Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Tiga Wanita : Vina, Inge dan Memey

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
jriitt.. Karya suhu emang mangtab, selalu aja bikin :tegang:.

tkzz buat update nya suhu
 
ada update baru nih...
baca dulu sambil siapin sabun
 
:ngupil: Hmmm... Gan balio emang pinter bikin ane penasaran :kacamata:
Pertanyaan ane cma satu, apakah dua orang wanita cantik yg ketemu pas minum itu salah satunya adalah... MEMEY???
;)
Btw, sekali2 semalam panjang bersama Sofie jg ga ada salahnya, toh doski udah ngeklaim kalo doski bersih kok :D Apa perlu cap Depkes? =))=))
 
Masih berlanjut dengan Vina di villa....
Silakan siapkan perlengkapan pribadi masing-masing, sementara off dulu seminggu lebih.
Kembali ke tugas negara menghadapi askar wathaniyah yang suka menceroboh....

------

"Capek say? Aku mau sekali lagi. Boleh khan?" tanyanya manja.
"Sebentar lagi yang, aku masih sangat lelah...," bisikku sambil memeluknya. Aku tak bisa menahan Vina yang kelihatannya sudah mulai bernafsu lagi. Napas Vina yang memburu terasa panas menghembus di leherku saat lidahnya mulai menjalar menjilati kudukku. Aku hanya diam sambil menunggu tenagaku pulih. Aku masih berusaha menghindar saat bibirnya berusaha mencium bibirku. Tetapi tangannya yang lembut memaksa wajahku menghadapnya dan bibirnya yang indah segera melumat bibirku. Aku hanya membuka bibirku sekedar mengimbangi cumbuannya. Lidah Vina berusaha masuk menyusupkan ke dalam rongga mulutku. Akhirnya nafsuku mulai bangkit lagi. Lidahnya menyusup ke dalam rongga mulutku dan mulai membelit lidahku. Tangannya yang halus mulai memainkan puting dan bulu dadaku.

Mendapat rangsangan seperti itu, perlahan-lahan gairahku mulai meninggi lagi. Lidahku akhirnya membalas dorongan lidahnya hingga kami saling berpagutan. Sambil tetap menciumi lidahku, Vina membuka kaus dan bra-nya sehingga kini kami dalam keadaan telanjang bulat.

Tubuhku segera ditindihnya dan Vina mencumbuku dengan ganasnya. Seluruh tubuhku mulai bergelora dan tergelitik. Kurasakan tenagaku sudah kembali lagi. Lidahnya yang tadinya menggelitik lidahku mulai bergeser turun ke leherku. Lidah Vina terus bergeser turun dari leher ke dadaku. Tangannya bergerak dan bermain-main di sekitar dadaku. Vina mulai menjilati putingku bergantian kanan kiri. Tangannya terjulur ke bawah meraih penisku yang sudah berdiri, mengocoknya sampai dalam keadaan ereksi penuh. Kubiarkan beberapa saat Vina yang bergerak aktif mencumbuku.

Kubalikkan tubuhnya sehingga kini aku menindih tubuhnya. Giliran mulutku mengeksplorasi tubuhnya.
"Ohh.....," ia menggumam lirih saat kedua puting payudara kudekatkan dan kemudian kulumat bersamaan. Kumainkan lidahku pada permukaan kedua puting payudaranya. Tubuhnya bergetar menahan gairah.

Vina tak henti-hentinya mendesis menahan geli dan nikmat saat mulutku melumat payudaranya yang montok padat dengan gemas. "Tubuhmu seksi sekali Vin.." bisikku di telinganya.
Tanganku segera bergerak mengelus dadaku. Ibu jariku melakukan gerakan melingkar di atas payudaraku hingga membuatnya menggelinjang kegelian. Tanganku bergerak ke bawah meraba perutnya dan terus bergeser turun. Kutangkupkan telapak tanganku di bukit vaginanya dan kutekan sambil meremas pelan.
"Ohh..," ia hanya mendesis menahan gairah.

Kini wajahnya menghadap dadaku yang bidang. Mulutnya yang menempel ketat di dadaku mulai bekerja. Lidahnya mulai menjilati puting dadaku yang hitam kecoklatan. Kugelitik telinganya dengan ujung lidahku. Ia menggelinjang pelan kegelian, namun dibiarkannya lidahku bermain di sekitar telinga dan tengkuknya.

Aku menundukkan wajahku dan merangkak di atasnya dengan posisi terbalik. Mulutku segera menyerbu payudaranya. Lidahku menyapu-nyapu seluruh permukaan kulit payudaranya dan menyedot putingnya dengan kuat. Vina merespons dengan tangannya yang bergerak meremas-remas rambutku. Akupun semakin bersemangat begitu Vina memberikan respons yang tidak kalah bersemangat.

Lidahku merayap turun hingga ke perutnya dan terus turun ke selangkangannya. Otomatis wajahnya kini menghadap ke arah selangkanganku yang merangkak di atasnya dalam posisi terbalik. Penisku yang sudah ereksi penuh menggantung bergoyang-goyang di depan mulutnya seperti terong. Kugerakkan ujung penisku menyentuh mulutnya. Akhirnya Vina membuka mulutnya dan mulai menjilati ujung penisku.
"Ouchh.. To..," tubuhnya tersentak saat lidahku mulai menjilati vaginanya. Lidahku masuk menyeruak ke dalam lubang vaginanya menjilati dinding-dindingnya. Pantatnya terangkat dan bergerak-gerak mengimbangi gerakan lidahku di dalam vaginanya.
"Agghh..," akupun melenguh saat mulutnya menyedot-nyedot ujung kepala penisku yang sudah sangat keras. Sedotannya semakin lama semakin kuat dan penisku semakin masuk ke dalam mulutnya.

Setelah puas saling menjilat dan mencumbu, aku memutar tubuhku berhadapan dengannya. Tanganku segera menguakkan kedua pahanya lebar-lebar. Aku menempatkan tubuhku di antara kedua pahanya dan mulai menyatukan tubuhku ke tubuhnya. Ketika penisku mulai menembus lubang vaginanya ia merintih perlahan sambil menggerakkan pinggulnya, menyambut gerakan pantatku yang menekan dalam. Aku menghunjamkan tubuhku dalam-dalam berulang kali sehingga tubuh kami saling melekat kuat satu sama lain.

Mulutku segera melumat bibirnya yang setengah terbuka karena menahan rasa nikmat saat penisku bergerak masuk ke dalam lubang vaginanya hingga sampai ke pangkalnya. Dalam sekali rasanya hingga ujung penisku menyodok dinding rahimnya. Vina bergerak mengimbangi tusukanku di selangkangannya dengan menggerakkan pantatnya. Aku terus mengayunkan pantatku naik-turun di atas tubuhnya. Dadaku yang bidang menghimpit ketat kedua payudaranya.

Vina menarik nafas dalam-dalam saat aku menarik penisku dari lubang vaginanya dan bangun. Aku duduk di tepi sofa dan memberi isyarat agar ia duduk di pangkuanku. Kembali kurengkuh tubuhnya dan kembali kupagut bibirnya dengan rakus. Vina duduk di atas pangkuanku dengan mengangkangkan kaki di antara kedua pahaku. Kedua tanganku melingkar erat di punggungnya dan menariknya ketat hingga payudaranya kembali tergencet dadaku yang bidang itu.

Penisku yang masih tegang itu tergencet di antara perutku dan perutnya. Lalu kedua tanganku bergeser ke pantatnya dan mengangkatnya sedikit hingga ia dalam posisi setengah berdiri menghadap ke arahku. Kemudian satu tanganku mengarahkan ujung kepala penisku ke selangkangannya. Ketika kepala penisku sudah menyentuh bibir vaginanya, maka Vina menurunkan tubuhnya dengan pelan hingga sedikit demi sedikit ujung penisku mulai terbenam kembali ke dalam lubang vaginanya.

"Ahh.."
Hampir secara bersamaan kami menghela napas lega saat seluruh batang penisku akhirnya masuk tertelan lubang vaginanya. Pantatnya tergesek-gesek dengan rambut kemaluanku yang agak tajam karena dicukur pendek. Kantung biji penisku menempel ketat di bawah pantatnya. Dengan kedua tanganku menyangga kedua buah pantatnya, tubuhnya bergerak naik turun di atas pangkuanku. Penisku yang terjepit ketat dalam lubang vaginanya menggesek seluruh relung dinding vaginaku. Ia menggigit bibir kuat-kuat menahan kenikmatan yang mulai menggerogoti seluruh tubuhnya.

Perlahan kulepaskan tanganku yang menyangga pantatnya. Dengan memijakkan kakinya di tepi ranjang, Vina mengatur gerakan pantatnya menimba kenikmatan sekaligus juga memberikannya kepadaku. Aku menundukkan wajahku dan segera menyerbu ke arah payudaranya yang berayun-ayun seiring dengan gerakan tubuhnya yang seperti menari-nari di atas pangkuanku. Kulumat kedua payudaranya dengan bibirku bergantian. Putingnya kujepit dengan bibirku. Permukaan lidahku yang kasar menggelitik puting payudaranya.
"Ouuhh..Too....," tangannya segera merengkuh kepalaku dan menekankan ke dadanya. Gerakannya mulai tak terkendali. Dinding vaginanya terasa mulai berdenyut-denyut meremas penisku yang terjepit di dalamnya. Gerakannya semakin liar dan kepalanya tersentak ke atas.

"Terrushh Too.. Oohh..," Vina menjerit panjang saat akupun mulai bergerak mengimbangi gerakannya. Pantatnya berputar liar di atas pangkuanku seperti menggesek dan menggilas penisku yang terbenam di dalamnya. Tanganku membantu mengatur gerakan pantatnya.

Napasnya semakin memburu tinggal satu-satu. Vina terdiam dan terkulai lesu di atas pangkuanku. Agaknya ia sudah begitu lelah dan tidak mampu lagi untuk bergerak. Kedua tangannya memeluk erat leherku. Dinding-dinding vaginanya berdenyut selama beberapa saat.

Aku memberikan kesempatan untuk mengatur napasnya dan membiarkannya tetap terkulai di pangkuanku. Penisku yang masih dalam kondisi keras tetap kokoh melekat dalam vaginanya.
"Capai Vin..?" bisikku di telinganya.
"He.. Eh..".
Perlahan-lahan aku mengangkat tubuhnya dari pangkuanku. Nikmat sekali saat batang penisku yang keras menyumbat lubang kemaluannya tertarik keluar menggesek dinding vaginanya. Ia melirik batang penisku yang begitu basah dan licin mengkilat dibanjiri lendir dari vaginanya. Kuputar tubuhnya dan kutekan punggungnya. Ia lalu merangkak dengan menghadap ke ranjang. Aku berlutut di belakang tubuhnya.

Tubuhnya menggelinjang saat lidahku mulai menjalari punggungnya di sepanjang tulang belakang. Lidahku menjelajahi seluruh permukaan kulit punggungnya. Kulihat bulu halus di punggung dan lehernya berdiri.
"Ughh.....," ia melenguh pelan dan menggerinjal saat mulutku membuat gigitan ringan di atas pinggulnya. Mulutku terus bergeser turun hingga kini kedua buah pantatnya kugigit-gigit dengan gemas. Seluruh tubuhnya bergetar menerima perlakuanku. Apalagi saat lidahku mulai menyapu-nyapu daerah sekitar vaginanya. Kutarik selembar tissu dari atas meja dan kulap vaginanya agar menjadi lebih kering.

Setelah puas lidahku menjelajahi punggung dan pinggulnya, aku mulai mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Aku menusuk vaginanya dengan penisku menyusup di antara kedua buah pahanya. Aku harus menahan napas saat kepala penisku mulai menerobos lubang vaginanya yang kering karena tadi sudah dilap dengan tissu.

Lubang vaginanya mulai mengeluarkan cairan pelicin lagi saat aku mengocoknya dengan ujung kepala penisku yang kugesek-gesekkan di antara bibir vaginanya. Hal ini membuat tusukanku bertambah lancar.
"Ughh.. Hkkhh," aku menggumam saat seluruh penisku berhasil masuk ke dalam lubang vaginanya. Vinapun menarik napas lega setelah seluruh batang penisku melesak masuk. Aku terdiam beberapa saat menikmati denyutan dinding vaginanya yang melumat penisku.

Aku berkali-kali bergerak memaju-mundurkan pantatku menarik dan mendorong penisku di dalam lubang vaginanya. Ia kembali bergerak menikmati tusukan-tusukanku dengan ikut menggerakkan pantatnya. Pantatnya bergerak maju mundur berlawanan arah mengimbangi irama tusukanku. Jika aku menarik mundur pantatnya bergerak maju dan jika aku maju ia mendorong pantatku ke belakang menyongsong tusukanku. Plok.. Plok.. Plokk.., begitulah setiap kali pahaku beradu dengan pantatnya. Kedua payudaranya berguncang-guncang setiap kali vaginanya kusodok penisku.

Darahku mulai menggelegak terbakar nafsu. Tanganku yang tadinya mencengkeram kedua buah pantatku sekarang berpindah dan meremas kedua payudaranya yang berguncang-guncang. Jari-jarinya memilin kedua puting payudaranya.
"Ohh.. Too.. Nikmat.... Terushh," tanpa malu-malu lagi ia mendesis memintaku terus memompakan penisku. Pantatnya yang tadinya maju-mundur kini bergerak memutar seolah hendak memeras penisku. Dinding vaginanya kembali berdenyut-denyut.
"Ohh.. Too.. Arghh....," ia mengerang panjang. Agaknya ia sudah tidak mampu bertahan lagi. Kenikmatan dari gejolak nafsu itu terlalu kuat untuk ditahan.

Ia hanya pasrah saat aku menarik tubuhnya dan membaringkannya kembali di atas ranjang. Kutelentangkan tubuhnya dan kedua kakinya dibukanya lebar-lebar. Aku kembali naik ke atas tubuhnya, merangkak di atas perutku dan menindihnya. Penisku yang sudah licin karena lendir vaginanya kembali kutusukkan ke lubang vaginanya. Kepala penisku dengan mudah tergelincir masuk ke dalam jepitan lubang vaginanya karena memang sudah sangat licin. Aku terus mendorong pantatku hingga seluruh penisku amblas ke dalam vaginanya.

Dengan bertumpu pada kedua lutut dan siku, aku mulai mengayunkan pantatku naik turun di atas tubuhnya. Batang penisku dengan sendirinya bergerak keluar masuk menusuk-nusuk lubang vaginanya. Vina hanya diam saja, masih belum bergerak. Ia membiarkan aku sibuk sendiri di atas tubuh telanjangnya. Bibirku yang terus menerus menciumi bibir lalu leher dan turun lagi ke payudaranya membuatnya tidak tahan untuk berdiam saja. Lidahku yang terus bermain-main di kedua puting payudaranya dan tusukan-tusukan penisku kembali memaksanya untuk menggerakkan tubuh.
"Hmmghh.. Ughh.. Ughh.." mulutku terus saja mendengus. Ayunan pantatku semakin kencang menghantam vaginanya. Aku terus bergerak memacu kuda betinaku. Berkali-kali mulut rahimnya tersodok-sodok kepala penisku. Keringat yang menitik di tubuh kami kami telah semakin membuat tubuh kami licin. Aroma tubuh bercampur dengan keringat benar-benar membuatku kami mabuk karenanya.

Kedua tanganku berpindah mengganjal kedua buah pantatku dan mencengkeramnya kuat-kuat. Bibirku kini melumat bibirnya dan lidahku menggesek-gesek langit-langit mulutnya. Pantatku kian cepat memompa menghantam vaginanya. Aku merasa darahku semakin menggelegak. Vina memutar pantatnya yang kucengkeram dengan kedua tanganku. Gerakan pantatnya memutar menyongsong tusukan penisku yang menderu-deru. Vaginanya mulai mengedut-ngedut dan matanya seolah mulai terbalik menahan nikmat. Kami terus bergerak membangkitkan kenikmatan. Gerakanku dan gerakan Vina semakin liar tak terkendali. Kami sama-sama mendengus dan mengerang.

Tanganku yang meremas kedua buah pantatnya memeluknya lebih kuat. Pantatku terus menghunjam selangkangannya. Tubuhnya menggeliat dan tersentak. Pantatnya terangkat saat aku menekan pantatku dengan kuat.
"Arrgghh.. Ter.***shh..Terushh.. Lebih cepat lagihh..," Vina memintaku mempercepat putaran pantatku. Aku terus bergerak semakin cepat.
"Ohh......"
Ia merintih panjang bersamaan dengan geramanku.

Mulutku melumat bibirnya dengan penuh nafsu saat penisku menyemburkan sperma ke dalam mulut rahimku. Akupun tidak kuasa lagi menahan desakan aliran kenikmatan yang merambat dari penisku menuju ke seluruh tubuhku. Dengan sekali hentakan kuat maka kutuntaskan gairahku menyambut puncak kenikmatan yang datang seperti gelombang yang bersusulan.
"Vin... Vina.. Sayang... sekarang, .. sekarang say....!" aku menggeram.
"To.. Anto. Lakukan.. Yeahh.. yachh .. Oucchhh!" ia merintih.
Crroot.. Crooott.. Crroot.. Crreett.. Crutt..
Tubuh kami semakin merapat dengan nafas terputus-putus dan detak jantung yang bergelora. Denyutan dalam vaginanya semakin kuat setiap kali penisku berdenyut menyemburkan sperma. Kakinya membelit betisku, tangannya memeluk leherku, kepalanya bergerak tak keruan dengan bola mata memutih. Hangat sekali rasanya saat spermaku tersembur di dalam vaginanya.
Tubuhku ambruk di atas tubuhnya. Kami sama-sama terkulai lemah setelah bertempur habis-habisan.

Kami mandi bersama-sama berendam dalam bathtub besar.
"To... Nanti malam kita lakukan lagi. Di kamarku," katanya sambil mengusap-usap lenganku.
"OK, beres. Tapi kamarmu letaknya berdekatan dengan kamar teman-teman lainnya," kataku sambil berpikir.
"Gampang, kamarku ada pintu belakangnya, kamu tinggal masuk dari belakang saja".
"Baiklah kalau begitu. Segera setelah acara api unggun selesai aku pasti sudah menghangatkan ranjangmu".
"Jangan, kelamaan nanti aku keburu kedinginan. Habis makan malam kamu langsung saja ke kamarku".

Di luar terdengar sudah mulai ramai. Vina keluar setelah aku memastikan tidak ada teman yang berada di sekitar kamarku. Hanya ada satu karyawan hotel yang kebetulan lewat melihat saat Vina keluar dari kamarku.

Setelah berganti pakaian santai dengan sepatu kets, aku pergi ke restoran untuk sarapan. Menu sarapan yang sudah terhidang di sebuah meja mulai dikemasi. Agaknya aku hampir terlambat untuk sarapan. Tidak berapa lama kemudian Vina pun muncul dan bergabung denganku.
"Hampir enggak dapat jatah sarapan. Keasyikan tadi," kataku sambil mengerling ke arahnya.
"Ye, tadi bukannya sudah sarapan?" tanyanya seolah heran melihatku sambil balas mengerling.
"Itu sih lain. Tadi sarapan yang bikin lapar, kalau ini sarapan yang mengenyangkan," balasku lagi.
"Kamu bisa aja. Jadi nanti malam kita dinner untuk bikin lapar atau untuk bikin kenyang nih?" katanya lagi.
"Ya pertama bikin kenyang perut dulu. Setelah itu kita makan untuk bikin perut lapar, tetapi ada lainnya yang merasa kenyang," jawabku.
Vina hanya terkikik mendengar jawabanku.
Setelah sarapan kami ke lobby hotel bergabung dengan teman-teman lainnya.
"Nyenyak tidurnya Pak Anto?" tanya salah seorang temanku.
"Ya gitu. Udaranya dingin, jadi bikin pulas tidur. Rasanya ini masih males mau bangun," jawabku.

Tak berapa lama ketika semua sudah ada di lobby, maka kamipun berjalan ke luar. Tujuannya ke sebuah puncak bukit. Kami dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri empat sampai lima orang. Entah bagaimana aku ternyata satu kelompok dengan Ibu Vina. Dalam perjalanan ke sana ada beberapa pos yang harus disinggahi. Pada pos-pos tersebut ada soal berupa permainan yang harus dipecahkan bersama-sama oleh kelompok masing-masing. Permainan ini tidak terlalu memerlukan pemikiran, tetapi lebih memerlukan kerjasama. Tujuannya untuk lebih meningkatkan kerjasama antara satu dengan lainnya. Bagiku sih rasanya aku sudah sering bekerjasama dan menjalin satu pengertian dengan Ibu Vina. Kami sudah saling memberi dan menerima, terlebih dalam urusan berbagi kenikmatan. Lewat tengah hari kami sudah sampai di puncak bukit. Setelah makan siang dan beristirahat kami pun turun kembali ke hotel.

Sampai di hotel kami langsung beristirahat. Rasanya waktu lama sekali berlalu. Akhirnya waktu makan malam tiba. Setelah makan malam sebenarnya ada acara api unggun, tetapi ternyata hujan turun sehingga acara tidak jadi dilaksanakan. Ketika kami keluar dari restoran, Ibu Vina memberikan kode agar aku segera ke kamarnya. Agaknya ia sudah tidak sabar lagi untuk berbagi kenikmatan denganku.

Aku memperlambat langkahku dan mengambil jalan memutar memberikan kesempatan kepadanya untuk tiba di kamarnya lebih dahulu. Sekitar lima menit kemudian aku sudah berada di belakang kamarnya. Dengan pelan aku mengetuk pintu belakang kamarnya. Tak lama kemudian pintu dibuka. Vina sudah berganti pakaian. Ia mengenakan gaun tidur tipis warna gelap dengan tali di bahunya. Sinar lampu dari kamarnya mencetak bentuk tubuhnya yang montok. Bra dan celana dalamnya yang berwarna putih nampak membayang jelas di balik gaun tidurnya.

Aku masuk dan duduk di tepi ranjang. Gerimis yang turun membuat udara semakin dingin. Setelah menutup pintu, menguncinya dan mematikan lampu besar Vina langsung duduk di pangkuanku dalam posisi miring. Tangannya langsung memeluk leherku. Kami saling memberikan kecupan dan remasan ringan sementara tubuhnya masih berada di pangkuanku. Dinginnya udara tidak terasa lagi dan hilang begitu saja karena tubuh kami yang mulai menghangat karena gairah yang menggelora.

Vina mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya. Aku mengubah posisi duduknya sehingga ia masih duduk di pangkuanku dalam posisi berhadapan. Rambutnya kutarik lembut ke belakang sehingga kepalanya menengadah. Lehernya yang putih mulus itu segera basah oleh jilatan dan kecupanku.

Perlahan-lahan kejantananku bangkit seiring dengan naiknya gairah. Kemudian kutarik tali gaun tidurnya sampai di lengan. Mataku tak berkedip memandang bahunya yang terbuka. Aku segera memberikan ciuman pada bahunya yang sudah terbuka. Pangkal payudaranya yang putih mulus kucium dan kugigit kecil, memberikan bekas titik merah. Kubuka pengait bra-nya dan kusingkapkan cupnya sehingga payudaranya tersembul keluar dengan puting yang coklat kemerahan. Payudaranya yang semakin mengeras kuremas-remas dengan lembut.
"Ohhh.... Anto......!" desahnya. Kuhisap-hisap putingnya yang kenyal seperti buah kelengkeng, sementara tangan kiriku mengusap pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras keluar dari mulutnya. Bau parfum yang lembut menguar dari tubuhnya. Kuangkat tangannya dan kemudian bibirku menciumi ketiaknya. Vina semakin mengangkat lengannya untuk memudahkan bibirku menciumi ketiaknya. Ia menggelinjang kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah. Gaun tidurnya sudah acak-acakan setengah terbuka menempel di tubuhnya.

Ia tertawa kecil ketika melihat kejantananku sudah menonjol di balik celanaku menekan perutnya. Tanpa berkata lagi, ia segera meremas-remas kejantananku.
"Oh..., Vin ennnaaaakk..., terussssh.....!"

Eranganku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Ia kemudian melepaskan diri dari pelukanku dan berjongkok. Dengan menggerakkan lengannya maka gaun tidurnya sudah melorot terlepas dari tubuhnya. Kini ia hanya memakai bra yang sudah setengah terbuka dan celana dalam yang menutup selangkangannya. Ditariknya celanaku hingga terlepas dan ia langsung melumat kepala penisku.
"Uf.....sshhh...auhhh....nikmmaaat.....Vinn," aku merintih sambil meremas rambutnya.

Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan perlahan, bibirnya mengulum kepala penisku semantara tangannya mengurut batangnya. Aku semakin terbuai dengan segudang kenikmatan. Tangannya terus mengurut, mengocok dan meremas penisku, mulutnya terus melumat kepala penisku. Vina melepaskan tangannya dan kemudian membuat blow job dengan menggerakkan mulutnya maju mundur mengulum penisku.
"Oh..., ahhh...!" desahku penuh kenikmatan.

Aku sudah merasa cukup dengan kenikmatan awal yang diberikannya. Kini giliranku yang akan membangkitkan kenikmatan untuknya. Kuangkat lengannya dan berdiri. Kutarik celana dalamnya, kemudian kududukkan dia di atas ranjang. Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya dibuka lebar. Pahanya dibuka semakin lebar. Aku melihat vaginanya yang berwarna kemerahan dengan rambut hitam yang tebal tertata rapi..

Dengan berjongkok di depannya jari tengah dan ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi bibir vaginanya dan kujilati seluruh bibir luar dan bibir dalamnya sampai pada lubang vaginanya.
"Oh.....,.. Anto.......nikmat sekali.....".
Aku masih terus mempermainkan klitorisnya yang mengembang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat di labia mayoranya dan lidahku terus berputar-putar di dalamnya. Sementara aku bermain di vaginanya ia dengan cepat melepaskan branya yang sedari tadi sudah setengah terbuka.
"Anto...., oh...., terusss sayamgggg.... oh.......hhh!".

Kata-kata penuh kenikmatan yang keluar dari mulutnya, membuat gairahku semakin berkobar.
"Ooh.....nikmat....teruss.....teruss.... iihhhh....," teriakannya berubah menjadi rintihan. Ia menekan kepalaku dan menjepitnya dengan kedua pahanya. Cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin membanjir. Sebagaimana yang sudah ia lakukan kepadaku, aku juga tidak memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Tangannya meremas rambutku. Vaginanya sudah basah akibat terkena ludahku bercampur dengan lendir vaginanya. Kujilat lagi, terasa sedikit asin dengan bau khas.
"Sudah To...sudah.... Ayo kita .....!"

Aku meraih tangannya dan kubaringkan di atas ranjang. Kubuka kausku sehingga kami berdua kini sudah dalam keadaan telanjang bulat. Rambutnya sudah awut-awutan. Aku memandang sebentar tubuh indah di hadapanku ini. Vina tidak sabar lagi dan tangannya mearik lenganku. Aku segera jatuh rebah di atas tubuhnya. Tanpa menunggu lagi kami sudah berpagutan bibir. Ternyata malam ini wanita cantik setengah baya ini benar-benar sangat agresif. Agaknya ia ingin bermain dengan tempo cepat dan keras.

Kugulingkan badanku, aku ingin ia yang mengendalikan awal permainan. Ia menjilati leher kemudian dada dan putingku. Tangannya mengusp bulu dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kupejamkan mataku sambil merintih menyebut namanya perlahan.
"Viinn... shhhh Ohhh Vina..."
Aku membuka mataku, Vina tersenyum. Kami kembali berciuman. Lidahnya masuk ke dalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.

Gairah kami semakin memuncak dan kini saatnya untuk mulai masuk dalam babak akhir. Pinggulnya naik dan bergerak di atas pahaku. Tanpa bantuan tangan kuarahkan penisku ke dalam lubang vaginanya. Pantatnya berputar-putar menyesuaikan gerakanku. Setelah kepala penisku terselip di antara bibir vaginanya kuangkat pantatku untuk memasukkan kejantananku ke dalam vaginanya yang basah. Vinapun menekan pantatnya ke bawah dan .....Blesshh...
"Hhhahhh! Ooh......".
Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang masuk semakin dalam ke dalam vaginanya.

Vina menggerakkan pinggulnya naik turun, maju mundur dan berputar sehingga penisku seperti diurut dan digilas.
"Oh... Gimana...rasanya sayang....., Enakkhh? Ouuh!" ia berbisik.
Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Vina terus menggoyangkan pinggulnya.
"Oh...Vinaku...teruskan........mmhhkk..".
Pinggulnya kuhujamkan lagi lebih naik. Vina dengan hentakan pinggulnya yang maju mundur, naik turun dan berputar semakin menenggelamkan penisku ke dalam liang kenikmatannya.
"Oh...isap... ssusuku..sayaanggg, remasss...dan isap.....terus ...oh....hhhu........!" Erangan dan rintihan kenikmatan terus keluar dari mulutnya.
"Oh..Vina...nikmat sekali......", teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin dipercepat. Tangannya menekan kuat dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan pinggulnya agar kenikmatan itu bisa lebih kurasakan.
"Ahh.........., aku... aku...maa..uu... keluuaarrrr,..... Ahhh...Oh......!" ia mendesah.
"Ta..han dulu aku masih lama. Aku ingin menik...mati tu..buh...mu!" kataku terengah-engah.
"To.. kayaknya aku enngg.... ggak... ta...han..," katanya sambil memperlambat gerakannya.

Aku tahu kalau wanita ini hampir mencapai puncak kepuasannya. Ketika gerakan pinggulnya berhenti aku membalikkan tubuhnya, sehingga posisinya berada di bawahku. Kuputar dan kunaikturunkan pinggulku. Iapun membalasnya dengan gerakan berlawanan. Kalau aku berputar ke kiri, ia ke kanan. Kalau aku menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku, maka pinggulnya pun naik menyambut hempasan pinggulku sambil memekik kecil.

Aku menghentikan gerakanku dan memberikan kode agar berhenti dulu sambil beristirahat sejenak. Kami hanya berdiam dengan tetap saling memeluk. Tidak ada erangan atau pekikan, yang terdengar hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot kemaluan kami saling berkontraksi dan mengurut. Rasanya kejantananku seperti diisap masuk dalam ruang hampa oleh otot yang lembut namun kuat. Tanganku terus mengelus punggung dan pinggangnya.

Setelah beberapa saat berdiam, maka dengan perlahan aku mulai mengayunkan pinggulku lagi. Aku mengayun dengan pelan beberapa kali hanya kepala penisku yang masuk dan bergerak dan berikutnya kuhempaskan seluruh berat tubuhku di atas tubuhnya sehingga seluruh batang penisku tertelan masuk dalam vaginanya.
"Hhgghhkkk...". Ia menahan napas menahan hempasanku.
Bibirnya menari-nari di atas putingku dan kemudian ia menjilat dan mengulumnya.
"Ohh...Vin...geli.....," desahku lirih. Namun Vina tidak memperdulikan. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.

Akibat rangsangan pada putingku, gerakan pinggulku kupercepat sehingga ia memekik kecil.
"Oh...Anto....nikmatnya.........!"
Ia diam hanya menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya membusung naik dan kugigit putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah
"Ouhh .... Jangan ... sakit...To... Ouhh ...!"

Aku tidak akan kuat lagi menahan desakan yang mendesir-desir dalam saluran penisku.
Kutatap matanya dan kubisikkan," Sekarang... sayang....sekarang".
Ia mengangguk lemah," Yyaeechh... eghhhkk".
Begitu aliran kenikmatan kurasakan sudah di ujung kepala penis, maka kuhempaskan tubuhku ke bawah sekuatnya. Vina menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya, menahan dalam posisi menggantung kemudian memutarnya dengan cepat. Tangannya menarik rambutku dan meremas-remasnya. Akupun memperkuat pelukanku dan kepalaku kutekan di lehernya. pinggulnya semakin naik, kakinya menjepit pahaku. Denyutan kuat dari vaginanya seperti membalas denyutan penisku setiap kali memancarkan lahar kenikmatannya. Tubuh kami mengejang dengan nafas tertahan, pelukan yang semakin kuat menyatukan tubuh kami yang sudah basah bersimbah peluh.
"Aahhh... sayang.... enak... nikmat....".
"Grrrhm....Hhhhh... Vina .... Ouuhkkkk!"
"Oh....Anto...sayang.... Aku puas sekali," ujarnya. Denyutan demi denyutan berlalu semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya. Tubuhku lemas menggelosor di sampingnya.
"Kalau begini terus bisa semalaman kita tidak perlu pakai baju," kataku mesra sambil mengusap-usap payudaranya. Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali berbagi kecupan ringan kami berbaring bersebelahan. Udara dingin mulai terasa menusuk pori-pori. Kami tidur telanjang berpelukan di balik selimut tebal.

Tengah malam aku terbangun ketika kurasakan telapak kakinya menggesek-gesek betisku. Ketika aku membuka mata, Vina sedang memandangiku dengan tatapan sayu penuh gairah. Aku sudah tahu kalau saat ini ia menginginkannya lagi. Kuraih gelas berisi air minum di meja dekat kepala bed, meminumnya setengah dan meletakkanya kembali. Vina semakin merapatkan badannya ke tubuhku. Payudaranya menekan lenganku dengan lembut.
"Sayy...," katanya perlahan.
Tanpa menjawab lagi kutelentangkan dan kemudian kutindih tubuhnya. Sebentar kami berbagi kecupan ringan.

"To, mau badanmu dipijat? Ayo kalau mau kupijit, biar seger badanmu," katanya sambil mendorong badanku ke samping. Agaknya ia serius mau memijitku. Aku berbaring tengkurap, meluruskan posisi penisku yang sedikit mengganjal agar nyaman dan tidak terlipat. Vina berdiri mengambil sesuatu dari meja rias. Ia kembali dengan membawa body lotion, piring kecil dan sebuah botol kecil. Dicampurnya body lotion dengan cairan dari dalam botol yang sangat lembut aromanya, agaknya isinya minyak aromatherapy.

Ia kemudian mulai memijat punggungku dengan campuran tadi. Lumayan juga untuk mengendorkan otot-ototku yang sedari tadi tegang. Harumnya minyak aromatherapy membuatku semakin rileks dan segar. Vina kemudian mengurut tanganku mulai dari lengan sampai jari.
"Berbalik To!" katanya lembut.
Aku berbalik dan segera tangannya mengurut bahu bagian depan dan dadaku. Kini urutannya atau lebih tepat disebut usapan yang mempermainkan bulu dada dan putingku. Bibirnya tersenyum kecil, sambil terus mengusap dada, perut sampai ke pahaku.
"Hhhhhh.....".
Setelah memijit kakiku Vina menarik napas dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Disekanya dadaku dengan handuk kecil. Aku berbalik agar ia bisa mengeringkan punggungku. Setelah mengeringkan punggungku ia berbaring di sampingku. Aku kembali dalam posisi telentang. Badanku terasa segar, sementara aroma yang tercium hidungku membuat tenagaku pulih.

Kami berbaring bersebelahan.
"Sekarang mana upahnya," katanya sambil tersenyum lebar.
"Apa upahnya?" pancingku.
Vina tertawa manja dan langsung memeluk dan menciumiku.
Kupegang kedua bahunya dan kupijit perlahan. Ia menggeliat dan mengusapkan pipinya pada lengan kananku. Kupegang kepalanya dan kutengadahkan mukanya ke mukaku.

Ia menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Kupegang bahunya dan kutempelkan pipiku ke pipinya. Ia berbisik, "Puaskan aku sekarang. Itulah upahnya ..."
Kupeluk tubuhnya dan ia semakin merapatkan kepalanya di dadaku. Rambutnya yang sedikit ikal kusingkapkan ke atas. Kucium bulu halus di leher belakangnya.
"Sssh., kamu pandai membangkitkan gairah," rintih Vina sambil memejamkan matanya.

Lidahku menerobos ke mulutnya dan menggelitik lidahnya. Vina membalas ciumanku dengan lembut. Tanganku mulai bekerja di atas dadanya dan kuremas buah dadanya. Jariku terus menjalar mulai dari dada, perut, pinggang terus ke bawah hingga pahanya. Vina makin sering menggeliat. Lidahku beraksi di lubang telinganya dan gigiku menggigit daun telinganya. Tangannya meremas penisku yang mulai memberontak.

Kusapukan bibirku ke lehernya dan kutarik pelan-pelan ke bawah sambil mencium dan menjilati lehernya yang mulus. Vina mendongakkan kepala memberikan tempat bagi bibirku. Tangannya memeluk leherku dan ia semakin merepatkan tubuhnya ke dadaku, sehingga dadanya menekan dadaku. Diusap-usapnya dadaku dan kemudian putingku dimainkan dengan jarinya.

Kucium bibirnya dan kini ia membalas dengan lumatan ganas. "Eehhhhngng, ....." Ia mendesah ketika lehernya kujilati.
Vina berguling dan menindih tubuhku. Tanganku bergerak punggungnya. Payudaranya yang besar padat menggantung di atasku. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan mulai mengeras. Digesek-gesekkannya putingnya di atas dadaku. Perlahan tanganku mengusap bahunya.

Bibirnya kini semakin lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Vina mendorong lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan memilinnya. Vina menggeserkan tubuhnya ke arah bagian atas tubuhku sehingga payudaranya tepat berada di depan mukaku. Segera kulumat payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kujilati.
"Aaacchhh, Ayo Anto ..... lagi .. teruskan Anto .......... Nikmat .... teruskan".

Penisku semakin mengeras. Kusedot payudaranya sehingga sebagian masuk ke dalam mulutku. Kuhisap pelan namun dalam, putingnya kujilat dan kumainkan dengan lidahku. Dadanya bergerak kembang kempis dengan cepat detak jantungnya juga meningkat. Napasnya berat dan terputus-putus.

Tangannya menyusup di selangkanganku, kemudian mengelus, meremas dan mengocok kemaluanku dengan lembut. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian menggigit pundakku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku untuk menahan rangsangan ini. Kupeluk pinggangnya erat-erat.

Tangan kiriku kuarahkan ke celah antara dua pahanya. Jari tengahku masuk sekitar satu ruas jari ke dalam lubang guanya. Kuusap dan kutekan bagian depan dinding vaginanya dan kemudian jariku sudah menemukan sebuah tonjolan daging seperti kacang.
Setiap kali aku memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya Vina mendesis
"Huuuuuhh......... Aaaaauhhhhhhh ...........engngnggnghhhk"

Ia melepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya bergerak ke bawah, menjilati perutku. Tangannya masih mempermainkan penisku, bibirnya terus menyusuri perut dan pinggangku, semakin ke bawah. Ia memandang sebentar kepala penisku yang mengkilat dan kemudian mengecup batang penisku.

Vina kembali bergerak ke atas, tangannya masih memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak. Kembali kami berciuman. Buah dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis perlahan dengan suara yang tidak jelas.
"Ssshhhh ........ssshhh....Ngghhh .."

Perlahan lahan kemudian ia menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya, kemudian digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa sudah licin berlendir. Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh lubang guanya, maka kunaikkan pantatku perlahan.

Vina merenggangkan kedua pahanya dan pantatnya diturunkan. Kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya. Kugesek-gesekkan di bibir vaginanya. Vina merintih dan menekan pantatnya agar penisku segera masuk.
"Ayolah Anto... naikkan pantatmu..dorong sekarang. Ayo...masukkan batangmu .......pleassse......!"

Vina bergerak naik turun dengan perlahan. Vaginanya terasa agak licin. Kadang gerakan pantatku kubuat naik turun dan memutar. Vina terus melakukan gerakan memutar pada pinggulnya. Ketika kurasakan lendir yang membasahi vaginanya semakin banyak maka kupercepat gerakanku.
"Anto, ........... Ouhh.........nikmat ............ oouhhh," desisnya sambil menciumi leherku.

Kakinya menjepit pahaku. Dalam posisi ini gerakan naik turunnya menjadi bebas. Tangannya menekan dadaku. Kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Kepalanya terangkat dan tanganku menarik rambutnya kebelakang sehingga kepalanya semakin terangkat. Setelah kujilat dan kukecup lehernya, maka kepalanya turun kembali dan bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang panas.

Vina kemudian menggerakkan pantatnya maju mundur sambil menekan ke bawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dengan lembut namun bertenaga. Semakin lama-semakin cepat ia mengerakkan pantatnya. Desiran yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat.

"Vina.........Ouuhhhh".
"Ouhh..... Ssssshhhh..... Akhh!"
Desisannyapun semakin sering. Aku tahu bahwa ia akan segera menggapai puncak kenikmatannya. Kini penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot yang sudah terlatih oleh senam Kegel. Ia merebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya berkejap-kejap dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan akan segera memuntahkan laharku.

Aku berguling dan kini aku berada di atas. Kupompa vaginanya dengan cepat dan akhirnya beberapa saat kemudian .......
"Anto.....sekarang sayang....sekarang ...Hhhuuuaahhh. Aku sampai.....!" Ia memekik kecil. Kutekan pantatku sekuatnya. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menaikkan pinggulnya. Bibirnya menciumiku dengan pagutan-pagutan ganas. Desiran dan tekanan aliran lahar yang sangat kuat memancar lewat lubang kejantananku.
"Vina...... Ouhhhhh...... Vin...!" Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kutekankan kepalaku di lehernya. Napas yang bergemuruh kemudian disusul napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya.
Denyutan demi denyutan di tubuh kami kemudian melemah. Aku berguling ke sampingnya. Dikecupnya bibirku, dan tanganya mengusap pipiku.
"Terima kasih To. Kamu luar biasa. Kamu sangat perkasa, begitu nikmat dan indah. Kenikmatan yang sangat luar biasa. Thanks," katanya lembut.

Setelah membersihkan badan kembali kami berbaring sambil berpelukan. Kepalanya diletakkan di atas dadaku. Sejam telah berlalu dan kurasakan sebuah benda padat lunak menekan dadaku.
Kucium leher dan ketiaknya yang dicukur bersih.
"Kamu mau lagi ....?" godaku.
Kudaratkan sebuah kecupan pada bibirnya. Kuamat-amati tubuhnya yang aduhai. Kulitnya kuning bersih dengan pantat besar dan menonjol ke belakang, sementara di dadanya ada segunduk daging yang bulat dengan tonjolan coklat muda yang berdiri tegak.

Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganas. Akupun membalas dengan tak kalah ganasnya. Kuremas buah dadanya dengan keras. Beberapa saat kemudian kami sudah berpelukan dan bergulingan di atas ranjang besar yang empuk.
Aku menindih dan menjelajahi sekujur tubuhnya. Ia menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik, "Ouuhhhh.... Anto... terserah kamu. Lakukan sesukamu. Yang penting berikan aku kenikmatan puncak".
"Aku akan mengajakmu berpacu dalam birahi dan tenggelam dalam badai kenikmatan yang luar biasa.." kataku membalas bisikannya.

Dari dada, lidahku pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangnya, ke arah perut dan pahanya. Aku mencoba untuk mendekatkan hidungku ke sela pahanya Vina meronta hebat sewaktu tanganku memainkan puting buah dadanya. Tangannya terlepas dan hidungku kutempelkan di bibir vaginanya. Tercium aroma yang harum dan segar.

Bulu kemaluannya cukup lebat. Meskipun kulitnya putih, namun bibir vaginanya berwarna kehitaman dan ditumbuhi rambut agak jarang. Kubuka bibir vaginanya dengan telunjuk dan ibu jari, terlihat bagian dalam vaginanya yang kemerahan dan mulai basah oleh lendir yang melumasinya.

Kini lidahku menyusup ke dalam vaginanya. Kulebarkan pahanya dan aku semakin leluasa mempermainkan klitorisnya. Vina meregang dan meronta menahan kenikmatan yang kuberikan.
"Ouhhhh To....Ayo... teruskan.. lagi. Sudah lama aku ingin merasakan hal ini," ia mengerang.

Lidahku menerobos masuk ke dalam liang vaginanya dan bermain dengan dinding vagina, klitoris dan lorong kenikmatannya. Sementara bibirku menyapu bibir vaginanya, maka lidahku menjilat klitorisnya dengan sentuhan ringan. Vina meremas rambutku dan memekik tertahan,"Auwww, aku tak tahan lagi.....". Kurasakan klitorisnya sedikit membesar dan berkilat-kilat. Kujepit klitorisnya dengan bibirku dan kukeraskan jepitanku. Pahanya semakin kuat menjepit kepalaku. Ia mengerang, "Please, Ayo sekarang... To. Aku tak tahan lagi...ayoooo!".

Bibirku naik ke leher dan menjilatinya. Elusan tanganku pada pinggangnya membuat ia meronta kegelian. Kuhentikan elusanku dan tanganku meremas lembut buah dadanya dari pangkal kemudian ke arah puting. Kumainkan jemariku dari bagian bawah, melingkari gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah putingnya. Sampai batas puting sebelum menyentuhnya, kuhentikan dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.

Kugantikan jariku dengan bibirku, tetap dengan cara yang sama kususuri buah dadanya tanpa berusaha mengenai putingnya. Kini ia bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin bergoyang buah dadanya dan membuat jilatanku makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah sebuah gigitan kuberikan di belahan dadanya, bibirku kuarahkan ke putingnya, tapi kujilat dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin Vina menjerit penasaran dan gemas.

"To.. jangan permainkan aku........cepat isap...isap sayyy... Antoooo," pintanya. Aku masih ingin mempermainkan nafsunya dengan jilatan halus di putingnya yang makin mengeras itu. Vina mendorong buah dadanya ke mulutku, sehingga putingnya langsung masuk, dan mulailah kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Tanganku berpindah dari pinggang ke vaginanya yang semakin basah.

Jariku tengah kiriku kumasukkan ke dalam vaginanya dan tidak lama sudah menemukan apa yang kucari. Lumatan bibirku di puting Vina makin ganas.
Ia berusaha mengulingkan badanku tetapi kutahan. "Aaaaaagh.......", ia memekik-mekik. Kucium lagi bibir dan lehernya. Penisku makin membesar dan mengganjal tubuhku di atas perutnya.

Kupikir kini saatnya untuk penetrasi. Kuangkat pantatku sedikit dan iapun mengerti. Dikangkangkan pahanya lebar-lebar. Kuarahkan penisku ke vaginanya dan, "Masukan To...sekarang !" pintanya sambil melebarkan pahanya. Kudorong sekali dan berhasil. Kugerakkan penisku pelan-pelan dan semakin lama semakin cepat.

Vagina Vina makin lembab. Vina langsung mengerang hebat merasakan hunjaman penisku yang keras dan bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram pinggulku. Gerakan maju-mundurku diimbanginya dengan memutar-mutarkan pinggulnya, semakin lama gerakan kami semakin cepat.

Kini ia semakin sering memekik dan mengerang. Tangannya kadang memukul-mukul punggungku. Kepalanya mendongak ketika kutarik rambutnya dengan kasar dan kemudian kukecup lehernya dan kugigit bahunya.
"Ouhhh.....Ehhhh.....Yyyyeesssshhh!"

Setelah beberapa lama kuminta dia untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa lama kemudian penisku sudah terbenam di liang vaginanya. Vina menaikturunkan pantatnya dengan posisi jongkok. Tubuhnya bergerak naik turun dengan cepat dan kuimbangi dengan putaran pinggulku, sementara buah dadanya yang tegak menantang kuremas-remas dengan tanganku. Gerakan kami makin cepat, dan erangan Vina makin keras. Aku duduk dan memeluk pinggangnya. Kami berciuman dalam posisi Vina duduk berhadapan di pangkuanku. Aku bebas mengeksplorasi tubuhnya dengan tangan dan bibirku.

Kuangkat tubuhnya sambil berdiri, kugendong dan kuturunkan sebelah kakinya sementara itu kaki yang satunya menjepit pahaku. Kulipat lututku sedikit untuk mengambil posisi yang tepat. Kami bercinta sambil berdiri.
"Aaaaagghhhhh.....Anto...luar biasa, kamu kuat sekali," bisiknya.
"Vina.. kamu juga membangkitkan nikmat yang luar biasa".

Kubawa tubuhnya kembali ke ranjang dan langsung kugenjot dengan menghentak-hentak. Nafas kami semakin memburu. Kuganti pola gerakanku. Kucabut penisku dan kumasukkan kembali setengahnya. Demikianlah kulakukan berulang-ulang sampai beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan pantatku dalam-dalam.

Vina setengah terpejam sambil mulutnya tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepanasan. Pinggulnya tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi akibat gesekan kulit kemaluan kami. Lubang vaginanya yang licin diimbangi dengan gerakan memutar dari pinggulnya membuatku semakin bernafsu. Ketika kuhunjamkan seluruh penisku ke dalam vaginanya, Vina pun menjerit tertahan dan wajahnya mendongak.

Aku menurunkan tempo dengan membiarkan penisku tertanam di dalam vaginanya tanpa menggerakkannya. Kucoba memainkan otot kemaluanku. Terasa penisku mendesak dinding vaginanya dan sedetik kemudian ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan vaginanya meremas penisku. Demikian saling berganti-ganti.

Permainan kami sudah berlangsung beberapa saat. Kedua kakinya kuangkat dan kunaikkan di atas pundakku. Dengan setengah berdiri di atas lututku aku menggenjotnya. Kakinya kuusap dan kucium lipatan lututnya. Ia mengerang dan merintih-rintih.

"Ouhh Vina......kita.....Ouuuhhh!"
Aku mengangguk dan memberi isyarat kepadanya untuk menutup permainan ini. Ia pun mengangguk setuju. Kukembalikan dalam posisi normal. Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran.

Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Aku semakin cepat menggerakkan pantat sampai pinggangku terasa sakit, namun aku tetap bertahan untuk menyerangnya. Vina meremas rambutku dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya segera menjepit erat pahaku. Badannya menggelepar-gelepar, kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan, tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih keras lagi.

Aku pun semakin liar memberikan kenikmatan kepada Vina yang tidak henti-hentinya menggelinjang sambil mengerang.
"Aaaahhhhh ....... Sssssshhhhhh ........ sssssshhhhhhh "
Gerakan tubuh Vina semakin liar.
"Ouoohhh nikmatnyaa ......... aku mau keluuarrrr ....sampai ..."

Aku merasa ada sesuatu yang mendesak-desak di dalam kejantananku dan ingin keluar. Sudah saatnya aku menghentikan permainan ini. Aku mengangguk dan iapun mengangguk sambil memekik panjang,"Ouuuwwwwhhhhhh........!"

Aku mengangkat pantatku, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera menghunjamkan penisku keras-keras ke dalam vaginanya. Nafasnya seolah-olah terhenti sejenak dan kemudian terdengarlah erangannya. Tubuhnya mengejang dan jepitan kakinya diperketat, pinggulnya naik menjambut penisku. Sejenak kemudian memancarlah spermaku di dalam vaginanya, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut kami berdua. "Awwwwwww ........ aduuuuuuuh ....... Hggkkkkkk"

Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara apapun di dalam kamar kecuali desah napas yang berkejaran dan berangsur-angsur melemah. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra.

Pagi-pagi sekali kami sudah bangun dan berjalan-jalan keluar dari area hotel. Aku berjalan di sebelah kiri Vina. Sampai tempat yang sepi tangan kananku mendekap pundak Vina, untuk melindungi dari hawa yang cukup dingin. Dari pengamatanku selama jogging kemarin pagi aku tahu tempat yang sangat aman. Kami duduk bersebelahan sambil memandang perbukitan di kejauhan. Kudekap badannya, kubelai-belai punggungnya, sambil sesekali kuciumi telinganya. Vina mendesah mengeratkan dekapannya ke tubuhku.

Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik baju sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada tengkuk dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami berdua sudah mulai tidak beraturan.

Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Vina, tangan kiriku kugunakan untuk mendekap pantat Vina dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai geser-geserkan kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah mulai hangat oleh birahi. Udara pagi yang dingin tidak terasa karena badan kami berdua sudah semakin panas. Kami berdua sudah tidak tahan untuk menyelesaikannya.

"Anto kita cari tempat yang enak, kembali ke hotel aja," bisik Vina sambil mendesah menahan birahi.
"Dimana, di kamarmu atau di kamarku?"
"Rasanya lebih tenang dan aman di kamarmu saja. Jauh dari lokasi kamar teman-teman dan tempatnya terlindung".
"Oke dech, yuk kita jalan."
Aku bimbing Vina kembali ke hotel.
 
Karena ga muat (> 50.000 karakter) lanjut lagi biar selesai urusan di villa



Hanya lima belas menit perjalanan kaki kami sudah sampai di kamarku. Di dalam kamar, setelah pintu terkunci, Vina langsung melepaskan baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan belahan dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut, sehingga pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat. Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah Vina agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan dekapanku di punggungnya.

Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang tipis, kugeserkan mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman di leher ini. Karena menurutku leher Vina itu sangat seksi. Lehernya agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku menari-nari di lehernya.
"Uhf.. uuhh.. sstt, Aanntoo, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."
Nafas Vina mulai tidak teratur. Vina ini kalau penampilan luar sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, Vina bisa sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan Vina ini memiliki tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak karuan.
"Mmeemm, jangan khawatirr..," jawabku menenangkan.
Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke dua buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Vina semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan terpejam, dan mulut masih bergumam.
"Emm.. uugghh.. Aaantoo.. uugghh.."

Kelihatannya Vina sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya, kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna coklat yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan badan Vina yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanan Vina memegang kemaluanku yang dari tadi sudah tegak, dan meremasnya karena sudah gemes.
"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong say.. umm, Sakiitt.. mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.
"Sstt.. ggeemess kok.... ugghh.."

Karena Vina sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan badan Vina dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kupondong Vina dengan kedua tanganku, dan Vina mendekapkan kedua tangannya di leherku, Vina tersenyum menggoda, kucium susunya, dan sekali lagi Vina menggelinjang.

Kutidurkan Vina dengan perlahan di atas ranjang. Vina masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai bergeser ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas susunya dengan lembut. Vina semakin menggelinjang. Tangan kirinya mendekap leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.

Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua payudaranya dengan ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.
"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Vina menahan rangsangan.
Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan jeans Vina. Sepasang kaki indah di balik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Vina yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang kuning langsat.

Aku kembali menciumi sekeliling pusar Vina, dan kumainkan pusarnya dengan lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang padat dan mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan selangkangannya. Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat. Kedua kaki Vina bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang naik turun, minta klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya. Menerima perlakuanku seperti itu, Vina langsung menarik nafasnya lega, seakan terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,
"Uuugh nikmat Annto.. uughh.. enakkhk sseekalii.. uhhnn sstt.."

Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Vina mengeratkan dekapannya di leherku, dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu pisang yang akan dilahapnya. Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung jari tengah tangan kananku masih membelai-belai kitorisnya dengan lembut. Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan tekanan, hal ini sangat disukai oleh Vina. Kedua kaki Vina sudah tidak menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan bibir kemaluannya.
"Uuughhff.. uugghh eff.... Ann.. too.. eennaakk.. sekalii.... uugghff.."

Lenguhan Vina yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku. Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan kewanitaannya semakin basah.
"Aaantoo.. uugghff masukiin.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.." rengek Vina.
Kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Vina di pundakku, dengan perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya Vina. Kelihatannya Vina sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang kemaluannya, karena kedua tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku masuk ke lubang kemaluannya.

Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki liang kewanitaannya. Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya. Vina sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat batang kemaluanku memasuki luabang kewanitaannya dengan perlahan, Vina sangat menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.
"Uuugghh.. uuhhgghh", seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.
"Uugghh.. eehh.."
Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan.

Kuturunkan kakinya dari bahuku dan tubuhku merapat di atas tubuhnya, kakinya melingkari pinggangku. Pada saat beberapa kali tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang masuk ke liang kemaluan, Vina menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan liang kemaluan, maka dia hanya bergumam,
"Eeemm eemm.. sstt.. eemm.." namun pada saat tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk ke dalam dan menyentuh dasar liang kemaluan Vina yang menikmatinya dan mengencangkan jepitan lubang kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit leherku, dan kedua tangan Vina meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya
"Uughh.. uugghh.. eennaggk.. Aantoo.. eennakgg.."

Kami terus gunakan gaya ini berulang-ulang sampai akhirnya..
"Aanntoo.. akuu suudahh tiidaak kuatt.. akuu mauu.. keeluuarr.."
"Seebenntarr.. Vinnn... aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.
Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan genjotanku ke liang kemaluan Vina, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Vina bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang kutunggu, hisapan dan sedotan liang kemaluannya sangat kuat di batang kemaluanku, dan tiba -tiba..
"Aantoo.. aakuu keluuarr.." dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..
"Aauughh.. crreett.. creett.. creet, tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya, dan liang kemaluan Vina masih bergerak-gerak menghisap batang kemaluanku dan memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.

Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat badan Vina yang basah oleh keringat, menambah seksi tubuhnya di mataku. Dari pagi sampai siang hari menjelang pulang, kami masih tidur berpelukan dan sesekali saling memberikan cumbuan ringan. Untuk melanjutkan ke tahap yang lebih lanjut rasanya badan ini sudah tidak mampu lagi, bahkan untuk membuka matapun terasa berat. Menjelang siang dengan hati-hati Vina keluar dari kamarku. Akhirnya setelah makan siang rombongan kembali ke kota. Di perjalanan pulang aku hanya diam saja, masih terbayang di benakku permainan panas yang kami lakukan di sepanjang malam.

*****
 
ehhh:malu: update...
:baca::mindik:


nenek bilang...:siul:
kuat.......kuaaaat......
:kuat:
 
Terakhir diubah:
Wuooo di update, nuhun suhu
 
ijin ninggalin jejak suhu.. :taimacan:

karena masih di kantor, ngeri ada yg bangun tenda secara mendadak, secara di ruangan cowo sendiri

bdw si meymey kapan di keluarin suhu..:papi:
 
ganas agan balio =)) kejar setoran :D :tepuktangan:
Berapa ronde tu selama di villa?? udah kaya pertandingan tinju aja :lol:
Bu Vina memang rrrroaaarrrrrr :galak::jempol:
Idem ni, memey mana yak? intro dulu si.. :suhu:
 
@all, sorry baru balik dr perbatasan lagi. Maklum susah signal disana... Update terbaru segera dirilis...
 
Mendengar berita dari agan yg telah kembali dng selamat dari perbatasan sudah melegakan saya.. Wellcome back, gan...

Santai aj dulu gan...

Ditunggu lanjutannya bro... I'm ready when u are... :beer:

ps: mama vina itu.... luarbiasa gan.. :papi:
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Maaf bagi yang kurang suka dengan full SS, karena cerita ini sudah jadi dan belum ada mood untuk editing guna menghindari full SS maka sekali lagi mohon maaf sebesar2nya untuk yang kurang suka full SS...
Silakan dinikmati update hari ini.

Suatu hari Vina mengajakku ke lokasi proyek dan kemudian langsung ke sebuah kampung jauh di pelosok untuk mengantarkan pembantu saudara Pak Ivan yang pulang ke kampungnya. Berangkat dari proyek sudah lewat tengah hari. Tiga jam kemudian kami sampai di kampung pembantu tersebut. Kami hanya sebentar saja beristirahat dan langsung berangkat untuk kembali ke rumah. Sebelum berangkat kami dipaksa orang tua pembantu itu untuk makan terlebih dahulu. Kulihat lauknya cukup mewah untuk ukuran di kampung, mungkin saja tuan rumah khusus memotong ayam kampung untuk lauk kami. Di perjalanan Vina mulai menggelayut manja di bahuku. Aku terpaksa harus menjalankan mobil dengan kecepatan sedang saja agar tidak kehilangan kendali.

Baru sekitar satu setengah jam berjalan tiba-tiba mobil terbatuk-batuk dan kemudian mesinnya mati. Kutepikan mobil sampai pada posisi yang aman. Kubuka kap mesin dan beberapa kali kukutak-katik mesin, kemudian kucoba untuk menghidupkannya, tetapi tidak berhasil. Langit sudah mulai gelap, dan di sekeliling kami tidak terlihat perkampungan. Kami juga tidak membawa senter. Hanya ada ladang dan persawahan. Jalan ini hanyalah jalan kampung. Aku tidak yakin akan ada mobil yang lewat di sini malam-malam. Vina mencoba untuk mencari signal hp, tetapi kelihatannya tidak ada signal di daerah ini. Vina mulai gelisah. Aku mengedarkan mataku sambil tetap mencoba menghidupkan mesin. Sekilas kulihat dangau di sebuah ladang agak tertutup rerimbunan dedaunan, sekitar seratus meter dari posisi mobil. Aku memberi isyarat agar Vina tetap menunggu di dekat mobil.
"Kemana To?" tanyanya melihatku berjalan ke arah dangau itu.
"Sebentar, ada dangau yang mungkin bisa kita manfaatkan malam ini untuk beristirahat," kataku sambil berjalan.
Sampai di dekat dangau itu tidak ada tanda-tanda ada pemiliknya di dalam. Dangau itu berupa gubuk kecil di atas tongkat penyangga setinggi satu setengah meter. Dindingnya berupa anyaman bambu dengan atap anyaman daun ilalang. Di dekatnya ada perapian yang masih berasap, mungkin tadi pemiliknya datang dan malam ia kembali ke rumahnya. Aku naik melalui tangga, kubuka pintu sambil mengetuknya. Di dalam dangau hanya ada satu ruangan dengan lantai bambu yang dibelah dan terhampar tikar pandan di atasnya. Kelihatannya cukup bersih dan terawat. Aku kembali turun dan sekali lagi mengamati sekelilingnya. Ada sumur di belakangnya, dengan dikelilingi perdu. Aku kembali ke mobil.

Vina menyongsongku dan bertanya,"Gimana To? Ada yang bisa membantu kita?"
"Gak ada orang, tapi ada sebuah gubuk kecil yang cukup bersih. Kita bisa beristirahat di sana. Besok pagi aku akan cari bantuan untuk membawa mobil ini ke bengkel terdekat," jawabku.
"Tapi......," katanya.
"Sudahlah. Kita istirahat dulu malam ini, besok pagi kita upayakan lagi. Ada sumur juga kalau mau mandi," kataku meyakinkannya. Aku yakin sekalipun kaya Vina bukanlah wanita manja yang hanya bisa tidur kalau di ranjang empuk.

Dari dalam mobil aku mengambil bantal, tas pakaian, makanan kecil yang tersisa dan air minum. Vina membawa tasnya sendiri. Kami berjalan ke arah dangau yang tadi sudah kuperiksa. Setelah meletakkan bawaan ke dalam dangau aku mengajak Vina untuk mandi di sumur. Mulanya ia ragu-ragu, namun kuyakinkan kalau tidak ada orang lain lagi selain kami berdua.
"Aku tidak takut kalau kau yang melihatku. Toh tidak ada lagi yang tidak kau lihat dan rasakan di tubuhku. Aku hanya agak kuatir kalau ada orang lain yang melihat kita di sini".
Kuambil perlengkapan mandi dari dalam tas lalu menarik tangannya berjalan ke arah sumur. Karena ia masih juga ragu maka aku mulai membuka pakaianku sendiri sampai telanjang bulat, kemudian aku mulai menimba air dari sumur dan mengisikannya pada sebuah tempayan tanah di dekatnya. Akhirnya Vinapun membuka pakaiannya.
Kugoda dia,"Vin, nanti aku kepengen gimana?"
Ia hanya mencibirkan bibirnya dan menjawab,"Yee, maunya..".

Bulan mulai muncul dari balik bukit. Vina mandi sambil duduk di sebuah batu hitam di dekat tempayan. Agaknya memang batu itu sudah disiapkan untuk duduk pada saat mandi. Setelah tempayan penuh, aku menyusul Vina mandi. Airnya terasa dingin tetapi menyegarkan tubuhku. Kuambil sabun dan kusabuni punggungnya sampai dadanya. Vina kemudian balas menyabuni dan meremas penisku.
"Jangan Vin, jangan di sini..," kataku.
"Habis kamu mulai duluan sih," jawabnya manja.
Aku mulai berpikir untuk bercinta dengannya di tempat yang asing ini.
"Mau Vin?" tanyaku sambil terus menyabuni payudaranya dan memilin putingnya.
"Kalau sama kamu, mana pernah aku menolaknya. Hanya saja rasanya enggak nyaman saja kalau kita lakukan di sini. Tahan saja dulu gairahmu, nanti ada waktunya kita bisa bercinta dengan nyaman," jawabnya sambil menepis tanganku secara halus.
Kami dengan cepat menyelesaikan acara mandi bersama di tengah ladang. Vina mengenakan daster dengan tali kecil di bahunya dan berleher rendah sehingga bahu dan belahan payudaranya kelihatan. Aku mengenakan celana pendek selutut dan kaus oblong. Kemudian kami kembali ke dalam dangau. Sinar bulan membantu kami untuk merapikan ruangan agar bisa nyaman untuk tidur. Aku turun sebentar untuk menambah ranting-ranting kayu ke dalam api yang masih membara dengan tujuan mengusir nyamuk atau binatang-binatang lainnya.

Kami tidur bersebelahan beralaskan tikar pandan. Vina menarik selimut dari dalam tasnya, kemudian menutupkan ke tubuhnya dan tubuhku. Aku diam sambil berpikir apa yang bisa aku lakukan esok hari. Vina juga mencoba memejamkan mata, tetapi agaknya ia tidak bisa tidur.
"Kenapa Vin? Lapar?" tanyaku.
"Enggak, tadi waktu mau pulang dari kampung kan sudah makan di sana," jawabnya.
Di luar kabut mulai turun sehingga udara terasa semakin dingin. Sedari tadi tidak terdengar suara kendaraan yang lewat di jalan, hanya ada suara jangkrik yang bersahut-sahutan.
Vina memegang telapak tanganku dan mengusap bulu-bulu halus di punggung tanganku.
"To, baru kali ini aku tidur di gubuk kecil jauh dari keramaian, tapi rasanya aku aman dan nyaman saja," katanya.

Aku menarik tangan kiriku dan melingkarkan di bawah lehernya. Vina berbaring miring menghadapku beralaskan lenganku. Ia mencium pipiku lembut dan menyurukkan mukanya ke leherku. Nafasnya hangat menyapu kulit leherku. Tangan kirinya melingkar ke tubuhku sehingga dadanya lembut menekan rusukku.
"Anto, denganmu aku merasa puas, tidak monoton. Kamu lembut, tetapi perkasa, kadang liar dan tidak terduga..," Vina terus berkata lembut di dekat telingaku. Dadanya yang semakin mendesak rusukku membuat gairahku timbul.
"Vin bagaimana kalau kita.."
Belum selesai kalimatku Vina sudah mencium bibirku dengan lembut.

Tanpa membuang waktu lagi aku langsung memeluk dan mencumbu Vina, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit. Awalnya kami lakukan dengan lembut, namun kemudian seiring dengan meningkatnya gairah maka kamipun berciuman dengan penuh nafsu. Tangan-tangan kami mulai saling meraba dan meremas daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik dasternya dan langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Vina berusaha masuk ke balik celana dalamku untuk meremas penisku yang sudah mulai menegang. Setelah beberapa saat kami bergumul dan saling meremas dengan panas, kami mulai saling melepaskan pakaian satu persatu. Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.

"Vin... kamu sexy dan sangat menggairahkan...," kataku berbisik memuji sambil meraba payudara dan putingnya.
"Ah... gombal, kamu bisa aja," meskipun kami sudah lama berhubungan tetapi tetap saja wajah Vina tampak memerah, mungkin merasa bangga mendapat pujian dariku.
"Vin, aku mau menikmati tubuhmu malam ini sepuas-puasnya... "
"Terserah kamu saja, apapun yang akan kau lakukan...malam ini aku milik kamu sepenuhnya. Kamu boleh pegang apapun... boleh ngapain aja... sesuka kamu sayang..... Tapi sebaliknya kamu juga jadi milikku malam ini yaa.... " kata Vina sambil mendorong tubuhku hingga berbaring terlentang.

Vina mulai mencium dan menjilati leher dan dadaku. Putingku sebelah dimainkan dengan lidahnya dan sebelah lagi dengan ujung kukunya Semakin lama bibirnya menyusuri perut dan terus ke bawah. Tanpa memegangnya, penisku langsung masuk ke dalam mulutnya. Diremasnya buah pelirku sementara penisku dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
"Hmm dasar anak muda, penismu keras banget kalau sudah berdiri... aku selalu merindukan ngerasain penis yang keras seperti ini. Aku selalu nggak sabar menunggu ini di masuk ke dalam punyaku....," kata Vina sambil terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, rasanya tubuhku tidak kuat bergetar menahan nikmat.
"Oohh... Vina.. enak banget....mmhh... isep terus Vin...," aku mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan agar supaya Vinapun semakin bergairah.

Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas payudara Vina sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Vina makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. "Mmhh....mmhh....." Vina mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vaginanya dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding vagina Vina sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya sehingga Vina menggelinjang keenakan.

Kutarik jariku dan kudekatkan bibirku ke arah vaginanya. Perlahan kukecup dan kujepit bibir luar vaginanya dengan bibirku. Lidahku menyusup masuk ke dalam liang vaginanya dan menjilati bagian dalam vaginanya sepuasnya.
"Ah... Anto.... mhh.... masukin sekarang sayang... aku udah tidak tahan lagi..," katanya sambil melepaskan penisku dari mulutnya.

Vina lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua pahanya untuk mempermudah penisku melakukan aksinya. Tapi aku belum ingin langsung masuk dalam permainan puncak, aku masih akan mencumbu wanita cantik ini.
"Sabar dulu ya sayang... Aku masih pengen mencumbumu lebih lama... boleh....?"
"Terserah kamu sayaang.... tapi aku udah kepengen banget mencapai puncak...."
Pantat Vina kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Vina begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya.

Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi akhirnya aku kembali membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh nafsu kujilati seluruh bagian vagina Vina, mulai dari klitoris, bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku yang ganas. Vina meremas rambutku dan terus mendesah menahan nikmat.
"Oohh... oohh... mmhh... Anto.... mmhh... adduhh..nikmat.."

Suara Vina makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya. Jari-jariku mulai ikut bekerja masuk ke dalam liang vaginanya, sementara itu bibirku menjepit klitorisnya dan lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
"Aaahh... Anto... aku nggak tahan To.... adduuh..." desahannya makin tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya kalau aku lanjutkan tidak berapa lama lagi Vina akan mengalami orgasme.

Aku menghentikan aksi lidahku dan menindihnya. Sementara itu Vina tampaknya sudah tidak sabar lagi, tangannya mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di selangkangannya.
"Ayo sayang... kita lanjutin..."
Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Vina dan mempermainkan putingnya di antara kedua bibirku. Tubuh Vina mulai menggeliat-geliat kembali.
"Ah... Anto... masukin ya.... sekarang sayang... sekarang......".
Vina terus merengek-rengek manja meminta aku memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Vina sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki.

Dengan perlahan-lahan Vina menuntun penisku menuju lubang vaginanya yang sudah siap menanti sejak tadi, dan... blesss... dengan sekali sentakan ringan kepala penisku mulai masuk ke dalam vaginanya. Aku tidak langsung mendorong penisku masuk semuanya, namun kulakukan setahap demi setahap. Setiap masuk beberapa mili kutahan, kudorong lagi, kutahan, demikian seterusnya sehingga sedikit demi sedikit penisku akhirnya terbenam masuk ke dalam vaginanya. Vina menggigit bibirnya menahan kenikmatan, kepalanya menoleh ke samping dengan dada membusung. Ia juga sangat menikmati prosesi penetrasi penisku ke dalam vaginanya.

"Aahh..." teriak Vina sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku ketika dorongan terkhirku membuat alat kelamin kami merapat dengan sempurna. Rupanya Vina sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan wanita berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam dengan mantap.
"Aduhh.. Anto... tekan penismu sampai ke ujung... enak banget....mmhh... terus sayang... yang kuat sayang... aku suka.... mmhh... mmhh.... mmhh... nikmathh...mmhh ...mmhh .." Vina terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku. Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Vina dan suara derit gubuk yang ikut bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas.
Aku semakin mempercepat gerakan pinggulku sehingga derit gubuk yang bergoyang semakin kuat.
"Sudah sayang, jangan terlalu kuat, nanti gubuknya roboh." katanya dengan tersenyum. Aku mengurangi kecepatan gerakanku, namun tetap dengan penuh tenaga.

Beberapa saat kemudian Vina minta berganti posisi, dia ingin berada di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Vina memposisikan dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya sendiri. Begitu penisku masuk, Vina lalu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Gerakannya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, "Mhh... mmhh.. mmhh...." aku belum pernah merasakan goyangan pinggul Vina seganas kali ini. Saking keras dan semangatnya goyangan Vina, beberapa kali penisku sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Vina dengan sigap memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai sepuluh menit menit Vina di posisi atas iapun mulai mengalami tanda-tanda akan mencapai orgasme.

Kami berguling lagi dan penisku kembali keluar masuk berulang-ulang di dalam vagina Vina.
"Anto... kamu kuat sekali... mmhh... mmhh ......... mmhh... adduuh sayang... mmhh... Anto... aduuhh...mmhh...... aahh... kamu ganas sekali...." kurasakan pinggul Vina yang sempat ber diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Vina menyentak ke atas sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
"Vina... udah mau keluar belum.....?"
"Mmhh... iya sayang.... aku udah mau keluar.... mmhh ...mmhh..."
"Sekarang kita barengan ya... aku juga udah mau keluar...."
"Hmmhh....... keluarin aja sayang... keluarin semuanya.... aku udah nggak tahan sayaang.....yang kuat....... mmhh.... uuh... rasanya punya kamu makin besar..... dorong yang kuat sayang..... iya... seperti itu sayang... iya... masukin yang dalam...mmhh... adduuh... aku mau keluar.... aahh...aagh....!"
"Vina... mmhh... aduuh... aku juga nggak tahan lagii..... aahh...aahh..aagghh...!"
"Aduh... aku sampaiii sayang... aduuh... mmhh... mmhh... mmhh... aahh!" Vina menjerit keras berbarengan dengan saat orgasmenya. Kedua tangannya mencengkeram erat punggungku dan kepalanya mendongak ke atas sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan ujungnya.

Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke dalam vagina Vina menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu tubuh Vina juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat orgasmenya. Tidak lama kemudian tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat.

Aku dan Vina hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang masih keras kuat tertancap di dalam vagina Vina. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Vina perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme. Tidak berapa lama kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Vina. Penisku tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Vina dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Vina lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar bercampur dengan lendir Vina. Aku yakin spermaku banyak sekali yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir sebulan kami tidak pernah bercinta. Vina memiringkan badannya dan mengelus-elus penisku.
"To... enak sekali orgasmenya... mmhh... aku sampe lemes.... rasanya tulang-tulangku rontok semua...."
Aku hanya tersenyum.
"Gimana Vin... masih mau nambah lagi....," tanyaku menggoda.
Ia mencubit perutku sekuatnya sampai aku menggelinjang kegelian.
"Awas kamu ya, nanti gantian kubuat kamu lemes sampai nggak bisa bangun lagi".
'Jangan Vin, kalau aku lemes siapa yang akan mengantarkanmu ke puncak lagi?"
Ia kembali mencubit perutku, kali ini dengan lembut.

Aku berbalut handuk dan Vina membalut tubuhnya dengan selimut kami turun untuk membersihkan tubuh di sumur. Setelah membersihkan tubuh, kami beranjak akan kembali naik ke atas gubuk. Tiba-tiba kudengar perut Vina berbunyi.
"Lapar Vin?" tanyaku.
"Hmm ..eeennnghh.. ehh iya sih, tapi emang ada yang bisa kita makan di sini Sisa makanan kecil tadi sudah habis kita makan," jawabnya.

Aku mengedarkan pandanganku. Dengan penerangan dari cahaya bulan aku melihat ada tanaman singkong di sekeliling gubuk.
"Kita makan singkong bakar saja. Lumayan untuk mengganjal perut," kataku.
"Tapi kita belum ijin pemiliknya," jawabnya.
"Enggak apa-apa. Emergency, besok pagi kalau kita ketemu pemilik ladang ini kita bisa mengatakan yang terjadi. Kalau tidak bertemu kita tinggalkan saja uang di dalam gubuk. Hitung-hitung biaya penginapan....," kataku lagi.
"Iya juga ya. Toh maksud kita bukan mencuri," sambungnya.
Kami naik ke atas gubuk untuk mengenakan pakaian dan turun kembali. Vina turun duluan. Tiba-tiba aku ingat membawa tablet suplemen penambah stamina yang memang sudah kusiapkan sejak tahu akan pergi bersama Vina. Aku sudah menyiapkan siapa tahu dalam perjalanan aku punya kesempatan bisa bercinta dengannya. Ternyata memang benar dan saat ini di tengah ladang jauh dari perkampungan aku merasa gairahku untuk bercinta sedang menyala-nyala. Kubuka tasku dan kuminum tablet itu.

Aku turun dan menambahkan kayu bakar ke dalam perapian, kemudian kucabut dua pokok singkong lalu kumasukkan dalam perapian yang sudah membara. Setelah menunggu beberapa saat, maka singkong tersebut sudah masak. Akhirnya kami makan singkong bakar. Setelah kenyang kami kembali ke atas gubuk dan langsung berbaring. Sempat kulihat arloji Vina menunjukkan pukul sebelas malam.

Kami masih ngobrol dan membahas pengalaman baru yang yang kami alami. Vinapun merasakan suatu gairah dan sensasi tersendiri bercinta di tempat asing dengan kondisi yang sangat sederhana. Sepertinya jauh dari peradaban dan masuk ke jaman sekian ratus tahun yang lalu. Tablet yang kuminum tadi mulai menunjukkan reaksinya, perlahan penisku mengeras dengan sendirinya. Kupegang tangan Vina dan kuletakkan di atas penisku.
"Ihh... kok udah keras sekali," katanya sambil meremas penisku lembut.
"Iya, kayaknya harus ada yang bersedia untuk melemaskannya kembali," kataku sambil mengusap pahanya.

Tanpa banyak berkata lagi Vina langsung memeluk dan menciumiku. Udara malam yang semakin dingin membuat kami semakin hanyut untuk mendapatkan kehangatan.

Tangan Vina membelaiku mulai dari rambut terus turun ke leher sambil menciumi telingaku. Aku merinding menahan geli dan gairah, Vina terus bergerilya menyusuri tubuhku. Kaosku diangkat dan disingkapkannya, putingku digesek dengan kukunya, diusap dan dicium. Kudengar nafas Vina mulai tidak beraturan. Dituntunnya tanganku ke atas dadanya. Dalam posisi terlentang, kulihat Vina terus masih mengusap-usap dada dan bagian perutku. Ia terus mencium dan mengelus, aku menggelinjang pelan.

Perlahan cumbuanku turun ke lehernya.
"Ergh," kudengar lenguhannya. Dengan lembut bibirku mencumbu lehernya, kemudian bergerak ke tengkuk hingga membuatnya semakin erat memelukku. Kugelitik lubang telinganya dengan ujung lidahku.
"Aahh, Anto.." rintihnya.
Tanganku meraba punggungnya dan membuat gerakan berputar-putar ringan membuat Vina semakin bergairah.
"Ka.. mu.. Na.. kal To... Pintar sekali membuat gairahku naik.." jawabnya terputus-putus.
Nafasnya semakin memburu.

"Vin, kamu cantik sekali. Aku sangat menginginkanmu malam ini. Aku akan membuatmu merasakan kenikmatan tertinggi bersamaku.." bisikku sambil terus mencium telinganya.
"Aku juga selalu menginginkanmu To...." jawab Vina.
Vina merespon ciumanku dengan lebih kuat. Tanganku kembali mencoba merangsang vaginanya. Pahanya agak terbuka sehingga aku berhasil memasukkan jariku dan menyentuh vaginanya.
"Aahh.." Vina semakin terangsang. Kakinya terbuka semakin lebar. Kini aku dengan leluasa dapat memberikan rangsangan pada vaginanya. Jariku memberikan pijatan lembut di klitorisnya dan membuatnya makin hebat dilanda badai birahi. Kali aku merasa santai dan sangat tenang dalam melakukannya. Semakin intensif aku merangsang titik-titik sensitif di tubuhnya, aku semakin tenang.

Vina semakin dilanda birahi. Tangannya kini tidak malu-malu menarik celanaku dan mencari penisku. Setelah menemukannya di balik celana dalamku, dia meremas dan mengocoknya. Aku semakin terbakar. Kami sama-sama terbakar hebat. Perlahan aku melepas kancing bajunya. Aku menatap matanya untuk melihat responnya. Mata Vina terlihat sayu setengah terpejam. Dia sangat kehausan dan sudah pasrah menerima apa pun perbuatanku.

Tangan kanannya masuk ke dalam celanaku, tangan kirinya berusaha untuk menurunkan celana pendekku. Aku beringsut dan mengangkat pantatku untuk membantu memudahkannya menurunkan celana pendekku. Tidak lama kemudian celanaku sudah lepas berikut celana dalamku. penisku sudah berdiri kencang, tangan kanan Vina masih memegang burungku dan menoleh kepadaku sambil tersenyum.
"Rasanya kali ini penismu keras sekali, lebih dari biasanya.... Hmmmm, tapi aku justru suka...."

Kepala penisku diciumnya sementara tangan kirinya memijit biji penisku. Aku mulai tidak tahan dengan apa yang diperbuatnya.
"Ah, ah.. hhmmh, Vin..... teruss.." itu saja yang keluar dari mulutku. Vina terus melanjutkan permainannya dengan mengulum burungku. Aku benar-benar terbuai dengan kenikmatan yang diberikan Vina kepadaku. Kupegang kepala Vina yang bergerak naik turun. Bibirnya benar-benar lembut, gerakan kulumannya begitu pelan dan teratur. Aku merasa seperti dimanjakan oleh perlakuannya.
"Ah, Vin.. sudah Vin nanti aku nggak tahan lagi..".
"Hhmm.. mmh, heh.." suara Vina menjawabku.

Kurasakan nikmat yang amat sangat, kulihat Vina masih bergerak pelan, bibirnya masih menelan kepala penisku dengan kedua tangannya yang memegang batang penisku. Gerakan kepala Vina masih pelan dan teratur. Aku makin menggelinjang dibuatnya. Badanku menekuk, meliuk dan bergetar-getar menahan gejolak yang tak dapat kutahankan. Dia melihatku dengan tatapan sayunya dan kemudian kembali menciumi burungku, nikmat yang kurasakan sampai ke ubun-ubun kepala.

Vina menyudahi aksinya, menindihku dan memelukku dengan mesra. Aku membalas pelukannya, kucium dahinya dan kuusap lembut punggungya, kubelai rambutnya yang terurai.
"Nikmat sekali Vin....".
Dia hanya tersenyum. Kucium bibirnya dan ia membalas ciumanku dengan mesra. Aku merasakan kali ini Vina ingin bercinta dengan ritme pelan. Aku akan mengikuti pola permainan Vina.

Pelan-pelan kucium dia mulai dari bibirnya terus ke bagian leher dan belakang kupingnya, dari situ aku ciumi terus ke arah dadanya. Kubantu dia membukakan pakaiannya, kutarik tali daster di bahunya dan terus sampai lepas semua kain penutup tubuhnya. Dalam keremangan cahaya bulan yang menembus lubang pada dinding gubuk aku melihat payudaranya yang padat, badannya yang masih kencang, paha dan pantatnya yang keras karena sering berolahraga. Kuraba dan kuusap semua badannya dari pangkal paha sampai ke payudaranya.

Aku berbalik dan dalam posisi menindih tubuhnya kembali kucium dengan pelan dan lembut. Payudaranya kupegang, kuremas pelan dan lembut, kucium putingnya dan kudengar desahan nafasnya. Kunikmati dengan pelan seluruh bentuk tubuhnya dengan mencium dan membelai setiap lekuk bagian tubuhnya. Puas di dada aku terus menyusuri bagian perutnya, kujilati perutnya serta memainkan ujung lidahku dengan putaran lembut membuat dia mengejang lembut dan memekik kecil. Tangannya terus meremas dan menjambak rambutku. Sampai akhirnya bibirku mencium daerah berbulu miliknya, kucium aroma vaginanya serta kujilati bibir vaginanya.
"Oucchh.. terus sayang, lakukan dengan lembut.... tee.. teruss.." kudengar suaranya pelan.
Kumainkan ujung lidahku menyusuri dinding vaginanya, kadang masuk kadang menjilat membuat dia berada di ujung kenikmatan yang luar biasa.

Kemudian ditariknya kepalaku dan langsung melumat bibirku dengan panas. Dia mendorong tubuhku supaya berbaring terlentang dan terus menaiki tubuhku. Dipegangnya kembali burungku yang sudah sangat keras. Diarahkan burungku ke lobang vaginanya dan slepp.. perlahan-lahan kepala penisku masuk dalam celah vaginanya. Dengan menggoyang pinggulnya membuat gerakan memutar perlahan-lahan sekali mili demi mili seluruh batang penisku ditelan vagina Vina. Diangkatnya dan digoyangkanya pinggulnya berputar-putar untuk mendapatkan kenikmatan yang dia inginkan.
"Ah.. uh, nikmat banget ya..!" kata Vina.

Aku mencoba untuk menjangkau payudaranya dengan tangan dan mulutku. Kuremas payudaranya dengan pelan dan sesekali kucium dan kujilat. Gerakannya kemudian semakin cepat, namun sesaat kemudian ia kembali menurunkan tempo gerakannya. Agaknya secara tak sadar ia mempercepat gerakannya seiring dengan rasa nikmat yang diperolehnya, tetapi kemudian ia sadar keinginannya untuk bermain dengan lembut dan perlahan.
"Aduh, rasanya aku nggak tahan lagi sayang.." kata Vina.
"Slow saja Vin. Perlahan dan lembut sayang...," kataku sambil membelai pipinya.

Dia mengangkat dan menurunkan pantatnya dengan gerakan yang stabil. Remasan tangnaku pada payudaranya membuat dia seperti terbang keawang-awang. Gerakannya makin kuat dan rintihannya semakin sering.
"Oh.. oh,.ahcch..".
Dan tak lama kemudian badannya rebah dan jatuh ke pelukanku. Kupeluk dia erat-erat sambil berkata,"Waduh.. enak banget ya?". "He-eh, enak" balasnya.
Kali ini aku yang bergerak dari bawah, kuciumi lehernya sambil kuremas payudaranya. Ketika ia mulai bergerak lagi aku mengendurkan gerakanku.

Gerakannya makin cepat dari sebelumnya, namun tetap stabil, dan kembali dia berhenti sambil mendekapku. Kupeluk punggungnya dan terus kugoyangkan pantatku dari bawah untuk menggantikan gerakannya yang terhenti. Batang penisku didalam vaginanya bergesekan dengan dinding vaginanya yang berdenyut-denyut.
"Ahh.. ah.. ahhss.., rasanya punyamu bertambah besar To" desah Vina.
'Masa sih, mungkin karena kita sangat bernafsu dan ada pengalaman baru," kataku.

Kupeluk dia sambil kuciumi bibirnya. Dia diam dan tetap diatas dalam dekapanku. Aku juga menghentikan gerakan pantatku dari bawah. Dinding vaginanya berdenyut semakin kuat.
"Enak sayang......." kataku.
Dia tersenyum sambil ujung hidungnya digesekkan di ujung hidungku. "Kenapa? Kamu mau lagi?" kata Vina.
Ia terus membuat denyutan pada dinding vaginanya sehingga tanpa gerakanpun penisku tetap mendapatkan stimulasi yang cukup.

Setelah beberapa lama menikmati remasan dinding vaginanya, kuangkat tubuhku dalam posisi memangku Vina dan kami saling berciuman dengan lembut tetapi sangat dalam dan nikmat. Aku menidurkan sambil menciumnya kembali. Kucium lehernya dan kujilati kupingnya. Kuputar badannya untuk membelakangiku, kurangkul dia dari belakang. Ia menungging dengan posisi kepala merendah menempel pada bantal. Tangan kanannya memegang batang penisku sambil mengocoknya pelan. Kutarik panggulnya mendekat ke arah selangkanganku. Dia mengerti bagaimana kami akan masuk dalam permainan berikutnya. Tangan kanannya menuntun burungku ke arah vaginanya, pelan dan pasti kumasukkan batang burungku dan masuk dengan lembut. Vina melenguh nikmat, kutarik dan kudorong pelan burungku sambil mengikuti gerakan pantatnya yang memutar-mutar. Kutambah kecepatan gerakanku pelan-pelan, masuk keluar demikian berulang-ulang. Kupeluk dari belakang dan kuremas payudaranya, kucium di lehernya.
"Ah.. ah.. Anto.., nikmat sekali..!" suara Vina pelan kudengar.

Makin kutambah kecepatan sodokan penisku.
"Acchh.." Vina berteriak kecil ketika penisku masuk sampai pangkalnya. Tubuhnya bergetar lemas dan langsung jatuh ke atas tikar. Kubalik tubuhnya dan kembali kumasukkan burungku ke vaginanya. Dia memelukku dan menjepit pinggangku dengan kedua kakinya. Kugoyang pantatku, kunaikkan dan kutekan kembali penisku masuk ke dalam vaginanya. Aku terus bergerak monoton dengan ciuman-ciuman sayang ke arah bibir Vina. Vina hanya mengeluarkan desahan-desahan dengan matanya yang merem melek. Kulihat dia begitu meresapi kenikmatan yang timbul dari gesekan kulit kelamin kami. Dia menjepit pinggangku dengan kedua kakinya untuk menekan batang penisku agar masuk lebih dalam lagi.
"Aku nggak kuat, To.." desah Vina.

Aku semakin menambah kecepatan gerakanku apalagi setelah Vina memintaku untuk keluar berbarengan. Aku menekan pantatku dalam-dalam kemudian naik dengan cepat. Ayunan pantatku naik turun dengan kekuatan penuh membuat Vina makin merintih didera kenikmatan.
"Ayo Anto, kamu lama banget sih.. aku sudah tidak tahan.." kata Vina. "Sebentar lagi, sayang..!" sahutku. Vina membantu dengan gerakan pinggangnya yang erotis. Kurasakan puncak kenikmatan itu akan datang tak lama lagi. Tubuhku mulai bergetar dan menegang sementara Vina memutar pantatnya dengan cepat.

"Acchh.. sshh.. ah.. oh," desah Vina dengan memperkuat pelukannya yang ke leherku. Kurasakan akupun sudah dalam langkah terakhir mencapai puncak kenikmatan. Dari bahasa tubuhnya, aku yakin orgasmenya sudah semakin dekat. Gerakan tubuhnya semakin cepat. Cengkeraman tangannya di punggungku terasa pedih terkena keringat yang menitik. Giginya bergemeretak menahan nikmat. Dia tampak sekali berusaha untuk tidak menjerit.
"Agh.. Arrhhk.. Anto, aku sudah ham.. pir..," rintihnya.

Penisku semakin gencar menghunjam vaginanya. Sodokanku semakin kuat dan temponya kupercepat. Aku yakin bisa mencapai orgasme bersama-sama dengan Vina. Setidaknya, aku berencana ia mencapai orgasme terlebih dulu beberapa saat kemudian baru aku menyusul.
"Arghh.. Ya.. Terus.. Yah.. Dikit lagi.." erang Vina agak tidak jelas karena giginya menancap di dadaku. Aku tetap mempertahankan tempo agar penisku agar tetap tegang dan kuat untuk bertempur. Kurasakan penisku juga semakin membesar. Aku juga sudah mendekati puncak. Aliran sperma dari bawah sudah merambat naik siap menyembur. Gerakan Vina semakin menyentak-nyentak. Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuh Vina bergetar hebat. Menghentak-hentak dan tangannya mencengkeram sangat-sangat-sangat-kuat. Dia memelukku sangat erat. Dari mulutnya keluar semacam raungan yang tertahan.
"Aargghh.. Sshhh.." Aku merasakan cairan dalam vaginanya semakin banyak dan hangat meleleh keluar. Denyutan dinding vaginanya semkain kuat meremas penisku. Vina sudah mencapai orgasme sementara aku juga sudah semakin dekat. Inilah saatnya. Aku mempercepat kocokanku, kuangkat pantatku pada saat terakhir tinggi-tinggi sampai tinggal ujung kepala penisku saja yang tersisa di bibir vaginanya dan langsung kutekan ke bawah sekuatnya.
"Oohhh .....Vinnnaaa...," desahku lembut sambil mencium bibirnya.

Crot..! Srr.. R.. Srr.. Srr.. Spermaku berhamburan di dalam vaginanya. Penisku berdenyut beberapa kali. Kakinya semakin kuat membelit pinggangku, dadanya dibusungkan menekan dadaku dan giginya kembali tertanam di bahuku. Remasan dinding vaginanya kurasakan berkejaran dengan denyutan pada penisku. Aku masih menekan penisku ke dalam vaginanya sampai semburan terakhir spermaku. Nafas kami tersengal-sengal, mukanya yang putih nampak kemerahan dengan rambut yang acak-acakan membuat gairahku lambat untuk menurun. Sampai beberapa menit aku masih berbaring lemas di atas tubuhnya. Penisku sudah berhenti berdenyut, tetapi masih terasa besar dan keras. Hmm agaknya inilah khasiat tablet yang kuminum tadi. Aku benar-benar puas dibuatnya, cairan spermaku benar-benar banyak keluar membasahi lubang dan dinding vagina Vina. Vina masih memelukku erat dan menciumi leherku dengan kelembutan. Aku beranjak bangun dan mencabut batang burungku, kulihat banyak cairan yang keluar dari lobang vagina Vina. "Sudah dua kali keluar, tapi masih banyak sekali...," katanya.

Setelah nafas kami pulih kami langsung ke sumur untuk membersihkan badan yang penuh dengan keringat serta sisa sperma di alat kelamin kami.

Kami kembali berbaring di atas tikar. Aku hanya mengenakan celana dalam saja. Vina kelihatannya sangat kelelahan tetapi mukanya memancarkan kepuasan yang tidak terkira.
"Aku puas sekali To. Kamu luar biasa sekali. Tidak kusangka aku akan menikmati kepuasan seperti ini," katanya sambil bermain bulu dadaku.
"Akupun juga puas sekali Vin. Entah rasanya kamu juga begitu menggairahkanku..".

Kurasakan penisku masih tetap dalam keadaan membesar meskipun aku tidak terangsang. Sebenarnya baru kali ini aku meminum tablet suplemen tadi. Aku ingin mencoba setelah membaca iklannya di media. Karena penisku membesar, maka celana dalamku terasa sesak sehingga posisinya tidak enak. Ketika tanganku meraih penisku untuk membetulkan posisinya, Vina memperhatikanku. Ia turut meraba penisku dan berkata,"Gila kamu To. Sudah dua kali keluar tapi masih keras seperti ini. Tidak biasanya kamu seperti ini. Aku pernah bercinta dengan kamu beberapa kali dalam semalam, tetapi tidak dalam interval waktu yang begini pendek," katanya sambil memandangku.
"Entahlah Vin, tapi rasanya aku masih ingin bercinta lagi denganmu," sahutku sambil merengkuh bahunya.

Entah siapa yang memulai bibir kami sudah saling berpagut hangat. Kulumat bibir Vina dengan lembut tetapi penuh nafsu. Sekali-sekali kudorong lidahku masuk ke rongga mulutnya dan kumainkan di langit-langit mulutnya. Semakin lama nafsu gairah seks kami semakin naik. Kami semakin tenggelam dalam lautan birahi. Kini leher jenjang Vina menjadi sasaran berikutnya. Kuciumi dan kujilat sepuasnya.

Hampir saja aku mencupang lehernya itu, kalau tidak ditepis oleh Vina, "Jangan To..nanti membekas", larangnya. Kemudian kujilat kuping belakang Vina sambil kubisikkan desahan mesra membangkitkan gairah. Sambil bercumbu kulepas pakaiannya satu per satu. Iapun menarik celana dalamku sehingga kini tak selembar benangpun melilit tubuh kami. Kupandangi tubuh indah itu beberapa lama. Ia menarik leherku hingga mulutku berada di atas dadanya. Lidahku tahu-tahu sudah memainkan puting payudara yang sudah mengeras itu.
"Mm.. Mmhh..", gumam Vina sambil menggelitik leherku sementara tangannya langsung menyusp di antara pahaku.
"Ohh.. Enak, Vin..", bisikku ke telinganya sambil meremas buah dadanya yang besar.
"Aku selalu pengen bercinta dengan kamu, To..", bisik Vina sambil meremas penisku yang perlahan-lahan mulai mengeras maksimal.
"Sudah berapa lama kita tidak bersama, Vin?", tanyaku sambil memeluk tubuh telanjang Vina. Penisku yang sudah tegang dan tegak menyentuh-nyentuh bulu halus di sekitar vaginanya.
"Kurang lebih sudah sebulan kita tidak bercinta..", kata Vina sambil memegang dan mengocok penisku.
"Rasanya lama sekali dan seperti hampir tidak bisa berpikir tidak bisa bersama kamu selama itu", katanya lalu melumat bibirku.

Lama kami berciuman sambil saling mengusap, saling meraba, dan saling meremas tubuh masing-masing.
"Ohh.. Mmhh..", desah Vina ketika tanganku mengusap belahan pahanya lalu jariku masuk ke lubang vaginanya.
"Anto.. Oohh..", desah Vina semakin keras ketika aku menurunkan kepala ke dadanya lalu kujilati puting susunya bergantian sembari tangan dan jariku masih tetap memainkan daerah di sekitar pahanya. Ia menekan kuat kepalaku ke dadanya.
"Anto.. Oohh.... kamu luar biasa..", bisik Vina sambil menggerakan pinggulnya seiring tusukan jariku ke dalam vaginanya.

"Setubuhi aku sekarang..", pintanya lirih.
"Ayo lekas lakukan, Anto..", katanya sambil meraih penisku lalu diarahkan ke lubang vaginanya.
"Kamu nggak sabar amat sih.. kan tadi udah dua kali ", kataku sambil tersenyum lalu kukecup bibirnya.
"Kamu yang buat aku selalu enggak sabar untuk menikmati permainanmu," katanya sambil mendesah penuh gairah.
Kepala penisku sudah berada di bibir vaginanya, kemudian kutekan perlahan, namun kutahan ketika baru setengah penisku masuk ke dalam vaginanya.
"Ohh.. Shh.. Enakk, Anto..", desah Vina sambil menggoyang pinggulnya.

Tampaknya pengaruh kenikmatan dari penisku mulai bekerja. Perlahan namun pasti, kumasukkan penisku dan tiba-tiba Vina menghentakkan pinggulnya keras ke atas diikuti dengan menggoyang putar pinggulnya.
"Aaakhhh..." pekik kami bersamaan saat hentakan itu tadi.
Sleeppp...........
Penisku telah mengisi rongga vaginanya yang sudah terbukti betul betul nikmat. Bersamaan itu pula Vina menjerit lirih sambil mendongakkan kepalanya, rambutnya yang panjang itu ia geraikan ke samping kiri lehernya.
"Ooookkhh.. nikmathh... emmmpphhh.. ssshh...," Vina mulai mengeluarkan erangan kenikmatannya.

Aku mengatur posisi untuk mendapatkan posisi yang paling nyaman. Dengan perlahan namun pasti, kukocok penisku keluar masuk.
"Ookkkhh..... terusshhh... iya.. iyaa...... oohh nikmathhh..!" Vina mulai menggumam.
Sementara itu ia membalas dengan menggoyangkan pinggulnya, dan kedua tangannya memeluk lenganku.

Sementara gerakanku kuatur dengan variasi tempo lambat dan sedang, untuk menaikkan gairahnya nafsunya. Dengan tempo lambat kudorong penisku keluar masuk dalam vaginanya dan dengan cepat dengan satu dorongan kubenamkan dalam-dalam sampai ujung kepala penisku mentok pada dinding atas rahimnya. Dan saat itulah yang membuat tubuh Vina menegang dan merintih.
"Nggghhh... eeghhh... ooohgghhh.. eenggghh... aaaghhh..!" Vina terengah mengekspresikan rasa nikmat yang melanda tubuhnya.
Tempo permainanku kujaga sampai Vina betul-betul puas merasakan nikmatnya permainan cinta ini. Aku tetap mengatur irama agar permainan ini bisa berjalan lebih lama.

Ketika kami berputar berganti posisi ia menyentakkan pinggulnya ke bawah. Aku yang berada pada posisi di bawah menahan datangnya gelombang kenikmatan. Sepuluh menit berlalu, lalu kumulai membantu Vina menggapai kenikmatan dengan stimulasi di kedua putingnya. Kupilin-pilin putingnya dan kuremas payudaranya
"Antoo.. sss... nggghhh.. ssshh.." desis Vina kehabisan kata-kata. Tangannya bertumpu pada dadaku. Kepalanya bergoyang ke kanan-kiri sehingga rambutnya semakin acak-acakan.

Aku menegakkan punggungku sehingga tubuhnya kupangku. Dalam posisi ini kami berciuman dengan ganasnya Kuremas payudaranya dan kujilati kedua putingnya bergantian. Vina agak susah menggerakkan tubuhnya sehingga kurebahkan tubuhnya dan aku mneindihnya. Bibirnya yang sensual itu terbuka lebar, melepas desahan nafsunya, matanya terpejam dan sesaat kemudian ia terlihat meremas rambutnya sendiri dan tubuhnya bergetar menahan nikmat.
"Aaakkkhhh... aaakhhh... oookkhhh... ssshhh... nikmattthhh..." Vina mendesah dengan diiringi goyangan pinggulnya.
"Oookkh... masukin yanggh.. dall... lammmhhh..!"
"Vin enak ..... nikmaaatthh..!" desisku sambil mempercepat hentakan pinggulku.

Sedetik kemudian penisku kembali tertanam dalam-dalam dan kubiarkan tetap begitu sambil kuputar pinggulku perlahan untuk menambah sensasi bagi Vina. Vina semakin tidak dapat menguasai dirinya dan berteriak.
"Ookkkhh... aaaghh... Antohhh... Akuu... mauuu..... lagiihh... oookhh..!" Vina kembali mendongak. Pahanya kali ini dirapatkan, sehingga gigitan vaginannya tambah terasa di penisku. Seluruh batang penisku terasa diremas-remas. Vina sangat pandai memainkan otot vaginanya.

Kukencangkan otot panggulku sehingga penisku semakin mendongak. Aku merasakan kenikmatan yang semakin intens ketika ia mengkontraksikan otot vaginanya.
"Aaaghghhh... oooaaaghhh.. ssshhh.. ssh... mmmpphh..!" desahan dan lenguhan kami saling berkejaran.
Desahan, pekikan, dan ceracau yang tidak karuan itu membuat gerakanku kini tidak terkontrol dan agak kasar, namun aku masih ingin menahan untuk memuntahkan spermaku.

"Ohh.. Nikmat sekali, To..", desah kenikmatan keluar dari mulutnya.
"Lebih kuat lagi, lebih cepat, sayang..", pintanya sambil mencengkram tubuhku erat. Aku mengerti kalau Vina sedang dikuasai oleh rasa nikmat, maka aku segera mempercepat gerak pinggulku.
"Anto.. Nikmat sekalii..", desah Vina sambil mengimbangi gerakan pinggulku.
Aku tersenyum melihat Vina memejamkan matanya menikmati kenikmatan yang tiada tara. Kuangkat pinggulku terlalu tinggi sehingga penisku terlepas dari vaginanya. Ketika kudorong untuk memasukkannya kembali sengaja kubuat meleset agar Vina penasaran. Setelah beberapa saat penisku belum juga masuk kembali ke dalam vaginanya, ia sadar kalau aku sedang menggodanya. Ditariknya penisku dan diremasnya lalu diarahkan ke dalam lubang vaginanya.

Perlahan penisku menembus liang vaginanya. Aku tak mau birahi Vina surut. Setelah agak tenang aku kembali memasukkan penisku. Aku mulai melakukan aktivitasku. Mendorong masuk, menarik keluar, memutar, memompa kembali. Kali ini aku tidak menggebu dalam memompa penisku. Aku memilih menikmatinya perlahan-lahan. Setiap sodokan aku lakukan dengan perlahan namun dengan segenap tenaga hingga menghasilkan desahan dan rintihan nikmat dari mulut Vina yang sudah sebulan tidak merasakan nikmatnya bercinta denganku. Gelombang badai birahi kembali melanda. Keringat kami sudah bercucuran. Malam ini aku benar-benar bekerja keras, tetapi lumayan untuk membakar lemak. Kami memang sedang bekerja keras. Pekerjaan paling nikmat sedunia. Bercinta sangat baik untuk tubuh. Tidak hanya tubuh, tetapi pikiran juga jadi segar dan tenang. Ada semacam zat penenang yang dihasilkan tubuh saat kita bercinta, dan zat itu membuat kita sangat nyaman.

Aku kembali merasakan kenikmatan yang dahsyat. Benar-benar tiada tara kenikmatan yang kudapatkan dari Vina. Suara penisku yang mengocok vaginanya terdengar khas. Aku mengerahkan segenap kekuatanku untuk menaklukkannya. Aku pasti bisa bercinta cukup lama untuk mengimbangi Vina yang perlahan tapi pasti semakin menuju puncak. Muka Vina semakin kemerahan. Wajahnya yang putih tampak sangat cantik ketika sedang dilanda birahi.
"Kamu cantik sekali, Vin. Hebat juga ketika bercinta.." bisikku mesra. Lidahku kembali mencumbui payudaranya yang semakin penuh dengan keringat.
"Arg.., kamu juga.. Enak sekali, To.." ceracaunya.
Vina berkali-kali memejamkan mata, membuka mata dan menggigit bibirnya. Nafasnya terengah-engah tidak teratur. Rambutnya semakin acak-acakan terkena keringat. Pemandangan yang indah sekali saat seorang wanita bercinta, kelihatan seksi.

Aku sedikit menarik tubuhku ke belakang, pahanya ku buka lebar-lebar dan tumitnya kuletakkan di bahuku. Kuterobos lubang menganga itu dengan penisku, dan kuterjang habis-habisan. Permainan ini kami lakukan sepuluh menit, sampai akhirnya Vina mendesah hebat sambil berkata, "Ahg....ough..sh... Aku mau keluar Tok. Ohhhg".
Kutambah kecepatan permainanku karena akupun sudah mendekati detik-detik orgasme. Kurasakan darah mengalir dari seluruh tubuh ke penisku. Aku bergerak, bergerak cepat dan bergerak lebih cepat, sampai masing-masing kami mencapai puncak kenikmatan. Belum sempat aku berpikir, ujung penisku mulai berdenyut lebih keras, dan hal ini dirasakan juga oleh Vina.
"Ookkghh.. Anto.. shshhh.. kelll... luarrriin cepethhh.. nggghhh..!" pinta Vina yang rupanya sudah mulai ngilu.
"Vinnn..!" bisikku sambil mempererat pelukan di punggungnya.
Kuciumi belakang telinganya, lehernya, dan payudaranya. Desahanku dan Vina memenuhi sudut-sudut gubuk kecil itu kamar.
"Antooo.... Ouuhhh..... seekaarr...nnggghh...."
"Vina..... ayo kita sama-sama.... Ya... yaahhhh sekarang Vin.."

Aku menghentakkan pinggulku sekuatnya. Bersamaan dengan itu pantat Vina naik menjemput pinggulku sehingga kami semakin merapat. Tangannya kembali memukuli punggungku dan mencakarnya. Denyutan dan vaginanya kubalas dengan semprotan spermaku yang sudah tidak banyak lagi tersisa. Kami berpelukan dengan kuat dan berciuman sampai sulit untuk bernafas lagi. Betisnya membelit betisku, mengejang beberapa saat menahan kenikmatan puncak. Sepuluh menit kami berpagut mesra. Kami tidak sempat lagi membersihkan badan dan berpakaian karena tidak terlalu lama kemudian kami sudah tertidur pulas dengan tubuh telanjang dan berpelukan.

Pagi-pagi kami terbangun ketika terdengar burung mulai berkicau di sekitar ladang. Aku bangun duluan dan baru tersadar kalau kami tidak mengenakan pakaian. Penisku masih kelihatan membesar, tidak seperti ukuran normalnya. Aku segera membangunkan Vina. Ia hanya menggeliat dan justru malahan memelukku.
"Vin, aku mau saja bercinta sekali lagi pagi ini, tapi keadaan tidak memungkinkan Sebentar lagi mungkin yang punya ladang akan datang. Ayo bangun dan mandi biar segar!" bisikku di telinganya.
Iapun tersadar dan terus mengikutiku mandi di sumur. Vina memandang penisku yang tetap di atas ukuran normal.

Kami mandi dengan cepat karena takut ada orang yang datang. Setelah mandi rasanya badan ini menjadi segar kembali. Aku tidak tahu berapa lama semalam kami tidur, tetapi rasanya nyenyak sekali dan tenagaku sudah pulih lagi. Selesai mandi kami segera membenahi tikar alas tidur dan menyimpan kembali selimut serta pakaian tidur, berganti dengan pakaian kasual. Ia mengenakan t-shirt putih dengan celana jeans ketat, sementara aku mengenakan kemeja lengan pendek dan celana jeans. Sebelum meninggalkan gubuk aku sempat meninggalkan sejumlah uang di dalam gubuk.
"Sebagai pengganti atas singkong yang kita makan semalam," kataku.
Vina menambahkan uang yang kuletakkan tadi.
"Juga sebagai biaya suite room terbaik yang ada di tempat ini," katanya. Kami tertawa bersamaan.

Kami kembali ke mobil, memasukkan tas dan barang yang kami bawa ke gubuk tadi. Aku membuka kap mobil dan mencoba lagi melihat kerusakan. Kulihat ada seutas kabel yang lepas dari soketnya, mungkin saja ini penyebabnya. Tadi malam tidak kelihatan karena hari sudah mulai gelap. Kusambung kabel itu pada soketnya dan kuminta Vina menghidupkan mesin. Beberapa kali di-start akhirnya mesin mobil hidup.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd