Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kesepianku sebagai Istri

Thanks suhu. Semoga terus istiqomah tidak seperti yang lain..
 
Paham sih beratnya situasi Mba, padahal sudah bertahan berat tapi bisa dimaklumi.
Wanita hebat sist.
Namun yang bingung kok bisa nyangkut di forum terbasah ini hahaha...
 
Mantab... Ini lah story yg sesungguh nya... Perjuangan exe yg sesungguh nya
 
SADAR

Status dianggap sebagai kakak perempuan begitu menyenangkan karena aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Menyandang 'kakak', aku dipandang dewasa, berpengalaman, dan tua hehehe. Aku bisa memberi nasehat dan petuah kepada yang muda-muda, seperti Ilham dan Winda. Namun rasanya kurang pas ketika aku memberi tips harmonis dan romantis seorang pasangan atau bagaimana melanggengkan pernikahan, sedangkan rumah tanggaku dengan mas pras sedang terombang ambing. Apakah aku telah pantas menjadi 'kakak' yang dituntut nasehat, anjuran, dan petuahnya? Aku mentertawakan diriku sendiri. Berjuang sebagai pasangan LDR saja, sudah berat dan berliku-liku aku menjalani. Alangkah aku juga tak tahan dengan kondisi jarang diperhatikan, disayang, dan disentuh sebagai seorang wanita yang jauh dari keluarga.

"Anak Kak Maya lalu bagaimana?"

"Kita video call-an setiap malam, engh... ya enggak harus setiap malam, kapanpun selagi bisa, teleponan sama anak"

"Berat banget pasti ya kak?"

"Hehehe, begitulah"

"Yang sabar ya kak May"

"Iyaa, kamu bagaimana sama Ilham? Akur-akur aja kan?"

"Akur sih akur, cuman belakangan Ilham seperti enggak merhatiin dan peka dengan aku"

"Hah? Kok bisa?"

"Bayangin kak, masa iya hampir setiap hari pulang malem. Bukannya aku enggak percaya, tapi ya dia kan jadwal pulang jam 4 sore. Setelat-telatnya pulang sampai rumah jam 8 malam. Ini 9 malam bahkan 10 malam"
"Sebetah itu kah dia lama-lama di kantor dengan pekerjaannya?"
"Lebih pekerjaan itu mendapatkan perhatian daripada aku, istrinya"

"Emmh...."

"Kalau hari libur juga begitu, malah asyik pegang hape dan laptop muluk, bukankah kalau hari libur pekerjaan dipinggirkan dahulu? Ini justru aku yang terpinggirkan"

"Ilham, ilham kok dia begitu sih..."

"Tolong bantu aku, Kak Maya, kasih tahu Ilham, ya?"
"Tolong.... Kalau kondisi seperti ini terus, aku enggak kuat"

"Iya nanti aku kasih tahu anak itu"

"Aku merasa dia kurang dewasa sebagai suami"

"masih kekanakkan"

"banget"

"Kamu yang sabar juga ya, bantu ilham menjadi dewasa seutuhnya, lagipula dia kan baik banget sama kamu"

"Tentunya kak, eh iya aku boleh tanya sesuatu ke kak Maya?"

"Boleh, tanya aja"

"Kakak jangan marah atau berpikir bagaimana-bagaimana ya?"

"Iyaaa, Windaa..."

"Engghh... Kak Maya dengan Ilham enggak ada perasaaan apa-apa kan sama Ilham?"

DEGH

"Kamu kenapa tanyanya begitu?"

"Aku kadang suka cemburu sama kak Maya, kakak lebih sering ketemu Ilham di kantor, kadang juga diajak ketemu sama Ilham"
"Belum lagi, kalau aku perhatiin percakapan kalian di whatsapp, akrab dan deket banget seakan Ilham lebih nyambung dengan kakak ketimbang aku"
"Maaf ya kak, aku hanya menyampaikan isi hatiku aja"

Aku sangat terbungkam oleh curahan hati Winda. Aku bisa merasakan apa yang dirasakannya sebagai seorang istri yang jarang diperhatikan oleh suami. Sangat sedihnya, Aku merasa telah merebut Ilham dari Winda. Jahatnya aku. Di sisi lain, aku sangat menuntut suamiku memerhatikan diriku, namun aku justru merampas perhatian Ilham dari Winda. Padahal, istrinya Ilham jauh lebih baik dan cantik ketimbang aku yang sudah punya anak 1. Ia berhijab panjang, sholihah, putih, matanya begitu indah. Cara berpakaiannya pun sangat berbeda denganku yang masih mempertontonkan aurat dari kepala hingga kaki.

Aku yang semustinya iri dengan Winda. Namun, aku terlampau jahat merampas perhatian suaminya. Aduh, belum lagi, jika teringat kejadian di Yogya, semakin aku merasa bersalah dengan Winda. Andai Winda tahu mungkin dia akan sangat-sangat membenciku. Aku sungguh sudah tak pantas lagi menjadi kakak buat Ilham dan Winda. Aku seakan ingin merusak rumah tangga orang yang telah menganggapku sebagai kakak.

Aku merenung, serupa merenung setelah Ilham masuk ke kamarku kemudian ia pergi kembali ke kamarnya setelah kata-kataku menghentakknya, mungkin takut.

"Mba Maya, maafin gue ya, maafin ya Mba..."
"Gue tadi khilaf Mba, khilaf, bener"
"Ampun Mba, gue mohon lo maafin gue"
"Halo Mba Maya? Please balas chat gue. Jangan bikin gue kalut Mba"
"Gue betul-betul menyesal, bener"
"Tolong maafkan"
"Gue mohon"
"Mba Maya, Mba, Mba?"
"Halo Mba? Please dijawab"

Aku belum mau membalas chat dari Ilham yang masuk. Aku masih shock, sangat shock atas kejadian yang baru menimpa. Aku yang sedang berjuang memperbaiki rumah tangga, malah berusaha mengkhianati suamiku, mengkhianati Winda yang ingin suaminya kembali memberi perhatian khusus hanya untuknya, tidak berbagi denganku. Aku pelan-pelan berpikir, semua laki-laki sama. Pembohong! Datang kalau ada perlunya saja. Setelah itu, kami perempuan diabaikan, dihempaskan.

"Biarkan aku berpikir sekarang, jangan hubungi gue dulu sementara waktu"

"Kok begitu? Gue enggak bisa enggak berhubungan dengan lo Mba"

"Kalau ingin dimaafkan, maka biarkan mba sendiri"
"Tapi Mba?"

Aku sempat membalas pesan Ilham agar Ilham tak menghubungiku dulu sekarang. Aku ingin mengevaluasi hubungan dengannya. Sejak peristiwa tersebut, bahkan kepulangan dari Yogyakarta aku jarang mau bicara dengan Ilham, kecuali masalah pekerjaan. Tak hanya itu, aku juga tidak pernah mengajak Ilham untuk duduk di kafe atau kemana pun bersama. Ilham memaksa ikut, aku menolak. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku sudah memaafkan kesalahan Ilham, namun semenjak peristiwa di Yogya, pandanganku terhadap dia sepenuhnya sudah berbeda. Bukan lagi Ilham yang kukenal yang melindungiku. Kemudian aku lantas bertanya kepada diriku pribadi. Apakah aku bisa berkawan atau mencari kawan yang baik. Berteman dengan laki-laki ternyata sama saja. Perempuan? Sepertinya tidak ada yang mau akrab.

"Mbak Maya, tumben akhir-akhir ini pulang cepet? Gak lembur?"

"Enggak, hehehe. Lagi sibuk bener nih kayanya Bu?"

"Iya lagi beresin kamar bawah, penghuninya baru aja keluar"

"Yang suami-istri itu?"

"Iya, mereka sudah pindah ke rumah sendiri"

"Wah seneng pastinya ya"

"Heheheh, Mba Maya kapan nyusul?"

"Aku mau di sini aja dulu, temenin Bu Ika"

"Duh baik banget, kamu"

Ibu Ika adalah penjaga rumah kos-kosan yang diutus merawat, mengawasi, dan menjaga oleh pemilik yang hampir tak pernah datang mengecek. Dia tinggal di sebuah rumah di sekitar tempat kosku. Suaminya sudah meninggal dunia. Anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di rumah masing-masing. Demi produktif di usia kepala 5, Ibu Ika mau bekerja untuk tempat kos ini. Dia mempunyai karakter yang ramah dan murah senyum, namun keluar galak dan tegasnya apabila ada penghuni yang tidak taat aturan.

Masalahku dengan Ilham menyita banyak waktuku untuk lebih banyak bicara dengan Ibu Ika serta pulang tepat waktu. Dia sudah kuanggap sebagai orang tuaku di sini. Kami sering memasak bersama atau aku mampir ke tempatnya untuk menonton televisi semata-mata mengusir kesepian di kamar kos.

"Temen Mba yang kemarin suka ke sini itu kemana? Kok sudah jarang terlihat?"

"Heheh lagi banyak kerjaan dia"

"Oooh, dia itu siapa kok suka banget kemari?"

"Iya, dia itu rekan kerja, tetapi sudah saya anggap seperti adik saya sendiri"

"Agak kekanakkan ya wajahnya"

"Hahaha, gitu-gitu sudah nikah loh Bu"

"Hebat dong"

Kalau sudah masuk ke kamar kos, penyakit sepi dan rinduku selalu timbul. Kadang aku berupaya menyibukkan diri, namun mulai tak mempan. Aku lanjut berusaha menghubungi suami. Ia masih belum juga berubah. Astaga, Aku bisa sakit Jiwa kalau begini terus. Aku harus apa dan bagaimana, Tuhan....

Sejak kejadian di Yogya, aku tak mau melakukan percakapan langsung atau tidak langsung dengan Ilham, biasanya ia yang menjadi pelipur sepiku saat seperti ini. Namun, supaya ia bisa fokus dengan istrinya dan aku kembali hidup normal, aku memutuskan untuk kalem dengan adikku itu. Namun, berat! Oh Tuhan! Aku harus apa! Emosiku melonjak...

"Halo Mba, lagi apa? Tolong balas. Aku mohon Mba. Aku enggak bisa enggak chat dan ngobrol sama kamu"

"Lagi mikir..."

"Mikir apa?"

"Mikir kita masih bisa berkawan apa enggak"

"Masih, Mbak Maya masih kuanggap kakakku, kamu tetep keluargaku"

Pada akhirnya Ilham yang tak pernah berhenti mengirimiku chat, aku balas. Aku tak ada pilihan terhadap kondisi yang sedang gejolak rindu dan sentuhan. Percakapan dengan Ilham sejenak bisa menjadi obat sementara.
Namun, aku harus tetap menjaga sikap agar Ilham tak mengulangi perbuatannya.

"Ada apa?"

"Aku pengen kita tetep saling kontak, saling kirim chat, saling bicara kayak sebelumnya"

"Sebelumnya itu yang mana?"

"Ya kayak biasanya aja Mba"

"Aku belum bisa banyak bicara dengan kamu, bisa kamu kembalikan keadaan seperti sebelum kita ke Yogya?"

"Enggak"

Selanjutnya chat Ilham kudiamkan lagi. Aku sadar aku tak boleh chat dengannya, walau ia bertubi-tubi membalas. Maafkan Aku, Ilham. Aku tak mau bikin Winda jauh dari kamu, dan kamu justru dekat denganku. Aku tidak mau disebut sebagai PELAKOR. Awalnya berat tak menghubungi Ilham, namun perlahan aku mulai terbiasa. Apalagi sejak tempat kosku mulai ramai. Aku mulai merasa tidak sendiri lagi.

Sambung besok lagi ya. Ini karena lagi sedikit senggang hehehe...
Kalau ini real seru ngikutinnya....... 😁
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd