Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Tiga Wanita : Vina, Inge dan Memey

Status
Please reply by conversation.
ayo gan buruan di lanjut updatenya sampe tamat.. jangan sampe kentang... Hahahaha
 
Side Job


Beberapa hari kemudian sepulang dari main badminton Ibu Vina minta diantar ke sebuah supermarket untuk belanja. Suatu ketika ketika kami sedang memasukkan belanjaan ke dalam mobil tiba-tiba ada seorang wanita yang menepuk punggung Ibu Vina. Ibu Vina terkejut dan berbalik. Mukanya tiba-tiba menjadi cerah melihat wanita yang ada di hadapannya.
"Inge...Ngapain loe ada di sini?" tanyanya sambil memeluk wanita tadi. Mereka saling berciuman pipi.

Aku belum pernah melihat wanita ini sebelumnya. Kelihatannya ia bukan berasal dari kota ini. Tubuhnya mungil dengan rambut dicat coklat kemerahan. Melihat mukanya aku memastikan ia seorang keturunan China juga.
"Vina apa kabarmu? Lama gua nyari loe. Kutanya teman-teman gak ada yang tahu alamat atau nomer telepon loe. Pokoknya gua anggap loe sudah habis ditelan bumi. Ternyata Vina yang ehmmm sekarang ada di sini..".
Mereka terus bercakap-cakap dengan suara keras dan akrab. Agaknya wanita yang dipanggil Inge ini adalah teman lama Ibu Vina.
"Oh ya, kenalkan ini Pak Anto staf suami saya di kantor. Pak Anto ini Inge teman sekolah dan kuliah saya dulu," kata Ibu Vina menjelaskan.

Kuulurkan tanganku menjabat tangannya.
"Anto"
"Inge"
Kutatap mukanya dan dari tatapan matanya yang liar aku menebak bahwa Inge adalah seorang wanita yang punya gairah seksual tinggi dan suka berpetualang.
Mereka kembali berbicara dengan riuh. Sempat kudengar Inge berbisik,"Boleh juga tuh. Sudah kutebak pasti dia bukan sopirmu. Tadi kusangka kalau dia brondong kamu".
Muka Ibu Vina sedikit memerah lalu berkata,"Hussh ngomong apa kamu ini. Ngaco loe..!"
Aku jadi berpikir sesuatu dari percakapan mereka.

Kulihat mereka saling bertukar nomor HP. Setelah itu Ibu Vina berpamitan kepada Inge. Untuk sekedar berbasa-basi akupun menganggukkan kepala kepada Ibu Inge. Ia tersenyum aneh dan tatapan matanya berbinar-binar. Aku agak tercekat menatap wajahnya.

Dalam perjalanan ke rumahnya Ibu Vina cerita kalau Inge adalah teman lamanya. Mereka satu sekolah sejak SMA dan juga satu kampus. Inge mempunyai rencana akan membuka usaha di kota ini.

Beberapa hari kemudian dari balik meja kerjaku kulihat Ibu Inge berjalan ke ruangan Ibu Vina. Tak berapa lama Ibu Vina memanggilku ke ruangannya. Aku masuk ke ruangan Ibu Vina dan kulihat mereka berdua sedang duduk di sofa. Aku mengangguk kepada Ibu Inge ketika kami bertatapan. Senyumnya masih terlihat aneh di mataku.
"Masih ingat Ibu Inge khan? Nah ia minta bantuan untuk mencari rumah yang cocok untuk dijadikan lokasi usahanya. Nah kalau Pak Anto tidak sibuk hari ini tolong temani Inge mencari rumah".
"Emmhh saya bisa nanti setelah makan siang Bu. Pagi ini masih ada kerjaan yang nanggung kalau ditinggal," kataku.
"Baiklah kalau begitu, biar Inge di ruangan saya dulu. Nanti setelah istirahat siang barulah kalian jalan. Tinggal satu setengah jam lagi istirahat. Nanti makan siang kita sama-sama saja sekalian dengan Bapak," kata Ibu Vina sekaligus memutuskan.

Tiba waktu makan siang. Kami berempat, Pak Ivan, Ibu Vina, Ibu Inge dan aku makan di sebuah rumah makan dengan menu masakan nusantara. Pembicaraan lebih didominasi oleh Ibu Vina dan Ibu Inge. Pak Ivan dan aku hanya sesekali menimpali. Pak Ivan kelihatannya kurang suka dengan kedatangan Inge.

Setelah makan siang dan mengantarkan Pak Ivan dan Ibu Vina, maka aku dan Ingepun berputar-putar ke beberapa lokasi untuk mencari tempat yang pas menjalankan usahanya. Aku tidak tahu usaha apa yang akan dijalankan. Ibu Inge juga tidak memberitahuku apa yang akan dikerjakannya. Ibu Inge lebih banyak diam dan sesekali saja bertanya kepadaku tentang kota ini. Ia hanya memberikan gambaran kondisi rumah yang ia inginkan. Tapi dari pembicaraan dengan para pemilik rumah yang aku kunjungi aku sempat menangkap jenis usaha yang akan dikerjakan. Kelihatannya ia ingin membuka usaha distribusi consumer goods.

Pada sebuah kompleks ruko kubelokkan mobil masuk ke dalam kompleks tersebut dan berhenti di depan sebuah pintu ruko yang masih kosong. Inge hanya diam dan termangu melihat sikapku.
"Bu, coba dengan ruko yang ini. Mungkin cocok dengan keinginan Ibu," kataku.
Ibu Inge melihat sekilas dari dalam mobil kemudian ia turun.

Kami bertemu dengan penunggu ruko dan masuk ke dalamnya. Lokasinya sangat strategis menurutku karena dekat dengan pusat kota. Ibu Inge kurang cocok terhadap pengaturan ruangannya, namun menurutku ruangannya bisa diatur lagi, toh lantai satu sekatnya hanya berupa dinding tripleks sedang lantai dua dan tiga bisa untuk kantor dan rumah tinggal. Ibu Inge memutuskan untuk mencari lagi rumah yang lebih cocok. Penjaga ruko mengingatkan agar diberi keputusan dalam dua hari karena ada orang lain yang juga sudah melihat-lihat dan berminat.

Setelah berkeliling setengah hari Inge masih belum puas. Ia menelepon Ibu Vina dan meminta ijin agar aku besok masih bisa menemaninya. HP diberikannya padaku dan aku bisa bicara langsung dengan Ibu Vina.
"Bu Vina, Ibu Inge besok masih minta saya antar. Sampai sore ini masih belum ketemu ruko yang cocok dengan keinginannya," kataku melaporkan hasil pencarian selama setengah hari ini.
"Ya besok kamu temani saja Inge. Biar urusan kantor nanti bisa didelegasikan kepada staf lainnya".
"Baik Bu kalau demikian".
"Eemmh Pak Anto...," Ibu Vina kelihatannya ingin menyampaikan sesuatu namun ia terdengar ragu-ragu.
"Ya Bu...".
"E..emmmh ee... nggak jadi deh, nanti saja lain kali saya sampaikan," katanya sambil menutup teleponnya.
Aku merasa bingung karena kelihatannya ada yang akan disampaikannya tetapi mengapa justru Ibu Vina menjadi ragu-ragu untuk menyampaikannya kepadaku.

Ibu Inge kuantar ke sebuah hotel berbintang dimana dia menginap. Ia meminta aku agar bisa menemaninya nanti untuk makan malam. Namun aku menolak dengan halus dengan alasan masih ada janji.

Esoknya aku langsung menjemput Ibu Inge ke hotel. Aku mengubungi kamarnya lewat resepsionis dan menunggu di lobby. Beberapa saat kemudian iapun datang menemuiku. Hari ini ia memakai baju tanpa lengan yang memperlihatkan lengannya yang mulus dan aku juga yakin bisa mengintip pangkal payudaranya dari balik ketiaknya.

Akhirnya setelah berputar-putar dan mendatangi beberapa tempat Ibu Inge memutuskan untuk mengambil ruko yang kemarin kami datangi. Aku mendukung keputusannya dengan alasan lokasinya sangat bagus. Mengenai pengaturan ruangannya bisa didesain ulang. Kami kembali menemui penjaga ruko itu dan bersama-sama kemudian menemui pemiliknya. Akhirnya kesepakatan harga tercapai.

Ibu Inge mengajakku ke sebuah kafe sekaligus untuk mengucapkan terima kasih. Kali ini dia banyak bicara. Aku menyambungnya dengan beberapa joke segar. Kalau mengena ia tertawa sambil mencubit lenganku. Agaknya Ibu Inge ini termasuk tipe wanita ramah, rajin menjamah.

Kami semakin akrab saja. Di kafe Ibu Inge duduk di sebelahku dan mulai bercerita mengenai rencananya untuk membuka usaha. Hanya saja ia tidak menceritakan statusnya padaku. Aku juga tidak berani bertanya, tidak etis rasanya baru kenal dua hari sudah bertanya hal yang sangat pribadi. Sebelum meninggalkan kafe ia mengulurkan sebuah amplop yang menurutku berisi uang sebagai tanda terima kasih. Aku menolaknya, karena akupun hanya sekedar menolong dan dengan senang hati menemaninya. Ia terus memaksaku dan memasukkan amplop tersebut ke dalam kantong bajuku. Aku tidak bisa menolaknya lagi.

Hari berikutnya, Inge kembali datang ke kantor menemui Ibu Vina. Kembali Ibu Vina memanggilku ke ruangannya.
"To.. Inge ingin mengucapkan terima kasih atas bantuanmu kemarin sampai dia mendapatkan ruko yang diinginkannya. Tapi ia masih minta bantuanmu lagi," kata Ibu Vina membuka percakapan.
"Apa yang bisa saya bantu Bu?" kataku sambil melihat ke arah Ibu Inge.
"Saya sudah membuat konsep hitungan usaha ini. Saya minta tolong agar Pak Anto bisa membuatkan proposalnya dan sekaligus memeriksa konsep saya ini. Vina sudah cerita kalau Pak Anto jago dalam hal analisis biaya, makanya saya sungguh beruntung ketemu sahabat lama dan sekaligus ketemu orang yang tepat yang dapat membantu saya," kata Ibu Inge menjelaskan.
"Kalau memang saya bisa tentu saya akan bantu. Tapi dalam hal usaha begini saya tidak punya pengalaman membuat hitungannya," kataku.
"Ini analisis sederhana saja kok pak. Nanti kalau ada hal yang tidak jelas biar saya jelaskan. Bisa kan pak?" tanyanya lagi penuh harap.
Aku memandang kepada Ibu Vina meminta pertimbangannya. Ia hanya tersenyum dan menganggukkan kepala.
Aku menyanggupi dengan syarat aku akan mengerjakannya di luar jam kantor agar pekerjaan rutinku tidak terganggu. Ibu Inge mengucapkan terima kasih kepadaku dan menyalamiku.

Aku mengerjakan analisis usaha Ibu Inge dalam dua malam menggunakan notebookku di rumah. Hari ketiga aku sampaikan melalui Ibu Vina bahwa pekerjaan dari Ibu Inge sudah selesai. Ia segera menelpon Ibu Inge dan menyatakan bahwa pekerjaan yang kukerjakan sudah selesai. Melalui Ibu Vina, Ibu Inge menyatakan masih di luar kota dan nanti malam kalau bisa ketemu untuk membahasnya. Nanti dia akan menghubungiku.

Jam setengah tujuh malam HPku berdering, sekilas kulihat nomornya asing bagiku. Aku lagi malas mengangkat telpon dari nomor yang tidak kukenal. Kudiamkan saja akhirnya ditutup dari sana. Beberapa kali diulang lagi dan tetap tidak kuangkat. Akhirnya ada SMS, bunyinya,"Aku telpon beberapa kali gak diangkat, mohon telpon balik. Inge". Ternyata Ibu Inge yang menghubungiku.

Aku segera menelpon nomor tersebut.
"Hallo. Sorry Pak Anto, mengganggu acaranya. E..e kalau bisa Pak Anto ke hotel agar kita bisa mendiskusikan analisis yang Pak Anto buat. Jam setengah delapan nanti saya tunggu di kafe, jangan lupa hasilnya dibawa".
"Ohh ya bu. Tapi saya belum sempat cetak...."
"Ya sudah nggak apa-apa. Bawa saja notebooknya, toh juga masih belum final. Nanti kita diskusikan. Bisa khan?" katanya dengan nada memohon.
"OK Bu, setengah delapan di lobby hotel," kataku memastikan.

Jam setengah delapan kurang lima menit aku sudah tiba di lobby hotel sambil membawa notebook. Selang beberapa menit kemudian tampak Ibu Inge keluar dari lift dan langsung menuju ke arahku. Ia mengenakan celana panjang krem dan jaket.
"Waduh, maaf ya saya terlambat. Sudah lama menunggu ya?" tanyanya.
"Belum terlambat kok Bu. Ibu tepat waktu, saya yang terlalu cepat beberapa menit," kataku sambil melihat arloji.

Kami duduk bersebelahan di sebuah sofa. Kemudian aku mulai membuka notebook-ku dan mulai membuka file yang sedang kukerjakan. Aku menjelaskan beberapa hasil analisisku kepadanya. Beberapa hal ia tanggapi dan langsung aku koreksi. Lobby hotel mulai kelihatan ramai sehingga ia merasa agak terganggu dan tidak bisa berkonsentrasi. Ibu Inge mengajakku ke kamarnya saja agar bisa lebih tenang membahas hasil analisis.
"Pak Anto, mungkin kita lebih baik ke kamar saja agar lebih tenang. Kelihatannya lobby mulai ramai sehingga konsentrasi kita terganggu. OK?" katanya.
"Tapi Bu..".

------
 
mohon lanjutkan suhu, kayaknya developmentnya menarik ni. prolognya panjang, moga2 klimaksnya puas
 
ane suka genre mif atau dengan binor kaya gini......
Lanjutkan suhu ........
 
:panlok1: Vina
Inge :panlok2:
:panlok4: Memey


adalah mantan trio macan:bata:
tak salah jika akan terjadi kehebohan jika sudah berkumpul. :4some:
 
"Pak Anto, mungkin kita lebih baik ke kamar saja agar lebih tenang. Kelihatannya lobby mulai ramai sehingga konsentrasi kita terganggu. OK?" katanya.
"Tapi Bu..".

------

"Sudahlah, paling hanya sebentar saja. Kelihatannya kerangka dasarnya sudah benar, tinggal menyesuaikan angka-angka berdasar asumsi saja. Ayo," katanya sambil berdiri.

Akupun menutup notebook tanpa mematikannya dan kemudian mengikutinya ke pintu lift kemudian menekan tombol lantai yang dituju. Ada beberapa orang yang bersama-sama kami naik lift. Sampai di lantai empat Ibu Inge keluar dari lift, aku mengikutinya. Tak berapa lama kami sudah masuk ke dalam kamar.

Kubuka notebook-ku dan kuletakkan di atas meja di samping ranjang. Hanya ada satu kursi tanpa sandaran di dalam kamar. Aku duduk di kursi itu sedang Ibu Inge duduk di atas ranjang. Selama aku menjelaskan kadang Ibu Inge mengubah posisi duduknya, tubuhnya dicondongkan mendekat ke arahku. Matanya tidak beralih dari angka-angka di layar monitor. Aku tidak merasa terganggu karena kelihatannya ia berkonsentrasi dan berusaha untuk melihat lebih jelas ke arah layar.

Lama kelamaan tubuhnya semakin condong ke arahku, sehingga suatu kali ketika aku sedang melakukan perbaikan perhitungan sikuku mengenai sebuah benda lunak dan lembut. Aku tersadar bahwa Ibu Inge sudah berdiri dan badannya merapat ke lenganku. Beberapa kali benda lembut itu mengenai lengan dan sikuku, kadang sepertinya digesekkan di lenganku. Aku mulai tidak bisa berkonsentrasi lagi ketika Ibu Inge semakin merapatkan dadanya ke lenganku. Nafsuku mulai timbul sehingga napasku menjadi berat dan tertahan. Aku masih berusaha menghindar dengan alasan ke toilet dulu.

Pada saat aku buang air kecil ternyata penisku mulai tegang akibat dada Ibu Inge yang menempel dan menggesek lenganku tadi. Aku mulai berpikir biar saja akan kuikuti permainannya. Aku kembali masuk ke kamar dan kembali duduk di kursi. Kulihat Ibu Inge melepas jaketnya dan ternyata di balik jaketnya ia hanya mengenakan kaus tanpa lengan. Sekilas kulihat sebuah tonjolan kecil di dadanya. Hmm agaknya ia tidak memakai BH. Dadanya tidak terlalu besar, tapi kalau dibandingkan dengan tinggi badannya kelihatan serasi.

Aku semakin panas dingin, tetapi aku berusaha untuk tetap tenang dan bersikap biasa saja. Aku kembali memasukkan beberapa perbaikan ke dalam notebook. Tinggal sedikit lagi dan kurasakan kini Ibu Inge berada di belakangku agak merapat ke tubuhku, seolah-olah ia sedang memperhatikan monitor. Aku sudah tidak tahan lagi, kini kucondongkan punggungku ke belakang sehingga dadanya menekan punggungku. Kudengar napasnyapun mulai menjadi berat. Akhirnya selesai sudah perbaikanku dan kumatikan notebook.

Sebelum notebook mati dengan sempurna tangan Ibu Inge sudah mengusap pipiku dan kemudian memelukku. Bibirnya disapukan ke tengkukku. Tanpa banyak pertimbangan lagi kubalikkan badanku dan kutarik tubuhnya sehingga ia duduk di pangkuanku. Aku sudah tidak menghiraukan lagi kalau ia adalah teman Ibu Vina. Yang ada dalam pikiranku adalah bercinta dan bercinta dengannya sekarang.

Dalam posisi duduk kedua tanganku masih memeluk pinggang Ibu Inge dan tangannya mengunci leherku.
"To..", bisik Ibu Inge di telingaku. Wajah cantik oriental itu begitu dekat sekali dengan mukaku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa mukaku. Dahinya sedikit berkeringat, sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sayu dalam pandanganku, hidungnya mendengus pelan, dan bibirnya yang kecil kemerahan terlihat basah kemudian terbuka setengah.

Sejenak aku terpana dengan wajahnya yang putih dan cantik. Tiba-tiba aku teringat Ibu Vina, tetapi ketika ia mendesah aku tersadar kembali bahwa yang di depanku bukanlah Ibu Vina. Seolah tanpa sadar dan tanpa dapat mencegahnya kudekatkan mukaku menyambut bibirnya. Semuanya terjadi begitu saja tanpa aku sadar sepenuhnya. Seolah ada magnet yang menuntun dan memaksa mukaku mendekat ke mukanya. Sedetik kemudian bibirku telah mengecup lembut bibir Ibu Inge yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir mungilnya, terasa hangat dan lembut.

Selama beberapa detik kami saling mengulum bibir. Aku meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Aku memandang wajah Ibu Inge yang penuh dengan gairah terpendam. Kini aku lihat betapa wajahnya yang cantik kelihatan semakin cantik. Kedua pipinya yang putih bersih bersemu memerah, kedua matanya yang sipit memandang redup kepadaku, sementara kedua belah bibirnya masih setengah terbuka dan merekah basah menunggu bibirku melumatnya lagi.
"Ibu.... apa yang kita lakukan..?" bisikku masih setengah tak percaya atas kejadian ini.

Ibu Inge sama sekali tak menjawab. Ia hanya tersenyum setengah malu-malu dan menatapku. Sejenak kami berdua terdiam.., hening dalam pikiran masing-masing. Aku merasa batang penisku telah berdiri tegak. Rasanya begitu cepatnya batang penisku mengeras dan mendesak celana dalamku seolah ingin berontak keluar. Ibu Inge tersenyum semakin manis. Bibir ranumnya yang barusan kukecup semakin indah menawan membentuk senyuman mesra.

Sebagai seorang laki-laki yang sudah merasakan kehangatan tubuh wanita, sikap Ibu Inge seperti itu seolah sebagai tantangan dan sekaligus ajakan. Kuraih tubuh Ibu Inge yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku. Ia sama sekali tak melawan. Seolah lemas saja tubuhnya yang seksi montok itu berada dalam dekapanku. Wajahnya yang cantik memandangku pasrah dan tetap dengan senyum manis bibirnya yang kian merekah. Kedua pipinya kelihatan semakin memerah pula menambah kecantikannya. Aku semakin bergairah.
"Aku ingin malam ini kau melakukan untukku, To..", bisiknya lirih.

Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat terasa sedikit gemetar memendam gairah. Jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil berbisik.
"Aku pasti akan lakukan, kalau Ibu memang menginginkannya..", bisikku pelan.
Desakan kedua buah payudaranya yang tidak terlalu besar pada dadaku membuat batang penisku semakin tegang tak terkira. Dengan cepat aku sudah membayangkan keindahan tubuhnya dalam keadaan telanjang bulat, payudaranya yang kecil namun masih kencang dan kemulusan kulit tubuhnya.

Tanpa terasa batang penisku kurasakan mulai mengeluarkan cairan beningnya. Tanpa dapat kutahan kuremas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik celana panjangnya.
"Oouuhh.. Anto", Ibu Inge mengeluh lirih.

Lalu dengan gemas kembali aku melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibirnya. Kecapan-kecapan kecil terdengar semakin sering, seiring dengan cumbuanku pada bibir Ibu Inge. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat padat dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. Dengusan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya beradu dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan Ibu Inge telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambutku.

Batang kejantananku terasa semakin besar dan mendesak liar di dalam celanaku. Aku mulai merasakan tidak nyaman apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang penisku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut Ibu Inge yang empuk. Sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Ibu Inge.

Wajah cantiknya itu kelihatan semakin berkeringat, dan bibirnya yang basah merekah indah. Begitu ranum bak bibir gadis remaja. Kedua bola matanya sedikit redup dan memandangku pasrah. Aku melihat ada keinginan terpendam dalam sorot matanya itu. Aku bisa menduga Ibu Inge pasti tak tahan lagi untuk segera masuk dalam lautan cinta yang penuh kenikmatan.
"Aku menginginkanmu, Anto..", bisiknya padaku terus terang.

Belum habis ucapannya yang sangat merangsang itu, kuraih tubuh mungil Ibu Inge dan kuangkat diatas kedua tanganku. Ia agak sedikit kaget melihat tindakanku, namun sejenak kemudian ia tertawa manja ketika aku mulai membopong tubuh seksinya itu ke arah ranjang. Lengan kanannya merangkul leherku sementara jemari tangan kirinya mengusap mesra kedua pipi dan wajahku. Ibu Inge kelihatan setengah malu-malu kubopong seperti ini.
"Kamu ganteng To..", bisiknya padaku mesra sambil tersenyum manis.
"Kamu juga cantik Bu..", balasku tak kalah mesra.
"Anto.., panggil aku Inge saja yaa..", ujar Ibu Inge padaku. Aku mengangguk.

Kuturunkan tubuh Inge di sisi kiri tempat tidurnya. Kami berdua saling berpandangan mesra dalam jarak dekat. Kunikmati seluruh keindahan wanita di depanku ini, mulai dari kulitnya yang putih, wajahnya yang cantik, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua puting di balik kausnya, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat, pahanya yang seksi. Kubayangkan betapa nikmatnya nanti saat batang penisku memasuki liang vaginanya yang sempit dan hangat.
"Anto..kamu duluan sayang..", bisik Inge, membuyarkan fantasi seks-ku padanya.

Wajahnya yang cantik tersenyum manis, seolah ia mengetahui apa yang ada dalam pikiranku. Kedua jemari tangannya kini berada di atas kedua belah payudaranya sendiri. Inge mulai mengusap perlahan kedua bulatan payudaranya dari balik kausnya. Seolah merangsang dan menggodaku. Aku tak tahan melihat tingkahnya. Dengan perlahan aku mulai membuka kancing kemejaku satu persatu dan dengan cepat kulemparkan bajuku sekenanya ke lantai, pandangan kedua mataku tak lepas dari tubuh Inge yang semakin menggoda. Kudekatkan tubuhku ke arahnya. Dengan gemulai jemari Inge mulai membuka sabuk celana dan menarik turun ritsluiting celana panjangku dan sruut.., celana panjangku langsung melorot turun ke bawah.
"Ooh..", Inge memekik kecil saat melihat tubuhku yang setengah polos.

Kulihat kedua jemari tangannya meremas kuat payudaranya sendiri, mulutnya sedikit membuka dan kedua bola matanya yang hitam seakan setengah melotot pula memandang ke bagian bawah tubuhku. Sekilas aku melirik ke bawah dan tersenyum. Ternyata batang penisku yang sudah tegak itu mendesak hebat ke atas sampai kepala penisku tanpa terasa tersembul keluar dari balik celana dalamku. Begitu besar dan tebal mendongak ke atas persis di bawah pusarku. Kepala penisku kelihatan bengkak memerah karena tegang yang tak terkira. Batang penisku tidak terlalu panjang namun dalam keadaan menegang keras mampu melewati celana dalamku.

Kuusap pelan batang penisku yang berdiri itu dari balik celana dalam. Kurasakan ada sedikit cairan bening yang keluar dan menempel pada ibu jariku. Aku mulai menarik ujung kausnya dan melepaskannya. Kemudian dalam posisi berbaring kulepaskan celana panjang sekaligus celana dalamnya. Ia mengangkat pantatnya sedikit untuk membantuku. Mataku menatap liar menyaksikan pemandangan indah dari tubuhnya yang begitu putih, begitu luar biasa, begitu mempesona dan tentunya begitu menggairahkan.

Kedua mataku tanpa berkedip menyaksikan tubuh Inge yang telah berada di atas ranjang tanpa tertutup sehelai benang. Betapa begitu putih dan mulus tubuh moleknya yang sudah dalam keadaan telanjang bulat, memamerkan semua keindahan, kemulusan dan kemontokan lekak-lekuk tubuhnya. Inge sambil tersenyum manis ke arahku rebah telentang dengan posisi setengah mengangkang mempertontonkan seluruh anggota tubuhnya yang paling tersembunyi. Kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar terlihat masih begitu kencang, sama sekali tidak kendor, membentuk bulatan indah. Kedua puting payudaranya yang kecil berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas seolah menantangku untuk segera menjamahnya. Begitu pula perutnya masih terlihat ramping dan seksi tanpa lipatan lemak, terlihat seperti belum pernah melahirkan. Aku menelan ludah melihat bagian bawah tubuhnya yang kini ternyata tak memiliki sehelai rambutpun. Rupanya Inge mencukur habis bulu kemaluannya.

Tanpa terasa mulutku mendesah takjub menyaksikan keindahan tubuhnya yang menantang. Belahan bibir kemaluannya yang sangat putih mulus walau sedikit kecoklatan terlihat membentuk sebuah bukit kecil mulai sekitar 6-8 centi di bawah pusar yang terbelah di bagian tengahnya sampai ke selangkangan bagian bawah di atas lubang duburnya. Labia mayoranya yang sangat merangsang itu terlihat masih saling menutup rapat satu sama lain meskipun Ibu Inge sudah setengah mengangkangkan kedua pahanya, seolah menyembunyikan liang vaginanya yang memang terlarang. Ini berarti liang vaginanya pasti masih sangat sempit walaupun ia sudah tak perawan lagi. Dari lekukan sempit dan panjang yang terbentuk dari kedua belah labia mayoranya itu aku sedikit dapat melihat dan menduga betapa merahnya liang kenikmatan miliknya.

Batang penisku yang semula agak lemas kini langsung kembali perkasa. Dengan cepat kurasakan kepala penisku kembali mendesak ke atas melongok keluar dari celana dalam seolah ingin mengintip apa yang sedang terjadi dihadapanku dan membuatku takjub.
"Ooohh.., Inge..", bisikku lemah.
Batinku seolah menyerah kalah.,

Lalu srttt... dengan cepat kubuka celana dalamku yang sudah terasa kekecilan bagi penisku. Aku sudah tak peduli lagi dengan segala sesuatunya. Batang penisku yang tegang itu langsung mengacung keluar mengarah sedikit ke atas. Aku sedikit heran juga menyaksikan batang penisku yang kelihatan sedikit lebih besar dari biasanya. Kepala penisku yang terlihat begitu kokoh berwarna kemerahan karena tegangnya. Urat-urat diseluruh permukaan batang penisku sampai menonjol keluar semua membentuk guratan-guratan kasar setengah melingkar.

Dengan lutut setengah gemetar karena nafsu yang telah mencekamku, perlahan-lahan aku mulai naik ke atas ranjang menyusul Inge yang sudah menungguku. Dengan rambut pendek berwarna kecoklatan Inge tersenyum manis memamerkan keindahan bibir dan gigi-giginya yang berbaris rapi. Matanya seolah meredup dan pasrah. Namun nafasnya sedikit terdengar kurang teratur menandakan ia sedikit tegang atau mungkin juga ia sedang menahan gejolak nafsu birahinya.
"Inge..", bisikku penuh nafsu.

Kubaringkan tubuhku persis di sebelah kanan tubuhnya yang bugil. Kupandangi wajahnya yang cantik mempesona, lalu dengan jemari gemetar kuelus mesra kedua belah pipinya yang halus. Inge tersenyum manja padaku.
"Anto.. beri aku kenikmatan..", bisiknya.
Sorot matanya terlihat lemah seolah memohon. Aku tersenyum penuh gairah.
"Aahh Inge.., aku pasti akan memberimu kepuasan ..... mengantarmu menuju puncak kenikmatan..", bisikku.

Inge melirik ke bawah menyaksikan alat vitalku yang besar dan keras saking kuat ereksinya.
"Iihh......, sshh.., lakukanlah sekarang To..", tiba-tiba ia berbisik sedikit keras.
Inge begitu bernafsunya sampai tanpa malu-malu lagi memintaku untuk segera melakukan penetrasi. Namun aku masih ingin mencumbunya terlebih dulu, menikmati kehalusan kulit tubuhnya, meremas-remas dan menghisap kedua puting payudaranya sampai puas dan yang paling aku gemari adalah pasti mencumbu alat kelaminnya.
"Kita bercumbu dulu Ing..", bisikku merasa di atas angin.
Aku hanya menduga mungkin Inge sudah lama menahan keinginan seksualnya sampai begitu kesempatan untuk itu ada ia sudah tak mampu menahan gejolak birahinya yang sudah sekian lama tertahan.
"Aaahh.., kita lakukan sekarang saja To..", bisiknya seolah setengah memaksa. Kuperhatikan jemari tangan kirinya kini telah berada di atas selangkangan mengusap-usap bukit kemaluannya yang montok merangsang.

"Kau yakin Ing.., kita tidak bercumbu dulu sayang..", bisikku gemas.
"Anto..kamu nakal..", sahut Inge padaku, wajah cantiknya kelihatan memelas. Tapi bagaimanapun juga aku tidak mau untuk langsung menyetubuhinya. Aku ingin memberinya terlebih dahulu stimulasi pada seluruh sekujur tubuhnya sampai ia benar-benar merasakan puncak nafsunya sebelum memasuki tahap persetubuhan untuk mencapai kenikmatan sesungguhnya. Akhirnya dengan sigap aku telah berada diatas tubuh Inge yang telanjang bulat dan menindihnya dengan gemas.

Kami berdua secara bersamaan melenguh nikmat saat kulit tubuh kami saling bersentuhan dan akhirnya merapat dalam kemesraan. Aku tak pernah menyangka bisa meniduri wanita seperti Inge. Batang penisku yang berdiri tegak seakan kena setrum saat menyentuh bukit kemaluan Inge yang halus dan sangat lembut. Dengan nakal kepala penisku menyelip di antara bibir kemaluannya yang rapat. Terasa begitu nikmat saat kulit kepala penisku menggesek daging celah labia mayoranya dan menyelip ke dalam. Inge mungkin mengira batang penisku sudah ingin memasuki liang vaginanya, karena begitu kepala penisku menyelip di antara labia mayoranya kurasakan ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Aku merasa betapa begitu halus kulit kedua belah pahanya yang langsung menjepit pinggangku lembut. Aku sengaja tidak menekan pinggulku agar jangan sampai kepala penisku sampai terdorong ke bawah memasuki liang vaginanya, walau aku sebenarnya juga bisa menduga pasti tidak mudah bagiku nanti memasukkan penisku ke dalam liang vaginanya. Kalau benar Inge sudah lama tidak berhubungan seks liang vaginanya pasti sempit luar biasa.

Sambil mengusap mesra leher dan pipi Inge yang mulus, mulutku dengan gemas mengecup dan mengulum bibir Inge yang basah dan hangat. Mulutku dengan lembut dan penuh kemesraan mengulum bibir atasnya. Dengan tak kalah mesra Inge membalas cumbuanku pada bibirnya. Sesekali lidahnya dijulurkan keluar menggelitik rongga mulutku dan dengan segera kuhisap dan kukulum. Sementara bibir kami bercumbu, kurasakan dua sensasi nikmat di dua tempat yang paling terlindung pada tubuh Inge. Pertama di selangkangannya, kedua di bagian dadanya. Kedua payudaranya terasa begitu kenyal dan padat menekan dadaku. Kedua puting payudaranya yang lancip dan mengeras seakan menggelitik kulit dadaku. Putingnya digesek-gesekkan dengan bulu dadaku. Kedua jemari tangan Inge yang halus mengusap-usap gemas pantatku, berulang kali ia mencoba untuk memaksa menekan pantatku ke bawah agar batang penisku segera memasuki liang vaginanya, namun aku bertahan agar pinggulku tetap setengah terangkat, hanya kepala penisku saja yang sedikit terjepit di antara labia mayoranya.

Butuh suatu pengendalian agar rasa nikmat pada kepala penisku yang sudah setengah terjepit di bibir kemaluannya itu tidak membuatku berbuat lebih jauh lagi menuruti keinginan Inge yang sudah tidak tahan lagi. Sesekali Inge dengan tak sabar menyelipkan jemari tangan kanannya di antara selangkangan kami, lalu dengan gemas ia meremas batang penisku dan mengarahkan kepala penisku yang sudah setengah terjepit di situ ke mulut liang vaginanya basah. Aku segera menarik pinggulku agak ke atas karena terasa geli-geli nikmat pada batang penisku yang diremasnya. Aku melepaskan ciumanku pada bibir Inge.
"Aaoohh.., Ing geli ahh..", erangku setengah keenakan.
"Uuhh.. kamu nakal sengaja menggodaku..", bisik Inge lirih.

Bibirnya yang ranum kemerahan sangat basah penuh air liurku. Kulihat wajah cantiknya tampak berkeringat basah. Kelihatan gairahnya sudah semakin memuncak dan masuk dalam kenikmatan senggama. Kedua matanya yang semakin sipit memandangku lemah seolah memelas. Aku kasihan juga melihatnya.
"Kamu sudah kepingin sekali Ing..?" bisikku gemas melihatnya.
Inge tidak menjawab namun jemari tangannya mencubit pinggangku keras-keras. Aku memekik kesakitan.
"Aaoowww..".

Lalu dengan gemas, mulutku kembali melumat bibir ranumnya yang basah. Hanya lima detik mulutku melepas bibirnya dan bergerak ke atas.
"Oouuhh..", Inge merintih manja saat bibir dan lidahku dengan gemas mulai menggelitiki telinga kirinya. Sesekali gigiku membuat gerakan setengah menggigit membuat Inge menggelinjang geli keenakan.
"Nngghh.., eenngghh.. Anto..", pekiknya lirih.
Ia sangat terangsang sekali dengan ulahku.

Beberapa detik kemudian dengan cepat aku menggeser tubuh ke bawah. Kini saatnya bagiku untuk bermain-main dengan kedua buah payudaranya sepuas mungkin. Ketika kurebahkan perutku merapat ke tubuh Inge, dan perutku terasa menekan nikmat bukit kemaluannya. Kurasakan kalau bukit kemaluannya itu sedikit agak kasar karena ada rambut yang baru tumbuh setelah dicukur. Dari dekat aku dapat menyaksikan betapa indahnya payudara Inge, tidak besar namun begitu putih bersih, mulus kenyal, dan padat. Kedua puting payudaranya yang kecil berwarna coklat kemerahan.

Jemari tanganku kubuka lebar untuk melingkari bulatan kedua buah dada Inge. Dengan gemas kedua jemari tanganku yang sudah melingkari kedua buah dadanya bergerak meremas-remas pelan. Terasa begitu kenyal, kencang dan hangat.
"Nngnngghh.., oouuhh", Inge memejamkan kedua matanya dan mulutnya yang basah mengerang keenakan.
Aku tersenyum.
"Akan kuberikan seluruh kenikmatan sampai habis-habisan nanti Ing.." bisikku penuh nafsu. Aku menunduk dan mulutku mulai menghisap nikmat payudaranya yang sebelah kiri secara perlahan. Lidahku dengan gemas menyentil putingnya dan menggigit pelan.
"Aawww.., nngghh..", Inge merintih semakin keras. Aku juga menjadi jadi ikut terangsang. Mulutku mulai menghisap putingnya sedikit lebih keras dan semakin keras. Kubuka mulutku selebar mungkin, dan semua daging di dadanya tertelan habis di dalam mulutku. Lidahku dengan ganas memilin-milin putingnya dengan perasaan gemas. Pllop.. pllop.. berulang kali aku menghisap dan melepaskan hisapanku dengan kuat sampai berbunyi nyaring. Puas dengan hisapan, lidahku yang basah kujalarkan menjilati seluruh permukaan payudaranya sampai penuh dan basah oleh air liur.

Inge bergerak semakin liar. Mulutnya berulang kali memekik dan mengerang keenakan menikmati sedotan mulutku pada payudaranya.
"Aawww..ngghh.. awww..". Jemari tangannya tak tahan meremas rambutku dengan gemas. Mulutku kini berpindah untuk menghisap, mengulum dan menjilati payudaranya yang sebelah kanan, sementara payudaranya yang kiri gantian kuremas-remas dengan lembut. Aku memperlakukan payudara kanannya seperti juga yang kiri. Aku menyedot payudara kanannya dengan intensitas bervariasi sehingga membuat Inge semakin menggeliat hebat keenakan.
"Aaawww..Anto..hu..hu..sudah To..ngghh.. sudah sayang..", erangnya tak kuat menahan rasa nikmat.

Aku semakin bergairah. Kuhisap, kukulum, kupilin, dan kujilati payudaranya kanan kiri berulangkali sehingga membuatnya berulangkali pula memintaku untuk segera menyudahi aksiku.
"Aaawww.. sudah sayang.., aduuh....huuhh..ngghh....", erang Inge sambil tetap meremas rambutku.

Setelah kurasa puas barulah aku dapat melihat kedua buah dadanya yang tadinya begitu putih mulus dan bersih itu kini sampai basah penuh liur, dan di sana sini tampak kemerahan bekas hisapan mulutku. Terutama di sekitar kedua putingnya yang kini tampak semakin merah saja, kulihat ada sedikit guratan merah di situ mungkin bekas gigitanku tadi.

Inge memandangku sayu, kedua matanya sedikit berair dan memerah, bibirnya gemetar. Wajah cantiknya itu kelihatan sedikit geregetan.
"Kamu benar-benar nakal sekali To....", bisiknya lirih padaku seakan ingin membalas dendam.
Aku tersenyum padanya, lalu tiba-tiba kedua jemari tangannya tadi mendorong kepalaku ke bawah, rupanya Ibu Inge ingin aku mencumbui kemaluannya. Dengan sigap aku menggeser kepalaku ke bawah. Lidahku kujulurkan menjilati permukaan perutnya yang halus dan sejenak sempat kugelitik lubang pusarnya dengan lidah dan bibirku. Dan ketika mukaku sampai di atas selangkangannya terlihat betapa indahnya vagina Inge. Begitu putih dan mulus sesuai dengan warna kulit tubuhnya, disana-sini masih bisa terlihat secara samar kehitaman bekas cukuran bulu kemaluannya. Meski badannya kecil tetapi ternyata vaginanya itu kelihatan tebal, membentuk sebuah bukit kecil di atas selangkangannya.

Kini dengan jelas aku dapat melihat dari jarak dekat, kurang dari 15 centi bibir labia mayoranya yang tebal saling menutup satu sama lain. Liang vaginanya seolah tertutup rapat tersembunyi oleh ketebalan labia mayoranya itu. Aroma khas dari vaginanya benar-benar memabukkanku. Hidungku kembang-kempis menarik napas panjang menghirup aroma vaginanya.

Tiba-tiba tanpa kuduga tangan Inge menekan kepalaku ke bawah, sehingga tanpa dapat kucegah lagi mukaku langsung terbenam ke dalam selangkangannya yang putih merangsang. Hidungku sampai terjepit diantara labia mayoranya yang tebal. Aku tidak bisa bernapas bebas, yang kurasakan hidungku hanya bisa menghisap udara bercampur aroma khas vaginanya yang menyengat dan memabokkan dari sela-sela bibir kemaluannya. Sementara mulutku yang menekan bukit kemaluannya agak sebelah bawah terasa pas berada dimulut liang vaginanya. Aku tak menyia-nyiakan. Lidahku langsung kujulurkan ke bawah sepanjang mungkin menyelip dan menembus bibir kemaluannya dan secara perlahan mulai memasuki liang vaginanya yang terasa sempit dan licin. Aku kira cairan lendir vaginanya mulai mengalir keluar cukup banyak, terbukti ketika lidahku yang masuk sekitar 1 centi ke dalam liang vaginanya terasa penuh dengan cairan lendir yang sedikit berbau namun terasa enak. Mulutku sampai mengecap nikmat berulangkali cairan vaginanya itu.

Inge menggeliat hebat dan mulutnya mengerang panjang keenakan, pinggulnya terkadang digoyangkan lembut ke kiri-kanan dan juga ke atas menikmati cumbuanku.
"Aaagghghh.., nggnnhhff.., sshh....", pekiknya nikmat.
Jemari tangannya semakin menekan kepalaku ke bawah, membenamkan mukaku seluruhnya ke bukit kemaluannya.

Dalam posisi seperti ini, mau tak mau membuat hidungku tak bisa bernafas, hidungku seolah tenggelam terjepit diantara bibir kemaluannya. Bau khas vaginanya terasa makin menyengat. Kususupkan kedua jemari tanganku menyusuri ke bawah ke balik bulatan pantatnya yang kenyal dan padat, tanganku mulai meremas gemas lalu dengan buas kugoyang-goyangkan mukaku mengusap ke seluruh permukaan bukit kemaluan Inge yang hangat dan empuk. Hidungku mengambil napas sebentar lalu dengan gairah tinggi kembali kuselipkan di antara bibir kemaluannya menyentil-nyentil bulatan mungil clitorisnya dengan ujung hidungku, sementara bibir dan lidahku yang kembali kutelusupkan sekitar 1 centi memasuki liang vagina sempitnya, menggelitik-gelitik lembut mulut liang vagina merahnya sembari terus menyedot cairan lendir miliknya yang masih tersisa.

Inge menjerit dan mengerang-erang dengan keras, pinggulnya menggeliat semakin hebat menahan kenikmatan yang kuberikan pada alat kelaminnya. Aku benar-benar puas bisa membuatnya seperti itu. Kuremas dan kucengkeram kuat bulatan bokongnya yang kenyal agar jangan bergerak terlalu liar, seolah tak ingin melepaskan pagutannya, mukaku sedikit kuangkat kembali sembari menghirup udara segar lalu lidahku kujulurkan sepanjang mungkin sambil menyusuri dan menjilati permukaan bukit kemaluan lunaknya yang putih merangsang. Mulutku tak henti-hentinya mengecup gemas bukit terlarang milik Inge itu.
"Ooouuhh.., nngghhnngghh.., ngghh..", mulut Inge terus merintih dan mengerang tak karuan menahan geli dan nikmat.

Pinggulnya digoyang-goyang kiri kanan, sesekali kurasakan kedua pahanya yang kini menjepit kepalaku mengejan kuat ke bawah seolah ingin memuntahkan cairan kenikmatan tubuhnya. Memang kenyataannya demikian, lidahku yang sesekali menelusup masuk ke dalam liang vaginanya sambil menyentil gemas daging clitorisnya. Sementara tangan kiriku masih mencengkeram pantatnya, dengan gemas lalu kusibakkan dengan tangan kananku bibir kemaluannya yang tebal, jemariku itu sampai gemetar seolah masih tak percaya dengan segala keindahan ini, terasa begitu lunak, hangat dan basah ketika jemari tanganku secara perlahan menyibakkan bibir kemaluannya mengintip keindahan celah dan liang vagina sempitnya yang ternyata berwarna kemerahan.

Kulihat liang vaginanya yang terletak sedikit di atas lubang duburnya, begitu kecil dan terlihat sempit sembari mengeluarkan cairan lendir kemaluannya yang berwarna bening. Agak di sebelah atas liang kewanitaannya itu kulihat bulatan daging kecil clitorisnya yang besarnya mirip seperti biji kacang ijo.
"A.. Aanto.., Lagi sayangghh..", Inge berbisik sedikit serak.
Kudongakkan kepala ke atas sambil sekilas kupandang wajah cantik Inge yang berkeringat dan agak kusut, lalu kembali kutundukkan mukaku. Lidahku dengan liar penuh rasa gemas kembali menjilati kedua belah permukaan labia mayoranya, kepalaku sedikit kuputar ke kiri lalu dengan nikmat mulut dan lidahku mulai mencumbu, mengulum, memilin dan menghisap bibir-bibir vagina Inge secara bergantian atas dan bawah, seperti sedang mencium bibirnya.

Ada semacam sensasi keindahan bercampur kenikmatan tersendiri yang tak bisa diungkapkan kata-kata begitu indah rasanya mengulum dan mengecup bibir kemaluan wanita sambil menikmati aroma khas vaginanya ditambah suara erangan nikmatnya. Aku benar-benar bangga membuat Inge sampai berulang kali mengejan ke bawah menghentakkan kedua belah pahanya yang putih seksi, tak henti-hentinya mulutnya memekik kecil dan merintih panjang menahan geli bercampur sejuta kenikmatan.
"Aahh.., nnggngghghh.., ngghghnhgghh..", rintih Inge berulang kali.

Kurang lebih 2 menit aku mencumbu kedua belah bibir labia mayoranya dengan mulutku lalu dengan nakal kembali kusibakkan sedikit lebih lebar bibir vaginanya dan dengan cepat kujulurkan lidahku mengusap lembut celah merah diantara bibir kemaluannya, menyentuh mulut liang vaginanya yang sempit dan mungil beberapa puluh detik lalu kembali menggelitik daging clitorisnya. Inge menaik-turunkan pinggulnya menahan rasa nikmat. Saat bibir dan lidahku secara bersamaan menghisap dan memilin daging kecil clitorisnya Inge memekik keras dan mendesah panjang pinggulnya diangkat ke atas seolah tak kuat menahan rasa nikmat dan mengejan pelan. Kedua pahanya menjepit ketat kepalaku dari samping kiri dan kanan. Jemari tangan kiriku mengusap kedua belah bulatan bokong Inge dan meremas-remas lembut.
"Aagghh.., aoohh.., sshhghffhhghh.."

Dengan cepat kulepaskan hisapan mulutku pada daging clitorisnya dan dengan kuat kedua tanganku membuka kedua belah pahanya yang masih menjepit kepalaku. Begitu lepas, dengan sigap aku merangkak keatas dan rebah di samping tubuh bugil Inge. Kulihat Inge masih memejamkan kedua matanya seolah sedang menunggu sesuatu. Sejenak begitu tersadar kenikmatan yang ia inginkan tak tercapai, kedua matanya terbuka dan jelalatan setengah melotot memandang selangkangannya yang kosong dan Inge mendapati diriku telah berada di sebelahnya sambil tersenyum menggodanya.

Wajah cantiknya yang berkeringat kelihatan memerah seolah menahan sesuatu, bibir bawahnya digigit keras seperti geram, kedua matanya yang sedikit merah memandangku seolah mau marah. Lalu dengan cepat tanpa kuduga sama sekali, Inge menggulingkan tubuh montok seksinya yang putih mulus ke atas menaiki tubuhku, Kedua pahanya dibuka lebar dan kedua belah pantatnya yang bulat padat terasa begitu kenyal dan tanpa ampun menduduki pinggulku sementara bukit kemaluannya yang besar terasa begitu empuk menekan batang penisku yang sudah sangat tegang.

Sambil menyunggingkan senyuman aneh Inge memandangku seolah ingin menelanku.
"Aku mau tahu seperti apa lagi kenakalanmu, To..", bisiknya pelan.
Aku yang masih terkaget menyaksikan ulahnya tadi hanya bisa melongo sambil menikmati sentuhan tubuh montoknya pada penisku sambil memandangi kedua buah payudaranya yang mengacung kencang ke depan memamerkan kedua buah puting payudaranya yang kelihatan semakin tegak dan keras.

Aku masih terpana memandang keindahan tubuhnya, ketika dengan cepat Inge mengangkat pinggulnya yang ramping ke atas, kedua belah pahanya yang putih mulus kelihatan begitu seksi dan padat. Begitu gemas saat jemari tangan kanan Ibu Inge menggenggam dan meremas batang penisku lalu digesekkan ke celah vaginanya. Aku mendesah pelan menahan kenikmatan. Aku tidak menyangka Inge akan melakukan semua itu. Sejenak aku mengira pasti akan sukar untuk memasukkan batang penisku yang sudah berdiri tegak ke dalam vaginanya. Kuluruskan kedua pahaku ke bawah agar Inge tidak terlalu kesulitan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Sambil menundukkan wajah yang membuat rambutnya terurai ke depan, kulihat Inge sejenak masih mengarahkan batang penisku ke pintu liang vaginanya lalu dengan perlahan pinggulnya diturunkan.

Aku mendelik dan mengerang nikmat saat kulihat bibir kemaluannya yang tebal itu menerima tusukan kepala penisku dan liang vaginanya yang merah dan sempit mulai tersibak dan menjepit ujung kepala penisku yang secara perlahan-lahan mili demi mili mulut daging liang vaginanya semakin melebar sesuai ukuran kepala penisku dan mulai menenggelamkannya ke dalam liang vagina Inge.
"Oougghhghh.., nngngnghhaahh..", pekikku keras menahan rasa nikmat yang luar biasa saat kepala penisku dalam 5 detik telah berhasil memasuki liang vaginanya yang ketat.

Inge melepaskan jemari tangan kanannya dari batang penisku, kini kedua tangannya diletakkan di atas dadaku sambil setengah membungkuk untuk menyangga tubuhnya bagian bawah yang masih melakukan penetrasi. Ia kini memandangku dengan senyuman manisnya kembali, bibirnya yang ranum indah. Kedua buah dadanya yang kencang kini setengah menggantung bak buah pepaya mengkal.
"Enaak.., To..", bisik Inge padaku.
"I.., iiyaa Ing..", sahutku gemetar menahan rasa nikmat.
"Mm.., milikmu keras sekali sayangg..", bisiknya lagi.

Lalu dengan perlahan-lahan Inge mulai menurunkan pinggulnya ke bawah lagi sambil memejamkan mata. Namun mulutnya yang indah itu malah tersenyum seolah ikut menikmati apa yang sedang kurasakan sekarang.
"Aahhgghh..", erangku keenakan saat liang vaginanya yang sempit itu mili demi mili secara perlahan terus menjepit kuat dan menenggelamkan batang penisku yang masih tersisa pangkalnya. Dengan sekuat tenaga sambil menahan rasa nikmat kusaksikan terus proses penetrasi itu, urat-urat di seluruh batang penisku sampai menonjol keluar membentuk guratan-guratan kasar di sekeliling permukaan penis menahan jepitan daging liang vagina Inge yang terus berusaha menenggelamkan seluruh penisku itu. Mili demi mili kini berganti centi demi centi, dengan tanpa hambatan berarti walau terasa begitu sesak dan sempit batang penisku melucur masuk membelah celah vaginanya.
"Mm.., aahh.., mm", Inge hanya mendesah dan merintih kecil saat batang penisku dengan perlahan telah hampir seluruhnya tenggelam ke dalam bagian tubuhnya. Kedua mataku sudah merem melek keenakan, kedua pahaku sampai gemetaran saking hebatnya rasa nikmat itu.
"Ooowww.."
"Aaghghghh.."

Kami berdua mengerang nikmat hampir bersamaan, saat penisku sudah masuk seluruhnya. Kulihat sekilas bukit kemaluan milik Inge itu sedikit menggembung lebih besar karena seluruh batang penisku terbenam kandas di dalam liang vaginanya. Betapa indah menyaksikan dua alat kemaluan milik kami menyatu padu.
"Hmm.., Bagaimana sayang..", bisik Inge pelan sambil memandangku mesra sekali.
"Aahhghghg.., Nikmat sek.., kali Ing..", sahutku gemetar.

Kedua pahanya yang mulus kini menjepit pinggangku mesra, sementara pinggulnya menempel selangkanganku dengan ketat. Pantatnya yang kenyal menduduki kedua buah bola zakarku.
"Kalau begini aku pasti akan cepat keluar Ing..", bisikku menahan nikmat sambil setengah menggodanya.
"Iihh.., Awas yaa kamu kalau duluan To..", sahutnya sambil tersenyum.
Ia seolah mengerti batang penisku tidak bakalan lama bertahan dijepit liang vagina miliknya seketat itu.
"To.., Aku sudah lama tidak melakukan ini.., mm.., tahan ya sayang.., tunggu aku yaa..", bisiknya begitu genit sekali.

Lalu dengan perlahan Inge mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun secara perlahan menggesekkan daging liang vagina sempitnya dengan batang penisku yang sudah tegak tak terkira. Seolah tidak ada hambatan walaupun terasa begitu sesak saking sempitnya ketika kedua alat kelamin kami saling beradu dan bergesekan.
"Uuhh.., uhh.., uhh..", Inge merintih kecil saat setiap kali pinggulnya bergerak turun memasukkan kembali batang penisku yang besar dan keras ke dalam liang vaginanya. Wajahnya yang cantik bergoyang lembut seiring dengan goyangan pinggulnya yang menggemaskan di atas selangkanganku. Kedua matanya dipejamkan rapat seolah sedang meresapi dan menikmati persenggamaan yang benar-benar luar biasa indah ini. Kedua buah dadanya terguncang-guncang begitu indah bak buah kelapa tertiup angin. Kedua jemari tangannya yang menyangga dan menekan lembut dadaku menghentak-hentak pelan setiap kali pinggulnya bergoyang pelan naik turun secara teratur. Sesekali kepalanya disandarkan di dadaku, tangannya memainkan bulu dadaku dan lidahnya menjilati putingku.

Aku merasa tak sanggup lagi berlama-lama menikmati semua rasa sensasi indah ini. Aku masih seakan tak percaya melihat sesosok tubuh cantik yang begitu putih dan mulus dan kini malah sedang asyik menggoyangkan pinggulnya di atas selangkanganku.
"Oohhaahh.., hahahhgghh..", erangku saking nikmatnya. Batang penisku seakan dikocok habis-habisan oleh daging liang vaginanya yang sempit. Semakin lama vaginanya terasa semakin licin. Kedua mataku merem-melek secara bergantian menikmati gesekan kulit penisku dengan vaginanya. Setiap kali pinggul Inge bergerak ke atas aku merasa batang penisku seakan disedot kuat daging liang vaginanya namun begitu pinggulnya bergerak turun ke bawah batang penisku seakan diremas dan dilumat hebat oleh liang vaginanya.

Sukar diungkapkan dengan kata-kata rasa nikmatnya.
"Inge.., aagghh.., aagghh..", erangku berulangkali keenakan.
Kedua tanganku berusaha mempercepat laju naik turun pinggulnya. Inge mengangkat pantatnya dan tanpa ampun secara terus-menerus liang vagina Ibu Inge dengan jepitannya yang luar biasa meluluh lantakkan seluruh batang penisku seperti pisang yang tak berdaya diremas dan dipilin-pilin sampai lumat. Aku tak sanggup bertahan meredam rasa nikmat yang luar biasa itu. Spermaku langsung mengalir di dalam saluran kencingku mendesak-desak di kepala penisku untuk menyembur keluar. Vaginanya yang semakin licin mulai mengurangi sensasi kenikmatan yang ada. Tapi bagaimanapun juga yang namanya bersetubuh akan tetap saja menimbulkan rasa kenikmatan. Inge agaknya juga merasakan hal yang sama sehingga ia terus bergerak naik turun menggoyang pinggul mengeluar masukkan batang penisku ke dalam liang vagina sempitnya dengan irama semakin cepat.
"Uuhh.., uuhh.., uu..hh.., uuhh..", erangnya berulangkali menikmati alat kejantananku yang sedang berada di dalam liang vaginanya.
"Aaaahh..", aku mengerang panjang sambil sejenak menahan napas untuk menghambat agar spermaku tidak sampai keluar.
"Ouuh.., kamu mau keluar sayang..", bisik Inge genit.
"Iyyaa..Ing..", sahutku gemas. Kini tanpa sungkan aku memanggilnya tanpa sebutan Ibu lagi
"Oooh.., Aku bener-bener tidak tahan lagi."
Aku jadi makin gemas dibuatnya.
Inge memang benar-benar luar biasa sambil menggoyang pinggul semakin cepat naik turun, batang penisku seolah diremas dan dikocok-kocok hebat sambil digesekkan keluar masuk meski hanya setengahnya saja.

Aku tak mampu lagi menahan desakan air maniku yang sudah sampai di leher batang penisku. Kuremas gemas kedua belah payudara Inge dengan kedua belah tanganku. Aku menggeram keras dan melepas puncak kenikmatan.
"Aaahh Ing.., uuhh.., nikmat sekali, oohh.., sekarang Ing oohh.., aku nggak tahan Ing...., oohh".
Jiwaku seakan terbang melayang jauh keatas awan.., begitu tinggi.., terasa begitu nikmatnya,
"Oohh..".
Tubuhku seakan menggelepar dihajar kenikmatan yang tak terkira, begitu indah dan enaknya saat daging liang vagina Inge yang menyempit hebat menggesek semakin cepat pula batang penisku yang sedang ejakulasi, seakan milikku diurut-urut mesra sembari memuntahkan air mani yang sangat banyak dan kental.
"Aku juga say... Anto.. sayaangg oohh.. aku keluaar sayaang ooh"
Kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar, ada sebentuk energi yang maha dahsyat mengalir cepat melalui tubuhku mengarah ke bawah perut dan,
"Craat..cratt..creett..crrrtt",
Entah berapa kali penisku menyemburkan cairan kental ke dalam vagina Inge. Inge tampaknya juga mengalami hal yang sama. Selangkangan kami saling menggenjot keras. Tangan Inge meremas sprei dan menariknya keras, bibir bawahnya ia gigit sendiri. Pinggulnya ditekankan ke penisku dan kakinya mengejang mengunci betisku. Matanya terpejam seperti merasakan sesuatu yang sangat hebat.

Beberapa menit setelah itu kami berdua terkapar lemas. Inge memelukku erat sambil sesekali ia mencium mesra. Ia merebahkan tubuhnya ke dadaku dan kubelai lembut punggungnya. Tangannya mengusap-usap bulu dadaku. Mataku memandangi wajah cantik perempuan China paruh baya itu, meski umurnya sudah berkepala empat namun aku masih sangat bernafsu melihat kemolekan tubuhnya. Kedua buah dadanya menekan lunak dan terasa kenyal di dadaku. Batang penisku masih perkasa tegak walau isinya serasa sudah terkuras habis. Jepitan liang vaginanya masih kurasakan beberapa kali kemudian. Tubuhnya merinding.
"Hmm.., bagaimana Anto.., nikmat sayangg..", bisiknya sambil memandang genit ke arahku.
"Ahh.., kau luar biasa sekali Ing..", sahutku lirih. Masih lemas.
"Iihhh.... Tuh spermamu banyak sekali To..", ujarnya polos.
Wajahnya yang cantik kelihatan tersenyum puas bisa membuatku tak berdaya. Kuelus rambutnya yang dicat coklat menerpa wajahku yang basah berkeringat.

Tiba-tiba terdengar dering HP Inge. Diangkatnya dan sekilasnya dilihatnya monitor. Bibirnya membuat gerakan tanpa suara,"Vina".

------
 
Bimabet
memang mantap :jempol:
begitu di santap
saat takjil..
:ngiler:
.
entah mengapa sebab...
biasanya yang model gene
banyak yang suka...
Ini cerita keluaran tranyar,,,
pula updatetan nya lancar,,,
:kopi::papi:
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd