon stone di basic instinct. Dion duduk di lantai, bersandar ke kakiku dengan kepalanya ada di pahaku. Tangan kananku memegang (membelai) kepala Dion. Konsepnya adalah reverse stereotype. Kalo biasanya dilukiskan pria sebagai bos dan ada satu Wanita sebagai dayangnya, ini kebalikannya. Aku dibuat berpose lebih manly.



Setengah jam kami brief, dan persiapan. Dion masuk ke kamar mandi duluan, keluar hanya menggunakan kain hitam menutupi selangkangannya. Kemudian gentian giliranku melepas pakaian dan mengenakan dua lembar kain hitam. Wina secara spesifik memintaku tidak menggunakan patch, namun aku tetap minta menggunakan celana dalam latex.



Wina dan Duta memposisikan pose kami. Saat brief sepertinya biasa aja, begitu sudah melepas pakaian, aku bisa merasakan rambut dan kepala Dion bersandar di pahaku, dan juga hangat tangannya di pahaku, bahkan jemarinya sangat dekat dengan vaginaku. Belum mulai aja tubuhku terasa sangat panas. Pose dion yg bersandar ini juga mengharuskan kepalanya melihat kepadaku, yg dipastikan matanya akan bebas melihat dadaku.



Mereka berdua mulai membuat sketsa kasar. Hanya 15 menit dan Wina mulai meminta kami melepas kain hitam. Duta dan Wina Kembali melanjutkan lukisannya. Dee hanya melihat sambil sesekali berkomentar. Berbeda dengan sesi sebelumnya, kali ini kami gapapa untuk ngobrol, karena akan lebih lama. Sekian lama berlalu, Wina mulai menggerutu “Dion, titit lu bisa tiduran dulu ga?” Di momen ini aku curi pandang melihat arah selangkangan Dion, dan memang, penis dion tegak berdiri, berbeda dengan sesi sebelumnya.

“gimana dong, siapapun di posisi gw pasti tinggi” jawab Dion bingung.

“lo liat ke muka Sab, bukan toketnya!” timpa Wina lagi.

Aku melihat ke wajah dion, posisinya memang sulit. “susah Win, ketutupan toket, mana bagus banget pula” jawab Dion lagi. Momen ini harusnya aku merasa dilecehkan, namun aku menangkap kata-kata Dion sebagai pujian.

Mereka berdebat sejenak, lalu Wina dan Duta Kembali melanjutkan. “Dioon mata kemana dioon?” celetuk Duta lagi. “mukaaaa, tapi ketutupan. Buruan leher gw pegel” jawab Dion

“puas banget ion, liatin dada Sab” celetukku pelan.

“ga sengaja sab, maunya ke mukamu” jawab Dion lagi.

Aku sengaja menanyakan hal ini, memberi afirmasi bahwa benar Dion menikmati dadaku. Hal ini membuat ruangan terasa makin panas.



“Sab, kayanya gabisa deh. Boleh tolong banget?” tanya Wina tetiba.

“kenapa Win?” tanyaku

“jadi gini Sab, itu latex warna hitam yak, ni warnanya ga masuk. Boleh ga kalo dibuka? Sebentaar deh” tanya Wina yg ditanggapi antusias Dion dan Duta. Pikiranku berkecamuk, ada satu sisi aku menunggu hal ini. Ada sisi lain aku merasa sangat malu.

“kalian pernah saling liat ga sih?” tanyaku berusaha mencari jalan Tengah.



“gw sih udah liat Wina, studio gw sering dipake kan” jawab Duta

“kalo Wina udah beberapa kali, Dee kan model gw. kalo Duta belom” jawab Dion

“gw perlu jawab juga? Dion ya ini gw liat. Duta? Entar yak kalo ada lukisan 7 sins bagian gluttony” canda Wina.

Mungkin di aku ga biasa, tapi mungkin emang ini dunia mereka. Hal ini ga tabu. Dicoba aja kali ya? Pikiranku berkecamuk, fantasiku mulai kemana-mana. Beberapa menit berpikir, akhirnya rasa maluku kalah dengan penasaran dan fantasi, dan anggukanku menjadi jawaban pertanyaan Wina.



Duta bangkit, membawa gunting. Dee memang izin ke bawah beli makanan jadi dia tidak dengan kami sekarang.

“eeeh kok gunting?” tanyaku kaget melihat Duta membawa gunting.

“kalo harus buka, posenya berantakan, digunting aja biar gampang” jawab Duta.

Tangannya menarik sisi kiri celana dalam spandex dan memotongnya. Kemudian ke sisi kiri, menggeser sedikit kepala dan tangan Dion dari pahaku, dan memotong sisi kanan. Celana dalam latex ini lemas terbuka, menampilkan vaginaku.

“sab, maaf, sebentaar, agak angkat pantatnya” pinta Duta. Ia kemudian menarik celana dalam latex tersebut.

“Dut, nyangkut di pantat sab, pelan pelan nariknya” jawabku.

Aku tak tahu sengaja atau tidak, Duta seperti perlu memegang lebih banyak bagian celana dalam latex ini. Jempolnya menyenggol-nyenggol vaginaku.

“siap sab, angkat dikit gw Tarik” pinta Duta lagi yg hanya aku iyakan, menunggu komandonya.

Aku tau Duta sengaja karena Ketika mulai hitungan, jempolnya diposisikan mendorong vaginaku tepat di lubangnya. Satu tarikan celana dalam tersebut lepas. Duta berjalan menjauhiku sambil melihat jari dan celana dalam latex yg dibawanya. “bentar, gw buang ini dulu, lo lanjutin aja Win” pinta Duta beranjak ke kamar mandi.



Saat ini kami berdua telanjang bulat. Aku merasakan jari Dion mulai pelan mengelus pangkal pahaku. aku seperti membuang rasa maluku dan membiarkan fantasi mengambil alih pikiranku. Aku menikmati proses ini. Aku bahkan berpikir Duta memang sengaja menggesekan jempolnya di vaginaku karena jelas ia melihat vaginaku sudah basah. Dan ia ke kamar mandi untuk menikmati cairan vaginaku. Aku duduk seperti bos, meregangkan kakiku, jadi vaginaku terpampang bebas untuk dinikmati Duta.



Tidak lama berselang, Dee masuk Kembali. Ia kaget melihatku saat ini sudah tidak mengenakan apapun.

“beb, berani buka juga lo?gw kira…” tanya Dee menggantung sambil menaruh cemilan dan minuman di meja.

“lho bukannya lo sering liat Dee?” tanya Dion penasaran

“ga pernah, ini kita semua pertama kali liat” jawab Dee. Entah kenapa gw melihat wajah Dee agak kecewa bercampur sange. Mungkin dia kecewa melewatkan kesempatan Duta menggunting latex, entahlah.



“Sab, maaf ni sab…maaf banget” Wina bangkit dari kursinya, berjalan ke arahku. Ia menutupi tubuhku dengan punggungnya.

“gausah liat, liat depan lu!” celetuk Wina ke Dion.

Wina kemudian mengeluarkan tisu lipat dari kantong celananya. Tangannya kemudian perlahan menyeka vaginaku, bukan hanya di bibirnya, tisu kedua mengelap semakin dalam.

“ahhhhh, pelan” usapan pertama ini membuatku kaget dan melenguh. Wina perlu mengusap beberapa kali lagi karena cairan vaginaku masih saja mengeluarkan cairan.



Dengan santai wina Kembali ke kursinya dan melanjutkan. Yg lain tidak melihat apa yg ia lakukan. Aku merasa aneh, bagaimana bisa aku melenguh, dengan usapan Wanita?

“coba lebih fokus Sab, atau ajakin ngobrol aja gapapa kok” kata Wina lagi sambil Kembali melanjutkan lukisannya.

“memek lu basah sab?” tanya Dion tetiba.

Mukaku berubah merah padam. Rasa malu langsung mendominasi, bagaimana aku harus menjawabnya? Apakah aku harus mengakui aku menikmati hal ini?

“gapapa sab, semua gitu kok, gw juga gitu kalo di posisi lo, santai aja” Wina malah menjawab pertanyaan Dion. Sekilas aku melihat ekspresi Dee, tatapannya tidak lepas dari vaginaku. hanya beberapa menit berlalu, Kembali Wina nyeletuk, “Diooon, titit luuu!”

Wina menjelaskan, hampir seluruhnya selesai, namun ia harus melukiskan penis pria tidak dalam posisi berdiri, karena akan aneh konsepnya. Dion menjelaskan susah untuk itu, karena keadannya tidak memungkinkan. Ada satu cara, penisnya harus dibuat lemas dengan mengeluarkan muatannya.



“ah elaaaaah! Ribet banget ni bocah” Wina bangkit dari kursinya dan berjongkok di depan Dion.

“diem.***usah gerak-gerak, ngerusak pose!” celetuk Wina, yg kemudian tangannya mengocok penis Dion.

“eh eh eh….” Dion bingung harus berbuat apa. Tanganku y gada di kepala dion juga ikut memainkan telinga Dion. Tangan dion yg tadinya hanya diletakkan di pahaku, mulai meremas pelan.



“kalian bilang ama yg laen, gw gampar-gamparin ye!” ancam Wina. Ia kemudian duduk bersimpuh, kemudian kepalanya mendekat dan mulai mengulum penis Dion. Dion tak mampu menahan lenguhannya. tangannya semakin berani, jemarinya mulai meraba bulu-bulu halus di atas vaginaku. hanya 5 menit, tubuh dion bergetar. Tangannya menjambak rambut vaginaku. ada satu detik Dion bergerak, jari tengahnya colongan menyapu vaginaku lalu kemudian memuntahkan muatannya.



Wina bangkit, meludah ke tisu yg dibawanya, membuang seluruh sperma Dion yg ada di mulutnya. Sesuai rencana, penis Dion lemas mengecil dan Wina dapat menyelesaikan dengan cepat. Hanya 15 menit kemudian, akhirnya wina dan Duta menyelesaikan karyanya. Dion bangkit dan langsung melihat kea rah vaginaku. hanya sedetik kemudian aku sadar dan menutup kakiku. Tanganku langsung menutup dada dan vaginaku.



Dion bangkit, mukanya seperti kesal. “sue banget lu Win, apa apaan tuh maen sepong aja” celetuk Dion. “biar cepet yoon. Lama kalo nunggu titit lu turun, tu aja udah mau diri lagi” jawab Wina sambil menunjuk penis Dion. “Tanggung jawab lu!” kata Dion menarik tangan Wina. “eeeh apaan nih, kaga kaga!apaan lu” Wina menolak, tapi tetap mengikuti Dion yg menarik tangannya ke toilet.



Kami bertiga tertawa, “Wina emang gitu?” tanyaku ke Dee. “engga sih, karena 1-0 aja kali Dion ga terima” jawab Dee yg diiringi tawa kami lagi. Duta diam, memperhatikan tubuhku. Kami menyadari hal itu.

“kenapa Dut? Kok diem?” tanyaku sambil celingukan mencari sesuatu yg bisa menutup tubuhku. Duta ini bentuknya seperti Pican, gemuk pendiam dengan kacamata. Sekilas tidak seperti anak seni.

“enggaak…” jawab Duta terbata-bata sambil tangannya mengurut celananya, berusaha menurunkan penisnya.

“sange juga Dut? Mau gabung ke toilet?” tanya Dee lagi, yg juga dijawab gelengan Duta. Dee memberiku air mineral. Mungkin 2 menit dead silent sampe tetiba kami bisa dengar lenguhan Wina dari kamar mandi “ahhhh….dion…ampuuun…ahhhh”.



Kami bertiga bertatapan, ini awkward. “kenapa, Duta kaya mau ngomong sesuatu?” tanyaku lagi.

“mau minta sesuatu, tapi gw takut lo marah Sab” jawab Duta perlahan.

“bilang aja dulu, kalo gabisa ya sab bilang, daripada ga dibilang sab ga tau kan” jawabku.

“umm, maaf. Tadi gw colongan, ga tahan liat badan lo bagus banget” Duta menjelaskan perlahan.

“iya, Sab tau kok, tapi mau gimana lagi, yaudah” jawabku menahan fantasi yg makin parah.

“gw boleh ga, liat lagi?” Duta mengucap permintaannya pelan

“mau coliin Sabrina lu Dut?” celetuk Dee. Duta berusaha menjelaskan, namun yaa keliatan itu niat asli Duta. Kami saling negosiasi, Duta terlihat agak pesimis karena Dee terus menentang idenya. Kamar ini sudah mulai terasa dingin. Aku berpikir Wina dan Dion gak akan lama lagi di sana, malu ya malu sekalian tapi bareng.

“lo mau coli? Tapi dua syarat” jawabku Ketika fantasiku Kembali mengambil alih. Duta tertarik dan seperti siap dengan syarat apapun.

“satu, Cuma liat, ga boleh pegang. Gimana?” kataku mengajukan syarat. Duta berpikir sejenak, dan mengiyakan permintaanku.

“okeeh, kedua, lo juga buka semua, Sab telanjang, lo juga. adil” kataku lagi. Duta berpikir sejenak. “sampe keluar ya Sab?” tanya Duta menego syaratku. Akhirnya kami setuju. Duta melucuti pakaiannya hingga sama-sama telanjang. Ia juga memposisikan kursinya mendekat ke sofa yg aku duduki.



Setelah melihat penis Dion, penis Duta Nampak lebih kecil, atau karena badannya jauh lebih besar. Duta mulai mengocok penisnya di hadapanku. Baru kali ini aku menjadi objek coli, secara langsung. tanganku melepas dekapan dadaku. Mulai memamerkan kedua dadaku yg putingnya sudah mencuat tegak. Duta mengocok penisnya sambil meracau berbagai hal. “ahh, bagus banget badanmu sab. Cantik banget… ahh”



Ruangan ini Kembali terasa panas. Music sudah berhenti, ruangan ini dipenuhi suara Duta yg meracau, dan Wina yg melenguh kencang di kamar mandi. Dari duduk tegak bersandar, aku mulai duduk agak lebih ke depan, perlahan kubuka kedua kakiku. Vaginaku yg sudah basah bisa bebas dinikmati Duta dan Dee. Namun Dee malah seperti tidak tertarik, ia memilih izin keluar untuk membeli sesuatu. Duta masih terus mengocok penisnya. Selangkanganku terasa begitu hangat. Tak kusadari perlahan tanganku memainkan klitorisku pelan dan aku mulai ikut melenguh pelan.



Sebenarnya libidoku sudah sangat tinggi, ingin rasanya aku minta Duta memasukan penisnya ke vaginaku, tapi ada sedikit rasa malu dan tak ingin. Dia juga sudah terima dealnya. Aku merasa gak enak sebenarnya dengan Dee, begitu ia pergi aku merasa lebih bebas. “Dut, janji gaakan bilang siapa-siapa ya?” tanyaku tetiba, Duta yg masih asik mengocok kebingungan. “hah, janji apa sab? Gw coliin lu? Kan Dee tau” jawab Duta lagi. “bukan, ada yg lain lagi, tapi janji dulu” jawabku lagi. Duta kebingungan, tapi tak mau kehilangan momen, akhirnya ia mengangguk.



Aku bangkit dari sofa, kemudian bersimpuh di hadapan Duta. “janji ya? Beneran. Sab malu” tanyaku memastikan lagi. Duta seperti tau yg akan aku lakukan, ia benar berjanji gaakan bocorin ke siapapun. Tanganku kemudian menggenggam penisnya, lalu perlahan kuarahkan mulutku ke kepala penisnya dan menjilati penisnya perlahan. Sebenarnya mudah untuk memasukan seluruh batang penisnya ke mulutku. Duta seperti ingin meremas dadaku namun kutepis “apa tadi syaratnya? Gaboleh pegang” kataku mengingatkan yg dituruti oleh Duta. Kemudian Kembali aku mengulum penis Duta sambil kedua tanganku mengelus pahanya. “aaaahh..sab, keluaar” hanya dua menit berlalu dan Duta sudah mencapai ujungnya. Aku langsung melepas kulumanku dan mengocok penisnya. 4 semburan belepotan ke paha hingga lantai. Duta duduk bersandar, tubuhnya lemas. Aku bangkit berdiri dan tersenyum.



Aku sadar semua pakaianku di kamar mandi. Aku mengetuk pintu kamar mandi, “bentaaar, nanggung” jawab Dion dari dalam diiringi lenguhan Wina. “Sab mau ambil pakaian, dingin banget ini, tolonglah, lempar ke deket pintu aja, buka dikit” pintaku. Pintu terbuka sedikit, ada beberapa pakaian berserakan di lantai. Aku mengambil kaos, bra, dan celana jeans. “itu punya gw, lo yg satunya” kata Wina Ketika aku menarik sebuah celana jeans. Aku menarik satu celana lainnya.



Ternyata Wina dan Dion asyik di dalam, yasudahlah. Aku baru mau memakai celana dalam, Duta memegang tanganku. “kenapa Dut?” tanyaku agak kaget.

“umm, Sab… boleh satu lagi ga?” tanya Duta agak ragu. Aku bingung apa yg dia minta jadi kuminta ia menjelaskan permintaannya. “gw boleh..umm..peluk? please, sebentaar aja” tanya Duta setengah mengiba. Aku yg sudah mulai kedinginan, berpikir sejenak lalu kemudian mengiyakan dengan meregangkan tanganku. Gak ada salahnya juga lah peluk, pikirku. Duta kemudian memeluk tubuhku. Tubuh kami beradu kulit. Badan Duta agak sedikit berkeringat dan bisa kurasakan penisnya masih tersisa sperma di ujungnya menyentuh sisi bawah perutku. Tangan Duta merangkul di punggungku, perlahan turun hingga ke pangkal bokongku. Aku tau dia mulai mau colongan, tapi kubiarkan saja. Hanya beberapa detik sepertinya, aku melepas pelukan ini dan mulai berpakaian. Tidak berselang lama, Duta juga sudah berpakaian, Wina dan Dion juga keluar dari kamar mandi sudah menggunakan pakaian lengkap. Jam menunjukan pukul 4 sore. Kami puas melihat hasil lukisan projekan Wina ini. Duta juga tidak kalah bagus sebenarnya, namun terlihat memang skill Wina di atas rata-rata.
 
wah gokil sih gokill
 
asli kok seru bg storynya, lanjut huu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd