Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Seratus Susu ~ Tamat

Garmen tempatku bekerja berada di sebuah komplek perumahan. Garmen ini bukan hanya memproduksi pesanan namun juga produk mereka sendiri yang dipasarkan secara nasional. Bangunannya adalah dua rumah besar bersebelahan yang tembok pembatasnya dihancurkan.

Bangunan sebelah kiri adalah tempat kerja puluhan penjahit yang 90% dari mereka adalah wanita. Bangunan ini terlihat bersih dengan tembok dan lantai keramik yang putih. Bangunan sebelahnya adalah tempat sablon dan semua pegawainya adalah pria. Bangunan ini terlihat lebih kotor, tembok terlihat berwarna gading karena asap rokok, dan banyak bekas cat sablon.

Posisiku disini adalah Design Manager Assistant yang kalau di Bahasa Inggris terdengar keren, tapi aslinya biasa saja. Selain desainer tetap, garmen ini memiliki banyak desainer pekerja lepas juga agar desain produk mereka lebih beragam. Tugasku adalah mengumpulkan desain-desain dari mereka lalu memberikannya ke Design Manager untuk dipilih mana yang bagus.

Yap, seperti yang kuceritakan di Part-11, kerjaanku sebenarnya tidak penting, pemilik garmen ini memperkerjakanku hanya untuk membantuku. Nama beliau adalah Om Rony, orang yang sangat baik dan murah hati. Dia sering membelikan semua pegawainya makanan enak, mentraktir semua untuk liburan ke luar kota, memberikan gaji diatas UMR, dan kebaikan lainnya.

Berasal dari keluarga yang kurang mampu, menjadikannya bukan tipe boss yang cuma bisa nyuruh doang, tapi dia adalah seorang multi talenta pekerja keras. Walau sudah berumur diatas 50 tahun, semangatnya tetap membara, terbukti karena dia hanya tidur 4 jam setiap harinya. Di hari Minggu saat semua pegawainya libur, dia mengerjakan semuanya dengan dibantu tenaga lepas.

Obrolan dan candaan yang nyambung membuat hubungan kami semakin dekat. Dia sering mengajakku saat dia ada acara keluarga yang seharusnya bersifat pribadi. Lama kelamaan aku jadi dekat juga dengan istri dan kedua anaknya yang adalah wanita. Om Rony pernah menyarankanku untuk mendekati anak sulungnya yang sudah berumur 27 tahun dan belum punya pacar. Kalau misalnya cocok, dia akan menanggung semua biaya pernikahan dan menyediakan sebuah rumah.

Pada awalnya aku mengira dia bercanda, tapi ternyata dia serius dengan permintaannya itu. Alasannya adalah karena dia suka dengan pekerja keras dan dia percaya padaku. Gila saja, aku masih berumur 20 tahun dan masih ingin bersenang-senang. Sebenarnya anak sulungnya terlihat menarik dengan wajah yang cantik, dan tubuh yang menggiurkan. Namun sayang, workaholic membuatnya tidak punya waktu untuk berpacaran. Rasa respect kepada Om Rony membuatku tidak berani bermain-main dengan anaknya.

Aku lebih tertarik dengan salah satu penjahit di garmen ini, Irma. Dia sering curi-curi pandang sambil tersenyum-senyum sendiri dan tampak salting setiap aku menyapanya. Wanita berumur sekitar 25 tahun ini bertubuh mungil agak chubby, dan wajahnya cantik ayu tanpa bantuan makeup. Sudah ada beberapa pegawai yang mendekatinya, tapi belum ada yang berhasil meluluhkan hatinya.

Dia sering membalik badan dan pergi jika kami akan berpapasan. Saat aku menyapanya dan mengajaknya mengobrol, dia sering kali tidak berani menatap mataku dan menjawab pertanyaanku dengan terbata-bata lalu berlari kecil untuk menghindar sambil senyum-senyum. Walau umurnya lebih tua 5 tahun, tapi tubuhnya yang mungil membuatnya malah tampak lebih muda dariku.

Ada susu gratis di depan mata, tentu saja akan kusikat. Kakiku seakan bergerak dengan sendirinya, membawa tubuhku memasuki ruangan penjahit dan menghampiri meja Irma yang berada di tengah ruangan.

Aku: "Mbak, hari ini kan malam minggu, setelah pulang kerja ada acara nggak?"
Mbak Irma menjawab dengan salting: "Paling nonton TV doang di mess."
Aku: "Temani aku nonton bioskop mau nggak Mbak?"
"Teman-temanku lagi pada sibuk nanti malam, kebetulan ada film yang bagus." (aku berbohong)
Mbak Irma: "Nggak ah mas, malu aku."
Aku tertawa mendengarnya: "Masa ke bioskop doang bisa malu, Mbak ini ada-ada saja."
Mbak Irma: "Iya, aku nggak PD ke mall gitu."
Aku: "Mbak tenang aja, kan ada aku."

Meja jahit yang berdekatan membuat ibu-ibu di sekitar kami menjadi heboh mendengar percakapan kami. Ada yang hanya tertawa, tapi banyak juga yang menyarankan Mbak Irma untuk menerima ajakanku. Sampai akhirnya dia mau, dan aku berjanji akan menjemputnya di mess jam 7 malam nanti.

Sudah jam 4 sore tapi kerjaanku hari itu sudah selesai, jadi aku memutuskan pulang untuk mandi. Inilah enaknya sebagai pekerja lepas, bisa pulang kapan pun.

Setelah menjemput Mbak Irma, kami langsung pergi ke mall. Sepanjang perjalanan aku melontarkan guyonan-guyonan kecil untuk mencairkan suasana. Lambat laun Mbak Irma semakin nyaman, malah akhirnya dia mulai berani melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang personal seperti alasan kenapa aku putus dengan mantanku.

Sampai di mall sekitar jam setengah 8, masih ada waktu setengah jam, membuat kami berjalan santai menuju bioskop yang berada di lantai paling atas. Tiba-tiba Mbak Irma yang sebelumnya tampak ceria berubah menjadi terlihat tidak nyaman.

Mbak Irma: "Mas, kita pulang saja ya."
Aku: "Loh kenapa mbak?"
Mbak Irma: "Orang-orang dari tadi ngelihatin kita dengan aneh, aku nggak nyaman."

Aku baru menyadari kalau itu memang benar, kebanyakan orang yang berpapasan dengan kami melihat ke arahku lalu ke Mbak Irma, seakan ada yang aneh di penampilan kami berdua.

Di hari biasa aku hanya mengenakan kaos, celana jeans, dan sepatu kets yang sudah jelek. Bisa dibilang aku adalah orang yang cuek dalam berpenampilan, tapi tidak di hari Sabtu. Baik hangout sama teman maupun sama cewek, aku selalu berpenampilan modis di hari yang selalu kunanti ini. Ini menjadi kebiasaanku sejak dulu aku pacaran dengan Putri, karena aku harus mengimbangi penampilannya yang modis.

Saat itu aku mengenakan kaos putih, cardigan hitam, celana chino khaki, dan boots kulit berwarna hitam. Sedangkan Mbak Irma hanya mengenakan kaos, celana jeans dan sepatu kets. Mungkin orang-orang mengira kalau Mbak Irma adalah ARTku. Aku menggandeng tangannya untuk secara tidak langsung memberitahu orang-orang kalau Mbak Irma adalah teman kencanku.

Pandangan aneh dari orang-orang mulai berkurang, tentunya hal ini membuat Mbak Irma lebih nyaman. Gesturnya kembali ceria, dan senyuman menghiasi wajahnya lagi. Dia malah sekarang lompat-lompat kecil sambil menarik tanganku, terlihat antusias ingin cepat sampai di bioskop. Tubuh mungilnya yang menggemaskan membuat pikiran kotorku mulai liar. Pokoknya aku harus mengewenya malam ini.

Sesampai di bioskop, kami langsung memilih film. Aku pribadi ingin menonton film luar, tapi Mbak Irma lebih suka film lokal, jadi akhirnya kami memilih film horor lokal. Di tahun itu, kualitas beberapa film horor lokal sangat rendah karena bercampur dengan adegan dewasa, jalan cerita dan dialog ngasal, dan dipenuhi candaan mesum yang murahan. Yang dijual bukan lah cerita maupun kualitas berperan sang bintang film, melainkan susu-susu yang besar.

Dari awal film diputar, Mbak Irma yang tampak menikmatinya berbeda denganku. Untuk menjaga vibe, aku berpura-pura menikmati film tersebut. Aku tertawa saat ada dialog candaan yang tidak lucu, aku berpura-pura kaget padahal sudah bisa menebak jalan ceritanya dan jumpscarenya.

Mbak Irma sesekali meremas tanganku saat ada jumpscare sambil berteriak kecil. Terkadang dia juga menutup wajahnya karena ketakutan. Aku mengelus kepalanya untuk menenangkannya, sampai akhirnya dia menyenderkan kepalanya di bahuku.

Ternyata aku beruntung menonton film ini. Mbak Irma sepertinya masih polos dan belum pernah menonton film dewasa. Saat ada adegan panas, mulutnya yang selalu berkomentar menjadi terdiam. Aku perlahan melirik ke samping kanan dan kiri kami, ada beberapa bangku kosong diantara kami dan penonton lainnya.

Tanpa berpikir panjang, aku mengecup bibirnya. "Ihhh... Diem mas, lagi seru nih," ucapnya sambil matanya terus tertuju ke film. Gestur tubuhnya berkata lain, dia merapatkan kedua pahanya lalu sedikit menggoyangkannya. Aku yang yakin memeknya sudah basah mencoba membuka retsletingnya, tapi tidak bisa karena perutnya berlemak dan celana jeansnya agak ketat.

Dengan suka rela Mbak Irma sedikit meregangkan pahanya ke depan agar retsletingnya dapat terbuka. Setelah terbuka, aku memasukan jariku kedalamnya. Terasa tekstur kain celana dalam dan ada bagian kasar seperti bordiran. Jariku mulai berjalan ke bagian depan bordiran tersebut sampai di lekukan lipatan memeknya, dan memang benar sudah basah. Selama beberapa saat, aku menggesek lekukan itu dengan jariku, sampai akhirnya dia tampak menggigit bibir bawahnya.

Melakukan hal mesum di tempat umum seperti itu membuat jantungku berdetak sangat kencang, ada perasaan takut ketahuan orang. Aku melihat ke samping dengan perlahan, dan ternyata pasangan di samping kananku yang berjarak sekitar 5 kursi sedang berciuman dengan liar. Tapi posisi kedua kepala mereka lumayan rendah untuk menghindari CCTV di belakang. Berjarak 6 kursi di sebelah kiriku ada seorang cowok yang tertidur dan pacarnya yang masih menonton sambil menyender di bahunya. Hal ini memberikan rasa tenang dan aku melanjutkan aksiku.

Aku membuka relsleting lalu mengeluarkan kontolku. Mbak Irma sempat melihat kontolku yang sudah tegang berurat sebelum aku menutupinya dengan cardiganku. Aku mengarahkan tangannya ke bawah cardigan untuk memegang kontolku. Dia sepertinya bingung mau ngapain karena selama beberapa saat tangannya hanya menggenggam kontolku dan tidak bergerak. "Kocokin mbak," ucapku sambil menggerakan tangannya.

Tangannya mengocok kontolku... Kocokan ngasal yang tidak enak...

Adegan panas di film sudah beralih ke adegan seram, tapi kali ini Mbak Irma tidak berteriak lagi saat ada jumpscare. Sepertinya pikiran dia sedang sibuk memikirkan hal lain. Tidak kunjung crot membuatku menjadi bosan, dan aku memasukan kontolku lagi ke sarangnya. Mbak Irma juga menutup kembali retsletingnya.

Perlahan suasana kembali seperti awalnya, dia menikmati filmnya sampai di akhir film. Tertawa saat ada dialog lucu, kaget saat ada jumpscare. Setelah film selesai, kami yang belum makan malam merasa lapar dan memutuskan untuk makan makan sate dulu di sebuah lapak pinggir jalan.

Akhirnya kami sampai di mess pekerja wanita. Sebenarnya ini adalah sebuah rumah besar yang dibuat memiliki banyak kamar berukuran kecil seperti kos-kosan. Rumah ini khusus wanita, sedangkan untuk pekerja pria ada di blok yang berbeda.

Mbak Irma: "Makasih mas, tadi filmnya seru."
Aku: "Sama-sama mbak,"
"Ngomong-ngomong, cowok boleh masuk ke dalam nggak mbak?"
"Aku mau mampir dulu kalau boleh."
Mbak Irma: "Boleh sih mas, soalnya banyak yang bawa pacarnya juga,"
"Kata bos, yang penting nggak nginep."
Aku: "Kalau begitu aku mampir dulu ya mbak."
Mbak Irma menjawab sambil tersenyum: "Silahkan mas."

Setelah memarkirkan motor, aku berjalan mengikutinya masuk ke rumah besar itu.
 
Ruang tamu tampak kosong, tapi terdengar ada beberapa wanita yang sedang mengobrol di dalam kamar mereka masing-masing.

Setelah mengunci pintu kamar Mbak Irma, aku langsung menciuminya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini dia membalas dengan memainkan lidahnya. Tanganku mulai membuka semua pakaiannya sampai akhirnya dia telanjang bulat. Tubuh dan susunya tampak mungil, warna kulitnya kuning langsat dan memeknya ditumbuhi bulu tipis yang dicukur pendek.



Setelah puas menggerayangi tubuhnya dan menjilati memeknya, aku mulai menggenjotnya. Sebisa mungkin aku tidak mengeluarkan suara agar tidak ada yang tahu. Tapi tetap saja kami terkadang mengeluarkan suara-suara aneh, seperti kepala Mbak Irma yang terjeduk tembok. Dia juga sesekali mengeluarkan desahan yang kencang tidak terkontrol.

Tiba-tiba pintu kamar diketuk pelan lalu ada suara seorang wanita, "Irma, kamu lagi enak-enak sama siapa?" dilanjut dengan tawa kecil.

Mbak Irma menenangkanku. "Santai mas, itu temanku dari kamar sebelah." Mendengar itu aku melanjutkan menggenjot memeknya. Mbak Irma ini orang yang pasif, seperti kurang pengalaman bercinta. Aku mengarahkannya untuk mengganti posisi beberapa kali. Sampai akhirnya kami berdua crot. Kami berdua bermandikan keringat dan aku tiduran di sebelahnya untuk istirahat sejenak.

Saat aku mau pulang, ternyata wanita yang mengetuk tadi sedang main HP di ruang tamu. "Kayaknya enak banget nih, muka kalian berseri-seri gitu," ucapnya. "Oh ternyata Mbak Maimun, kirain siapa... Mbak, jangan kasih tahu siapa-siapa ya," balasku. "Iya tenang... Mbak nggak akan kasih tau orang," balasnya.

Mulut Mbak Maimun tidak bisa dipercaya. Pada hari Senin, ternyata kabar tentang aku dan Mbak Irma sudah tersebar di tempat kerja. Beberapa pria mulai menjauhiku, mereka adalah yang pernah ditolak, maupun masih menyukai Mbak Irma. Beberapa wanita juga menjauhiku, mungkin mereka merasa risih atau takut.

Ini pertama kalinya aku merasakan kerasnya persaingan dunia kerja. Jika ada celah, orang akan ragu untuk menjegal kita.

Yang paling diuntungkan adalah Design Manager yang merupakan atasanku, dari dulu dia tidak suka dengan keberadaanku karena akan mengancam posisinya. Dia mengumpulkan semua orang yang tidak suka denganku untuk mengadu ke Boss dan mengancam akan mogok kerja. Akhirnya aku pun dipanggil olehnya.

Dia tertawa-tawa mendengar hal ini. Hubungan kami sangat dekat, dan orang-orang tidak tahu kalau Om Rony itu sepemikiran denganku. Dia juga pernah beberapa kali mentraktirku ke salah satu SPA elit.

Om Rony: "Gila kamu Bud, main kamu kurang rapih,"
"Harusnya bawa ke hotel, jadi nggak ada yang tahu."
Aku: "Ya gimana om, aku udah kebelet, jadi nggak bisa mikir."
Om Rony: "Om sebenarnya nggak masalah kamu mau ngewe sama siapa juga,"
"Tapi, om harus mikirin kelangsungan perusahaan ini."

"Kalau kamu tetap bekerja, dan mereka semua resign, akan ribet mencari pekerja baru sebanyak itu, harus training lagi."

"Atau mereka mungkin tetap bekerja, tapi suasananya jadi jelek dan akan berpengaruh ke kinerja mereka."

"Tapi terserah kamu kalau masih mau bekerja, kita nanti coba lihat setelah seminggu akan bagaimana."

Aku: "Maaf ya om, sudah membuat masalah disini,"
"Jujur keuanganku terbantu banget sejak bekerja disini, dan aku merasa berhutang budi sama om,"
"Aku nggak mau perusahaan ini hancur karenaku."

"Aku resign saja om, terima kasih untuk semuanya."

Om Rony orang yang sangat baik, walaupun aku resign, dia tetap memaksa untuk memberikan pesangon. Sampai saat menulis ini aku masih berhubungan baik dengannya.

Aku tidak ingin Mbak Irma jadi ikut dijauhi pekerja lainnya, jadi aku menjauh darinya. Posisiku serba salah, tidak tega rasanya meninggalkan wanita yang masih polos seperti itu. Tapi jika kulanjutkan hubungan kami, hari-harinya di tempat kerja akan menjadi buruk. Ya sudah lah... Move on...

Uang tabunganku cukup untuk hidup beberapa bulan, jadinya aku memutuskan untuk fokus kuliah dulu. Di semester 4 ini ada mata kuliah menggambar model. Di akhir semester, modelnya adalah orang telanjang beneran yang berdiri di tengah dan depan kelas. Yang pertama adalah model wanita, yang seorang lesbi, jadi dia tidak malu untuk telanjang di depan banyak cowok. Tubuhnya bagus langsing dengan susu yang besar. Tapi karena dia lesbi, aku jadi tidak tertarik untuk mendekatinya.

Minggu depannya adalah model pria. Semua HP dikumpulkan di satu keranjang besar lalu semua mulai menggambar model pria itu. Setiap gambar model, suasana kelas jadi agak canggung selama dua jam... Sunyi tidak ada yang bercanda...

Mata kuliah ini berlangsung 4 jam, 2 jam menggambar modelnya, dan 2 jam sisanya bebas mau ngapain, yang penting mengumpulkan tugasnya di akhir jam. Banyak yang melanjutkan menyempurnakan gambarnya, aku dan teman-temanku yang lain memilih untuk nongkrong merokok di taman depan kampus.

Ternyata si model pria tersebut adalah orang yang supel, dia ikut membaur dengan kami dan candaannya juga masuk. Namanya adalah Dodi. Aku jadi penasaran dengan profesi dia.

Aku: "Bro, lu nggak malu jadi model gambar gitu? Bugil depan puluhan orang."
Dodi: "Awalnya malu sih bro, tapi duitnya lumayan,"
"Yang penting nggak ada yang rekam aja, aman bro."
Aku: "Berapa bayarannya?"
Dodi: "Untuk 2 jam berdiri doang gw dibayar 2 jt."
Aku: "Wah gila, serius lu?! Anjing gede banget."
Dodi: "Asik kan bro, nahan malu 2 jam, bayarannya lebih gede dari UMR. Lu mau coba?"
Aku: "Nggak ah... Malu gw bugil depan orang banyak gitu."

Dodi mengajakku untuk menjauh dari yang lain, dan mengobrol 4 mata.

Dodi: "Kalau lu mau, ada yang sepi, di kelas private gitu yang cuma 5-6 orang, tapi isinya STW semua."
"Dan lu jangan bilang sama siapa-siapa tentang kelas ini."

Bagiku yang suka STW, tentu mendengar ini membuatku penasaran.

Aku: "Kelas private apa tuh? Bayarannya berapa?"
Dodi: "Jadi ada ibu-ibu lulusan S2 Art dari universitas luar yang buka kelas private menggambar,"
"Itu orang tajir banget bro, jadi dia cuma mau ngisi waktu doang,"
"Muridnya juga ibu-ibu tajir selevel sama dia,"
"Sebenarnya cuma buat ngumpul ngerumpi kaya arisan, tapi kebetulan aja yang ngajar orang seni, jadinya ya bikin kelas menggambar."
Aku: "Kalau gw coba, lu nanti gimana? Pemasukan lu berkurang dong."
Dodi: "Nggak apa-apa bro, mental gw nggak sanggup di kelas itu,"
"Obrolan orang kaya bro, gw ngerasa jadi kaya gembel hina disana,"
"Bayarannya 2 jam 2jt juga, lu bakal cocok sih bro."
Aku: "Kenapa?"
Dodi: "Soalnya yang dicari yang badannya atletis, tinggi, six pack,"
"Tipe badan patung Yunani gitu, kaya gw gini lah."

"Btw, ini fotonya bos gw, siapa tau lu penasaran," dia menunjukan sebuah foto di gallery HPnya. Sebuah foto yang membuatku tercengang.

! Foto ini dibuat oleh AI, jadi agak aneh.


Wanita di foto itu bertubuh chubby dengan susu yang besar. Umurnya kuperkirakan sekitar 40 tahun. Pikiran kotorku mulai muncul kembali, aku jadi penasaran ingin meremas susu wanita itu.

Aku: "Perut gw udah mulai berlemak sih, tapi gw coba deh."

Dodi bilang akan memberitahu bosnya bahwa dia akan resign dan aku yang menggantikannya. Kami bertukar nomor HP, dan Dodi meminta ijin untuk memberikan nomorku ke bosnya, Tante Novi.

Sekitar jam 7 malam, Tante Novi meneleponku. Terdengar suara lembut keibuan yang menggoda. Dia menyuruhku untuk datang jam 1 besok siang ke rumahnya.
 
Bimabet
Teriknya matahari menemaniku mengendarai motorku dengan perlahan sambil mengecek nomor rumah di suatu jalan yang berisi rumah-rumah besar. Aku sudah lama tidak melewati daerah ini yang ternyata sekarang semakin banyak rumah besar dan mewah bergaya eropa dengan pilar-pilar yang indah. Ini kelasnya sudah bukan orang kaya biasa, rumah putri yang besar saja terlihat kecil kalau dibandingkan dengan rumah di daerah ini.

Akhirnya aku menemukan rumah nomor 38, sebuah rumah dengan gerbang setinggi dua meter. Rumah dua lantai itu terlihat luas dengan desain bangunan yang modern minimalis. Belum sempat menekan bell, ada seorang satpam yang menghampiriku dan aku menjelaskan maksud kedatanganku.

Dia pun membuka gerbang dan mempersilahkanku masuk, di pos satpam ternyata ada tiga orang satpam lain yang sedang mengobrol. Dari sini aku langsung tahu kalau Tante Novi bukanlah orang sembarangan, satpamnya saja ada 4 orang. Dia bilang kalau Tante Novi sudah memberitahunya dan aku mengikutinya sampai di ruang tamu untuk menunggu Tante Novi.

Sambil duduk menunggu, aku tidak berhenti terpukau dengan isi ruang tamu itu. Ruangan itu besar dan luas, dengan sofa yang terasa empuk, ada banyak patung bergaya modern yang terlihat mahal, dindingnya dihiasi lukisan abstrak minimalis. Aku hanya duduk terdiam, wajar saja Dodi merasa minder, aku juga baru duduk saja sudah merasa minder ada disini.

Tidak lama datang seorang ART, lalu dia menyajikan sepotong besar kue, dan secangkir teh. Tidak seperti ART biasanya, dia berlutut saat menyajikan dan tersenyum ramah. Aku memakan kue itu, kue mahal yang terasa lembut dan lumer dimulut.

Sepuluh menit kemudian datanglah Tante Novi, dia mengenakan blus putih dan celana panjang berwarna hitam. Dengan anggun dia duduk di sofa depanku lalu membuka pembicaraan.

Tante Novi: "Nama kamu Budi ya?"
Aku: "Iya, maaf, saya enaknya manggil apa ya?"
Tante Novi: "Kamu bisa panggil saya Tante Novi,"
"Kemarin Dodi sudah telepon ingin mengajukan resign dan kamu penggantinya,"
"Tadi baru saja dia pulang setelah berpamitan."
Aku: "Iya tante, saya sedang kuliah seni rupa, dan butuh uang tambahan, untuk beli cat."

Dia terkejut mendengar itu.

Tante Novi: "Oh ternyata kamu kuliah seni ya, Dodi nggak bilang,"
"Bagus Bud, berarti kita di satu bidang yang sama."
Aku: "Iya tante, makanya aku antusias banget ingin bekerja dengan tante,"
"Siapa tau juga aku bisa belajar banyak tentang seni dari pakarnya."

Sebenarnya aku hanya ingin uangnya saja, tapi aku ingin terlihat antusias.

Tante Novi: "Tante sih langsung setuju ya Bud,"
"Tapi tante mau menjelaskan beberapa hal dulu,"

"Jadi tante ini membuka kelas menggambar,"
"Peminatnya teman-teman tante sendiri, sekedar mengisi waktu luang,"
"Ada yang serius ingin belajar menggambar, ada yang malas-malasan,"
"Tante bebaskan karena ini kelas santai."

"Kelas ini isinya orang-orang kaya, jadi kamu harus merahasiakannya untuk menjaga identitas tante dan yang lainnya."

Aku: "Tenang tante, aku orang yang bisa menjaga rahasia,"
"Kalau pembayarannya gimana ya?"

Tante Novi: "Bayaran kamu per sekali datang, untuk kelas menggambar, sejuta per jam,"
"Biasanya berlangsung selama 2 jam."

Aku: "Lalu aku harus telanjang?"

Tante Novi: "Iya dong Bud, biar pada semangat menggambarnya,"
"Kalau gambar benda mati cuma bikin ngantuk doang."

"Sini ikuti tante, tante mau ngasih lihat studio tante."

Aku mengikutinya sambil melihat pantatnya yang bergoyang-goyang. Kami sampai di studio lukisnya, tampak ada banyak kanvas yang posisinya berantakan. Tante Novi memberitahuku bahwa itu adalah tempatnya menyalurkan hobi melukisnya.



Di sebelah ruangan itu adalah studio gambar yang berisi dua baris 6 meja lesehan besar yang bisa diatur sudut kemiringannya. Menempel ke tembok ada lemari besar berisi buku-buku tentang seni. Pencahayaan di ruangan ini agak redup agar lekukan tubuh model lebih terlihat jelas.



Tante lalu duduk di salah satu meja lalu menyuruhku berdiri di depan dan membuka semua pakaianku. Aku membuka kaosku lalu terdiam karena malu. "Ayo buka semuanya, kalau kamu malu gini, gimana nanti di depan 6 orang." Ya sudah lah, yang penting kan uangnya, lagian ini kelas private jadi nggak akan ada yang tahu. Aku membuka celana dan boxerku lalu berdiri tegap.

Ada perasaan ragu di hati ini, apakah iya aku harus mencari uang dengan cara seperti ini. Aku hanya terdiam melihat mata Tante Novi yang berjalan-jalan mengamati tubuhku. Walau aku sedang berduaan dengan wanita bersusu besar ini, pikiran kotor seakan bersembunyi di benakku, dia dikalahkan oleh rasa malu dan ragu.

"Badan kamu bagus, tapi six packnya kurang terlihat, kamu nanti ngegym ya,"
"Lalu cukur semua bulu ketiak dan jembut kamu, terserah mau digundulin atau di potong pendek, biar anatominya lebih jelas."

"Kelas gambar setiap hari Rabu jam 2 siang, jadi kamu mulai kerja besok."

"Oh iya satu lagi, saat jadi model, kamu jangan ngomong apa pun,"
"Jangan berkomentar apa pun, jangan menjawab candaan atau pertanyaan dari murid tante,"
"Pokoknya diam saja."

"Aku mengerti tante," jawabku sambil menganggukan kepala.

Aku mengenakan pakaianku kembali lalu berpamitan pulang.

Di teras rumah aku hanya terbengong sambil menghisap sebatang rokok. Aku masih ragu apakah benar mau melakukan pekerjaan ini. Tapi uangnya besar, dalam sebulan aku bisa dapat 8jt. Akhirnya aku memantapkan hati untuk mencobanya.

Saat itu aku belum menyadari kalau aku akan terjebak di dalam permainan aneh orang-orang kaya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd