Maaf bagi yang kurang suka dengan full SS, karena cerita ini sudah jadi dan belum ada mood untuk editing guna menghindari full SS maka sekali lagi mohon maaf sebesar2nya untuk yang kurang suka full SS...
Silakan dinikmati update hari ini.
Suatu hari Vina mengajakku ke lokasi proyek dan kemudian langsung ke sebuah kampung jauh di pelosok untuk mengantarkan pembantu saudara Pak Ivan yang pulang ke kampungnya. Berangkat dari proyek sudah lewat tengah hari. Tiga jam kemudian kami sampai di kampung pembantu tersebut. Kami hanya sebentar saja beristirahat dan langsung berangkat untuk kembali ke rumah. Sebelum berangkat kami dipaksa orang tua pembantu itu untuk makan terlebih dahulu. Kulihat lauknya cukup mewah untuk ukuran di kampung, mungkin saja tuan rumah khusus memotong ayam kampung untuk lauk kami. Di perjalanan Vina mulai menggelayut manja di bahuku. Aku terpaksa harus menjalankan mobil dengan kecepatan sedang saja agar tidak kehilangan kendali.
Baru sekitar satu setengah jam berjalan tiba-tiba mobil terbatuk-batuk dan kemudian mesinnya mati. Kutepikan mobil sampai pada posisi yang aman. Kubuka kap mesin dan beberapa kali kukutak-katik mesin, kemudian kucoba untuk menghidupkannya, tetapi tidak berhasil. Langit sudah mulai gelap, dan di sekeliling kami tidak terlihat perkampungan. Kami juga tidak membawa senter. Hanya ada ladang dan persawahan. Jalan ini hanyalah jalan kampung. Aku tidak yakin akan ada mobil yang lewat di sini malam-malam. Vina mencoba untuk mencari signal hp, tetapi kelihatannya tidak ada signal di daerah ini. Vina mulai gelisah. Aku mengedarkan mataku sambil tetap mencoba menghidupkan mesin. Sekilas kulihat dangau di sebuah ladang agak tertutup rerimbunan dedaunan, sekitar seratus meter dari posisi mobil. Aku memberi isyarat agar Vina tetap menunggu di dekat mobil.
"Kemana To?" tanyanya melihatku berjalan ke arah dangau itu.
"Sebentar, ada dangau yang mungkin bisa kita manfaatkan malam ini untuk beristirahat," kataku sambil berjalan.
Sampai di dekat dangau itu tidak ada tanda-tanda ada pemiliknya di dalam. Dangau itu berupa gubuk kecil di atas tongkat penyangga setinggi satu setengah meter. Dindingnya berupa anyaman bambu dengan atap anyaman daun ilalang. Di dekatnya ada perapian yang masih berasap, mungkin tadi pemiliknya datang dan malam ia kembali ke rumahnya. Aku naik melalui tangga, kubuka pintu sambil mengetuknya. Di dalam dangau hanya ada satu ruangan dengan lantai bambu yang dibelah dan terhampar tikar pandan di atasnya. Kelihatannya cukup bersih dan terawat. Aku kembali turun dan sekali lagi mengamati sekelilingnya. Ada sumur di belakangnya, dengan dikelilingi perdu. Aku kembali ke mobil.
Vina menyongsongku dan bertanya,"Gimana To? Ada yang bisa membantu kita?"
"Gak ada orang, tapi ada sebuah gubuk kecil yang cukup bersih. Kita bisa beristirahat di sana. Besok pagi aku akan cari bantuan untuk membawa mobil ini ke bengkel terdekat," jawabku.
"Tapi......," katanya.
"Sudahlah. Kita istirahat dulu malam ini, besok pagi kita upayakan lagi. Ada sumur juga kalau mau mandi," kataku meyakinkannya. Aku yakin sekalipun kaya Vina bukanlah wanita manja yang hanya bisa tidur kalau di ranjang empuk.
Dari dalam mobil aku mengambil bantal, tas pakaian, makanan kecil yang tersisa dan air minum. Vina membawa tasnya sendiri. Kami berjalan ke arah dangau yang tadi sudah kuperiksa. Setelah meletakkan bawaan ke dalam dangau aku mengajak Vina untuk mandi di sumur. Mulanya ia ragu-ragu, namun kuyakinkan kalau tidak ada orang lain lagi selain kami berdua.
"Aku tidak takut kalau kau yang melihatku. Toh tidak ada lagi yang tidak kau lihat dan rasakan di tubuhku. Aku hanya agak kuatir kalau ada orang lain yang melihat kita di sini".
Kuambil perlengkapan mandi dari dalam tas lalu menarik tangannya berjalan ke arah sumur. Karena ia masih juga ragu maka aku mulai membuka pakaianku sendiri sampai telanjang bulat, kemudian aku mulai menimba air dari sumur dan mengisikannya pada sebuah tempayan tanah di dekatnya. Akhirnya Vinapun membuka pakaiannya.
Kugoda dia,"Vin, nanti aku kepengen gimana?"
Ia hanya mencibirkan bibirnya dan menjawab,"Yee, maunya..".
Bulan mulai muncul dari balik bukit. Vina mandi sambil duduk di sebuah batu hitam di dekat tempayan. Agaknya memang batu itu sudah disiapkan untuk duduk pada saat mandi. Setelah tempayan penuh, aku menyusul Vina mandi. Airnya terasa dingin tetapi menyegarkan tubuhku. Kuambil sabun dan kusabuni punggungnya sampai dadanya. Vina kemudian balas menyabuni dan meremas penisku.
"Jangan Vin, jangan di sini..," kataku.
"Habis kamu mulai duluan sih," jawabnya manja.
Aku mulai berpikir untuk bercinta dengannya di tempat yang asing ini.
"Mau Vin?" tanyaku sambil terus menyabuni payudaranya dan memilin putingnya.
"Kalau sama kamu, mana pernah aku menolaknya. Hanya saja rasanya enggak nyaman saja kalau kita lakukan di sini. Tahan saja dulu gairahmu, nanti ada waktunya kita bisa bercinta dengan nyaman," jawabnya sambil menepis tanganku secara halus.
Kami dengan cepat menyelesaikan acara mandi bersama di tengah ladang. Vina mengenakan daster dengan tali kecil di bahunya dan berleher rendah sehingga bahu dan belahan payudaranya kelihatan. Aku mengenakan celana pendek selutut dan kaus oblong. Kemudian kami kembali ke dalam dangau. Sinar bulan membantu kami untuk merapikan ruangan agar bisa nyaman untuk tidur. Aku turun sebentar untuk menambah ranting-ranting kayu ke dalam api yang masih membara dengan tujuan mengusir nyamuk atau binatang-binatang lainnya.
Kami tidur bersebelahan beralaskan tikar pandan. Vina menarik selimut dari dalam tasnya, kemudian menutupkan ke tubuhnya dan tubuhku. Aku diam sambil berpikir apa yang bisa aku lakukan esok hari. Vina juga mencoba memejamkan mata, tetapi agaknya ia tidak bisa tidur.
"Kenapa Vin? Lapar?" tanyaku.
"Enggak, tadi waktu mau pulang dari kampung kan sudah makan di sana," jawabnya.
Di luar kabut mulai turun sehingga udara terasa semakin dingin. Sedari tadi tidak terdengar suara kendaraan yang lewat di jalan, hanya ada suara jangkrik yang bersahut-sahutan.
Vina memegang telapak tanganku dan mengusap bulu-bulu halus di punggung tanganku.
"To, baru kali ini aku tidur di gubuk kecil jauh dari keramaian, tapi rasanya aku aman dan nyaman saja," katanya.
Aku menarik tangan kiriku dan melingkarkan di bawah lehernya. Vina berbaring miring menghadapku beralaskan lenganku. Ia mencium pipiku lembut dan menyurukkan mukanya ke leherku. Nafasnya hangat menyapu kulit leherku. Tangan kirinya melingkar ke tubuhku sehingga dadanya lembut menekan rusukku.
"Anto, denganmu aku merasa puas, tidak monoton. Kamu lembut, tetapi perkasa, kadang liar dan tidak terduga..," Vina terus berkata lembut di dekat telingaku. Dadanya yang semakin mendesak rusukku membuat gairahku timbul.
"Vin bagaimana kalau kita.."
Belum selesai kalimatku Vina sudah mencium bibirku dengan lembut.
Tanpa membuang waktu lagi aku langsung memeluk dan mencumbu Vina, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit. Awalnya kami lakukan dengan lembut, namun kemudian seiring dengan meningkatnya gairah maka kamipun berciuman dengan penuh nafsu. Tangan-tangan kami mulai saling meraba dan meremas daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik dasternya dan langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Vina berusaha masuk ke balik celana dalamku untuk meremas penisku yang sudah mulai menegang. Setelah beberapa saat kami bergumul dan saling meremas dengan panas, kami mulai saling melepaskan pakaian satu persatu. Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.
"Vin... kamu sexy dan sangat menggairahkan...," kataku berbisik memuji sambil meraba payudara dan putingnya.
"Ah... gombal, kamu bisa aja," meskipun kami sudah lama berhubungan tetapi tetap saja wajah Vina tampak memerah, mungkin merasa bangga mendapat pujian dariku.
"Vin, aku mau menikmati tubuhmu malam ini sepuas-puasnya... "
"Terserah kamu saja, apapun yang akan kau lakukan...malam ini aku milik kamu sepenuhnya. Kamu boleh pegang apapun... boleh ngapain aja... sesuka kamu sayang..... Tapi sebaliknya kamu juga jadi milikku malam ini yaa.... " kata Vina sambil mendorong tubuhku hingga berbaring terlentang.
Vina mulai mencium dan menjilati leher dan dadaku. Putingku sebelah dimainkan dengan lidahnya dan sebelah lagi dengan ujung kukunya Semakin lama bibirnya menyusuri perut dan terus ke bawah. Tanpa memegangnya, penisku langsung masuk ke dalam mulutnya. Diremasnya buah pelirku sementara penisku dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
"Hmm dasar anak muda, penismu keras banget kalau sudah berdiri... aku selalu merindukan ngerasain penis yang keras seperti ini. Aku selalu nggak sabar menunggu ini di masuk ke dalam punyaku....," kata Vina sambil terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, rasanya tubuhku tidak kuat bergetar menahan nikmat.
"Oohh... Vina.. enak banget....mmhh... isep terus Vin...," aku mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan agar supaya Vinapun semakin bergairah.
Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas payudara Vina sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Vina makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. "Mmhh....mmhh....." Vina mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vaginanya dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding vagina Vina sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya sehingga Vina menggelinjang keenakan.
Kutarik jariku dan kudekatkan bibirku ke arah vaginanya. Perlahan kukecup dan kujepit bibir luar vaginanya dengan bibirku. Lidahku menyusup masuk ke dalam liang vaginanya dan menjilati bagian dalam vaginanya sepuasnya.
"Ah... Anto.... mhh.... masukin sekarang sayang... aku udah tidak tahan lagi..," katanya sambil melepaskan penisku dari mulutnya.
Vina lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua pahanya untuk mempermudah penisku melakukan aksinya. Tapi aku belum ingin langsung masuk dalam permainan puncak, aku masih akan mencumbu wanita cantik ini.
"Sabar dulu ya sayang... Aku masih pengen mencumbumu lebih lama... boleh....?"
"Terserah kamu sayaang.... tapi aku udah kepengen banget mencapai puncak...."
Pantat Vina kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Vina begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya.
Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi akhirnya aku kembali membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh nafsu kujilati seluruh bagian vagina Vina, mulai dari klitoris, bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku yang ganas. Vina meremas rambutku dan terus mendesah menahan nikmat.
"Oohh... oohh... mmhh... Anto.... mmhh... adduhh..nikmat.."
Suara Vina makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya. Jari-jariku mulai ikut bekerja masuk ke dalam liang vaginanya, sementara itu bibirku menjepit klitorisnya dan lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
"Aaahh... Anto... aku nggak tahan To.... adduuh..." desahannya makin tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya kalau aku lanjutkan tidak berapa lama lagi Vina akan mengalami orgasme.
Aku menghentikan aksi lidahku dan menindihnya. Sementara itu Vina tampaknya sudah tidak sabar lagi, tangannya mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di selangkangannya.
"Ayo sayang... kita lanjutin..."
Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Vina dan mempermainkan putingnya di antara kedua bibirku. Tubuh Vina mulai menggeliat-geliat kembali.
"Ah... Anto... masukin ya.... sekarang sayang... sekarang......".
Vina terus merengek-rengek manja meminta aku memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Vina sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki.
Dengan perlahan-lahan Vina menuntun penisku menuju lubang vaginanya yang sudah siap menanti sejak tadi, dan... blesss... dengan sekali sentakan ringan kepala penisku mulai masuk ke dalam vaginanya. Aku tidak langsung mendorong penisku masuk semuanya, namun kulakukan setahap demi setahap. Setiap masuk beberapa mili kutahan, kudorong lagi, kutahan, demikian seterusnya sehingga sedikit demi sedikit penisku akhirnya terbenam masuk ke dalam vaginanya. Vina menggigit bibirnya menahan kenikmatan, kepalanya menoleh ke samping dengan dada membusung. Ia juga sangat menikmati prosesi penetrasi penisku ke dalam vaginanya.
"Aahh..." teriak Vina sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku ketika dorongan terkhirku membuat alat kelamin kami merapat dengan sempurna. Rupanya Vina sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan wanita berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam dengan mantap.
"Aduhh.. Anto... tekan penismu sampai ke ujung... enak banget....mmhh... terus sayang... yang kuat sayang... aku suka.... mmhh... mmhh.... mmhh... nikmathh...mmhh ...mmhh .." Vina terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku. Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Vina dan suara derit gubuk yang ikut bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas.
Aku semakin mempercepat gerakan pinggulku sehingga derit gubuk yang bergoyang semakin kuat.
"Sudah sayang, jangan terlalu kuat, nanti gubuknya roboh." katanya dengan tersenyum. Aku mengurangi kecepatan gerakanku, namun tetap dengan penuh tenaga.
Beberapa saat kemudian Vina minta berganti posisi, dia ingin berada di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Vina memposisikan dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya sendiri. Begitu penisku masuk, Vina lalu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Gerakannya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, "Mhh... mmhh.. mmhh...." aku belum pernah merasakan goyangan pinggul Vina seganas kali ini. Saking keras dan semangatnya goyangan Vina, beberapa kali penisku sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Vina dengan sigap memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai sepuluh menit menit Vina di posisi atas iapun mulai mengalami tanda-tanda akan mencapai orgasme.
Kami berguling lagi dan penisku kembali keluar masuk berulang-ulang di dalam vagina Vina.
"Anto... kamu kuat sekali... mmhh... mmhh ......... mmhh... adduuh sayang... mmhh... Anto... aduuhh...mmhh...... aahh... kamu ganas sekali...." kurasakan pinggul Vina yang sempat ber diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Vina menyentak ke atas sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
"Vina... udah mau keluar belum.....?"
"Mmhh... iya sayang.... aku udah mau keluar.... mmhh ...mmhh..."
"Sekarang kita barengan ya... aku juga udah mau keluar...."
"Hmmhh....... keluarin aja sayang... keluarin semuanya.... aku udah nggak tahan sayaang.....yang kuat....... mmhh.... uuh... rasanya punya kamu makin besar..... dorong yang kuat sayang..... iya... seperti itu sayang... iya... masukin yang dalam...mmhh... adduuh... aku mau keluar.... aahh...aagh....!"
"Vina... mmhh... aduuh... aku juga nggak tahan lagii..... aahh...aahh..aagghh...!"
"Aduh... aku sampaiii sayang... aduuh... mmhh... mmhh... mmhh... aahh!" Vina menjerit keras berbarengan dengan saat orgasmenya. Kedua tangannya mencengkeram erat punggungku dan kepalanya mendongak ke atas sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan ujungnya.
Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke dalam vagina Vina menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu tubuh Vina juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat orgasmenya. Tidak lama kemudian tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat.
Aku dan Vina hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang masih keras kuat tertancap di dalam vagina Vina. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Vina perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme. Tidak berapa lama kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Vina. Penisku tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Vina dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Vina lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar bercampur dengan lendir Vina. Aku yakin spermaku banyak sekali yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir sebulan kami tidak pernah bercinta. Vina memiringkan badannya dan mengelus-elus penisku.
"To... enak sekali orgasmenya... mmhh... aku sampe lemes.... rasanya tulang-tulangku rontok semua...."
Aku hanya tersenyum.
"Gimana Vin... masih mau nambah lagi....," tanyaku menggoda.
Ia mencubit perutku sekuatnya sampai aku menggelinjang kegelian.
"Awas kamu ya, nanti gantian kubuat kamu lemes sampai nggak bisa bangun lagi".
'Jangan Vin, kalau aku lemes siapa yang akan mengantarkanmu ke puncak lagi?"
Ia kembali mencubit perutku, kali ini dengan lembut.
Aku berbalut handuk dan Vina membalut tubuhnya dengan selimut kami turun untuk membersihkan tubuh di sumur. Setelah membersihkan tubuh, kami beranjak akan kembali naik ke atas gubuk. Tiba-tiba kudengar perut Vina berbunyi.
"Lapar Vin?" tanyaku.
"Hmm ..eeennnghh.. ehh iya sih, tapi emang ada yang bisa kita makan di sini Sisa makanan kecil tadi sudah habis kita makan," jawabnya.
Aku mengedarkan pandanganku. Dengan penerangan dari cahaya bulan aku melihat ada tanaman singkong di sekeliling gubuk.
"Kita makan singkong bakar saja. Lumayan untuk mengganjal perut," kataku.
"Tapi kita belum ijin pemiliknya," jawabnya.
"Enggak apa-apa. Emergency, besok pagi kalau kita ketemu pemilik ladang ini kita bisa mengatakan yang terjadi. Kalau tidak bertemu kita tinggalkan saja uang di dalam gubuk. Hitung-hitung biaya penginapan....," kataku lagi.
"Iya juga ya. Toh maksud kita bukan mencuri," sambungnya.
Kami naik ke atas gubuk untuk mengenakan pakaian dan turun kembali. Vina turun duluan. Tiba-tiba aku ingat membawa tablet suplemen penambah stamina yang memang sudah kusiapkan sejak tahu akan pergi bersama Vina. Aku sudah menyiapkan siapa tahu dalam perjalanan aku punya kesempatan bisa bercinta dengannya. Ternyata memang benar dan saat ini di tengah ladang jauh dari perkampungan aku merasa gairahku untuk bercinta sedang menyala-nyala. Kubuka tasku dan kuminum tablet itu.
Aku turun dan menambahkan kayu bakar ke dalam perapian, kemudian kucabut dua pokok singkong lalu kumasukkan dalam perapian yang sudah membara. Setelah menunggu beberapa saat, maka singkong tersebut sudah masak. Akhirnya kami makan singkong bakar. Setelah kenyang kami kembali ke atas gubuk dan langsung berbaring. Sempat kulihat arloji Vina menunjukkan pukul sebelas malam.
Kami masih ngobrol dan membahas pengalaman baru yang yang kami alami. Vinapun merasakan suatu gairah dan sensasi tersendiri bercinta di tempat asing dengan kondisi yang sangat sederhana. Sepertinya jauh dari peradaban dan masuk ke jaman sekian ratus tahun yang lalu. Tablet yang kuminum tadi mulai menunjukkan reaksinya, perlahan penisku mengeras dengan sendirinya. Kupegang tangan Vina dan kuletakkan di atas penisku.
"Ihh... kok udah keras sekali," katanya sambil meremas penisku lembut.
"Iya, kayaknya harus ada yang bersedia untuk melemaskannya kembali," kataku sambil mengusap pahanya.
Tanpa banyak berkata lagi Vina langsung memeluk dan menciumiku. Udara malam yang semakin dingin membuat kami semakin hanyut untuk mendapatkan kehangatan.
Tangan Vina membelaiku mulai dari rambut terus turun ke leher sambil menciumi telingaku. Aku merinding menahan geli dan gairah, Vina terus bergerilya menyusuri tubuhku. Kaosku diangkat dan disingkapkannya, putingku digesek dengan kukunya, diusap dan dicium. Kudengar nafas Vina mulai tidak beraturan. Dituntunnya tanganku ke atas dadanya. Dalam posisi terlentang, kulihat Vina terus masih mengusap-usap dada dan bagian perutku. Ia terus mencium dan mengelus, aku menggelinjang pelan.
Perlahan cumbuanku turun ke lehernya.
"Ergh," kudengar lenguhannya. Dengan lembut bibirku mencumbu lehernya, kemudian bergerak ke tengkuk hingga membuatnya semakin erat memelukku. Kugelitik lubang telinganya dengan ujung lidahku.
"Aahh, Anto.." rintihnya.
Tanganku meraba punggungnya dan membuat gerakan berputar-putar ringan membuat Vina semakin bergairah.
"Ka.. mu.. Na.. kal To... Pintar sekali membuat gairahku naik.." jawabnya terputus-putus.
Nafasnya semakin memburu.
"Vin, kamu cantik sekali. Aku sangat menginginkanmu malam ini. Aku akan membuatmu merasakan kenikmatan tertinggi bersamaku.." bisikku sambil terus mencium telinganya.
"Aku juga selalu menginginkanmu To...." jawab Vina.
Vina merespon ciumanku dengan lebih kuat. Tanganku kembali mencoba merangsang vaginanya. Pahanya agak terbuka sehingga aku berhasil memasukkan jariku dan menyentuh vaginanya.
"Aahh.." Vina semakin terangsang. Kakinya terbuka semakin lebar. Kini aku dengan leluasa dapat memberikan rangsangan pada vaginanya. Jariku memberikan pijatan lembut di klitorisnya dan membuatnya makin hebat dilanda badai birahi. Kali aku merasa santai dan sangat tenang dalam melakukannya. Semakin intensif aku merangsang titik-titik sensitif di tubuhnya, aku semakin tenang.
Vina semakin dilanda birahi. Tangannya kini tidak malu-malu menarik celanaku dan mencari penisku. Setelah menemukannya di balik celana dalamku, dia meremas dan mengocoknya. Aku semakin terbakar. Kami sama-sama terbakar hebat. Perlahan aku melepas kancing bajunya. Aku menatap matanya untuk melihat responnya. Mata Vina terlihat sayu setengah terpejam. Dia sangat kehausan dan sudah pasrah menerima apa pun perbuatanku.
Tangan kanannya masuk ke dalam celanaku, tangan kirinya berusaha untuk menurunkan celana pendekku. Aku beringsut dan mengangkat pantatku untuk membantu memudahkannya menurunkan celana pendekku. Tidak lama kemudian celanaku sudah lepas berikut celana dalamku. penisku sudah berdiri kencang, tangan kanan Vina masih memegang burungku dan menoleh kepadaku sambil tersenyum.
"Rasanya kali ini penismu keras sekali, lebih dari biasanya.... Hmmmm, tapi aku justru suka...."
Kepala penisku diciumnya sementara tangan kirinya memijit biji penisku. Aku mulai tidak tahan dengan apa yang diperbuatnya.
"Ah, ah.. hhmmh, Vin..... teruss.." itu saja yang keluar dari mulutku. Vina terus melanjutkan permainannya dengan mengulum burungku. Aku benar-benar terbuai dengan kenikmatan yang diberikan Vina kepadaku. Kupegang kepala Vina yang bergerak naik turun. Bibirnya benar-benar lembut, gerakan kulumannya begitu pelan dan teratur. Aku merasa seperti dimanjakan oleh perlakuannya.
"Ah, Vin.. sudah Vin nanti aku nggak tahan lagi..".
"Hhmm.. mmh, heh.." suara Vina menjawabku.
Kurasakan nikmat yang amat sangat, kulihat Vina masih bergerak pelan, bibirnya masih menelan kepala penisku dengan kedua tangannya yang memegang batang penisku. Gerakan kepala Vina masih pelan dan teratur. Aku makin menggelinjang dibuatnya. Badanku menekuk, meliuk dan bergetar-getar menahan gejolak yang tak dapat kutahankan. Dia melihatku dengan tatapan sayunya dan kemudian kembali menciumi burungku, nikmat yang kurasakan sampai ke ubun-ubun kepala.
Vina menyudahi aksinya, menindihku dan memelukku dengan mesra. Aku membalas pelukannya, kucium dahinya dan kuusap lembut punggungya, kubelai rambutnya yang terurai.
"Nikmat sekali Vin....".
Dia hanya tersenyum. Kucium bibirnya dan ia membalas ciumanku dengan mesra. Aku merasakan kali ini Vina ingin bercinta dengan ritme pelan. Aku akan mengikuti pola permainan Vina.
Pelan-pelan kucium dia mulai dari bibirnya terus ke bagian leher dan belakang kupingnya, dari situ aku ciumi terus ke arah dadanya. Kubantu dia membukakan pakaiannya, kutarik tali daster di bahunya dan terus sampai lepas semua kain penutup tubuhnya. Dalam keremangan cahaya bulan yang menembus lubang pada dinding gubuk aku melihat payudaranya yang padat, badannya yang masih kencang, paha dan pantatnya yang keras karena sering berolahraga. Kuraba dan kuusap semua badannya dari pangkal paha sampai ke payudaranya.
Aku berbalik dan dalam posisi menindih tubuhnya kembali kucium dengan pelan dan lembut. Payudaranya kupegang, kuremas pelan dan lembut, kucium putingnya dan kudengar desahan nafasnya. Kunikmati dengan pelan seluruh bentuk tubuhnya dengan mencium dan membelai setiap lekuk bagian tubuhnya. Puas di dada aku terus menyusuri bagian perutnya, kujilati perutnya serta memainkan ujung lidahku dengan putaran lembut membuat dia mengejang lembut dan memekik kecil. Tangannya terus meremas dan menjambak rambutku. Sampai akhirnya bibirku mencium daerah berbulu miliknya, kucium aroma vaginanya serta kujilati bibir vaginanya.
"Oucchh.. terus sayang, lakukan dengan lembut.... tee.. teruss.." kudengar suaranya pelan.
Kumainkan ujung lidahku menyusuri dinding vaginanya, kadang masuk kadang menjilat membuat dia berada di ujung kenikmatan yang luar biasa.
Kemudian ditariknya kepalaku dan langsung melumat bibirku dengan panas. Dia mendorong tubuhku supaya berbaring terlentang dan terus menaiki tubuhku. Dipegangnya kembali burungku yang sudah sangat keras. Diarahkan burungku ke lobang vaginanya dan slepp.. perlahan-lahan kepala penisku masuk dalam celah vaginanya. Dengan menggoyang pinggulnya membuat gerakan memutar perlahan-lahan sekali mili demi mili seluruh batang penisku ditelan vagina Vina. Diangkatnya dan digoyangkanya pinggulnya berputar-putar untuk mendapatkan kenikmatan yang dia inginkan.
"Ah.. uh, nikmat banget ya..!" kata Vina.
Aku mencoba untuk menjangkau payudaranya dengan tangan dan mulutku. Kuremas payudaranya dengan pelan dan sesekali kucium dan kujilat. Gerakannya kemudian semakin cepat, namun sesaat kemudian ia kembali menurunkan tempo gerakannya. Agaknya secara tak sadar ia mempercepat gerakannya seiring dengan rasa nikmat yang diperolehnya, tetapi kemudian ia sadar keinginannya untuk bermain dengan lembut dan perlahan.
"Aduh, rasanya aku nggak tahan lagi sayang.." kata Vina.
"Slow saja Vin. Perlahan dan lembut sayang...," kataku sambil membelai pipinya.
Dia mengangkat dan menurunkan pantatnya dengan gerakan yang stabil. Remasan tangnaku pada payudaranya membuat dia seperti terbang keawang-awang. Gerakannya makin kuat dan rintihannya semakin sering.
"Oh.. oh,.ahcch..".
Dan tak lama kemudian badannya rebah dan jatuh ke pelukanku. Kupeluk dia erat-erat sambil berkata,"Waduh.. enak banget ya?". "He-eh, enak" balasnya.
Kali ini aku yang bergerak dari bawah, kuciumi lehernya sambil kuremas payudaranya. Ketika ia mulai bergerak lagi aku mengendurkan gerakanku.
Gerakannya makin cepat dari sebelumnya, namun tetap stabil, dan kembali dia berhenti sambil mendekapku. Kupeluk punggungnya dan terus kugoyangkan pantatku dari bawah untuk menggantikan gerakannya yang terhenti. Batang penisku didalam vaginanya bergesekan dengan dinding vaginanya yang berdenyut-denyut.
"Ahh.. ah.. ahhss.., rasanya punyamu bertambah besar To" desah Vina.
'Masa sih, mungkin karena kita sangat bernafsu dan ada pengalaman baru," kataku.
Kupeluk dia sambil kuciumi bibirnya. Dia diam dan tetap diatas dalam dekapanku. Aku juga menghentikan gerakan pantatku dari bawah. Dinding vaginanya berdenyut semakin kuat.
"Enak sayang......." kataku.
Dia tersenyum sambil ujung hidungnya digesekkan di ujung hidungku. "Kenapa? Kamu mau lagi?" kata Vina.
Ia terus membuat denyutan pada dinding vaginanya sehingga tanpa gerakanpun penisku tetap mendapatkan stimulasi yang cukup.
Setelah beberapa lama menikmati remasan dinding vaginanya, kuangkat tubuhku dalam posisi memangku Vina dan kami saling berciuman dengan lembut tetapi sangat dalam dan nikmat. Aku menidurkan sambil menciumnya kembali. Kucium lehernya dan kujilati kupingnya. Kuputar badannya untuk membelakangiku, kurangkul dia dari belakang. Ia menungging dengan posisi kepala merendah menempel pada bantal. Tangan kanannya memegang batang penisku sambil mengocoknya pelan. Kutarik panggulnya mendekat ke arah selangkanganku. Dia mengerti bagaimana kami akan masuk dalam permainan berikutnya. Tangan kanannya menuntun burungku ke arah vaginanya, pelan dan pasti kumasukkan batang burungku dan masuk dengan lembut. Vina melenguh nikmat, kutarik dan kudorong pelan burungku sambil mengikuti gerakan pantatnya yang memutar-mutar. Kutambah kecepatan gerakanku pelan-pelan, masuk keluar demikian berulang-ulang. Kupeluk dari belakang dan kuremas payudaranya, kucium di lehernya.
"Ah.. ah.. Anto.., nikmat sekali..!" suara Vina pelan kudengar.
Makin kutambah kecepatan sodokan penisku.
"Acchh.." Vina berteriak kecil ketika penisku masuk sampai pangkalnya. Tubuhnya bergetar lemas dan langsung jatuh ke atas tikar. Kubalik tubuhnya dan kembali kumasukkan burungku ke vaginanya. Dia memelukku dan menjepit pinggangku dengan kedua kakinya. Kugoyang pantatku, kunaikkan dan kutekan kembali penisku masuk ke dalam vaginanya. Aku terus bergerak monoton dengan ciuman-ciuman sayang ke arah bibir Vina. Vina hanya mengeluarkan desahan-desahan dengan matanya yang merem melek. Kulihat dia begitu meresapi kenikmatan yang timbul dari gesekan kulit kelamin kami. Dia menjepit pinggangku dengan kedua kakinya untuk menekan batang penisku agar masuk lebih dalam lagi.
"Aku nggak kuat, To.." desah Vina.
Aku semakin menambah kecepatan gerakanku apalagi setelah Vina memintaku untuk keluar berbarengan. Aku menekan pantatku dalam-dalam kemudian naik dengan cepat. Ayunan pantatku naik turun dengan kekuatan penuh membuat Vina makin merintih didera kenikmatan.
"Ayo Anto, kamu lama banget sih.. aku sudah tidak tahan.." kata Vina. "Sebentar lagi, sayang..!" sahutku. Vina membantu dengan gerakan pinggangnya yang erotis. Kurasakan puncak kenikmatan itu akan datang tak lama lagi. Tubuhku mulai bergetar dan menegang sementara Vina memutar pantatnya dengan cepat.
"Acchh.. sshh.. ah.. oh," desah Vina dengan memperkuat pelukannya yang ke leherku. Kurasakan akupun sudah dalam langkah terakhir mencapai puncak kenikmatan. Dari bahasa tubuhnya, aku yakin orgasmenya sudah semakin dekat. Gerakan tubuhnya semakin cepat. Cengkeraman tangannya di punggungku terasa pedih terkena keringat yang menitik. Giginya bergemeretak menahan nikmat. Dia tampak sekali berusaha untuk tidak menjerit.
"Agh.. Arrhhk.. Anto, aku sudah ham.. pir..," rintihnya.
Penisku semakin gencar menghunjam vaginanya. Sodokanku semakin kuat dan temponya kupercepat. Aku yakin bisa mencapai orgasme bersama-sama dengan Vina. Setidaknya, aku berencana ia mencapai orgasme terlebih dulu beberapa saat kemudian baru aku menyusul.
"Arghh.. Ya.. Terus.. Yah.. Dikit lagi.." erang Vina agak tidak jelas karena giginya menancap di dadaku. Aku tetap mempertahankan tempo agar penisku agar tetap tegang dan kuat untuk bertempur. Kurasakan penisku juga semakin membesar. Aku juga sudah mendekati puncak. Aliran sperma dari bawah sudah merambat naik siap menyembur. Gerakan Vina semakin menyentak-nyentak. Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuh Vina bergetar hebat. Menghentak-hentak dan tangannya mencengkeram sangat-sangat-sangat-kuat. Dia memelukku sangat erat. Dari mulutnya keluar semacam raungan yang tertahan.
"Aargghh.. Sshhh.." Aku merasakan cairan dalam vaginanya semakin banyak dan hangat meleleh keluar. Denyutan dinding vaginanya semkain kuat meremas penisku. Vina sudah mencapai orgasme sementara aku juga sudah semakin dekat. Inilah saatnya. Aku mempercepat kocokanku, kuangkat pantatku pada saat terakhir tinggi-tinggi sampai tinggal ujung kepala penisku saja yang tersisa di bibir vaginanya dan langsung kutekan ke bawah sekuatnya.
"Oohhh .....Vinnnaaa...," desahku lembut sambil mencium bibirnya.
Crot..! Srr.. R.. Srr.. Srr.. Spermaku berhamburan di dalam vaginanya. Penisku berdenyut beberapa kali. Kakinya semakin kuat membelit pinggangku, dadanya dibusungkan menekan dadaku dan giginya kembali tertanam di bahuku. Remasan dinding vaginanya kurasakan berkejaran dengan denyutan pada penisku. Aku masih menekan penisku ke dalam vaginanya sampai semburan terakhir spermaku. Nafas kami tersengal-sengal, mukanya yang putih nampak kemerahan dengan rambut yang acak-acakan membuat gairahku lambat untuk menurun. Sampai beberapa menit aku masih berbaring lemas di atas tubuhnya. Penisku sudah berhenti berdenyut, tetapi masih terasa besar dan keras. Hmm agaknya inilah khasiat tablet yang kuminum tadi. Aku benar-benar puas dibuatnya, cairan spermaku benar-benar banyak keluar membasahi lubang dan dinding vagina Vina. Vina masih memelukku erat dan menciumi leherku dengan kelembutan. Aku beranjak bangun dan mencabut batang burungku, kulihat banyak cairan yang keluar dari lobang vagina Vina. "Sudah dua kali keluar, tapi masih banyak sekali...," katanya.
Setelah nafas kami pulih kami langsung ke sumur untuk membersihkan badan yang penuh dengan keringat serta sisa sperma di alat kelamin kami.
Kami kembali berbaring di atas tikar. Aku hanya mengenakan celana dalam saja. Vina kelihatannya sangat kelelahan tetapi mukanya memancarkan kepuasan yang tidak terkira.
"Aku puas sekali To. Kamu luar biasa sekali. Tidak kusangka aku akan menikmati kepuasan seperti ini," katanya sambil bermain bulu dadaku.
"Akupun juga puas sekali Vin. Entah rasanya kamu juga begitu menggairahkanku..".
Kurasakan penisku masih tetap dalam keadaan membesar meskipun aku tidak terangsang. Sebenarnya baru kali ini aku meminum tablet suplemen tadi. Aku ingin mencoba setelah membaca iklannya di media. Karena penisku membesar, maka celana dalamku terasa sesak sehingga posisinya tidak enak. Ketika tanganku meraih penisku untuk membetulkan posisinya, Vina memperhatikanku. Ia turut meraba penisku dan berkata,"Gila kamu To. Sudah dua kali keluar tapi masih keras seperti ini. Tidak biasanya kamu seperti ini. Aku pernah bercinta dengan kamu beberapa kali dalam semalam, tetapi tidak dalam interval waktu yang begini pendek," katanya sambil memandangku.
"Entahlah Vin, tapi rasanya aku masih ingin bercinta lagi denganmu," sahutku sambil merengkuh bahunya.
Entah siapa yang memulai bibir kami sudah saling berpagut hangat. Kulumat bibir Vina dengan lembut tetapi penuh nafsu. Sekali-sekali kudorong lidahku masuk ke rongga mulutnya dan kumainkan di langit-langit mulutnya. Semakin lama nafsu gairah seks kami semakin naik. Kami semakin tenggelam dalam lautan birahi. Kini leher jenjang Vina menjadi sasaran berikutnya. Kuciumi dan kujilat sepuasnya.
Hampir saja aku mencupang lehernya itu, kalau tidak ditepis oleh Vina, "Jangan To..nanti membekas", larangnya. Kemudian kujilat kuping belakang Vina sambil kubisikkan desahan mesra membangkitkan gairah. Sambil bercumbu kulepas pakaiannya satu per satu. Iapun menarik celana dalamku sehingga kini tak selembar benangpun melilit tubuh kami. Kupandangi tubuh indah itu beberapa lama. Ia menarik leherku hingga mulutku berada di atas dadanya. Lidahku tahu-tahu sudah memainkan puting payudara yang sudah mengeras itu.
"Mm.. Mmhh..", gumam Vina sambil menggelitik leherku sementara tangannya langsung menyusp di antara pahaku.
"Ohh.. Enak, Vin..", bisikku ke telinganya sambil meremas buah dadanya yang besar.
"Aku selalu pengen bercinta dengan kamu, To..", bisik Vina sambil meremas penisku yang perlahan-lahan mulai mengeras maksimal.
"Sudah berapa lama kita tidak bersama, Vin?", tanyaku sambil memeluk tubuh telanjang Vina. Penisku yang sudah tegang dan tegak menyentuh-nyentuh bulu halus di sekitar vaginanya.
"Kurang lebih sudah sebulan kita tidak bercinta..", kata Vina sambil memegang dan mengocok penisku.
"Rasanya lama sekali dan seperti hampir tidak bisa berpikir tidak bisa bersama kamu selama itu", katanya lalu melumat bibirku.
Lama kami berciuman sambil saling mengusap, saling meraba, dan saling meremas tubuh masing-masing.
"Ohh.. Mmhh..", desah Vina ketika tanganku mengusap belahan pahanya lalu jariku masuk ke lubang vaginanya.
"Anto.. Oohh..", desah Vina semakin keras ketika aku menurunkan kepala ke dadanya lalu kujilati puting susunya bergantian sembari tangan dan jariku masih tetap memainkan daerah di sekitar pahanya. Ia menekan kuat kepalaku ke dadanya.
"Anto.. Oohh.... kamu luar biasa..", bisik Vina sambil menggerakan pinggulnya seiring tusukan jariku ke dalam vaginanya.
"Setubuhi aku sekarang..", pintanya lirih.
"Ayo lekas lakukan, Anto..", katanya sambil meraih penisku lalu diarahkan ke lubang vaginanya.
"Kamu nggak sabar amat sih.. kan tadi udah dua kali ", kataku sambil tersenyum lalu kukecup bibirnya.
"Kamu yang buat aku selalu enggak sabar untuk menikmati permainanmu," katanya sambil mendesah penuh gairah.
Kepala penisku sudah berada di bibir vaginanya, kemudian kutekan perlahan, namun kutahan ketika baru setengah penisku masuk ke dalam vaginanya.
"Ohh.. Shh.. Enakk, Anto..", desah Vina sambil menggoyang pinggulnya.
Tampaknya pengaruh kenikmatan dari penisku mulai bekerja. Perlahan namun pasti, kumasukkan penisku dan tiba-tiba Vina menghentakkan pinggulnya keras ke atas diikuti dengan menggoyang putar pinggulnya.
"Aaakhhh..." pekik kami bersamaan saat hentakan itu tadi.
Sleeppp...........
Penisku telah mengisi rongga vaginanya yang sudah terbukti betul betul nikmat. Bersamaan itu pula Vina menjerit lirih sambil mendongakkan kepalanya, rambutnya yang panjang itu ia geraikan ke samping kiri lehernya.
"Ooookkhh.. nikmathh... emmmpphhh.. ssshh...," Vina mulai mengeluarkan erangan kenikmatannya.
Aku mengatur posisi untuk mendapatkan posisi yang paling nyaman. Dengan perlahan namun pasti, kukocok penisku keluar masuk.
"Ookkkhh..... terusshhh... iya.. iyaa...... oohh nikmathhh..!" Vina mulai menggumam.
Sementara itu ia membalas dengan menggoyangkan pinggulnya, dan kedua tangannya memeluk lenganku.
Sementara gerakanku kuatur dengan variasi tempo lambat dan sedang, untuk menaikkan gairahnya nafsunya. Dengan tempo lambat kudorong penisku keluar masuk dalam vaginanya dan dengan cepat dengan satu dorongan kubenamkan dalam-dalam sampai ujung kepala penisku mentok pada dinding atas rahimnya. Dan saat itulah yang membuat tubuh Vina menegang dan merintih.
"Nggghhh... eeghhh... ooohgghhh.. eenggghh... aaaghhh..!" Vina terengah mengekspresikan rasa nikmat yang melanda tubuhnya.
Tempo permainanku kujaga sampai Vina betul-betul puas merasakan nikmatnya permainan cinta ini. Aku tetap mengatur irama agar permainan ini bisa berjalan lebih lama.
Ketika kami berputar berganti posisi ia menyentakkan pinggulnya ke bawah. Aku yang berada pada posisi di bawah menahan datangnya gelombang kenikmatan. Sepuluh menit berlalu, lalu kumulai membantu Vina menggapai kenikmatan dengan stimulasi di kedua putingnya. Kupilin-pilin putingnya dan kuremas payudaranya
"Antoo.. sss... nggghhh.. ssshh.." desis Vina kehabisan kata-kata. Tangannya bertumpu pada dadaku. Kepalanya bergoyang ke kanan-kiri sehingga rambutnya semakin acak-acakan.
Aku menegakkan punggungku sehingga tubuhnya kupangku. Dalam posisi ini kami berciuman dengan ganasnya Kuremas payudaranya dan kujilati kedua putingnya bergantian. Vina agak susah menggerakkan tubuhnya sehingga kurebahkan tubuhnya dan aku mneindihnya. Bibirnya yang sensual itu terbuka lebar, melepas desahan nafsunya, matanya terpejam dan sesaat kemudian ia terlihat meremas rambutnya sendiri dan tubuhnya bergetar menahan nikmat.
"Aaakkkhhh... aaakhhh... oookkhhh... ssshhh... nikmattthhh..." Vina mendesah dengan diiringi goyangan pinggulnya.
"Oookkh... masukin yanggh.. dall... lammmhhh..!"
"Vin enak ..... nikmaaatthh..!" desisku sambil mempercepat hentakan pinggulku.
Sedetik kemudian penisku kembali tertanam dalam-dalam dan kubiarkan tetap begitu sambil kuputar pinggulku perlahan untuk menambah sensasi bagi Vina. Vina semakin tidak dapat menguasai dirinya dan berteriak.
"Ookkkhh... aaaghh... Antohhh... Akuu... mauuu..... lagiihh... oookhh..!" Vina kembali mendongak. Pahanya kali ini dirapatkan, sehingga gigitan vaginannya tambah terasa di penisku. Seluruh batang penisku terasa diremas-remas. Vina sangat pandai memainkan otot vaginanya.
Kukencangkan otot panggulku sehingga penisku semakin mendongak. Aku merasakan kenikmatan yang semakin intens ketika ia mengkontraksikan otot vaginanya.
"Aaaghghhh... oooaaaghhh.. ssshhh.. ssh... mmmpphh..!" desahan dan lenguhan kami saling berkejaran.
Desahan, pekikan, dan ceracau yang tidak karuan itu membuat gerakanku kini tidak terkontrol dan agak kasar, namun aku masih ingin menahan untuk memuntahkan spermaku.
"Ohh.. Nikmat sekali, To..", desah kenikmatan keluar dari mulutnya.
"Lebih kuat lagi, lebih cepat, sayang..", pintanya sambil mencengkram tubuhku erat. Aku mengerti kalau Vina sedang dikuasai oleh rasa nikmat, maka aku segera mempercepat gerak pinggulku.
"Anto.. Nikmat sekalii..", desah Vina sambil mengimbangi gerakan pinggulku.
Aku tersenyum melihat Vina memejamkan matanya menikmati kenikmatan yang tiada tara. Kuangkat pinggulku terlalu tinggi sehingga penisku terlepas dari vaginanya. Ketika kudorong untuk memasukkannya kembali sengaja kubuat meleset agar Vina penasaran. Setelah beberapa saat penisku belum juga masuk kembali ke dalam vaginanya, ia sadar kalau aku sedang menggodanya. Ditariknya penisku dan diremasnya lalu diarahkan ke dalam lubang vaginanya.
Perlahan penisku menembus liang vaginanya. Aku tak mau birahi Vina surut. Setelah agak tenang aku kembali memasukkan penisku. Aku mulai melakukan aktivitasku. Mendorong masuk, menarik keluar, memutar, memompa kembali. Kali ini aku tidak menggebu dalam memompa penisku. Aku memilih menikmatinya perlahan-lahan. Setiap sodokan aku lakukan dengan perlahan namun dengan segenap tenaga hingga menghasilkan desahan dan rintihan nikmat dari mulut Vina yang sudah sebulan tidak merasakan nikmatnya bercinta denganku. Gelombang badai birahi kembali melanda. Keringat kami sudah bercucuran. Malam ini aku benar-benar bekerja keras, tetapi lumayan untuk membakar lemak. Kami memang sedang bekerja keras. Pekerjaan paling nikmat sedunia. Bercinta sangat baik untuk tubuh. Tidak hanya tubuh, tetapi pikiran juga jadi segar dan tenang. Ada semacam zat penenang yang dihasilkan tubuh saat kita bercinta, dan zat itu membuat kita sangat nyaman.
Aku kembali merasakan kenikmatan yang dahsyat. Benar-benar tiada tara kenikmatan yang kudapatkan dari Vina. Suara penisku yang mengocok vaginanya terdengar khas. Aku mengerahkan segenap kekuatanku untuk menaklukkannya. Aku pasti bisa bercinta cukup lama untuk mengimbangi Vina yang perlahan tapi pasti semakin menuju puncak. Muka Vina semakin kemerahan. Wajahnya yang putih tampak sangat cantik ketika sedang dilanda birahi.
"Kamu cantik sekali, Vin. Hebat juga ketika bercinta.." bisikku mesra. Lidahku kembali mencumbui payudaranya yang semakin penuh dengan keringat.
"Arg.., kamu juga.. Enak sekali, To.." ceracaunya.
Vina berkali-kali memejamkan mata, membuka mata dan menggigit bibirnya. Nafasnya terengah-engah tidak teratur. Rambutnya semakin acak-acakan terkena keringat. Pemandangan yang indah sekali saat seorang wanita bercinta, kelihatan seksi.
Aku sedikit menarik tubuhku ke belakang, pahanya ku buka lebar-lebar dan tumitnya kuletakkan di bahuku. Kuterobos lubang menganga itu dengan penisku, dan kuterjang habis-habisan. Permainan ini kami lakukan sepuluh menit, sampai akhirnya Vina mendesah hebat sambil berkata, "Ahg....ough..sh... Aku mau keluar Tok. Ohhhg".
Kutambah kecepatan permainanku karena akupun sudah mendekati detik-detik orgasme. Kurasakan darah mengalir dari seluruh tubuh ke penisku. Aku bergerak, bergerak cepat dan bergerak lebih cepat, sampai masing-masing kami mencapai puncak kenikmatan. Belum sempat aku berpikir, ujung penisku mulai berdenyut lebih keras, dan hal ini dirasakan juga oleh Vina.
"Ookkghh.. Anto.. shshhh.. kelll... luarrriin cepethhh.. nggghhh..!" pinta Vina yang rupanya sudah mulai ngilu.
"Vinnn..!" bisikku sambil mempererat pelukan di punggungnya.
Kuciumi belakang telinganya, lehernya, dan payudaranya. Desahanku dan Vina memenuhi sudut-sudut gubuk kecil itu kamar.
"Antooo.... Ouuhhh..... seekaarr...nnggghh...."
"Vina..... ayo kita sama-sama.... Ya... yaahhhh sekarang Vin.."
Aku menghentakkan pinggulku sekuatnya. Bersamaan dengan itu pantat Vina naik menjemput pinggulku sehingga kami semakin merapat. Tangannya kembali memukuli punggungku dan mencakarnya. Denyutan dan vaginanya kubalas dengan semprotan spermaku yang sudah tidak banyak lagi tersisa. Kami berpelukan dengan kuat dan berciuman sampai sulit untuk bernafas lagi. Betisnya membelit betisku, mengejang beberapa saat menahan kenikmatan puncak. Sepuluh menit kami berpagut mesra. Kami tidak sempat lagi membersihkan badan dan berpakaian karena tidak terlalu lama kemudian kami sudah tertidur pulas dengan tubuh telanjang dan berpelukan.
Pagi-pagi kami terbangun ketika terdengar burung mulai berkicau di sekitar ladang. Aku bangun duluan dan baru tersadar kalau kami tidak mengenakan pakaian. Penisku masih kelihatan membesar, tidak seperti ukuran normalnya. Aku segera membangunkan Vina. Ia hanya menggeliat dan justru malahan memelukku.
"Vin, aku mau saja bercinta sekali lagi pagi ini, tapi keadaan tidak memungkinkan Sebentar lagi mungkin yang punya ladang akan datang. Ayo bangun dan mandi biar segar!" bisikku di telinganya.
Iapun tersadar dan terus mengikutiku mandi di sumur. Vina memandang penisku yang tetap di atas ukuran normal.
Kami mandi dengan cepat karena takut ada orang yang datang. Setelah mandi rasanya badan ini menjadi segar kembali. Aku tidak tahu berapa lama semalam kami tidur, tetapi rasanya nyenyak sekali dan tenagaku sudah pulih lagi. Selesai mandi kami segera membenahi tikar alas tidur dan menyimpan kembali selimut serta pakaian tidur, berganti dengan pakaian kasual. Ia mengenakan t-shirt putih dengan celana jeans ketat, sementara aku mengenakan kemeja lengan pendek dan celana jeans. Sebelum meninggalkan gubuk aku sempat meninggalkan sejumlah uang di dalam gubuk.
"Sebagai pengganti atas singkong yang kita makan semalam," kataku.
Vina menambahkan uang yang kuletakkan tadi.
"Juga sebagai biaya suite room terbaik yang ada di tempat ini," katanya. Kami tertawa bersamaan.
Kami kembali ke mobil, memasukkan tas dan barang yang kami bawa ke gubuk tadi. Aku membuka kap mobil dan mencoba lagi melihat kerusakan. Kulihat ada seutas kabel yang lepas dari soketnya, mungkin saja ini penyebabnya. Tadi malam tidak kelihatan karena hari sudah mulai gelap. Kusambung kabel itu pada soketnya dan kuminta Vina menghidupkan mesin. Beberapa kali di-start akhirnya mesin mobil hidup.