Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kemurnian Keluarga

nitip naro gas hu.. saat suhu tolrat membalas comen-komen pembaca bagi saya bagaikan update cerita juga..kompor gas..lanjut hu
 
Msh mantau.....
hasek

Gelar tiker dipojokan smbil nyimak, keren hu 👍
sambil pelorot celana ga?

Mantab pokoknya
yo mestilah

Mna link nya suhu
DM sob

Gi mna cara suhu dm
DM aja di profil gw

Masih monitoring maning ndek sinih...
soklah booss

Premiumnya udah chapter 13..
Gretongnya kapan nih...buat masyarakat semprot lho ini hu...
sebenernya sih updatenya tgl 6 besok. cuman biar seru, update hari ini aja kali ya?

Di mna baca link nya .cara nya ?
DM aja sob

Mayan , makasih
samasama

Monitoring & Obeservasie
lanjudkeun

Absen....nunggu update....
:polisi: :polisi::polisi:
wiu wiu wiu wiu

Lanjutttttttt hu
oke

Lanjut lagi oom @tolrat
siapp

nitip naro gas hu.. saat suhu tolrat membalas comen-komen pembaca bagi saya bagaikan update cerita juga..kompor gas..lanjut hu
hahahaha. siap. bentar lagi gw update kok

tandain ah nanggung basahnya
montok amat tuh profil susu eh tetek...
 
Kemurnian Keluarga
Part 04 | Detektif Dadakan

“Kamu pengen ngentotin Ibu..?” Lagi-lagi suara itu terdengar ditelinga.
Hanya saja, kali ini, aku merasa ada sesuatu yang beda pada suara itu. Kucoba mencari tahu, darimana arah suara nan lembut dan seksi itu.

“Kamu beneran pengen ngentotin Ibu…?” Ulang suara itu lagi yang terdengar sedikit lebih jelas. Lagi-lagi, mataku menyapu ke seluruh penjuru ruangan. Hingga akhirnya, kudapati, ada sesosok wanita yang sedang berbaring diatas tempat tidur.

“Rama, Sayang…?” Panggil sosok itu, menyebut namaku. “Ibu tuh dari tadi nanyain kamu… Kok kamunya malah bengong gitu…?”
“Ehhh…? Ibu..?” Ucapku kaget sembari mengucek kedua mataku. Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang terhidang lezat diatas tempat tidurku.

“Iiihhhhssss… Kok kamu bengong gitu terus sih , Sayang…?” Ucap Ibu sambil memamerkan deretan gigi putihnya, disaat mulutnya tersenyum lebar.
“ohhh. Ibu…. Cantik sekali kamu, Bu…” Seruku dalam hati.

“Kalo kamu memang mau… Sini mendekat…” Pinta Ibu sembari menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang kosong disebelahnya. “Rama…? Kok malah bengong…?”
“A…. Anu Bu…”Aku tak dapat berkata-kata.
“Anu…?” Tanya Ibu dengan senyum teduhnya lagi, “Ibu ga nanya anu kamu, Sayang… Yang Ibu tanya adalah… Apa kamu… Beneran pengen ngentotin Ibu…?”

Jujur, itu kalimat yang sangat sederhana. Namun aku kesulitan sekali untuk bisa menerjemahkan kalimat Ibu barusan. Lagi-lagi, Ibu tersenyum. Lalu merebahkan tubuhnya, dan bersandar pada punggungnya. Setelah itu, Ibu membuka kedua pahanya lebar-lebar. Memperlihatkan celana dalam biru muda yang sudah begitu lembab.

ASTAGA
Jeritku dalam hati, karena tak pernah mengira akan mendapatkan kesempatan seperti ini. Mimpi apa ya aku semalem, hingga akhirnya bisa dipamerin kancut Ibu. Bahkan dalam beberapa saat lagi, aku bisa merasakan lubang nikmat Ibu yang masih tersembunyi dibalik kain mungil diselangkangannya itu.

“Rama… Sini…” Panggil Ibu yang lagi-lagi menepuk sisi tempat tidurku.
“Nggg…” Jawabku mendekat.
“Kamu mau ini nggak…?” Tanya Ibu yang kemudian menyibakkan celah celana dalamnya kesamping dan memperlihatkan vagina mulus tanpa bulunya yang menyempil dibalik kain biru muda itu.

Melihat vagina putih nan tembem yang sudah begitu mengkilap karena lendir kemaluan, membuat tenggorokanku seketika itu mengering. Air ludahku seolah-olah menghilang tanpa jejak. Yang memaksa jakunku turun naik, guna menciptakan liur darurat yang bisa kutelan membasahi kerongkonganku.

“Uhuk-uhuk… Uhuk..” Batukku, spontan. Malu.
“Hihihihihi… Dasar bujang…” Celetuk Ibu melihat kepolosanku, “Ditawarin memek bukannya mendekat, malah batuk-batuk… Hihihi….” Sambung Ibu yang kemudian menurunkan celana dalam birunya. Melepasnya melewati paha, lutut, dan kedua telapak kakinya. Setelah itu, Ibu melempar celana dalam itu kearahku.

“Kamu beneran pengen ngentotin Ibu..?” Ulang Ibu lagi, sembari mulai mempermainkan celah kemaluannya. Mengusel-usel biji klitorisnya tepat didepan kedua mataku.

Aku yang masih merasa gugup, hanya bisa mengangguk. Tanpa mampu mengeluarkan kalimat.
“Kenapa Sayang…? Ibu nggak denger jawabanmu deh… Hihihi…“ Tawa Ibu seperti menertawakan kepolosanku, “ Kamu beneran pengen ngentotin Ibu..?
“I.. Iya Bu…”

”Ihhhssss…. Kok jawabnya pelan banget…?” Selidik Ibu, dengan nada penuh harapan. “Kamu ga pengen ya…?”
“Pengen Bu… Pengen banget…”
“Beneran…?” Tanya Ibu kembali memastikan.
“I… Iya…”

“Kalo gitu, jawab pertanyaan Ibu dengan semangat dong… Hihihi…” Kekeh Ibu terus menggodaku
“Iya… Bu…. Aku pengen ngentotin Ibu…”
“Terus…? “
“Aku pengen nyodok memek Ibu…”
“Itu aja…?”
“Aku… Aku pengen ngentotin memek Ibu… Sampe kontolku masuk seluruhnya kedalam situ…”
“Uhhh… Kamu mau masukin kontolmu, kedalem sini…?” Ulang Ibu yang kemudian menyibakkan bibir vaginanya kesamping. Memperlihatkan liang senggamanya yang berwarna merah terang

ANJINMMMM
Melihat Ibu yang bertingkah begitu nakal, penisku berdenyut begitu hebat.

“Iya Bu…” Ucapku tak tahan lagi.
“Hihihihi…. Yaudah kalo gitu…. Sini… Buruan masukin kontolmu ke memek Ibu… “ Ucap Ibu yang kemudian menurunkan boxerku dan menggenggam batang penisku. “Uhhh. Besar juga kontolmu, Rama….” Sambungnya lagi sembari menarik kepala penisku mendekat ke lubang kemaluannya.
“Uhhh…. Ibu….” Desahku menuruti kemauan Ibu. Memajukan tubuh hingga ujung penisku menyentuh permukaan vaginanya yang makin membasah.
“Tusuk memek Ibu… Sayang…”

CLEEEPPP
Kucoba dorong kepala penisku maju. Menyeruak masuk ke sela-sela lubang kemaluan Ibu. Namun susah. Tak semudah seperti film bokep koleksiku.

Kutarik mundur pinggangku. Lalu kucoba dorong kembali ke memek Ibu.
CLEEEEPPP

Melihat kesulitan yang dihadapi putra kandungnya, Ibu lalu menarik batang penisku, dan membawanya mendekat kemulutnya.

“Hihihihi… Kalo susah masuk… Itu tandanya kontolmu tuh harus dibasahi dulu, Sayang…” Jelas Ibu memberikan sedikit petunjuk bercinta, “Kalo kepala kontolmu masih kering, ya pasti bakalan susah kalo mau disodokin ke dalem memek..”

JUUHHHH… JUUUHHH…
Suara Ibu meludahi ujung kepala penisku dengan liurnya. Setelah itu, Ibu mengusap air liunya yang ada dikepala penisku hingga rata ke seluruh permukaan batang kemaluanku.

“Naaahh…. Kalo gini khan licin…” Ucap Ibu yang kali ini, kembali mengangkang-kan kedua pahanya lebar-lebar. “Ayo sayang.. Sodok memek Ibumu lagi…”

CLLEEEEPPPPPP
Benar seperti petunjuk Ibu. Kali itu, kepala penisku bisa langsung menyeruak masuk. Meskipun tak langsung seluruh batangnya tenggelam dalam kemaluannya, paling tidak, kepala penisku bisa mulai membelah maju.

CLLEEEEEEEEPPPPPP
“Ohhh Sayang… Mmmppphhh…” Lenguh Ibu menggigit bibir bawahnya.
“Memek Ibu… Ssshhh…. Memek Ibu…. Sempit sekali Bu…” Ucapku pelan karena mencoba menikmati jepitan dahsyat vagina Ibu.
“Mmmppphhhh…Kontolmu aja yang kegedean…”

PLEEEEKK.
Hingga akhirnya, penisku bisa masuk seluruhnya kedalam vagina Ibu.

“Mentok Buu…” Erangku karena tak mampu lagi memajukan pinggulku.
“Eeemmppphhh…. Penuh banget memek Ibu, Sayang… “ Desah Ibu sambil menggigit bibirnya. Seperti menahan sesuatu yang tak dapat ia ungkapkan, “Sekarang…. Tarik pelan-pelan kontolmu. Lalu sodok memek Ibu pelan-pelan….Tarik… Lalu sodok lagi…”

Tak perlu waktu lama, aku pun bisa melakukan apa yang Ibu sarankan. Meskipun gerak pinggulku masih terlihat begitu kaku, akan tetapi aku sudah mulai bisa menyetubuhi memek wanita cantik, yang telah melahirkanku 18 tahun lalu itu.

PLAK PLAK PLAK
Suara tepukan pinggulku dan Ibu, mulai terdengar nyaring. Diiringi oleh desahan dan lenguhan kenikmatan Ibu yang tak henti-hentinya.

Namun, belum juga lama aku menyodok-nyodok vagina Ibu, tiba-tiba aku merasakan adanya sebuah desakan hangat-hangat panas dari dalam tubuhku. Semakin lama semakin kuat. Hingga akhirnya, aku tak mampu lagi menahan ledakan yang begitu kuat, dari ujung kepala penisku .

CROOTT CROOT CROOOCROOT CROOOT CROOOOTTTTT
“Ohhh Rianiiiikuuuuuu…” Erangku sambil terus menghujamkan batang penisku dalam-dalam di liang peranakan Ibu kandungku, menyetorkan jutaan spermaku masuk ke rahim mungilnya, “Ssshhh.. Ibuuuuu…. Enak sekali jepitan memekmu, Buuuu…..”

Seiring raungan kenikmatanku, perlahan-lahan, suasana ruangan kamarku berubah. Menjadi terang, terang, dan makin terang. Saking terangnya, membuatku susah untuk membuka mata.

Hingga tak lama kemudian, ketika kubuka mataku. Aku tak lagi mendapati Ibu ada dihadapanku.
Wanita cantik itu telah pergi. Seiring dengan sapaan kesadaranku yang perlahan datang, menemani tidur, dipagi hariku.

Ah SIAAALLL.
Ternyata aku hanya mimpi basah.

***

“Makan dulu Bu, nanti Ibu sakit loh…” Kuhela nafas panjang. Sambil menyendokkan sesuap nasi plus potongan daging kuah rendang ke mulut Ibu.
“Ibu sudah kenyang…” Jawab Ibu cuek.
“Masa baru 3 suap aja udah kenyang Bu…?” Sahutku, “Ayo ini Rama suapin lagi..”

Ibu membuka sedikit mulutnya, dan memakan suapan nasi yang aku sodorkan. Namun hanya ujung sendok saja yang bisa masuk. Selebihnya Ibu tolak. Wanita cantik dihadapanku hanya menatap kosong kearah jendela dapur yang begitu terang.

“Ibu masih susah makan ya, Den…?” Tanya Mbok Mirah, wanita berumur lebih dari 50 tahun, yang kesehariannya dipekerjakan Ibu untuk mengurus rumah semenjak Ibu masih remaja.
“Ya gitu deh Mbok…” Ucapku kembali menghela nafas, melihat Ibu yang sepertinya ngambek karena kepergian Ayah mengikuti lomba.

Ibu juga menjadi semakin ogah-ogahan dalam beraktifitas. Malas makan, malas beraktifitas, malas mandi, hingga malas berganti baju. Ibu menjadi sosok yang berbeda dan super manja. Jika semula, Ibu bisa melakukan segala hal, sekarang, Ibu menjadi seperti sesosok bayi dewasa. Yang segala aktifitasnya minta untuk dipekerjakan oleh orang lain. Kerjaannya hanyalah melamun, dan menonton TV seharian. Tanpa mau melakukan kegiatan berat seperti yang ia lakukan sehari-hari.

Bahkan, setelah hampir seminggu Ayah pergi, Ibu menjadi mulai berprasangka. Mulai memikirkan hal yang tidak-tidak mengenai Ayah. Mulai dari Ayah yang sudah mulai bosen kepada Ibu, Ayah yang ga mau hidup bareng Ibu, Ayah mulai selingkuh, hingga Ayah sudah menikah lagi dengan wanita lain.

“Ayah ga mungkin seperti itu, Bu…” Ucapku mencoba menenangkan wanita bingung dihadapanku itu. Meskipun aku juga tak seberapa yakin dengan ucapanku, tapi paling tidak, aku harus mencoba membawa pemikiran baru kepada Ibu.
“Lalu? Kenapa Ayah ga pernah kasih kabar…?”
“Mungkin, Ayah sedang sibuk, Bu…”
“Iya, sibuk dengan wanita barunya…” Celetuk Ibu kesal, “Sibuk dengan Istri barunya yang lebih cantik daripada Ibu…”

“Tak ada wanita lain yang cantiknya melebihi Ibu…” Ucapku sambil memeluk kepala Ibu. Mengusap rambutnya pelan, dan mengecup lembut dahinya.
“Firasat wanita, banyak benarnya, Rama…” Potong Ibu, “Terlebih firasat Ibu… Jarang salahnya…”

Kedua bola mata Ibu menatap tajam kearahku. Membuatku seketika itu merasa malu, karena tak mampu berkata-kata lagi. Buru-buru, kualihkan pandanganku ke jendela, menghindari pandangan mata Ibu yang penuh selidik.

”Buktikan kalo Ibu salah…” Ucap Ibu menggenggam tanganku.
“Maksudnya Bu…?”
“Iya… Tolong bantu Ibu buat ngebuktiin, kalo Ayahmu, tak melakukan hal yang ibu khawatirkan tadi…”

“Berarti Rama, harus…”
“Terserah, kamu boleh ngapain aja….” Potong Ibu, “Yerserah kamu lakukan apapun, Ibu bakalan ijinkan… Yang jelas, buktikan kalo segala pradugaan Ibu tadi salah… Terserah…”

Mendengar puncak kekesalan Ibu terhadap Ayah, membuat semangatku mendadak berkobar.
Entah kenapa, aku jadi bersemangat guna mencari kesalahan Ayah.

Aku jadi ingin, bisa menangkap basah Ayah ketika melakukan semua hal yang ibu khawatirkan.

***
Dengan motor andalan, aku berangkat pagi-pagi buta. Meluncur ke kota dimana lomba Ayah diadakan. Hanya berbekal petunjuk dari selebaran lomba yang sempat Ayah tunjukkan kepada Ibu, aku langsung meluncur ke kota tujuan.

Lokasi lomba pacuan kuda, tak jauh dari pusat kota. Dan karena saking ramainya para pengunjung lomba, begitu sampai disana, aku tak dapat menemukan Ayah. Sejam, dua jam, tiga jam, aku mencari kesana-kemari, akan tetapi tetap saja aku tak dapat menemukan Ayah dilokasi lomba. Hingga akhirnya, ketika hari sudah menjelang sore, dan aku memutuskan untuk mencari penginapan, sesosok lelaki yang kukenal melintas didepanku.

PLAAAK
Segera saja, kutepuk jidat asisten Ayahku.

“Loh Aden, kok ada disini..?” Tanya Mang Ujo kaget karena melihat kehadiranku dihadapannya.
“Ayah dimana..?” Potongku tak mau berbasa-basi.
“Tadi sih Juragan bilangnya mau bawa Si Junet ke kandang Den..”
“Emang di kota ini, Ayah punya kandang…?”
“Kandangnya Pak Bagus sih… Juragan nitip kesana…”
“Anterin aku kekandang dong Mang….”

“Nggg.. Anu Den…” Ucap Mang Ujo gelisah. Seolah berusaha menyembunyikan sesuatu.
“ANTER… AKU… SEKARANG….”

Karena ketakutan, akhirnya Mang Ujo menuruti permintaanku. Langkahnya berat. Seberat hatinya karena tak sanggup mengkhianati kepercayaan Ayah. Meskipun demikian, setelah kudesak terus menerus, akhirnya Mang Uji mau menunjukkan dimana posisi Ayah berada.

“Kok sepi Mang…?” Tanyaku ketika setibanya dikandang Pak bagus, tak kudapati seseorangpun berada disana. “Bener Ayah ada disini…? Kamu ga bohong khan..?”
“Mungkin… Ju.. Juragan… A.. Ada didalam, Den…” Ucap Mang Ujo kebingungan mencari jawabannya.

Semakin aku mendapati kebingungan dari Mang Ujo, aku jadi semakin yakin juga jika ada sesuatu dengan Ayahku. Oleh karenanya, tak perlu menunggu arahan Mang Ujo lebih jauh, aku segera menghambur kedalam bangunan tua itu. Berusaha mencari petunjuk, dimana Ayah berada.

Dan, setelah masuk lebih jauh lagi kedalam kandang, aku masih saja tak mendapati dimana Ayahku berada. Kandang itu sepi. Benar-benar sepi. Mungkin, karena jam bekerja karyawan peternakan ini sudah selesai daritadi, sehingga tak ada lagi orang yang bisa aku temui, sekedar untuk ditanya-tanya.

Namun, ketika sedang berjalan ditengah kesunyian sore ini, tiba-tiba telingaku menangkap suara aneh yang begitu samar. Kupertajam pendengaran telingaku.

PLAK PLAK PLAK
Sepertinya, aku mendengar suara tepukan aneh dari kandang yang ada diujung bangunan.

PLAK PLAK PLAK
Benar. Aku tak salah dengar. Itu suara tepukan berulang yang disertai tawa dari arah kejauhan. Hatiku, mendadak gelisah. Detak jantungku meninggi, berdebar-debar dengan rasa penasaran yang juga semakin meningkat.

“Sepertinya, aku tahu, suara tepukan apakah itu….” Batinku sambil melirik kearah Mang Ujo yang ikutan celingak-celinguk saking gelisahnya.

“Kamu tahu itu suara apa Mang…?” Tanyaku menatap tajam kearah lelaki tinggi kurus itu.
“Nggggg….” Jawab Mang Ujo bingung.
“Udah sering…? Ayah seperti itu…?” Cecarku lagi. Terus berusaha mencari jawaban dari lelaki tinggi kurus itu, “Ama siapa…?”
“Aduuuhh… Anu….”

Tak sabar menunggu jawaban Mang Ujo yang makin kebingungan, aku langsung mengendap-endap memasuki area kandang yang makin berisik karena suara tepukan itu. Kupelankan langkah kakiku, sambil terus berusaha mendekat lagi.

PLAK PLAK PLAK
“Ohhh.. Maasss…” Lenguh suara wanita, terdengar jelas disela tepukan berulang itu.
“Siapa?!!” Tanyaku lagi kepada Mang Ujo dengan nada lirih.
Tetap saja lelaki itu tak mampu menjawab. Ia hanya melihat khawatir kearahku, tanpa berusaha menghentikan gerak-gerikku ketika mencoba mengetahui siapa sosok yang sedang membantu Ayah dalam menikmati malam yang sunyi ini.

PLAK PLAK PLAK
“Ooohhh. Deeekkkk Ratiiihh… Nggak kusangka ya… Memek Adik Riani seenak iniiii…” Raung Ayah sambil terus menghajar kemaluan adik iparnya dengan cepat.

“Itu Teh Teh Ratih…?” Kagetku sambil melirik kearah Mang Ujo.
“Nggg.. “
“JAWAB MANG… Wanita yang Ayah sedang entotin itu… Teh Ratih..?”
“Maaf Deeen… Maaaf….”
“Aku GA PERLU ucapan maafmu, Mang… “ Geramku sambil mencengkeram kerah baju Mang Ujo, “Yang aku tanyain… Wanita yang sedang Ayah entotin… Itu Teh Ratih…?”
“I… I…Iya…Denn… Ampuuunnnn….”
“BAJINGAN… Jadi selama ini.. Mang Ujo tahu…? Kalo Ayah ada main serong dibelakang Ibu..?”

Mang ujo tak dapat berkata apa-apa. Ia hanya menggoyang-goyangkan kedua tangannya, seolah meminta ampun kepadaku.
“Yaudah-yaudah sana…. Tinggalin aku sendiri…” Ucapku emosi terhadap lelaki tak berguna itu.

Sepeninggalan Mang Ujo, aku merangkak lebih dekat lagi. Berusaha mencapai posisi teraman dan sedekat mungkin dengan Ayah dan selingkuhannya itu. Beruntung, suasanya malam sangat membantuku. Sehingga aku bisa mendekati Ayah, tanpa ia curigai sama sekali.

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
“Shhhh… Massss… “ Lenguh Teh Ratih keenakan, dengan satu tangan berpegangan ke pagar kandang, dan satu tangan lainnya mencengkeram paha kanan Ayah.
“Uuuuhhh… Kok… Sempit banget sih, Dek…?” Erang Ayah.
“Mmppphhffff…. Masss…” Jawab Teh Ratih terus mendesah.
“Suamimu pasti jarang nengokin nih memek ya…?” Goda Ayahku sambil terus berusaha mengaduk batang penisnya dalam-dalam ke vagina adik iparnya.

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
“Hooohhh.. Ssshhhh…. Kontol Mas Randu kecil, Mas.. Ooohhh….”
“Sepertinya… Bukan karena kontolnya kecil sih Dek… “ Ucap Ayah menebak-nebak dengan pinggul yang terus bergoyang maju mundur, “Tapi… Memek terlalu LEGIT, Dek…”

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
“Ssshhh.. Pelan Maasss….”
“Memek LEGIT gini… Pasti gampang ngebuat kontol suamimu keluar ya Dek…?” Tebak Ayah lagi, “Suamimu pasti cepet mainnya ya…?”
“Ssshhhh.. Iyaahhh…” Lenguh Teh Ratih sambil menganggukkan kepalanya.
“Suami tolol… Memek enak gini kok dianggurin…”

PLAAAAAAAAK
Tepuk Ayah menampar pantat bulat Teh Ratih keras-keras, seiring hentakan penis besarnya pada vagina sempit adik Ibu itu

“Uuuhhhssss…” Raung Teh Ratih mengejang. Merasakan penis besar Ayah yang tak henti-hentinya mengaduk lubang kemaluannya. Masuk. Keluar. Masuk. Keluar. Dengan kecepatan tinggi
PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK

Karena hentakan pinggul Ayah yang begitu kuat menabrak tubuh Teh Ratih dari belakang, membuat kedua payudara putih besarnya ikut mengayun maju mundur dengan kencang. Saking kencangnya, Teh Ratih sampai kerepotan antara mendekap kedua daging bulat nan indah miliknya secara bergantian, atau berpegangan pada pagar kandang kuda yang melintang didepannya.

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
Makin lama, tubrukan pinggul Ayah semakin cepat. Tak mempedulikan Teh Ratih yang makin kesulitan memegangi payudara besarnya yang terus ikut terhentak tak terkendali seiring sodokan penis besar selingkuhannya

“Memek enak, Memek legit, Memek sempit…” Ucap Ayah setiap kali menghujamkan batang penisnya ke dalam vagina mungil adik iparnya.
“Ahhh.. Ahhh.. Masss… Uuhhh… Uuhhhh….Ssshhh…” Sahut Teh Ratih yang ikut mendesah-desah keenakan.

Hingga tak lama kemudian, Teh Ratih tiba-tiba memekik dengan kencang. Disusul dengan gerak pinggulnya yang mengejat aneh. Lehernya memendek, dan kepalanya menengadah kearah langit-langit kandang. Setelah itu, tubuhnya bergetar hebat, dan tubuhnya bergetar. Menggelinjang nikmat sambil mencengkeram pagar kandang kuat-kuat.

“Ooohhh. Ngent…TOOOTTT…”
CREEETTT CREEETTT CREEECREEETT
“Huoooohhhhhhhh… Maaaassssss…..”

CREEETTT CREEETTT CREEECREEETT CREEET CREETT
Ayah buru-buru mendekap tubuh lunglai adik iparnya itu. Sembari merasakan jepitan vagina selingkuhannya yang berkontraksi hebat, menjepit batang penisnya yang masih tertancap erat di lubang hangatnya.

“Oooohhhhh.. Enak banget Maasss….” Lenguh Teh Ratih dengan nafas terengah-engah.

Dengan penis yang masih menusuk ke dalam liang peranakannya, tubuh Teh Ratih melunglai. Merosot ke bawah hingga kedua lututnya bertumpu di lantai jerami. Kedua kakinya seolah tak mempu mengimbangi rasa nikmat yang ia rasakan.

Melihat lawan mainnya tumbang, Ayah hanya bisa mengikuti pergerakan tubuh pasangannya. Lelaki kekar itu ikut berlutut. Memeluk tubuh langsing itu dari belakang sambil terus menciumi punggung Teh Ratih yang basah karena keringat.

“Enak…?” Tanya Ayah.
“Uuhhhssss….Banget Mas… “
“Puas…?”
“Iiihhhssss.. Apaan sih…” Jawab Teh Ratih malu-malu.
“Enak mana ama kontol suamimu…?”
“Enakan suamiku-laaaahhh…” Bohong Teh Ratih berusaha mempermainkan situasi.

“Masa…?” Ucap Ayah yang kali ini, menguatkan otot kemaluannya. Membuat batang penisnya, seketika menggembung besar.
“Uuuhhhh… Masss…”
“Bener…? Enakan suamimu…?” Goda Ayah yang lagi-lagi menggembungkan otot penisnya
“Ssshhhhh… Iya… “ Jawab Teh Ratih yakin, “Karena kontol yang ini super ENAK, Mas…”

“HAHAHAHAHA…” Tawa Ayah lantang sambil mendekap tubuh mungil adik iparnya.
“Kontol yang ini berasa penuh banget di memek aku, Mas…” Rintih Teh Ratih sambil melirik kearah selangkangannya, ”Kontolmu besar sekali, Mas…”

“Tapi… Sakit nggak…?” Tanya Ayah lagi.
“Pedes…” Jawab Teh Ratih singkat.

Sambil meremas kedua payudara Teh Ratih, Ayah lalu berbisik, “Abisan… Memek kamu sih… Rasanya seperti memek perawan… Bikin kontol Mas jadi gemes karenanya….”
“Ihhhss… Perawan apaan, Mas…?” Balas Teh Ratih sambil tersenyum, “Aku udah punya 2 anak loh…”
“Beneran deh… Memek kamu masih kaya memek perawan…”
“Iyadeh… Yang sering ngambil perawan wanita lain…” Cibir Teh Ratih
“Hahahahahaha…” Tawa Ayah yang kemudian menarik pinggulnya. Mencabut batang penisnya dari jepitan sempit vagina adik iparnya

PLOOOPPP

“Uuuhhhh.. Massss….” Lenguh Teh Ratih sambil bergidik, karena merasakan sebuah rasa lega yang amat sangat, seiring terlepasnya sumpalan daging kemaluan Ayah dari vaginanya.
“Memekmu cantik…” Puji Ayah ketika melihat lubang vagina Teh Ratih yang menganga lebar.

“Cantik apaan…? Yang ada lower nih lubang memek kena sodok rudal raksasamu, Mas…” Canda adik Ibu itu sembari memijat-mijat kemaluannya.
“Hahahaha… Moga-moga, suamimu ga sadar ya…”
“Sepertinya ga mungkin deh, Mas… “ Balas Teh Ratih, “Gara-gara kontol besarmu ini… Mas Randu pasti bakal ngerasain bedanya memekku…”

“Ini memek terenak yang pernah aku rasakan....” Ucap Ayah yang kemudian meminta Teh Ratih tiduran telentang di atas lantai jerami itu.
“Gombal…” Jawab wanita cantik itu sambil sedikit meringis. Seperti sedang berusaha meredakan rasa sakit di kemaluannya.
“Beneran…” Sahut Ayah yang mulai mengarahkan batang penisnya keliang senggama selingkuhannya.

PUK PUK PUK
Suara kepala penis Ayah, menapuk-napuk bibir vagina Teh Ratih

”Kira-kira.. Kalo misalnya nanti kontol Mas ngecrot didalem memekku… Aku bakalan langsung hamil nggak ya…?” Tanya Teh Ratih
“Memangnya kamu sedang masa subur…?” Tanya Ayah.
“Hmmm… Sepertinya sih… Udah lewat… “ Jawab Teh Ratih ragu, “Tapi khan kemungkinan untuk hamil itu akan selalu ada…”
“Kalo kamu sampe hamil… Mas yang akan tanggung jawab…” Ucap Ayah sambil mengusap wajah cantik adik iparnya itu.

Teh Ratih terdiam. Melirik kearah wajah Ayah yang juga menatap kearah langit-langit kandang kuda. “Bener…? Mas mau tanggung jawab…?”
“Iya”
“Tanggung jawabnya seperti apa..?”
“Mau kamu apa…?”

Teh Ratih sejenak menghela nafas. Memainkan poni rambutnya.
“Ga minta apa-apa sih…”
“Cuman…?”
“Hihihihih… Ga ada cuman, Mas… “ Tawa Teh Ratih, “Ya, semisal pejuh kamu yang masuk kedalam rahimku ini jadi seorang anak… Mungkin aku bakalan diusir Mas Randu dari rumah, Mas…”

“Yaudah.. Kalo gitu, kamu pindah aja semua bareng anak-anakmu…”
“Mbak Riani gimana…?”
“Itu nanti bakalan jadi urusan Mas…”

“Bakal jadi urusan Mas…?” Tanya Teh Ratih dengan senyum penuh arti.
“Kenapa…? Kamu ga percaya…?”
“Mas kaya berani aja ama Mba Riani… Hihihihi…” Celetuk Teh Ratih dengan tawa lebarnya.

Mendengar Teh Ratih yang berkali-kali menyebut nama Ibu, aku mendadak tersadar dengan tujuanku kemari. Seketika, aku merasa benar-benar TOLOL karena terlena melihat persetubuhan Ayah dan adik kandung Ibu itu. Aku harus mendapatkan bukti perselingkuhan Ayah. Ibu harus tahu kebejatan Ayah

Buru-buru kukeluarkan handphoneku, guna merekam kelanjutan persetubuhan Ayah dan adik iparnya itu. Aku berharap agar rekamanku ini, bisa meyakinkan Ibu supaya segera menjauh dari Ayah. Bahkan, sekelebat niat jahatku berharap, supaya Ibu segera menceraikan Ayah, dan menikah denganku.

CLEEEEEPPPPP
“Ssshhh.. Pelan-pelan, Mass… Memekku masih ngilu…” Lenguh Teh Ratih sembari mencengkram pergelangan tangan Ayah.

Merasa tak ingin ketinggalan momen, buru-buru kuarahkan punggung handphoneku ke Ayah dan Teh Ratih yang tak sadar akan keberadaanku. Kupersiapkan menu camera, lalu kutekan tombol recording.

KLIK.

Namun, karena tak men-seting terlebih dahulu, lampu flash handphoneku menyala begitu terang ketika aku mulai merekam. Bahkan saking terangnya, sampai-sampai mengagetkan kedua pasangan mesum yang sedang menikmati sisa-sisa orgasmenya

“Ehh.. Mas…?!!” ” Kaget Teh Ratih yang seketika itu menengok kearahku.
“HEEHH!!! Siapa itu…?” Sahut Ayah dengan penis yang buru-buru mencabut kembali penisnya yang baru masuk setengah, lalu melihat kearahku.

AH ******.
Batinku yang buru-buru mematikan kamera handphoneku, dan buru-buru meninggalkan lokasi kejadian itu.

“Rama…?” Panggil Ayah dari belakang.
Keras. Tegas. Dan berat, karena penuh dengan amarah yang mengumpul secara seketika.

Seperti suara terompet kematian yang bersiap-siap mencabut nyawaku.



bersambung,
by tolrat
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd