“Berapa?” tanyaku sambil mengusap payudaranya.
“Tebak saja berapa…”.
“38 C?”
“Hampir tepat. Ini cup D… hehe”.
Wangi dari eau de toilette nya mulai menguar lembut meresap di syaraf hidungku. Kami kembali melanjutkan aktivitas ciuman kami. Ira cukup pintar dalam melakukan variasi ciuman.
Tangan kanannya mengarahkan tangan kiriku untuk melakukan remasan di payudaranya dan memilin putingnya. Kurebahkan tubuhnya hingga telentang supaya aku lebih leluasa bergerak di sekujur tubuhnya. Kedua tangannya merangkul leherku sementara bibr kami terus berciuman. Lidah kami saling membelit dan mendorong ke rongga mulut masing-masing. Penisku mulai bereaksi menggeliat menegang. Tangan Ira menarik ujung bawah kausku dan membukanya lalu berikutnya meraih karet ban pinggang boxerku dan dengan mudah meloloskannya. Kini kami berdua sudah bugil.
Ia memperhatikan dadaku,”Hmmm bulu dadamu Mas,” sambil tangannya mengusap-usap dadaku.
Tangan kiriku mulai merayap di area sekitar pahanya. Kuusap-usap paha dan pantatnya. Meskipun badannya besar tapi pantatnya termasuk tipis untuk seukuran badannya. Lidah dan bibirku mulai merayapi lehernya. Ira mendongakkan kepalanya supaya bibir dan lidahku bisa bergerak leluasa menjelajahi lehernya. Jemari tangan kiriku mulai mengusap permukaan vaginanya. Bulunya cukup tebal namun dipotong rapi sehingga tidak menyulitkan jariku untuk segera mengorek liang vaginanya. Lendir vaginanya mulai melembabkan dinding vaginanya dan membasahi jariku. Tangannya bergerak mengarahkan tanganku menstimulasi klitorisnya. Kugesek-gesek klitorisnya dan sesekali kutekan lembut. Tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Dari mulutnya keluar desahan yang semakin lama semakin sering.
Ia melepaskan pelukanku dan mendorongku hingga terlentang. Dengan cepat ia mengambil posisi di samping pahaku, meraih penisku yang berdiri tegak dan kemudian mengulumnya perlahan. Kulumannya sangat lembut, lidahnya menjilati kepala penisku, membuat syaraf di ujung penisku bergetar mengirim sinyal kenikmatan ke seluruh badanku. Sementara mulutnya mengulum penisku, matanya menatap mataku dengan pandangan nakal. Kepala penisku berkilat-kilat dilumuri oleh ludahnya. Lubang kencingku sudah mengeluarkan pre-cum. Dijilatinya pre-cum ku dan diratakannya ke seluruh permukaan kepala penisku. Aku mengangguk memberinya isyarat untuk mengambil posisi di atas dan memulai penyatuan tubuh kami. Kuraih kondom yang sudah kusiapkan di bawah bantal dan kuserahkan kepada Ira. Ia membukanya dan memasangkan dengan cara yang tepat. Good…. sepertinya ia sudah berpengalaman meng-handle karet elastis penyekat antar dinding kelamin pria wanita. Artinya ia pasti sering atau bahkan selalu menggunakan kondom ketika berhubungan.
Ira mengambil posisi jongkok dan dengan bantuan tangannya maka peniskupun segera hilang ditelan vaginanya. Vaginanya terasa kurang menggigit, kalau kata suhu disini kurang nge-grip, tapi masih tetap menghasilkan kenikmatan Pinggulnya bergerak naik turun, memutar dan maju mundur menggoyang penisku yang berdiri kokoh. Rupanya ia menyadari bahwa vaginanya sudah kendur sehingga ia mengkompensasikan dengan gerakan pinggulnya yang membuat syaraf penisku tetap merasakan nikmatnya pertemuan kelamin ini. Kedua tanganku yang berada di pinggulnya untuk mengontrol gerakan pinggulnya ditariknya ke arah payudaranya. Kini kedua tanganku melakukan tugasnya meremas, mengusap dan membangkitkan kenikmatan di area payudaranya.
“OOhhhh mas Anto… antar aku ke puncak nikmat,” desahnya.
“Hmmmm …… Ouuhhhh Ira… enaknyaaaahh,” kataku memberikan semangat kepadanya.
Suara dari TV membuat konsentrasiku terganggu. Kuraih remote TV dan kumatikan.
Irapun mempercepat gerakannya dengan berbagai variasi yang membuat penisku seperti digoyang ke kanan kiri depan belakang. Aku mengangkat punggungku, mulutku berusaha untuk mencapai putting payudaranya. Ketika mulutku sudah mencapai payudaranya maka kuisap dan kujilati dengan lembut. Ira menarik kepalaku semakin merapat ke dadanya. Kepalanya mendongak membuat dadanya semakin maju. Akupun bergantian menjilati, mengisap dan memberikan gigitan kecil di putingnya. Tadinya aku kuatir akan menyakiti Ira, namun ketika putingnya kugigit dan kujepit dengan bibirku gerakannya semakin liar.
“Oouuhh mass…. Gigit pentil susuku masss…..”.
Meskipun demikian tentu saja aku tidak berani melakukan gigitan terlalu keras yang pasti akan melukai putingnya. Aku lebih banyak menjepit puttingnya dengan bibirku dan melakukan gerakan menggaruk dengan gigiku.
“Ouhhhhffffff enak banget masku sayangggg…”.
Ketika kucoba merebahkan tubuhnya ia menolak.
“Jangan Mas… biarkan saja aku di atas menikmati permainan ini”.
Ia terus bergoyang di atas tubuhku. Setelah belasan menit ia merebahkan tubuhnya dan mencari bibirku. Kusambut bibirnya dengan gairah. Aku mempercepat gerakan memompa dari bawah. Akhirnya…..
“Masshhh…. Aku keluarhhhhhh…!”
Tubuhnya bergerak liar dan mengejang di atasku. Kugigit bagian dadanya, ia meronta antara nikmat dan sakit akibat gigitanku.
“Aiihhh sakiittttt masssss….. tapi nikmatnya ga tertahan oouuhhhh!”
Aliran kenikmatanpun menjalar sampai ke ujung penisku. Sambil kuusap-usap punggungnya aku mempercepat gerakanku menggapai puncak gelora nikmat.
“Ouuuohh massss ngiluuuu heunceutku… stop dulu massss!”
Aku tidak mempedulikan permintaannya dan kini giliranku untuk menggapai klimaks permainan ini. Penisku berdenyut dan menyemprotkan cairan mani dalam kondom. Tubuhku mengejang, gini gilirannya menancapkan giginya di dadaku. Tidak terlalu sakit dan aku lebih merasakan nikmatnya orgasme yang baru saja kucapai. Sebelum penisku berhenti berdenyut Ira memekik tertahan,”Aku keluarrrr lagi masss…oouuhhhhhhh”. Tubuhnya bergerak tak terkendali, kepalanya terlempar mendongak dan kekanan kekiri. Kurasakan pangkal pahaku basah oleh cairan yang mengalir dari vaginanya. Sebelum penisku mengecil aku masih berusaha menyodok vaginanya dari bawah.
“Aampunnn masss…. Gilakkk….Enak banget!”
Perlahan penisku mengecil dan sebelum mengecil minimal kudorong tubuh Ira ke samping.
“Ouuh mas biarkan kontolmu tetap di memek ku….”.
Terlambat, penisku sudah lepas dari vaginanya. Kubiarkan sampai mengecil minimal. Ira bangkit dan melepaskan kondomku.
“Hmmmm …. Banyak juga pejumu Mas. Pasti tadi enak sekali kalau keluar di dalam disemprotkan ke memekku”.
“Huss udah, jangan. Begini untuk kebaikan berdua,” kataku sambil mengusap-usap payudaranya. Kupilin-pilin putingnya.
“’Aahhh udah mass, jangan….., nanti aku naik lagi. Masih lemes nih”.
“Tadi gak mau ganti posisi sih,” kataku.
“Gak ahhh aku lagi sange banget. Buktinya bisa kluar dua kali tuh”.
Kulihat bekas gigitanku di dadanya, meninggalkan bekas gigi dan bercak merah cukup besar. Kuusap love bite itu.
”Sakit yaa?”tanyaku.
“Kalau kondisi normal tentu sakit dan pasti aku teriak. Tapi dibarengi orgasme tadi rasanya kombinasi nano nano dehhh”.
Ia memeriksa bekas gigitannya di dadaku.
“Hmmm …Cuma bekas gigi saja, ga sampai merah. Kulit mas tebal sihhh”.
Kami kemudian mandi bersama-sama. Saling menyabuni dan menggosok punggung, dan pastinya juga saling membantu membersihkan kelamin. Lebih tepatnya sih mengusap dan memberikan stimulasi lagi. Penisku mulai berdiri lagi ketika Ira membersihkan busa sabun yang masih menempel. Kuraih tubuhnya dan kami berciuman di bawah shower. Ketika aku akan bergerak lebih jauh lagi Ira menolak tubuhku.
“Udah mass, lututku masih lemes. Kita istirahat dulu”.
Setelah mengeringkan badan kami berbaring di ranjang tanpa mengenakan baju.
Tangannya mengusap-usap bulu dadaku.
“Lebat bulu dadamu Mas, tapi lurus halus ga keriting. Kayak karpet. Bulunya lebat gini pantesan nafsumu gede. Cewek banyak yang suka. Diobati ya”.
“Ga kok. Asli dari sononya. Ori bukan KW”.
“Ehmm tadi keluarnya enak banget mas, gilakkk sampai merinding aku mengingatnya,” katanya sambil memperlihatkan lengannya yang meremang.
“Emang sebelumnya ga pernah sampai gitu keluarnya?”
“Beda Mas, ini rasanya bener-bener seperti pipis. Kalau biasanya otot vagina mengencang dan berkontraksi diikuti rasa nikmat, sampai tubuh juga meregang. Kalau ini levelnya beda. Mungkin juga pengaruh sange level dewa yang kurasakan sejak kita deal untuk ketemu”.
Tadi kurasakan memang ada aliran dari vaginanya yang merembes sampai ke pahaku, tapi tidak tercium aroma pesing atau bau tidak sedap lainnya. Aku berpikir mungkin ia mengalami squirt dalam level terendah. Aku juga belum pernah bertemu dengan pasangan yang bisa squirt sampai memancar.
“Kenapa kamu ga nikah aja. Libidomu gede lho,” aku memancingnya.
“Maunya sih gitu mas. Tapi belum ketemu yang pas. Cocok sifatnya, kuat di ranjang eh masih laki orang. Ada yang duda atau perjaka tua karakternya ga sesuai, udah gitu peltu, nempel metu. Cari anak muda masih labil. Susah khannn”.
“Iya juga sihhh”.
“Dahlah Mas, jalani dan nikmati saja seperti sekarang ini. Lagian aku juga masih trauma, lebih nyaman sendiri untuk saat ini”.
Tangannya mulai bergerak ke arah penisku, mengusap dan mengocoknya perlahan.
“Mau lagi kah?”
“Hayukkkkkk…. Tarikkkkk mangggg”.
Kusiapkan kondom di meja kecil dekat ranjang.
“Hmmm ga usah pakai napa mas, kurang enak,” komentarnya.
“Tar kamu hamidun repot lagi,” jawabku.
“Gaaa, aku baru selesai mens 2 hari. Masa tidak subur”.
Aku tak menanggapi lagi dan tanpa menunggu lama tubuhku sudah ada di atas tubuhnya sambil mencium, mengecup, menjilat, meremas dan mengusap bagian tubuh yang membangkitkan nafsu gairah. Mulutku menerkam gundukan payudaranya dan lidahku menggelitik putingnya.
“Ahh masss… teruussss… Enak sekali hisapanmu. Bikin cupang aja ga papa mas,” Ira merespon seranganku.
“Iyaahhhhh….eehmmmm,” ucapku sambil terus mengulum dan mengisap putingnya bergantian kanan kiri.
Kulepaskan pelukan tangannya di leherku dan kusambar bibirnya yang sudah menunggu serbuan bibirku. Payudaranya yang ditinggalkan bibirku kugantikan dengan remasan dan pelintiran tanganku. Kami berciuman dengan gairah yang semakin meninggi. Tangan kananku bergerak ke bawah memeriksa vaginanya. Kurasakan permukaan vaginanya sudah mulai lembab. Dengan gerakan yang tidak mencolok kudekatkan tanganku ke hidung. Hanya tercium aroma khas vagina, tidak tercium aroma yang tidak sedap.
Bibirku kini berada di lehernya mengecup, mencium dan menjilati permukaan lehernya. Ketika aku agak lama mengecup satu titik di lehernya ia mendorong kepalaku.
“Jangan cupang di leher, di dada saja mas sesukamu…uuuuhhhh”.
Beberapa saat bermain di lehernya bibirku kemudian bergeser ke telinganya. Kukulum gelambir telinganya. Ia tidak mengenakan anting atau giwang sehingga memudahkanku mengulumnya. Kugelitik lubang telinganya dengan ujung lidahku.
“Huuuufff….ppppfftttt….. geli masss”.
Bibirku kembali berpindah ke area payudaranya. Sebentar saja bermain disana dan meluncur terus ke bawah, ke perut dan terus ke bawah akhirnya berhenti di kerimbunan semak yang menghitam. Kusibakkan labia mayoranya yang berwarna kecoklatan. Terpampang labia minora dan lubang vaginanya yang lebih terang warnanya. Kudekatkan mulutku ke vaginanya dan kujulurkan lidahku untuk mulai menjilati vaginanya. Bibirku menempel ke labia mayoranya sementara lidahku melakukan gerakan menyapu di dalam area vaginanya. Badannya mengejang dan terhentak ketika kucolokkan lidahku ke lubang vaginanya. Lendir bening agak lengket yang melapisi dinding vaginanya kusapu dengan lidahku.
“Ohhhh sayanggghh…. Enak sekali. Terusss jilati memekku”.
Ketika lidahku menjilati klitorisnya, tangannya menekan kepalaku ke arah selangkangannya.
“Iseeppp itilku massss……,” bisiknya.
Kujepit daging kecil di ujung atas vaginanya dengan bibirku, sementara lidahku bergerak menggelitik dan menyapu klitorisnya. Kedua tanganku dipegangnya dan diarahkan ke bukit kembarnya. Kuremas-remas kedua payudaranya. Gerakan tubuhnya semakin kuat seperti gerakan meronta-ronta. Aku terus melakukan stimulasi di vaginanya. Ketika kurasakan lendir nikmatnya semakin banyak maka kulepaskan bibirku dari vaginanya dan aku bergerak naik untuk kembali berciuman.
Kini aku berbaring terlentang dan Ira yang asyik bermain di selangkanganku. Dikecupnya penisku dan dikulum semakin dalam.
Ppluuuppp …… bunyi bibirnya ketika melepaskan kepala penisku.
Tangannya mengusap biji zakarku sampai ke ujung sebelum sampai ke anus. Perpaduan usapan tangan dan permainan mulut, bibir dan lidahnya membuatku seakan melayang. Setelah sekitar sepuluh menit memainkan penisku, aku menarik tubuh Ira supaya segera memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ira memberi tanda supaya ia berada di atasku. Aku menganggukkan kepalaku.
Ira segera menggerakkan pinggulnya di atas pinggulku dan…sleepphhhh.. penisku masuk perlahan ke vaginanya. Tiba-tiba aku panik….
“Hehhh, kok udah maen masuk aja…. Kondom…kondom,” ucapku terpatah-patah sambil mencoba meraih kondom di atas meja kecil. Terlalu jauh jaraknya dan Ira tidak memberikan kesempatan padaku untuk melepaskan diri. Ia langsung menggoyangkan tubuhnya. Penisku bergerak kesana kemari mengikuti gerakan tubuhnya. Akirnya aku menyerah… Ah sudahlah. Yang pasti dia tidak dalam masa subur dan semoga bersih tidak terkena IMS.
“Hmmmm…. Nakal kamu,” ucapku sambil menampar payudaranya.
“Ouuhhh masss…. Biar enaknya maksimal,” jawabnya sambil terus bergoyang. Kupikir staminanya boleh juga perempuan ini. Meskipun big body nafasnya masih tetap terjaga. Ronde pertama tadi hanya satu posisi, WOT. Kali ini tak kubiarkan ia mendominasi sampai selesai. Kuberikan kode untuk berganti posisi. Mulanya ia menolak, namun ketika kutepuk pantatnya dengan keras, iapun menghentikan gerakannya dan melepaskan penisku dari vaginanya.
“Uuhhh kenapa sih Mas, lagi enak tauu…huuu”.
“Gantian, nanti juga tetap enak kok”.
Aku berdiri di atas lututku. Ira langsung mengerti dan mengambil posisi menungging di depanku. Diraihnya bantal untuk menopang kepalanya.
Kuarahkan penisku kembali menuju vaginanya yang terpampang di depanku. Untung saja pantatnya tidak terlalu besar sehingga tidak ada kesulitan untuk melakukan posisi doggy style ini.
Jleebbbbb…. Peniskupun membelah vaginanya. Terasa lebih sempit dibandingkan ketika posisi WOT sebelumnya. Aku menggerakkan pantatku maju mundur perlahan. Peniskupun bergerak mengocok vagina Ira. Kutarik pantatku sampai tercabut dari vaginanya.
“Kok…dilee….”.
Sebelum habis kalimatnya kudorong pantatku maju sehingga peniskupun kembali membelah lorong kenikmatannya.
“Ouuhhh… Masss. Lebih berasa. Apalagi sekarang ga pakai kondom,” katanya sambil tersenyum.
Ia menegakkan punggungnya ketika tanganku mencoba meraih payudaranya. Ku tidak sepenuhnya bisa menjangkau payudaranya. Terpegang olehku putingnya yang cukup besar. Kini sambil mendorong pantatku maju mundur tanganku memainkan putingnya.
“Hhoooaaaassss…. Aahhhhhhhh”.
Ira terus mengeluarkan desahan dan erangan bercampur pekikan kecil ketika kudorong pantatku sekuatnya ke depan. Bunyi beradunya pantatnya dan bagian depan pinggangku berselang-seling dengan erangan dan desahan kami semakin membuat kami bersemangat.
“Gimana sayang?” tanyaku di tengah nafas yang mulai memburu.
“Ouuuhh enakkkk mas…”.
Aliran kenikmatan mengalir menjalari batang penisku. Aku ingin menyelesaikan dengan posisi aku di atasnya. Setelah kurasakan puas dalam posisi doggy, maka kucabut penisku dan kutepuk pantatnya.
“Sekarang ngangkang,” perintahku.
Ira mengambil posisi terlentang, kedua kakinya ia buka dan ditahan dengan tangannya. Aku menindih tubuhnya yang gemoy, mencoba melakukan penetrasi. Ternyata dalam posisi ini justru aku mengalami kesulitan. Sepertinya badanku sudah terlalu gemuk dan perutku sudah terlalu maju. Dengan bantuan tangan akhirnya berhasil juga aku melakukan penetrasi. Timbul masalah ketika aku merapatkan tubuhku ke tubuhnya dan mulai menggerakkan pinggulku member sumur nikmatnya. Rasanya kurang mentok. Kutegakkan tubuhku, dalam posisi setengah duduk aku kembali memompa vaginanya. Kali ini lebih baik, sudah bisa melakukan pengeboran lebih dalam. Ira hanya senyum-senyum saja seolah berkata,”Khannn dibilangin…. Makanya aku di atas saja”.
Semakin lama posisinya semakin pas dan kenikmatan kembali menjadi maksimal. Aku merasa tidak lama lagi aku akan mencapai puncak kepuasanku.
“Ra… sudah siap?” tanyaku sambil menghentakkan pantatku ke depan.
“Ouuhh… iyahhh sebentar lagi. Kita sama-samahh”.
Aku mencoba dengan beberapa variasi gerakan untuk menambah rasa nikmat.
“Aayyoooooo mass….. Genjot lebih cepat!”
Gerakanku semakin cepat sampai…..
“Masss aku sampaiiihhhhh…..,” katanya sambil menggoyangkan pinggulnya membuat penisku juga ikut diputar-putar. Aku mengimbangi gerakannnya supaya penisku tidak terlepas dari vaginanya. Tangannya meremas payudaranya. Kudiamkan sejenak sampai gerakan pinggulnya mereda. Dan dengan tusukan terakhir penuh tenaga maka meluncurlah lahar nikmat dari kawah kejantananku.
“Ouuhh Iraaaahhh….. ,” teriakku dengan nafas terputus-putus.
Tubuhku ambruk rebah di atas tubuhnya. Kuberikan kecupan ringan di bibirnya.
“Ouuhhh capekkkk ,” gumamku sambil menggelosor ke samping tubuhnya. Maniku mengalir keluar dari vaginanya.
Kupegang jemarinya erat-erat untuk mengantarku tertidur beberapa saat. Aku membuka mataku ketika kurasakan tanganku ditarik-tarik. Ira masih dalam kondisi bugil. Sepertinya ia baru selesai mandi.
“Ayo bersih-bersih mas. Dua ronde, 3 klimaks berturut-turut membuatku lapaarrrrrrr”.
“Jam berapa?”
Ira mengambil arlojiku dan melihatnya.
“Tujuh lewat dua puluh”.
Tiba-tiba akupun juga merasa lapar.
Aku mandi, sementara Ira menuang air mineral komplimen kamar ke dalam teko eletrik dan menyalakannya.
“Mas, kopi apa teh?”
“Teh Ira aja!” teriakku dari bathroom
“Aiihh…..Serius nih”.
“Teh aja, tanpa gula”.
Aku mandi cukup lama. Awalnya aku pengen berendam di bathtub, tapi kelamaan isi airnya. Semburan air hangat dari shower membuatku segar dan berenergi lagi. Aku keluar dari bathroom berbalutkan handuk di pinggang. Aroma kopi membuat cuping hidungku kembang kempis. Tapi kali ini aku ingin minum teh saja. Aku menghempaskan tubuhku ke sofa, Ira menyusul sambil membawa secangkir teh. Ia mengenakan lingerie merah dengan mengekspose belahan dadanya. Kuperhatikan seksi juga dengan lingerie seperti itu, serasi dengan ukuran tubuhnya. Setelah meletakkan teh di meja samping sofa, ia duduk di pangkuanku menyamping dan memelukku.
“Beratttttt euy,” protesku.
“Hahahaha,” ia malah mempererat pelukannya.
Dada tobinya menekan pipiku. Ia mengambilkan teh dari meja dan memberikannya padaku.
“Kamu ga ngopi dan ga merokok Mas?”
“Ngopi kadang-kadang saja. Merokok lebih jarang lagi. Paling kalau pengen minta aja sebatang ke temen”.
“Cowok ga ngerokok, kurang gimana getoooo. Kurang macho,” katanya sambil mencibir.
“Ah ga juga. Tadi udah dibuktikan. Atau mau bukti lagi,” jawabku sambil menggigit belahan payudaranya.
“Ga ah, Kita makan dulu, tapi minum tehmu dulu. Malam masih panjang untuk membuktikan seberapa kuat dirimu”.
“Kamu katanya perokok, dari tadi ga merokok. Mana rokokmu?”
“Bawa kok, ada di tas. Tadi asyik dan sibuk merokok yang ini,” katanya sambil menyenggol penisku.
Beberapa saat kemudian kuhabiskan teh dalam cangkir dan kemudian aku berpakaian. Boxer tanpa celana dalam, jins dan T-shirt dipadu dengan sandal jepit yang sengaja kubawa. Betapa gagahnya diriku…. Hahahaha.
“Hmmm ga pakai sepatu mas?” Tanya Ira.
“Mang mau kemana… Makan saja khan?”
“Iya sihhh. Besok aja kita jalan. Mas kan juga masih cape baru datang, perlu istirahat”.
“Yaah dia tau aku perlu istirahat, malah tadi dikuras energiku, dua kali lagi?”
“Ahhhh maass… apaan sih,” katanya sambil memukuli lenganku.
“Iyaa…iyaa… Ya udah ayo kita kemon. Kita makan tahu pong atau gimbal khas Semarang yak. Jalan kaki aja, dekat kok dari sini”.
Kami turun ke lobby dan ketika melewati resepsionis, ada Mas Hari, front desk captain malam ini.
“Eh pak Anto. Met malam. Kapan nyampe?”
“Tadi sore Mas. Mau cari makan dulu”.
“Oh iya, silakan”.
Aku berjalan lagi. Sebelum melangkah kulihat Mas Hari memberikan kode dari gerak bibir, menanyakan apakah itu istriku. Aku hanya menjawab dengan mengedipkan sebelah mata. Mas Hari membalas dengan sedikit mengangkat tangannya dan memberikan jempol. Mas Hari ini orang Jawa Timur, tapi istrinya berasal dari desa satu kecamatan denganku. Aku mengetahui ketika ke Jakarta sebelumnya dan pada saat cek in dilihatnya KTP ku kemudian menanyakan tentang daerah asalku.
Kami berjalan kaki ke arah Jalan Hayam Wuruk di seberang halte TJ Harmoni. Disana ada penjual tahu pong dan gimbal, makanan khas Semarang yang hanya berjualan di malam hari. (Note: Cerita ini berdasarkan situasi kondisi tahun 2010 an, sekarang tahu pong dan gimbal sudah tidak berjualan disana lagi). Cukup ramai pembelinya, ada yang makan di tempat dan ada yang dibungkus. Kata orang sana sih dine in dan take away. Kami memesan gimbal 2 porsi dan tahu pong satu porsi, minumnya teh tawar hangat. Kami duduk satu meja dengan pembeli lainnya.
“Kok tahu ada penjual gimbal disini, Mas?”
‘Aku kan udah sering nginap di hotel tadi”.