-- lanjutan
“Emang kamu tuh profesor cinta. Ambil jurusan apa dulu?” Tanyaku.
“Ga tau. Yang bikin jurusannya kan kamu, professor sayang.” Kata Pram.
Gombal. Dasar, pria dimana saja pun sama. Suka menggombali wanita. Akan tetapi, gombalan Pram itu tidak terlalu parah. Lagian, aku percaya sih padanya, karena kami sama-sama setia.
Kami pun juga saling mengingatkan satu sama lain ketika kami berbuat kesalahan.
“Paha sih emang bagus, tapi jangan ditontonin. Tar banyak orang yang ngeliatin.” Kata Pram.
Itu terjadi karena kebetulan celanaku naik akibat posisi dudukku tidak benar.
“Sorry, profesor sayang. Jangan kebanyakan nunduk. Itu buah dada kamu kelihatan.” Kata Pram.
“Oops, sorry.” Kataku sambil kemudian menutup kerah bajuku dengan tanganku.
“Tapi buah dada kamu gede ya. Kalo boleh tahu berapa ukurannya, say?” Tanya Pram.
“Eh, kurang ajar kamu ya, profesor cinta. Nanyanya nggak kira-kira.” Kataku.
“Yaah maaf deh. Siapa tahu kamu keceplosan hehehe.” Kata Pram.
“Tapi, emang bagus ya, Pram?” Tanyaku.
“Iya, bagus kok.” Kata Pram.
Hahahahaha. Kejujuran dan kepolosannya ini membuatku tertawa. Akan tetapi, begitu-begitu aku mulai deg-degan mendapat pujian seperti itu. Ya, Pram itu tidak menggombal seperti pria-pria lain lakukan. Apa yang dikatakan Pram, seolah-olah semuanya murni dan apa adanya. Selalu saja setiap hari ada kesempatan dimana dia bisa mengungkapkan apa yang dipikirkannya secara blak-blakan. Dan itu terus membuat jantungku semakin berdegup kencang. Gawat, apakah hatiku diam-diam mulai mencintai Pram? TIDAK. Tidak... Tidak... Tidak... Aku tidak boleh membiarkan ini berkepanjangan.
“Profesor sayang.” Kata Pram.
“Heh. Apa?” Tanyaku.
“Aku cinta sama kamu.” Kata Pram.
JEGGEEERRRR!!!! Bagaikan disambar petir, aku tidak percaya mendengarkan perkataan itu. Mengapa aku yakin bahwa ia tidak bohong? Karena dia tidak pernah berbohong. Semua yang dikatakan olehnya itu murni dari hatinya, tanpa filter sedikitpun. Jujur, aku pun juga sebetulnya ada yang lain di hatiku, tidak seperti biasanya.
“Kamu itu begitu indah.” Kata Pram.
Indah? Kata indah yang keluar, dan bukan cantik ataupun seksi. Ah, gawat.
“Pram... tunggu Pram. Kita itu sudah bersuami dan beristri.” Kataku.
“Memang. Tapi, apakah rasa cinta itu bisa dihalangi oleh istriku? Ga, say. Perasaan cinta itu muncul begitu saja, tanpa bisa kita cegah.” Kata Pram.
Ukh, lagi-lagi apa yang diucapkannya benar. Iya betul, selama ini aku tidak memiliki gairah nafsu birahi apapun terhadap Pram. Akan tetapi, rasa cinta ini? Muncul begitu saja, dan sangat sulit dibendung. Tidak, kalau mau membendungnya, sekarang lah saatnya. Aku tidak boleh meretakkan kesetiaanku terhadap suamiku. Maka, aku segera berdiri, dan berusaha meninggalkan tempat itu. Ketika sudah berjalan cukup jauh, tiba-tiba ada yang menangkap pergelangan tanganku. Saat aku menoleh, ternyata Pram yang menangkap pergelangan tanganku. Wajah Pram begitu dekat dengan wajahku. Degub yang kencang didadaku ini betul-betul tidak bisa dibendung. Seolah-olah, degupan ini menyebar ke seluruh tubuhku, membuat seluruh tubuhku kaku dan panas.
“Kenapa kamu lari tanpa berkata apapun? Apa kamu berusaha membendung rasa cinta yang ada di hati kamu? Jangan ditolak, say. Hadapin aja, kalo kamu tolak, malah rasa cinta itu semakin kuat menyebar ke seluruh hati kamu.” Kata Pram.
“SAY!!! SAY!!! Nggak malukah kamu memanggilku dengan sebutan itu??!!!” Kataku.
“Ga, sama sekali ga. Ini perasaan ku yang sesungguhnya. Ngapain aku mesti malu mengutarakan perasaan indah yang aku miliki ke kamu?” Tanya Pram.
Urgghh, kata-katanya begitu menghipnotis. Begitu indah, dan begitu mempesona. Cinta memang perasaan yang indah, tapi sayangnya suka muncul disaat yang tidak tepat. Kurang ajar!!!! Arrrggghhh!!!! Aku berusaha kuat menahan perasaan cinta yang sebetulnya sudah berbunga dalam hatiku ini. Sulit sekali menahan laju perasaan yang bernama cinta ini.
“Oke. Apa yang kamu pengen, Pram?” Tanyaku.
“Kamu, say.” Kata Pram.
“Lalu, gimana dengan suamiku?” Tanyaku.
“Apa artinya, kalo suami kamu nggak ada, kamu menerima cinta aku?” Tanya Pram.
“Ah...” Kataku.
Sial, aku benar-benar termakan oleh keadaan.
“Suami kamu nggak ada disini sekarang. Izinkan aku yang mencintai kamu dengan sepenuh hati aku, izinkan aku yang menjadi tempatmu bersandar.” Kata Pram.
Ah, dia benar-benar sudah gila. Akan tetapi, aku juga sama gilanya. Untuk sesaat, aku sempat memikirkan bagaimana jika aku mengizinkannya untuk mencintaiku dengan sepenuh hatinya. Dia ini orangnya tampan dan baik, kurang apa lagi? Aahh, aku segera membuang jauh-jauh perasaan itu.
“Cukup. Aku ga nyangka kamu telah jatuh sedalam itu. Sebagai profesor cinta, kamu itu betul-betul memalukan.” Kataku.
“Aku ga peduli apakah aku terlihat memalukan ato ga. Buatku, perasaanku ke kamu lebih penting daripada harga diriku.” Kata Pram.
“Cukup. Lepasin tanganku. Aku mao balik ke kamar.” Kataku sambil menatapnya dengan tajam.
Pram pun menuruti perintahku. Ia melepaskan tanganku. Seketika itu juga, aku langsung berlari sekencang-kencangnya. Aku betul-betul takut akan menodai perasaan cintaku kepada suamiku jika aku berlama-lama disitu. Dalam sekejap, aku sudah sampai kamar. Kebetulan, hari sudah malam. Aku segera mandi. Saat sedang mandi, aku merenung dibawah siraman shower yang deras. Merenung tentang perasaanku kepada Pram, yang aku akui adalah cinta yang siap untuk meledak. Ini gawat, mulai besok, sebaiknnya aku menjauh darinya. Aku tidak mau menodai cintaku kepada suamiku.
Seselesainya aku mandi, aku segera mengenakan pakaianku, dan langsung berbaring di tempat tidur. Kemudian, aku mendengar ada SMS masuk ke HP-ku. Aku pun membuka pesan masuk di HP-ku.
“Tidur yang nyenyak, sayang. – Professor Cinta –“ SMS dari Pram.
Aku langsung menutup HP-ku, dan berusaha tidur. Akan tetapi, sudah hampir sejam pun aku tidak juga bisa tidur. Entah kenapa, perasaanku sangat didorong untuk membalas SMS cinta dari Pram itu. Ah, kalau begini terus, aku tidak akan bisa tidur. Baiklah, akan kubalas SMS cinta dari Pram itu. Tapi sekali ini saja. Kumohon, maafkan aku, suamiku. Hanya sekali ini saja, aku menyatakan cinta kepada laki-laki lain selain dirimu. Setelah itu, akan kututup hatiku untuk pria lain selain dirimu. Aku segera mengambil HP-ku, kemudian membalas SMS cinta dari Pram.
“Kamu juga tidur yang nyenyak, profesor cinta. – Professor Sayang –“ Balasku.
Kemudian, aku segera mematikan HP-ku. Entah kenapa, aku merasa sangat senang setelah membalas SMS itu. Aku senyum-senyum sendiri, dan sambil senyum-senyum sendiri pula, aku tertidur.
BERSAMBUNG KE EPISODE-3