begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 581
- Like diterima
- 10.070
Keponakan Tersayang
Scane satu
AKU bekerja dengan budeku. Budeku membuka usaha catering. Pelanggan catering budeku kebanyakan dari perkantoran. Setiap hari budeku harus menyiapkan 150 (seratuslimapuluh) rantang nasi bersama lauk pauknya untuk karyawan di beberapa perkantoran yang menjadi pelanggan catering budeku.
Selain aku, masih ada Mas Omar bersama istrinya, Mbak Narti. Mas Omar dan Mbak Narti baru menikah 2 bulan. Mereka bertemu jodoh di tempat usaha catering tanteku ini, karena Mas Omar adalah sopir yang tugasnya mengantar catering ke pelanggan mempergunakan mobil box.
Mbak Narti bertugas sebagai tukang masak bersama 2 orang rekannya, Mbak Solikah, dan Asih. Tugasku adalah sebagai kasir menggantikan budeku sehingga budeku tidak usah datang lagi ke perusahaan cateringnya setiap hari. Budeku tinggal menunggu laporan dariku di rumahnya melalui telepon atau WA. Uang keperluan sehari-hari dan gaji para karyawannya dikirim oleh bude ke rekening bankku.
Adapun sejarah berdirinya perusahaan catering budeku ini sebenarnya sudah lama, sudah sekitar 8 tahun yang lalu bersama pembantunya, yang sekarang menjadi bos juru masak, yaitu Mbak Solikah. Maka itu Mbak Solikah sangat dipercaya oleh bude.
Mbak Solikah berumur 40 tahun. Mas Omar berumur 27 tahun, sedangkan Mbak Narti berumur 30 tahun, dan Asih yang paling muda, berumur 20 tahun. Aku berumur 24 tahun, masih jomblo.
Aku bukan pemuda yang baik-baik saja. Aku pernah kuliah tetapi drop-out. Dari situlah hidupku berubah menjadi tidak benar. Berangkat pagi pulang malam bergaul dengan preman pasar karena tidak mau mendengar suara teriakan ibuku yang sering marah pada ayah.
Ibuku mata duitan tidak pernah puas dengan pekerjaan ayah. Karena ingin balas dendam pada ibuku, aku sering menebarkan spremaku di celana dalam ibuku, aku sering mengintip ibuku mandi.
Pantaslah kalau ia menuntut lebih dari ayah yaitu untuk mendandani tubuhnya di salon dan membeli kosmetik yang mahal-mahal, pakaian yang bermerek, karena tubuh ibuku memang indah.
Buah dadanya montok besar dan masih berdiri menantang seperti buah dada hasil operasi plastik. Pinggulnya juga masih melengkung dengan pantatnya yang besar. Tubuhnya yang putih mulus itu tanpa bulu kemaluan, sehingga kalau kebetulan ibuku menghadap aku yang mengintipnya, aku bisa melihat vaginanya yang pernah melahirkan aku.
Pikirku, kenapa ibuku tidak mau menjual tubuhnya pada bos-bos yang punya duit (atau barangkali sudah)?
Aku akrab dengan perempuan-perempuan pengamen di perempatan jalan. Aku sering mengajak mereka ‘ngewek’ di lorong pasar yang gelap hanya dibayar dengan sebatang rokok.
Puncaknya, aku pernah ingin memperkosa adikku karena malam itu aku pulang mabuk. Adikku sudah kutelanjangi dan kemaluanku sudah menempel di kemaluannya, siap kumasukkan, tapi aku langsung sadar. Aku menyesal dan minta maaf padanya.
Kebejatanku itu tidak pernah terendus oleh orangtuaku. Kalau aku bisa bekerja di usaha catering bude, karena budeku datang ke rumahku, ia melihat aku menganggur dalam keputusasaan.
Bude memberikan aku pekerjaan, memberikan aku kamarnya untuk aku tidur dan beraktifitas, dan di dalam kamar sudah tersedia kamar mandi. Namun begitu aku tidak langsung menjadi ‘boss kecil’ di situ. Aku masih membantu Mas Omar mengantar catering, membantu Mbak Solikah, Mbak Narti dan Asih mencuci rantang kotor yang dibawa pulang Mas Omar.
Rantang-rantang yang dicuci adalah rantang-rantang bekas makan kemarin untuk dipergunakan besok. Rantang yang dipergunakan hari ini yang diisi dengan makanan adalah rantang kemarin, begitu seterusnya.
Hari Minggu, tidak lantas membuat mereka berempat beristirahat bekerja, karena bisa jadi ada pesanan datang mendadak untuk karyawan yang lembur. Tetapi penghasilan yang mereka terima sesuai dengan pekerjaan mereka. Jika tidak, bagaimana Mbak Solikah bisa bekerja begitu lama dengan bude?
Bekerja dengan Bude, ternyata tidak membuat ‘penyakit nakal’ku sembuh. Karena aku melihat Mas Omar, Mbak Solikah, Mbak Narti dan Asih itu lugu-lugu dan polos, taunya mereka hanya bekerja, malam nonton televisi, lalu tidur, besok bekerja lagi, begitu seterusnya, seperti putaran roda padati. Pagi buta mereka sudah harus bangun menyiapkan 150 (seratuslimapuluh) rantang nasi bersama lauk pauknya.
♤♤♤♤♤