Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Kisah Dokter Shinta dan Pak Tanba

Setujukah jika Haryati dan Fatma dibuatkan cerita ?

  • Setuju

    Votes: 14 100,0%
  • Tidak

    Votes: 0 0,0%

  • Total voters
    14
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Lanjutan

Besok hari, Shinta pulang dari klinik warga dengan berjalan kaki pulang ke rumahnya. Hubungannya masih menjadi rahasia bagi Dia dan Pak Tanba, ia akan memberi tahu Orang Tuanya untuk memberikan izin menikah kepadanya. Meski akan sulit mendapatkannya, ia harus memperjuangkannya karena ia sudah tidak perawan lagi dan sudah hamper memberikan jawaban akan mengabdi pada Pak Tanba. Pak Tanba pun meluluskan untuk mengizinkan pulang sebentar, ia bahkan berjanji untuk pulang secepatnya, setelah ayah dan ibunya memberikan izin. Diujung jalan, sesosok lelaki tua berdiri depan rumahnya tinggalnya ia tampak menunggu seseorang. Ia berlari dan sosok itu makin terlihat jelas. Paman Irwan demikian ia memanggil adik lelaki dari Ibunya.

“Assalamualaikum, Paman. Sudah lama menunggu?” ujar Shinta sambil mencium Tangan Kanan Pamannya sebagai tanda hormatnya pada orangtuanya. “ Wa'alaikumussalam Shinta, cukup lama Paman datang. Paman maklum kamu terlambat datang karena kerjamu itu,” katanya. Shinta tersenyum dan mengajak Pamannya masuk kedalam rumah, kemudian mempersilakannya duduk. Shinta menjamu dengan makanan ubi rebus dan segelas Teh hangat untuk Paman yang duduk diruang tamu. Setelah ia duduk di Kursi. Pamannya mulai membicarakan maksud kedatangnya, “Shinta, kamu sudah izin dinas untuk cuti 7 hari?” tanya pamannya. Usai bertanya pamannya menyeruput teh yang dibuat kemenakannya itu. “Sudah, kebetulan temanku baru datang ke desa ini. Dia dipindahkan kesini karena tempatnya PTTnya terlalu banyak dokter,” kata Shinta menjelaskan.

“Begini Shinta, malam ini kita berangkat ke Kota penting karena Keluargamu mau ada pernikahan,” kata Paman singkat. Shinta terkejut, ia tahu bahwa anak Bapak dan Ibunya yang akan melaksanakan pernikahan adalah dia. “Paman, siapa yang akan menikah? Apakah Paman akan sedang membicarakan persiapan pernikahku dengan Rudi?” tanyanya Shinta pada Pamannya. Kali ini Paman diam seribu bahasa, Paman menghela nafas. “Nanti kamu akan tahu Shinta. Sesuatu yang jelas, mungkin kamu tidak akan bisa berlapang dada menerima ini,” kata Paman. Shinta merasakan ada kejadian terburuk baginya meskipun dia tahu ia belum mengetahui apa-apa yang akan terjadi. Firasat dalam hatinya memberikan kesan buruk dari perkataan Pamannya.

Setelah menyiapkan barang dan lainnya, mereka berangkat. Pak Tanba dan seorang warga desa membocengi Paman dan Shinta dengan motor. Shinta dibocengi Pak Tanba dan Paman dengan warga desa lainnya. 45 menit kemudian, sampailah di Jalan Besar, dan Mobil Pamanya sudah terparkir didepan jalan jalur menuju Desa PPT Shinta. Pak Tanba mengamati Shinta sambil tersenyum dan berbisik “Hati-hati ya bu,” katanya. Shinta tersenyum dan memasukan barangnya ke Mobil. Shinta dan Pamannya mohon diri. Mereka berangkat, tidak ada ciuman mersa dari Shinta kepada Pak Tanba demikian pula sebaliknya. Mereka harus menjaga keadaan karena hubungan mereka masih terhitung hari, Pak Tanba memiliki keinginan memperistri Shinta pun tidak membicarakan pada ketiga istrinya, alhasil hubungan mereka masih gelap.

Mobil Pamannya menusuri jalan, untungnya Paman memiliki mampu menjelajah segala medan. Sehingga Pamannya tidak ragu lagi, untuk membawa Mobilnya menjemput Shinta. Lama perjalanan, Shinta melihat perjalanannya kembali ia lalui cukup panjang, Paman mencoba mencairkan keadaan dengan obrolan dengan Shinta maupun dengan Sopir yang membawa Mobil itu. Namun Shinta tetap terdiam, hatinya masih menduga hal terburuk menimpa keluarga. Besok sorenya, Shinta dan Paman baru sampai. Mereka berhenti di Hotel yang sudah ada Keluarga Shinta, Shinta semakin bingung dengan datangnya keluarganya namun ia tidak menemukan Haryati. “Mama, Kok Haryati tidak ada? Lalu semua bisa kumpul ada apa sebenarnya?” kata Shinta ingin tahu.

“Sudah kamu masuk kamar, dan mandi kemudian istrirahat. Ini baru jam 4 sore, nanti makan malam jam 8 baru kita,” kata Ibu sambil memeluk dan mencium keningku dan mengajakku ke Kamar. Shinta diam saja, dan menuruti keinginan ibunya,yang membawanya masuk dalam sebuah kamar hotel. Shinta masuk kamar dan beristirahat setelah mandi dan merapihkan pakaian. Pukul 6.00,Shinta dan keluar mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Namun kedua adiknya bungkam dan memilih mengalihkan pembicaraan. Shinta harus menunggu hingga makan malam usai, pukul 8.00 malam akhirnya waktu yang ditunggunya tiba. Shinta harap-harap cemas dengan panggilan mendadak ini, apakah orang tuanya mengetahui hubungan dengan Pak Tanba ?

Shinta berpikir tidak mungkin Kedua Orang Tua masuk ke Kamarnya. “Haryati kamu tunggu diluar jangan masuk sebelum Mama izinkan,” kata Ibunya sebelum masuk kedalam kamar Hotel. Ia semakin binggung karena diminta duduk dipinggir ranjang, sementara Pintu masuk mesti berbelok dari sisi ranjang. “Kenapa Mama, Papa, Haryati tidak boleh masuk ke Kamar Shinta? Kitakan kembar, aku kangen,” kata Shinta bertanya. Ayah dan Ibunya diam saja dan duduk dikursi santai. Mereka diam saja, situasi menjadi menegang. Keduanya berbisik, “Bapak saja, dan Ibu Saja,” seakan tidak sampai hati untuk menjelaskan alasan ia dipanggil. Setelah 5 menit berbisik, “Baiklah Shinta masalah ini adalah penting kamu ketahui. Bapak tadi pengen langsung ke desa. Tapi ini masalah rumit,” kata Bapaknya.

“Masalah apa sih Papa, kok jadi sulit ngomong keanak sendiri,” kata Shinta membalas. “Ini masalah adalah Kamu, Rudi, dan Haryati. Masalah ini cukup berat, jadi harus dirahasiakan oleh semua pihak keluarga sampai besok sore,” kata Ayah Shinta. Ayah Shinta seakan menahan sebuah rahasia yang cukup berat diterima Shinta sehigga menambah rasa penasaran. “Bicara saja jika itu masalah ya aku, Tolong jangan ditahan,” kata Shinta menekan Ayah dan Ibunya. “Mama, berat untuk mengatakannya. Namun ini mesti dibicarakan. Karena besok adalah pernikahan Haryati,” kata Ibunya. Seperti mendengar Petir saat Siang hari yang cerah, Shinta terkejut dengan berita ini. Ia senang, jika adik kembarnya memiliki jodoh lebih dahulu, namun kesan Pernikahan terlalu mendadak.

“Haryati menikah? Kok mendadak. Kok Shinta baru dikasih tahu, Shinta yang tertua Ma,” kata Shinta menanyakan kenapa dia baru diberi tahu. “ Karena…Karena.., Ah biarkan Papa mu yang mengatakannya Mama tidak ingin anak Mama seorang akan terluka hatinya,” ujar Ibu Shinta. “Shinta, Semoga kamu kuat, Haryati akan menikah besok dan Calon Suaminya adalah Rudi Tunanganmu itu. Maka dari itu, Papa dan Mama harap kamu Ikhlas menerimanya,” kata Ayah Shinta. Shinta terkejut dan menangis, Kepala pusing dan akhirnya Pingsan. 10 Menit kemudian Ia sadar, hanya Ibunya disebelahnnya menungguinya. Lewat Ibunya, Cerita Haryati dan Rudi diceritakan. Semua berawal dari penempatan yang tidak jauh antara tempat Haryati dan Rudi.

Berberapa bulan belakangan, mereka semakin dekat karena Rudi mesti menanggani masalah Pertanian di Desa Haryati tinggal. Akhirnya mereka dekat dan menjadi Jatuh Cinta, Rudi dan Haryati seakan lupa dengan Kamu yang sudah bertunangan. Bahkan mereka lanjut pada hubungan sangat serius, dan Haryati kini hamil 2 bulan dari hubungan mereka. Saat membuat kejutan 10 hari yang lalu, untuk mengujunginya Ibunya mempergokinya kedua berciuman dan Rudi mengecup perut Haryati. Maka tanpa pikir panjang, Ibunya menelepon keluarganya dan keluarga Rudi untuk menyelesaikan masalah. Shinta menangis sejadi-jadinya, ia merasa dikhianati lebih dulu jauh sebelum hubungan dengan Pak Tanba. Ibunya memeluknya. Namun, masalah yang terima buka hanya itu saja, Rudi juga ingin menikahi Shinta karena sudah telanjur bertunangan.

Shinta merasa direndahkan karena alasan Rudi untuk menikahinya, Shinta memang mengakui jauh dalam sudut hatinya ia masih mencintai Rudi. Bahkan ia akan meminta baik-baik pada Rudi, untuk membatalkan rencana pernikahan dan kembali pada Pak Tanba untuk mendapatkan kesempatan menikah dengan salahsatu pemimpin desa itu. Shinta pun merasa tidak semestinya Rudi memberikan alasan demikian, Haryati mestinya menikah dengan Rudi karena semua sudah terjadi. “Ma, apakah Papa menyetujuinya tawaran dari Rudi? Bicaralah ma, biar aku bisa memberikan keputusan,” kata Shinta dengan suara yang parau. “Shinta, maafkanlah Haryati bagimanapun juga ia adikmu. Mama sedih dan malu, namun untuk menyerahkanmu pada Rudi itu pekara lain,” kata Ibu Shinta sambil membelai kepala anak perempuannya.

“Maksud mama?” tanya Shinta, meminta penjelasan lebih terperinci. “Mama dan Papa, juga keluarga yang lain menolak usulan dari Rudi. Karena dengan pernikahan Rudi dan Haryati, minimal tidak ada yang merasa dirugikan selain daripadamu. Mama tidak ingin kamu menjadi alasan pembenaran dari Rudi untuk melanjutkan hubungan denganmu. Menikah dengan Haryati atau tidak sama sekali,” kata Ibu Shinta menjelaskan. Shinta merasa tenang, ia menerimanya. Ia pun meminta ibunya memanggil Haryati memasuki kamarnya dan saling memeluk dan minta maaf. Shinta memilih menerima hubungan Haryati dan Rudi adalah hubungan pernikahan yang mesti terjadi. Mulai saat itu, perlahan namun pasti rasa cinta pada Rudi sudah berkurang dan membatu, ia merasa direndahkan sebagai Perempuan.

Ia pun mulai memikirkan mendapatkan restu memulai hubungan dengan orang lain satu hari nanti. Sebab orangtuanya tidak akan mendesak pernikahan dengan Rudi mesti terjadi, karena Ayahnya dan Ayah Rudi merupakan rekan bisnis yang juga berdampak pada hubungan anak-anaknya. Besoknya Keluarga Rudi datang, dan Keluarga Shinta menerimanya. Ayah Shinta bertindak untuk meminta pernikahan Rudi dan Haryati dilaksanakan, juga mengatakan Shinta tidak akan diberikan pada Rudi. Rudi kesal karena tawaran tidak diterima. Ia tidak ingin menikah dengan Haryati, namun Ayah Rudi bersikeras untuk Rudi menerimanya karena itu adalah keputusan keluarganya. 3 hari kemudian, pernikahan antara Rudi dan Haryati terjadi, “Semoga kalian bahagia dan akur sampai selamanya,” kata Shinta menahan airmata.

Ia pun memberikan pesan lisan pada Rudi untuk menjaga saudari kembarnya untuknya dan menganggap Haryati sebagai penggantinya. Semua dilakukan Shinta dengan penuh rasa sadar dan memilih dengan pertimbangan pribbadi. Shinta sudah bebas dari belengu ikatan dengan Rudi ia melepaskan cincin pertunangan dan memberikannya pada Haryati. Kini Shinta sudah bebas menentukan siapa yang akan ia pilih nanti, ia belum memutuskan siapa semua ia berikan pada waktu, karena menikah dengan Pak Tanba pun ia masih meragukan apa ia akan dinikahi Pak Tanba karena ia tidak mengetahui Pak Tanba mencintainya apa tidak. Setelah pernikahan tersebut ia pulang besoknya dengan Pamannya, kembali ke desa pengabdiannya.

Ia kembali dalam rutinitasnya, karena cutinya sudah selesai dan harus kembali berkerja. Ia mendapatkan teman baru yaitu Nur Fatma seorang Calon Dokter yang dipindahkan ke desanya. Mereka cukup akrab, Nur Fatma menempati rumah Kepala Desa karena Rumah yang ditempati Shinta belum bisa digunakan karena Shinta belum pulang dari cutinya. Setelah pulang baru Nur Fatma tinggal di Rumah Dinas untuk mereka. Shinta menerima kedatangan teman baru dengan terbuka. Ia pun terbantu jika harus keluar desa atau diminta untuk mengujungi, ada Dokter lain yang menjaga Klinik mereka, Shinta cukup ragu jika meninggalkan tempatnya dulu, maklum hanya memiliki sukarelawan kesehatan membuatnya harus berkerja keras.

Dua minggu berlalu, dari Shinta yang pulang dengan membawa rasa kecewa yang sangat. Kesedihan Shinta pun bertambah karena Pak Tanba sedang keluar kota dengan istri ketiga, untuk menemani Halimah untuk mengujungi rumah orangtua Halimah. Cerita kesedihan dari kegagalan menikah dengan Rudi ia ceritakan pada Nur Fatma. Cukup lama, Pak Tanba tidak menunjukan dirinya padahal Shinta sudah merindukannya termasuk untuk berhubungan badan kembali dengan Pak Tanba. Walaupun ia tahu, jika ketiga istrinya mengetahui hubungan tersebut ia akan terancam akan diusir dengan tidak hormat oleh warga. Ketika ia bertanya pada Rhayah, ia tahu bahwa Pak Tanba sedang sibuk-sibuknya mengatur pengiriman hasil perkebunanya. Dalam 5 hari kemudian, baru akan pulang ketika semua hasil perkebunan sudah dikirim.

Perkerjaan Pak Tanba sebetulnya mampu diurus 3 anaknya, namun Pak Tanba memang suka mengurus lebih banyak. Akibatnya ketika ketiga anak-anaknya dari Rhayah disuruh mengurus kebun dan ladang sekitar tempat tinggal Rhayah. Sedangkan lainnya Pak Tanba yang mengurus semuanya, maka Shinta berusaha menunggu “kekasihnya” itu kembali. 1 minggu berlalu, Pak Tanba baru menunjukan kehadirannya, namun belum menemui Shinta karena harus bertemu dengan kepala desa. Baru Sorenya ia menyapa Shinta dan Nur Fatma untuk sekadarnya saja. Malam datang, Kepala Desa memanggil Fatma untuk sesuatu hal. Maka Shinta tinggal sendiri dalam rumah, waktu menunjukan pukul 7.00 malam. Tiba-tiba pintu rumah diketuk, ia menengok dari Kamarnya rupanya Motor Pak Tanba terparkir diluar pagar rumah dinasnya.

Dengan hati senang dan berbunga, ia keluar kamar dan membuka pintau. Ia terkejut, rupanya ibu Rhayah datang membawa motor suaminya menemuinya. “Selamat Malam Bu Shinta, maaf menganggu istrirahat ibu,” kata Rhayah dengan sopan dan halus. Seorang Perempuan yang seumur dengan ibunya berdiri depan pintu rumahnya. Shinta langsung mempersilakan Rhayah masuk, namun menolaknya. “Ibu Shinta, Bisa ikut saya ke rumah saya. Saya ada sesuatu yang akan dibicarakan?” kata Rhayah meminta. Ia terkejut, ia takut hubungan dengan Pak Tanba tercium. Ia pun mencoba menanyakan kenapa undangan ke Rumah Rhayah begitu mendadak. “Kenapa ya Bu? Maaf bukan ya menolak. Saya menjaga rumah karena Mbak Fatma sedang di Rumah Kepala Desa. Saya takut ia mencari saya ia tidak bawa kunci pintu,” kata Shinta asal walaupun ia tahu Fatma membawanya.

“Ibu Shinta ikut saja, saya punya urusan penting dan mendesak. Fatma tidak akan pulang sampai besok malam bu,” kata Rhayah singkat. Shinta terkejut, “Ada apa bu?” kata Shinta ia mulai khawatir, Rhayah mengenggam tangan Shinta. “Saya mohon, ini untuk keluarga saya bu. Ibu tolong ikut saya,” kata Rhayah. Ia Shinta pun bersiap-siap dan naik motor menuju Rumah Pak Tanba. Rumah Pak Tanba luas dengan 4 kamar. Sesuai dengan jumlah anggota keluarga Pak Tanba yang terdiri 3 anak dan Pak Tanba serta Ibu Rhayah. Namun hanya 2 kamar digunakan, sedang dua yang lain dikunci. Halimah menghuni kamar yang satu lagi. Ia mengetahuinya karena sudah berberapa kali mengunjugi Rumah Pak Tanba. Sesampainya rumah sepi hanya Rhayah, Halimah dan Bayi lelaki yang berusia 5 bulan.

“Sebetulnya ada apa bu? Saya dipanggil ker rumah malah dijemput,” kata Shinta. “Tidak apa-apa bukan masalah kesehatan desa ini. Ini masalah pribadi, tapi kita tunggu sampai Pak Tanba dan yang lain datang,” kata Ibu Rhayah. Perkataan ini membuat Shinta menjadi was-was, Shinta disugguhi minuman namun setelah meminumnya kepala Shinta pusing, sebagai dokter ia pun tahu bahwa ada sesuatu dalam teh yang diminumnya. Namun karena minum terlalu banyak ia menjadi mengantuk, “Huachmm.Ibu kasih apa ke saya?” kata Shinta. “Tenang bu, sebaiknya ibu Istirahat, dan meminta anak laki-lakinya memasukan Shinta kekamar dan menguncinya. Shinta berada didalam kamar, seorang diri. Ia akhirnya tertidur.

Shinta bangun rupanya Ibu Rhayah sudah ada dalam kamar, “Maaf bu. Hanya dengan begini ibu bisa saya minta datang dan berada dirumah saya lebih lama,” kata Ibu Ibu Rhayah. Shinta bingung dan sedikit kikuk dengan apa yang sedang terjadi. “Iya bu, tapi kenapa saya harus diberi obat tidur. Saya merasa akan disakiti,” kata Shinta mulai beranjak bangun dari ranjang. Kamar ini sangat bersih dan cukup dingin sama berbeda dengan rumah dinasnya dan juga rumah lainnya yang berdinding kayu, Rumah Pak Tanba berdinding batu bata, umum untuk masyarakat kota namun merupakan kemewahan bagi masyarakat desa. “Ayo bu, saya dan keluarga mau berbicara,” kata Ibu Rhayah sambil mengajaknya keluar kamar.

Dimana ada 2 Istri Pak Tanba datang berserta Pak Tanba sendiri sudah ada diruang tamu dan Pintu sudah tertutup. Shinta duduk dikursi sebelah Pak Tanba sementara ketiga istri Pak Tanba duduk dikursi berurutan. Baik Ibu Rhayah, Ibu Siti Nurimah, dan Ibu Halimah. Shinta tahu, hubungan gelapknyadengan Pak Tanba sudah diketahui. Cukup cepat juga, ia harus menerima resiko yang akan ditanggungnya. “Begini, Pak Suranto melihatnya Ibu Shinta masuk kedalam gubuk suami saya. Kenapa Bu Dokter?” kata kata Siti Nurimah. “Hiks…Hiks…Hiks, saya minta maaf Bu Rhayah, Ibu Siti, Ibu Halimah…Saya Khilaf….,” kataku tertunduk aku malu sekali. “Tunggu, saya kepala keluarga. Ini Tanggung Jawab saya, saya minta maaf. Saya yang melakukannya juga,” kata Pak Tanba buru-buru.

Pak Tanba berpikir akan menikahi Ibu Shinta secepatnya. Ia tahu bahwa cepat atau lambat ini akan terjadi. “Sebetulnya saya heran kenapa Bapak, tidak jujur dari kemarin. Ini udah sebulan terjadi,” Kata Rhayah menekan. Shinta semakin malu, ia adalah terlibat besar dari hubungan gelap ini, “Berapa kali bapak mencoba sudah seberapa sering?” tanya Halimah menekan. “Sudah dua kali, Bapak tidak tahan semua terbawa suasana,” kata Pak Tanba. “Saya sudah tahu sejak Ibu Shinta pulang, saya tahu nafsu bapak tinggi. Tapi Ibu Shinta adalah dokter, harusnya kita hormat sama dia,” kata Rhayah menekan tanggung jawab Pak Tanba. “Saya tahu sudah 5 bulan ini kita punya masalah,” kata Rhayah.

“Tidak Kakak Hayah (panggilan akrab Siti Nurimah dan Halimah ke Rhayah), itu tidak menjadi alasan Bapak melakukan juga Ibu Shinta,” tolak Ibu Siti Nurimah memberikan pandangan. “Siti, Alimah, Kita mesti jujur. Kita juga tidak sempurna. Ibu Shinta saya maafkan kesalahan ini juga Siti dan Alimah memaafkan Dokter. Tapi dengan satu syarat,”kata Rhayah memberikan penjelasan. Shinta mulai menghentikan airmata dan menoleh. “Kenapa dan ada ini ?” tanya Shinta. “Apakah tunangan Ibu Shinta keberatan untuk membatalkan pernikahan? Jawab Ibu Shinta kami butuh penjelasan,” kata Rhayah meminta jawaba. Dengan berat hati ia menjelaskan apa yang terjadi. Ketiga istri Pak Tanba tersenyum penuh arti. Waktu sudah cukup malam, jam 11.30 berarti 4 jam lalu Shinta tertidur, kita Shinta melihat jam.

Tiba-tiba Pintu Rumah Pak Tanba diketok, Halimah menengok rupanya seoranak anak Kepala Desa datang, Pintu dibuka sedikit dan muncul tangan anak itu memberikan kain putih kepada Halimah. Halimah mengambilnya dan menutup Pintu. Anak Kepala Desa itu pergi sambil berlari. “Aman dia Kakak, umurnya masih kecil pergi keluar,” kata Halimah sambil memberikan barang yang baru diterimanya. “Aman Alimah, semua sudah diperhitungkan,” kata Rhayah. Ia membukanya barang itu sambi tersenyum dan menyimpan dalam kantongnya. “Selesai sudah, 1 jam lalu. Fatma sudah jadi “istri” Kepala Desa kita,” kata Rhayah. “Semoga dapat kebaikan bagi Kepala Desa. Sekarang kita kembali ke masalah kita,” kata Rhayah.

“Apa yang terjadi pada Fatma bu, tolong beri tahu saya?” kata Shinta memelas. Siti Nurimah tersenyum demikian ketiga istri Pak Tanba memiliki makna yang ditunggu penjelasannya. “Begini, Kepala Desa kita sebetulnya tertarik dengan Ibu Dokter mau menjadikan Istri mudanya. Tapi karena Ibu Dokter sudah melakukan dengan Suami kami, jadi Ibu Dokter Fatma menjadi milik Kepala Desa. Semua sudah terjadi bu, dan menjadi kesepakatan kami,” kata Siti Nurimah. “Tapi kami masih PPT bu, mohon maaf sebelumnya. Fatma juga masa harus menerima hal ini,” kata Shinta. “Bu Shinta, Kepala Desa adalah orang yang kedua yang berkuasa didesa ini. Tidak bisa kami abaikan bahwa hubungan suami saya dengan ibu sudah terjadi,” ujar Rhayah menambahkan.

Asal Ibu tahu, banyak pemuda desa menginginkan Ibu atau Fatma menjadi Istrinya, keamanan Ibu dan Fatma adalah tanggung jawab kami dan Kepala Desa,” kata Halimah. “Maka Ibu harus menjadi milik Pak Tanba mulai malam mini, Bu Shinta harus mau karena ini bukan hanya demi keselamatan Ibu. Dengan Persetujuan Ibu Shinta juga memberikan ketenangan bagi kami,” Kata Rhayah. “Apa maksudmu Rhayah kenapa kamu menghubungkan keluarga dan keselamatan Ibu Dokter Shinta? Saya akan melindungi Ibu Dokter jika ada kurang ajar,” ujar Pak Tanba tidak menerima ada niat dari banyak pemuda untuk mendapatkan Shinta menjadi istrinya. Pada satu sisi, Pak Tanba sangat menginginkan Shinta, tapi sisi lainnya, Pak Tanba malu perselingkuhan menjadi terbuka meski ia tahu tidak ada yang akan melaporkan ke pihak lain termasuk aparat maupun Keluarga Shinta.

“Bapak pikir, selama 7 bulan ini kenapa aku dan Siti tidak mau melayani ranjang sehingga hanya Halimah yang melayani Bapak? Kami sudah Menopause kami tidak bisa melayani Bapak. Betulkan Bu Shinta? Ibu mengetahuinya,” kata Rhayah kepada suaminya kemudian melihat pada Shinta. Rhayah dan Siti Aminah memang pernah memeriksakan diri dahulu ketika 3 bulan tidak mendapatkan menstruasi, mereka mengerima mereka kembali hamil dari Pak Tanba. Mereka juga bingung kenapa gairah seks mereka cendrung menurun dan tidak lagi bisa mengimbangi Pak Tanba, mereka sempat berpikir diguna-guna. Maka dengan telaten dan baik Shinta melayani. Dari permeriksaan Rhayah dan Siti Aminah dikatakan sudah memasuki masa Menopause yang menyebabkan berhentinya fase Menstruasi dan menurunnya daya seks.

Akhirnya dalam keadaan hamil tua, Halimah menjadi andalan Rhayah dan Siti Aminah untuk menjadi istrinya yang melayani urusan ranjang Pak Tanba. Tapi toh, itu hanya menyelesaikan masalah sebentar saja. Pak Tanba pun mulai tertarik dengan Shinta yang cantik menjadi dokter didesanya. Akhirnya kejadian itu terjadi kemudian diketahui ketiga istri Pak Tanba. Maka sempat muncul pembicaraan segit, bagi Rhayah ini bukan masalah dan juga kesalahan Pak Tanba dan Shinta sendiri kepada mereka bertiga. Rhayah menilai ini adalah jawaban dari masalahnya sendiri, maka mereka berdebat. Rhayah berhasil memberikan pengertian bahwa mereka akan tetap menjadi istri Pak Tanba. Dengan satu syarat; Shinta harus menjadi milik Pak Tanba.

Dengan menjadi Shinta menjadi milik Pak Tanba memiliki keuntungan, Pertama ketiga istri tidak lagi curiga jika Pak Tanba kepincut perempuan lain. Kecantikan Shinta tidak ada menandigi juga masalah pendidikan. Jika dikatakan Fatma juga cantik, namun tidak bisa dibandingkan dengan Shinta. Alasan lainnya adalah masalah seks yang sempat melanda keluarga berakhir. Shinta akan melayani sampai Halimah siap ikut melayani, dengan dua istri sehingga Rhayah tidak perlu sedih lagi karena urusan ranjang sudah ada melayani. “Baiklah, saya akan memutuskan dan Ibu Shinta harus menerimanya. Malam ini, Ibu Shinta menjadi adik ketiga saya dan menjadi milik suami saya. Urusan pernikahan itu bisa diatur yang penting mau pindah dulu ke sini,” kata Rhayah.

“Tapi bu, saya tidak mau dianggap sangat kurang ajar karena ini. Nanti bagimana warga mendegarnya, juga bagimana dinas kesehatan jika tahu masalah ini,” kata Shinta memberikan alasan. “Tenang Bu Dokter Shinta, warga tidak akan berani melaporkan. Sesuai permintaan Kakak Rhayah, Bu dokter sudah kami umumkan sudah akan diperistri Pak Tanba. Kami hanya butuh kata setuju saja,” kata Halimah. Suasana hening sesaat. Kemudian Shinta memanggukan kepalanya tanda dia setuju tawaran dari ketiga istri Pak Tanba. Kini ia menyetujuinya, ia tidak lagi bisa menahan perasaan dengan Pak Tanba bahwa ia sudah memilih Pak Tanba sebagai suaminya, dan ia akan memberikan semuanya pada Pak Tanba.

Kini lelaki yang memperawaninya akan menjadi pendamping dirinya, meski ia akan menjadi istri ke-4 dari Pak Tanba. Pada sisi lain, Pak Tanba merasa angin kemenangan berada dipihaknya. Shinta menjadi akan menemani malamnya. Segala siasat ada benaknya mulai dirancangnya, bahkan ia bersedia mengantar calon istrinya ini jika diperlukan warga asal bisa berhubungan seks walaupun satu pengecualian jika memasuki menstruasi atau datang bulan merupakan hal yang bisa menghambatnya menyetubuhi Shinta. Malam itu, Halimah dan Siti Nurimah diminta Rhayah mengantar Shinta mandi dan bersiap dikamar. “Kalo gitu, ibu Shinta mandi dulu. Biar Siti dan Alimah yang mengantar mandi dan Ibu bisa gunakan kamar yang Ibu tiduri,” kata Rhayah singkat.

Rhayah menjadi pemimpin diantara istri-istri Pak Tanba yang lain. Kemudian Shinta pergi untuk mandi dan bersiap. Ia tahu, ia akan kembali bersetubuh dengan Pak Tanba. “Bapak tunggu ya, mungkin 2 jam baru siap mereka. Bapak mau saya siap ramuannya, biar saya buat dua buat Bapak dan Ibu Shinta,” kata Rhayah menanyakan kebutuhan suaminya. “Buatlah, ingat untuk aku kamu buat biasa saja. Tapi Ibu Dokter buatlah sedikit lebih ringan, aku takut dia tidak kuat,” kata Pak Tanba. Pak Tanba memiliki kebiasaan meminum ramuan penambah stamina jika akan berhubungan seks selepas bekerja sangat keras. Karena hampir 1 bulan tidak melakukan hubungan seks, iapun meminta Rhayah membuatkannya.

Rhayah beranjak, sebetulnya ia tidak berniat memberikan ramuan penambah stamina. Bagimanapun ia sudah memberikan ramuan penidur bagi Sinta 4 jam yang lalu. Maka ia sebagai alternative, ia memberikan setengah dari takaran seharusnya karena berpikir usia Shinta masih muda, pasti akan kuat bermain dengan Pak Tanba malam ini. ia pergi merancik ramuan dan ia panaskan dengan api yang kecil agar ia bisa mengatur kapan waktu matangnya dan bisa dia tinggal sebentar. Ketika dia kembali, 2 istri Pak Tanba dan Pak Tanba sudah berkumpul. Mereka berbicara mengenai kenapa menyetujui Shinta untuk Pak Tanba.”Sebetulnya saya senang, Pak. Umur saya dan Bu Dokter Shinta hanya berbeda 1 tahun jadi ada yang seusia,” kata Halimah.

Sebetulnya Rhayah, Siti Nurimah, dan Halimah tidak sama sekali mempermasalahkannya. Dari awal mereka berniat untuk menjadikan Shinta menjadi istri 4 Pak Tanba. Mereka mengetahui bahwa Rhayah dan Siti Nurimah tidak bisa melayani Pak Tanba lagi sebagai seorang istri hal ini ditambah terbatasnya pendidikan Rhayah hanya lulusan SD dan Siti Nurimah lulus SMP, hanya Halimah yang pernah menempu pendidikan lebih tinggi itupun karena bantuan Pak Tanba pada orangtuanya. Halimah mengetahui Pak Tanba sedang mengalami puber keduanya, namun hubungan Pak Tanba dan Shinta sudah berjalan mereka pun memutuskan untuk Bu Shinta tinggal bersama mereka. “Saya pun tidak berpikir jika Ibu Dokter harus membatalkan pernikahan karena kembaran mesti menikah dengan tunanganya. Banyak sekali untungnya suami kita ini,” sambung Siti Nurimah.

Pembicaran menjadi semakin akrab dan hangat, Rhayah kembali ke dapur untuk menyelesaikan ramuan yang dia buat. Ramuan akhirnya selesai setelah 1 jam dibuat, sementara Shinta masih mandi. Saat Shinta keluar, ia hanya mengunakan handuk yang berikan Siti Nurimah padanya sebelum mandi sedang tanganya mengegam pakaian yang digunakannya tadi. Kaos Biru dan Celana Pendek kain, berikut Bra juga Celana Dalam yang dia lipat kemudian dipegang Tangan Kanan. Ketika ingin menuju kamar, Rhayah memanggilnya. “Bu Shinta, ayo kesini sebentar. saya akan memberikan sesuatu,” kata Rhayah. “Sebentar bu, saya berpakaian dulu,” kata Shinta membalas panggilan Rhayah. Ia malu jika dalam keadaan begini ia datang.

Bagimanapun, ia sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga ini, maka ia harus menghormati ada dan istiadat desa maupun dirumah. “Gak usah berpakaian bu, taruh aja bawah ranjang dulu bersih kok,” jawab Rhayah menanggapi alasan Shinta. Shinta menurutinya, ia menaruhya pakaian di Kamar tetapi diatas meja panjang. Kemudian ia segera keluar dan menghampiri keluarga Pak Tanba. “Bu, nasihat saya harap diingat supaya mencintai Pak Tanba dan menghormatinya. Kedua mulai sekarang Ibu sudah menjadi adik saya,” kata Rhayah. “Terima kasih bu, saya akan mencintai Pak Tanba. Sebetulnya setelah saya dan Pak Tanba bersetubuh. Perlahan-lahan saya mulai mencintai Pak Tanba, maka jika nanti kami menikah saya akan mengabdi pada Pak Tanba,”kata Shinta.

“Bu Dokter Shinta pasti haus dan kedinginan. Maaf minta Bu Dokter mandi tengah malam. Minumlah ini semoga bisa membuat hangat,” kata Halimah memberikan gelas ramuan. “Apakah ini ramuan tadi?” kata Shinta, sejak minum teh dan tertidur Shinta menjadi ragu. “Minumlah bu, ini ramuan penambah tenaga ibu mau kan?” kata Pak Tanba sambil bertanya. Ketiga istrinya tersenyum mendengar kata itu, namun juga kagum dengan lekuk indah tubuh Shinta yang bagus termasuk bagian dada yang ditutupi handuk. Shinta merasa handuk yang gunakan sedikit kekecilan sehingga menekan bagian dada juga menujukan bagian paha bawahnya yang jenjang. Shinta mengerti bahwa dengan minum ramuan itu, ia akan menjadi tanda kesediaan untuk bersetubuh kembali dengan Pak Tanba.

Shinta meminumnya, dalam dua tegukan. Minuman yang hangat, cocok untuk udara tengah mala mini yang dingin. Setelah tandas, ramuan itu Shinta minum ia meminta izin untuk ke kamar. “Permisi bu, saya ke kamar dulu mau pakaian dan istirahat. Rhayah mengangguk, Shinta pergi dan kembali ke kamar, tapi ia tidak berpakaian melainkan duduk ditepi ranjang untuk merasai apakah ada sesuatu yang lain dalam ramuan itu. Pada sisi lain, Pak Tanba langsung meminumnya dan menunggu khasiat dari ramuan buatan Rhayah. Ia sedikit berkhayal bagimana besok pagi akan bangun dengan Shinta menjadi teman tidurnya. Baru 15 menit, pengaruh ramuan itu membuat Shinta terasa panas dan gelisah. Ia merasa sesuatu membuatnya cemas.

“Pak…Pak…Pak Tanba,” kata Shinta memanggil kekasihnya, Pak Tanba pun mulai merasakan reaksinya yang sama. Ia memberi kode untuk istrinya masuk ke kamarnya masing-masing. Nurimah memilih kamar Rhayah dan Halimah masuk kamarnya yang berada Bayi Laki-lakinya. Pintu terbuka, Pak Tanba masuk lalu bertanya, “Ada apa bu?” tanya dengan pelan sambil duduk disebelah Shinta ditepi ranjang. “Saya kok gelisahnya. Ramuan apa tadi?” tanya Shinta. “Tenang bu, Saya punya penyelesaian saya yakin Ibu akan cepat sembuh,” kata Pak Tanba sambil mendaratkan Kepala Shinta ke Dada Kirinya dan merangkulnya dengan Tangan Kiri tepat di Bahu Kiri Shinta. Sementara Tangan Kanan Pak Tanba mempegangi Tangan Kanan Shinta.

Sambil merangkulnya dalam posisi ini, “Bu Shinta,” kata Pak Tanba memanggil Shinta dan kemudian Shinta melepaskan Kepala dari Dada Pak Tanba. .“Ap.. MMpph…” kata Shinta menjawab panggilan kekasihnya. Kepala Pak Tanba menunduk, dengan tanpa mencium Bibir Shinta tanpa sangsi. Telapak Tangan Kanan Shinta memegang Pergelangan Tangan Kanan sambil tersenyum dicium Pak Tanba. Tangan Kiri Pak Tanba turun raih Pinggang Shinta, kemudian Shinta terdorong merebahkan sampai berada di atas ranjang yang lumayan besar. Lalu Mereka bergumul mesra di atas ranjang itu. Shinta tidak pasif seperti pertama atau kedua persetubuhan dulu, seakan tubuhnya ingin melakukan seks lebih cepat.Berkali-kali dia memagut Bibir Pak Tanba, membuka bibir dan menghisapnya kemudian dengan Lidah Pak Tanba menjelajahi Mulut Shinta.

Pak Tanba pun dengan tidak sabar menyingkapkan handuk Shinta, kemudian ia melepaskan ciuman setelah 15 menit berciuman diatas ranjang. Ia melepaskan lipatan tebal diatas Dada Shinta, terbukalah sedikit, dengan Kedua Tangannya, terlihat jelas Tubuh Shinta yang siap untuk disetubuhi. Serta Vagina sedikit basah, maklum saja Shinta baru saja mandi. Sesaat Pak Tanba memandangi Tubuh Shinta lebih seksama. Payudara cukup besar dengan ukuran 34 B, membuat Pak Tanba berpikir kotor dan memacing birahinya. Pak Tanba pun mulai beraksi, ia berpindah diatas tubuh Shinta, “Sekarang, Bu Shinta milik saya. Anggap aja kemarin pemanasan, sekarang beneran. Selamanya Ibu adalah istri saya,” kata Pak Tanba memulai ia akan menyetubuhi Shinta.

Shinta membiarkan saja Pak Tanba memulai aksinya dan menikmati rangsangan yang diberikan padanya. Pak Tanba yang mengetahui Shinta sudah pasrah makin bersemangat. Dengan tangannya yang besar dicengkeramnya Kedua Payudara Shinta, pas segenggaman. Payudara itu kemudian diremasnya dengan kekuatan penuh. Shinta meringis menahan sakit. Pak Tanba kemudian menggerak-gerakkan genggaman tangannya melingkar membuat Payudara Shinta seperti sebuah sesuatu yang sedang dimainkan, hal itu membuat Shinta merasa kegelian tapi juga sekaligus terangsang.“Ohhh…. Ahhhh….. Ahhhhhh…Pak…mppph” desah Shinta sambil merintih penuh kenikmatan. Sikap kepasrahannya untuk disetubuhi membuatnya bisa lebih menikmati setiap rangsangan Pak Tanba. Apalagi ketika Pak Tanba mendaratkan ciuman-ciuman dan sapuan Lidahnya ke bagian Puting Payudaranya membuat Shinta tersentak-sentak dan menggeliat menahan desakan birahi yang kian meledak di dalam tubuhnya.

Kembali Pak Tanba naik ke arah Leher Shinta, ia ciumi Leher Shinta yang mulai keringatan, lalu kembali turun ke bagian Puting Payudaranya. Ia menyedot-nyedot seperti anak kecil sedang menetek. Pak Tanba pula mengelus-eluskan ujung lidahnya di Putting Payudara secara bergantian sehingga Payudara Shinta yang terasa makin mengeras. Sementara Tangan Kanan mencoba mencari tempat lain, jemari Tangan Kirinya mulai mengelus bibir Vagina Shinta, bahkan mulai memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang Vagina. Shinta tidak cuma berdiam diri, Tangan Kanan memegang Bahu Pak Tanba pak Tanba pun melakukan hal yang sama. Terkesan mereka berdua melakukan pemanasan sebelum memulai persetubuhan lebih lanjut. 20 menit permainan berlangsung, sekujur tubuh Shinta basah oleh keringat sehingga tubuhnya yang mulus itu berkilau diterpa sinar lampu yang temaram.

Dalam waktu singkat kembali Pak Tanba telah berhasil membuat Shinta tidak berdaya menolak apa pun yang dimintanya. “ Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih, enak sekali Pak…..” desah Shinta yang semakin tidak menentu. Ia sudah hanyut dalam persetubuhan, meski terdidik dan memiliki pengetahuan yang baik dalam kesehatan dan seks secara umum. Shinta kalah telak dengan Pak Tanba yang sudah memiliki banyak pengalaman, dan sudah memiliki 3 istri, memiliki pengetahuan seks yang didasarkan berhubungan seks secara langsung. Shinta yang hanya otomatis bersadar dengan pengetahuan di Buku dan Jurnal Kesehatan pun kalah telak untuk urusan menikmati seks. Maka setelah puas menyelomoti Puting Payudara Shinta, Bibir Pak Tanba turun ke arah Perut Shinta. Ia menjilati pusarnya sesaat, Lalu turun ke bawah Perut Shinta.

Lebih-lebih ketika Pak Tanba mulai mengarahkan jilatanku di klitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil menggerak-gerakkan ujung Lidah Pak Tanba. Seakan wanita itu telah berada sepenuhnya dalam kekuasaannya.“AAAAHHH…….. AAAHHHH……..” terdengar erangan dari bibir mungil Shinta saat dia kembali dilanda orgasme. Tubuhnya menegang kuat sekali utuk sesaat sebelum kemudian melemas kembali dan tergeletak di ranjang.Pak Tanba tersenyum puas melihat wanita cantik itu terkapar tidak berdaya. Pak Tanba kemudian melucuti pakaiannya sendiri. “ Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar nih….duuuhhhhhh” celoteh Shinta sambil terus mendesah. Kini di atas ranjang dua tubuh telanjang berlainan jenis telah siap melakukan persetubuhan. Yang wanita adalah seorang wanita muda yang terbaring tak berdaya setelah diminta menjadi “istri” seorang lelaki seumur Bapaknya.

Perempuan muda dengan tubuh yang langsing, kulit putih mulus dan wajah cantik rupawan. Seorang publik figur dengan status sebagai Calon Dokter. Sedangkan si pria di atasnya yang siap menyetubuhinya adalah seorang Pemilik dari perkebunan yang wilayah cukup pedalaman yang selama ini dihormati karena memiliki pengaruh keluar desa dan ekonomi yang sangat baik, dan merupakan Lelaki memiliki 6 anak dan berapa cucu.Untuk ketiga kalinya Shinta dan Pak Tanba melakukan hubungan badan, hubungan kali ini bukan hanya nafsu birahi saja. Cinta dan Pengabdian Shinta menjadi seorang istri akan ditunjukannya, sedangkan Pak Tanba ingin menujukan bagimana ia bisa menaklukan Perempuan Kota menjadi istrinya.

Sejujurnya Pak Tanba mencintai Shinta sama besarnya dengan cinta pada ketiga istrinya, namun ia memberikan lebih pada Shinta karena kedua istrinya yang lebih tua tidak bisa melayaninya. Ia tidak akan menceraikan dua yang lain sebagai bentuk penghormatan. Tubuh mereka berguling-guling dranjang saling memberikan rangsangan dan kenikmatan, hingga akhirnya Pak Tanba mengambil inisiatif, dia langsung mengangkangi Tubuh Shinta. Tanpa basa-basi Pak Tanba memasukan Penisnya dengan satu lesakan sekaligus”blessss”agak mudah dari berberapa waktu silam. Kini Penis Pak Tanba masuk ke dalam liang surgawi Shinta yang sudah banyak lendirnya itu. Geseken Penisnya yang begitu kuat terus memompa Vagina Shinta, secara perlahan Shinta ikut mengerakan Pantatnya agar memberikan tambahan kenikmatan.

“ Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” desah Shinta menyambut hentakan Pak Tanba dengan pelukan erat, bahkan sambil menciumi Bibir Pak Tanba ia juga menggerak-gerakkan pantatnya. Kali ini permainan menjadi amat bergairah. Shinta sudah mulai terbiasa menerima sodokan Penis Pak Tanba di Vaginanya. Keduanya sudah seperti pasangan yang serasi. sudah seirama dan saling beradaptasi dalam persetubuhan itu. Shintapun tak melakukan perlawanan sama sekali terhadap Pak Tanba. Dibiarkannya pemimpin desa itu menggenjot vaginanya dan menuju puncak kenikmatan bersama. Shinta yang memang wanita baik-baik dan terpelajar, ia menikmati persetubuhan itu. Namun yang sebenarnya terjadi, Shinta benar-benar menikmatinya. Berkali-kali Shinta mengalami orgsme saat kemaluannya digenjot oleh Penis Pak Tanba.

Persetubuhan itu berjalan terus selama tiga jam berjalan cukup panas, keringat membasahi keduanya. Tubuh mereka menjadi terlihat begitu mengkilap. Mereka terlihat begitu kenikmatan melakukan persetubuhan ini. “Ohhhh…ohhhh..ohhhh…sshhhh…shhhh…ohhhh..oohhhhhh,” desah Shinta saat liang vaginanya dipompa oleh Penis Pak Tanba.“Teruskan pak,…uuhhhh….uhhhh…aaahhhhh…uhhhh…nikmat sekaliiii,”ujarnya Shinta sambil terbata-bata. OOOHHHHHH…….” Shinta mengerang kuat menikmati orgasmenya yang bertubi-tubi dan memabukkan. Rintihan dan ekspresi wajahnya yang erotis membuat Pak Tanba kian terpacu dan kian bersemangat menyetubuhi Shinta yang seolah sudah resmi menjadi istrinya.“Shintaaaa…… Hhhggggh….” lenguh Pak Tanba melepaskan semua sperma yang ditahannya dari tadi ke dalam Rahim Calon Dokter itu sebagai balasannya. Kemudian hening, hanya degupan jantung keduanya yang terasa bergejolak di dada mereka yang saling menempel Pak Tanba dan Shinta menyatu bugil di atas ranjang.

Keduanya berpelukan erat. Pak Tanba di atas Shinta. Kaki Shinta yang mengapit pinggul Pak Tanba menekan pantat salahsatu pimpinan desa itu supaya tetap di tempatnya. Mereka pun berciuman dengan ganas menikmati setiap detik keintiman mereka. Kedua tubuh itu masih saling menghimpit menciptakan sebuah pemandangan yang sangat kontras. Shinta yang memilih tubuh yang putih, mulus dan langsing dengan wajah yang begitu cantik ditindih oleh sosok hitam legam dan berotot serta cukup berumur.Shinta memejamkan matanya, air matanya meleleh membasahi pipinya yang putih, kini ia resmi menjadi milik Pak Tanba. sementara Pak Tanba masih membirkan penisnya menancap di vagina Shinta, mencoba merasakan kenikmatan tubuh Shinta yang mulus itu sepuas-puasnya.

Ditatapnya wajah cantik Shinta dengan perasaan sangat puas, kemudian Pak Tanba menyelimuti tubuh Shinta dan tidur karena sudah pukul 3 pagi. Mereka tidur dikamar itu seperti menjadi suami istri, Shinta bangun pukul 6 pagi. Pak Tanba sudah tidak ada dikamar, maka dengan ditutupi selimut ia berdiri. Vagina sedikit sakit dan ngilu, sama dengan sakitnya saat kali kedua bersetubuh. Ia mencari pakaiannya semalam untuk dipakai kembali. Namun ia tidak menemukannya, hanya Bra dan Celana Dalam semalam dan sebuah daster yang ada di Meja Panjang tempat ia menaruh pakaiannya. Ia pu memakainya, karena hanya itu yang ada. Ketika pintu kamar dibuka, ketiga istri Pak Tanba memberikan selamat untuk Shinta.

“Selamat Shinta, sekarang kamu sudah menjadi istri Pak Tanba. Jadilah istri baik, meski belum resmi kamu sudah bisa anggap kami kakakmu dan Pak Tanba suamimu,” kata Rhayah. Shinta tersenyum dengan perkata tersebut. Maka Shinta mulai berusaha akrab dengan ketiga istri Pak Tanba. Fatma dan Shinta pun bertemu dan mengetahui apa yang terjadi. Mereka pun memilih menjadi calon istri yang baik untuk kekasihnya. Sementara Pak Tanba dan Kepala Desa memiliki impian untuk melihat pasangan hamil, tapi apakah itu bisa terjadi?

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd