Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Cerita 28 - Pesona Tetangga

Part 6


Rissa segera beranjak ke sofa untuk menggendong kembali bayinya. Kuantar dia ke pintu ke depan.
Sebelum berpisah, dia sempat berbisik.. “Aku sadar ini dosa, Dek Han. Tapi aku sangat menikmati apa yang kita lakukan.
Terus terang, Suamiku adalah lelaki pilihan orangtua. Dia belum pernah memberiku yang seperti barusan.. sungguh nikmat sekali. Jadi ..”

“Sshh..” Kucium bibirnya.. “Saya ngerti kok. Sampai jumpa besok ya..” Dia mengangguk dan segera masuk ke dalam rumahnya.

Tinggal aku yang berdiri sendirian di teras.. merenungi apa yang telah kulakukan.
Sementara istriku masih lelap saja di kursi sofa.. sama sekali tidak mengetaui perselingkuhan yang baru terjadi tepat di depan hidungnya.
*****

Ini adalah pagi yang cerah ketika Rissa mengajak bayinya pergi jalan-jalan.
Dia memakai kerudung hitam.. celana hitam.. dan baju gombrong lengan panjang kotak-kotak untuk menutupi kesintalan tubuhnya.

Dia berjalan menyusuri jalanan kompleks sambil mendorong kereta bayi.. berharap bisa bertemu dengan bakul sayur yang biasa mangkal di perempatan.
Rissa berencana untuk masak spesial hari ini.. tadi suaminya menelepon kalau mau pulang.

Meski hubungan mereka sudah tidak harmonis lagi.. tapi sebagai istri yang baik Rissa harus tetap melayani laki-laki tersebut.
Dia tidak berniat untuk berpisah.. apalagi meminta cerai. Biarlah sang suami berlaku sesuka hati.. toh Rissa juga sudah tidak suci lagi.

Perselingkuhannya denganku membuatnya jadi berpikir praktis; kalau suaminya bisa bersenang-senang, kenapa dia tidak..?
Mereka akan menjalani hidup sendiri-sendiri, yang penting rumah tangga mereka tetap utuh dan anak-anak mereka tidak terlantar.

Sambil memilih sayur-mayur yang tersedia di dalam gerobak Pak Yus.. Rissa berusaha untuk tidak memikirkan kelembaban yang perlahan mulai mengumpul di liang vaginanya.
Ia mencoba untuk tidak berpikir tentang kontol besarku yang tadi malam meluncur ke dalam dirinya. Itu membuatnya jadi gemetar dan basah.

Baru 12 jam berlalu, namun nampaknya Rissa sudah rindu kepadaku lagi.
Kini vaginanya terasa sakit dan seakan membentang lebar, meminta untuk diisi kembali.

“B-bawang merahnya nggak ada, bang..?” Tanyanya pada bang Iyus.

Lelaki tua yang selalu menikmati profesinya itu, tersenyum masam.
“Wah.. habis, neng. Tadi diborong sama bu Harti..” Sambil matanya jelalatan menjelajahi tubuh molek Rissa.

“Ini sayurnya juga dah layu-layu gini..” protes si Vira.. ibu muda berjilbab yang rumahnya tepat di pojokan.

Sekali lagi, Pak Yus memalingkan mukanya sambil tersenyum. “Saya korting deh, buat neng cukup lima ratus aja..”
Dipandanginya tetek si Vira yang tampak mengkal karena berisi air susu. Perempuan itu memang baru saja melahirkan.

“Seribu tiga ya..?” tawar Vira tanpa merasa curiga.
Pak Yus yang selalu senang menikmati keseksian ibu-ibu langganannya, mengangguk tanpa berpikir lagi.. “Iya deh..”

Ibu-ibu langsung pada berebutan. Rissa mengambil wortel dan kentang, dia berniat untuk membikin sayur sop saja.
Setelah membayar, dia pun berbalik pulang dengan diiringi tatapan nakal Pak Yus yang memandangi goyangan pantatnya tanpa berkedip.

Setelah menidurkan anaknya di rumah, Rissa lekas beranjak ke rumahku dan mengetuk pintu depan.
Jantungnya terasa berdebar gugup dan vaginanya terasa kesemutan penuh oleh semangat.
Dia meremas-remas kakinya mencoba untuk menenangkan diri.

“Sebentar..!” Sahutku dari dalam.

Tanpa mengetaui siapa yang datang, kubuka pintu dengan mata masih mengerjap mengantuk.
Aku memang baru bangun tidur, aku hanya mengenakan kaus putih dan celana pendek selutut.

“Pagi, Dek Han. Maaf mengganggu..” Rissa menyambutku. Dia tersenyum kikuk sambil berusaha untuk tetap berdiri tegak.
“Lho, mbak, nggak ngantar Raka ke sekolah..?” Tanyaku terpaku menatap kecantikannya.

Dia tampak malu.. “Sudah, kamu aja yang bangunnya kesiangan..”
Aku menggosok mata dan kuundang dia untuk masuk.. “Emang udah jam berapa sekarang..?”

“Hampir jam delapan..” Dia melepas sandalnya dan berjalan masuk ke ruang tamu.

“Istrimu ada..? Aku mau minta bawang merah dikit. Tadi kehabisan di Pak Yus..”
Aku duduk di sofa dan tersenyum.. “Kalo jam segini, ya dia pasti udah berangkat. Yakin cuma mau minta bawang merah..?” Godaku padanya.

“Ah, apaan sih..?” Dia terlihat grogi.. “Suamiku bentar lagi pulang..” katanya, entah kepada siapa.

“Terus, jam berapa dia datang..?” Tanyaku tak tertarik. Keberadaan suaminya berarti keterbatasan bagiku untuk mendekati Rissa.

“Sebentar lagi, mungkin sekarang baru nyampe terminal..” terangnya sambil duduk di sofa, tepat di sebelahku.

Dia tau bagaimana cara membuatku tertarik.. kakinya ia buka sedikit hingga baju gamisnya jadi agak tersingkap.. alhasil menampakkan kaki mulusnya yang putih kecokelatan.
Tonjolan di selangkanganku langsung terbentuk.

“Dari terminal ke sini kurang lebih 30 menit. Masih cukup kayaknya..” bisikku sambil mulai mencium mulutnya.
“Dek Han..” Rissa melenguh.. tapi tidak menolak.

Dengan vagina berdengung seperti orang gila.. malah tangannya perlahan mencengkeram batangku yang sudah setengah mengeras di balik celana.
Dan benda itu mulai tumbuh dengan pesat ketika Rissa meremas-remasnya halus.

“Mbak nggak lelah..?” Tanyaku sambil mengendus batang lehernya yang masih tertutup jilbab.
“Ughh..” dia mendesis.. dan cengkeraman tangannya menjadi semakin keras.

“S-sebentar lagi.. s-suamiku.. p-pulang..” katanya terbata-bata.. dan aku tau kalau itu hanya pura-pura.
Dia sama sekali tidak berniat untuk menghentikan sentuhanku.

”Iya, mbak. Saya tau..” Kuminta agar dia menurunkan celana boxer-ku ke bawah.. dan Rissa tanpa membantah melakukannya.

Wajahnya yang cantik tampak bergidik saat penis besarku yang sudah sepenuhnya ereksi meloncat keluar tepat ke dalam genggaman tangannya.
“Iihh..” Rissa gemetar.. tapi tetap berusaha untuk memegangi.

Jari-jarinya membungkus rapat.. terlihat begitu kontras dengan kulit penisku yang tebal dan kecoklatan.
Kemaluanku yang begitu besar juga seperti tidak sepadan bagi tangannya yang lentik dan mungil.

Terengah-engah.. kuperhatikan bagaimana Rissa mulai membelai pelan.
Ia menatap penisku penuh perhatian tanpa berkedip sama sekali.. seperti tidak ingin melewatkan setiap momennya.

Tangannya membelai lembut ke atas sampai ke kepala.. sebelum kemudian balik lagi ke pangkalnya yang tebal.
Menggunakan tangannya yang lain.. ia juga menangkup kedua telur-ku. Jelas sudah.. pagi ini ia ke sini memang untuk ini.

Maka pelan kuminta ia untuk berlutut di antara kedua kakiku. “K-kamu mau apa, Dek Han..?” Tanyanya bingung.
Dipandanginya batang penisku yang kini berdiri tegak tepat di depan hidungnya. Matanya yang gelap tampak menikmati apa yang kusajikan kepadanya.

“Emut, mbak..” pintaku lirih.
Dia langsung menatapku, mendelik. “Gila kamu..!” Teriaknya tertahan.. “Aku nggak pernah melakukannya..”

“Ya, sekarang biar pernah..” aku meringis.. “Itung-itung sambil belajar juga..”
“Nggak mau..” Dia memalingkan mukanya.. tidak mau memandangi penisku.. tapi tetap memeganginya.
Mungkin aslinya dia mau.. tapi masih malu-malu. Jadi kuputuskan untuk kembali mendesaknya.

“Ayolah, mbak. Siapa tau habis ini bisa mbak praktekin ke suami.. mungkin Pak Amin jadi suka dan akhirnya nggak selingkuh lagi..”

Rissa terdiam.. tampak menimbang-nimbang.
“Suamiku sudah sedari dulu pengen yang ginian.. tapi nggak pernah aku kasih. Habis jijik sih..”

“Cuma di awal-awal aja jijiknya.. atau coba begini: jangan anggap ini tempat keluarnya kencing.. tapi bayangkan kontolku ini adalah benda yang bisa memberi kenikmatan pada mbak. Gimana..?”

Pelan Rissa mengangguk.. tapi kemudian dia menggeleng lagi.. “Tapi tetap aja jijik..” kernyitnya.

“Coba dulu deh.. aku dulu aja nggak jijik jilat memek mbak. Enak lho, rasanya..” yakinku.
“Beneran..?” Dia mulai terlihat ragu.

“Mbak ngerasa enak nggak pas aku jilati..?” Dia mengangguk.

“Aku juga seneng jilat memek mbak. Nah sekarang, coba ganti jilatin punyaku. Selain aku enak.. mbak nanti juga ikutan enak..” aku terus berusaha membujuk.

Rissa terdiam.. namun setelah beberapa detik ia mulai merunduk rendah.
“Tapi nanti kalau nggak enak, nggak aku terusin ya..?” Pintanya dengan lidah terjulur keluar.
“Iya, terserah mbak aja..” kataku cepat.. tak sabar ingin segera merasakan kuluman bibirnya.

Pelan Rissa mulai menjilat bagian bawah telurku.
Tangannya yang kecil terus mengocok ringan sementara mulutnya berusaha untuk mengambil testisku ke dalam.
Dia mengisap-isapnya lembut dengan tangan terus meremas ketat, mengocok batangku ke atas dan ke bawah.

Saat aku mendesis, Rissa segera memindahkan ciumannya.
Ia mengecup pelan ujung kemaluanku yang berbentuk kepala jamur dan bisa merasakan kedutan di tangannya karena aku jadi begitu terangsang.

“Hmm..” Lidahnya kini terulur panjang dan perlahan-lahan mulai menjilat bagian bawah penisku, mengikuti alur otot-ototnya yang berliku.
Begitu mencapai dasar ia membalikkan arahnya.

“Auwh..!” Kontan aku langsung mengerang.. tanganku meraih ke bawah dan memegangi kepalanya yang masih terbalut jilbab.
Meski berusaha mati-matian agar Rissa lekas menelannya, namun nyatanya perempuan itu masih bersikukuh hanya menjilatinya saja.
Jadilah aku merintih frustasi sambil menggeliat pelan menikmati usapan lidahnya yang lembut pada ujung penisku.

Rissa mencium kepala penisku lagi dan tersenyum.
“Jangan memaksa ya. Aku mau begini aja juga dah bagus..” terangnya sambil membuka mulut dan menjilat kembali.

“Ohhh..” desahku tak tahan. Namun apa yang ia katakan memang benar.
Untuk ukuran seorang Rissa yang sangat pendiam dan lugu dalam urusan ranjang.. ini sudah merupakan lompatan yang sangat besar.

Aku melihat bibirnya meregang di sekitar batang panjangku.. ia terus menjilatinya dari atas ke bawah.. lalu balik lagi.. sebelum kemudian berlama-lama mengulum di puncakku yang gundul. Perlahan-lahan kepalanya bergerak naik-turun.

Rissa masih berpakaian lengkap.. mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana panjang hitam. Jilbabnya juga hitam dan sekarang sedang kupegangi.

“Terus, mbakk.. aku.. s-sebentar lagi..” aku mengerang.. merasakan bola-ku mulai memanas.
Rissa terlihat tercekat oleh kata-kataku.. namun sudah terlambat untuk menghindar.

Begitu ia ingin melepas.. aku sudah keburu mengguyurnya dengan semburan pejuh yang sangat banyak. Loncatan pertama membasahi mulutnya.. sedang yang kedua dan yang berikutnya membasahi hidung.. mata.. jilbab.. dan baju panjangnya.

“Aiih..!” Rissa memekik.. campuran antara rasa kaget dan jijik.
Dia terbatuk-batuk saat sebagian spermaku ternyata berhasil masuk ke dalam tenggorokannya.

Pelan dia menjauh dan meludahkan cairanku ke karpet ruang tamu. Aku hanya tertawa melihat kelakuannya.

“Gila kamu.. keluar nggak bilang-bilang..!”
Dengusnya sambil berusaha membersihkan cairan putih yang menempel di mata dan hidungnya dengan menggunakan jilbab.

“Maaf, mbak..” hanya itu yang bisa kukatakan.

Jilatan Rissa memang biasa-biasa saja.. terasa sangat kaku dan hambar.. bukti kalau dia memang belum pernah melakukannya.
Namun justru karena itu aku jadi sangat bergairah.

Penampakan seorang perempuan berjilbab yang sehari-hari lugu dan alim.. tapi ternyata mau ngemut penis benar-benar membuatku tak tahan. Dan ujung-ujungnya.. aku jadi muncrat duluan. Rissa tampak kecewa.. tapi tidak mengatakannya.
Semua juga tau.. sehabis nyembur gini penisku jadi tidak bisa dipake lagi. Padahal memek Rissa lagi gatal-gatalnya saat ini.

Untung saja.. di saat kami masih duduk diam.. terdengar derum taksi yang berhenti di pintu depan. Pak Amin.. suami Rissa sudah datang..!

“Suamiku..!” Dia langsung jumpalitan kebingungan.
Segera dibenahinya baju gamisnya yang sedikit lecek dan lekas pamit kepadaku.. “Aku pulang dulu ya..” Rissa berdiri dan berjalan keluar.

“E.. tunggu, mbak. Bawang merahnya..?” Aku mengingatkan.

“Oh, iya..” sahutnya gemetar.. terlihat kalau masih sangat terangsang. Tapi kedatangan sang suami terpaksa harus memutus hasrat birahinya.

Kuberikan bawang merah yang ia butuhkan dan kulepas kepergiannya dari ruang tamu.
Pak Amin sudah masuk ke dalam rumah hingga tidak mengetaui Rissa yang berjingkat-jingkat pelan keluar dari rumahku.

“Lho, Ummi dari mana..?” Tanya laki-laki itu sambil meletakkan tas kopernya. Tersenyum terpaksa.. Rissa menjawab.. “Ini.. habis beli ke warung bu Arti..”
Ditunjukkannya bawang merah pemberianku. Dia lalu mencium tangan laki-laki itu dan mengajaknya untuk masuk ke dalam.

Di teras rumah.. aku tersenyum saat kulihat Pak Amin memeluk erat tubuh montok istrinya.
Mesra ia mencium bibir tipis Rissa dan mengisapnya rakus.. sama sekali tidak menyadari kalau 30 menit yang lalu bibir itu menempel ketat di ujung penisku..! Haha..
***

Minggu berikutnya berlaku bagai siksaan bagiku.
Aku tidak bisa berhenti terobsesi pada tubuh montok Rissa namun sama sekali tidak bisa menyentuhnya.

Pak Amin suaminya.. ternyata agak lama berada di rumah. Tidak seperti biasanya yang paling banter hanya 2 hari.
Aku jadi senewen sendiri. Penisku terus menegang keras.. dan akibatnya istrikulah yang jadi bahan pelampiasan.

Fenti sih senang-senang aja kuentoti tiap malam.. dia sama sekali tidak menyadari kalau di dalam kepalaku berseliweran bayangan tubuh bugil Rissa setiapkali aku menindih tubuhnya.

“Moga aku cepet hamil ya, Yah..” bisiknya begitu aku menumpahkan sperma untuk yang ketigakalinya malam itu.
Tubuh kami sudah sama-sama basah oleh keringat.. dan tak lama kami pun sudah tertidur pulas saling berangkulan.

Esoknya.. istriku berangkat kerja seperti biasanya. Aku yang kembali ngaceng hanya bisa melepasnya dengan kecewa.
Sehabis sarapan sebenarnya aku berniat untuk meminta jatah satukali lagi.. namun Fenti menolaknya dengan alasan dia harus berangkat pagi karena ada meeting penting dengan manajer yang baru.

Aku jadi pusing.. apalagi saat kudengar suara merdu Rissa yang sedang menawar sayur kepada Pak Yus.
Lekas aku berlari ke depan dan mengintip dari celah kelambu. Di sana dia berdiri dengan mengenakan baju panjang dan jilbab lebar.
Senyumnya terlihat sangat manis dan tubuhnya seperti semakin bersinar.

Tak tahan.. aku pun segera mengeluarkan penis dan mulai mengocoknya perlahan.
Sambil mencoba membayangkan tubuh telanjangnya yang begitu hangat dan memikat.. aku melakukan onani.
Namun belum sampai tuntas Rissa sudah keburu masuk ke dalam rumahnya.

Aku sama kecewanya dengan Pak Yus.. tukang sayur tua itu tampak memandangi goyangan pantat Rissa dengan sedikit terbengong.
Salahsatu pelanggannya yang tercantik kini telah pergi.

“Huh..” mendesah frustasi, aku pun pergi ke kamar mandi untuk meneruskan acara onaniku.
Namun ternyata.. kugosok dengan cara apapun spermaku tak kunjung keluar.

Rupanya penisku ini bandel juga.. ia baru meludah kalau dimasukkan ke dalam memek.
Terpaksa aku harus mengalah.. baiknya kutunggu nanti saja setelah istriku pulang kerja.

Duduk di ruang tamu.. kembali kupandangi jalanan di depan rumahku yang mulai sedikit rame.
Beberapa ibu-ibu kompleks tampak bersiap untuk mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah.

Begitupula dengan Rissa.. sambil menggendong bayinya ia tampak sedang menstarter motor untuk mengantar Raka ke TK Pelangi di seberang kompleks.

Bergegas aku berdiri untuk menyapanya. Meski tidak bisa menyentuh.. minimal bisa ngobrol dengannya untuk sedikit cuci mata.
Namun baru saja akan membuka pintu pagar kulihat Pak Amin berbelok dari ujung gang.
Seperti biasa.. laki-laki itu baru pulang dari masjid. Aku jadi mengurungkan niat.

Laki-laki gendut itu mendekati istrinya.. “Sini.. Abi aja yang ajak si adek. Biar Ummi nggak kerepotan..”
Rissa mengangguk setuju dan menyerahkan bayinya. Selanjutnya.. tanpa menoleh kepadaku ia memutar gas motor dan beranjak pergi.

Pak Amin yang melihat kehadiranku langsung tersenyum. “Pagi, Pak. Tumben dah bangun..?” Sapanya ramah.
Memang.. sebagai seorang penulis.. aku terkenal lebih aktif di malam hari. Ide-ideku lebih banyak mengalir di saat semua orang sudah pulas dengan mimpinya. Akibatnya aku jadi sering bangun kesiangan. Dan Pak Amin tau itu.

Aku terpaksa membalas senyumnya.. “Iya nih.. pengen tau sejuknya suasana pagi..” jawabku asal.
Dia tertawa. Dan berikutnya kami pun terlibat dalam sedikit obrolan basa-basi yang sama sekali tidak menarik.
Awalnya aku hanya menanggapi dengan setengah hati.. sampai kemudian dia mengatakan sesuatu yang langsung membuatku tersenyum.

Pikiranku berpacu.. dan tak perlu waktu lama aku sudah menemukan cara bagaimana bisa meniduri Rissa sementara Pak Amin berada di rumah.
Dan rencana itu akan kujalankan besok.. kalau Fenti sudah berangkat kerja di pagi hari.

Yang tak kusangka.. sepulang kerja Fenti memberitauku sesuatu yang membuat seluruh rencanaku jadi berantakan.
Ternyata meetingnya sudah selesai dan besok dia akan berangkat kerja seperti biasanya.. jam tujuh lewat tigapuluh.

Aku jadi berpikir ulang.. akan sangat berbahaya menemui Rissa sementara istriku lagi berada di rumah.
Sementara di sisi lain aku juga sudah tak kuat menahan hasrat ke istri tetanggaku yang cantik itu. Jadi.. apa yang harus kulakukan..?

Malam itu kusetubuhi Fenti dengan gairah jauh menurun.. aku sudah terlanjur kecewa.
Untung istriku tidak mengetauinya dan tetap melayaniku dengan sepenuh hati.

Sebelum tidur ia sempat berkata.. “Sepertinya Pak Amin mau dimutasi ke kota ini.. karena itulah ia terus berada di rumah untuk mengurusi segala yang diperlukan..”

Hmm.. jadi begitu ya. Kata-kata itu langsung memberiku tekad.
Sepertinya aku harus menempuh sedikit risiko untuk merasakan kembali tubuh molek Rissa.. atau tidak akan pernah sama sekali kalau aku terus takut-takut seperti ini.

Sambil mendekap tubuh telanjang Fenti.. kususun kembali rencana-rencana ideal yang mungkin bisa kujalankan besok.
Dan sepertinya ada satu yang sangat bagus.

Esoknya.. setelah sholat shubuh aku tidak tidur lagi.
Dengan alasan ingin jalan-jalan menikmati sejuknya hawa dingin di pagi hari.. aku pamit kepada istriku yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan.
Tanpa curiga dia mengiyakannya.

Kususuri jalanan kompleks yang saat itu masih sepi.. tujuanku adalah ke sebuah bangunan besar yang terletak tepat di tengah-tengah perumahan.
Setelah kupastikan kalau orang yang kucari berada di sana.. aku pun bergegas memutar langkah.
Kali ini aku balik ke gang menuju rumahku. Atau lebih tepatnya ke rumah di sebelah rumahku.

Sambil celingak-celinguk untuk memastikan semuanya aman.. aku pun membuka pintu pagar rumah Rissa dan melangkah masuk.
Tepat seperti dugaanku.. pintu ruang tamunya tidak dikunci. Penisku langsung ngaceng begitu menyadari siapa yang akan kutemui sebentar lagi.

Melangkah berjingkat.. aku pun terus menyusup ke dalam. Pak Amin pasti tidak pernah menyangka.. sementara ia memberi ceramah di masjid.. istrinya yang cantik akan mengerang dan menggapai-gapai di dalam pelukan pria lain.. tetangganya sendiri..!

Seperti pencuri aku mengendap-endap melintasi ruang tengah.
Di kamar depan hanya kulihat Raka dan si bayi yang sedang tertidur pulas di sana.. jadi aku meneruskan langkah ke belakang.
Sekarang bisa kudengar bunyi gemericik dari arah kamar mandi.

Bayangan tubuh Rissa yang telanjang dan sedang mengguyur dirinya dengan air langsung membuatku tak tahan.
Apalagi aku juga belum pernah melihatnya telanjang meski sudah beberapakali menidurinya. Jadi memang inilah kesempatanku.

Pelan aku melepas semua bajuku dan menjatuhkannya di lantai. Lalu diam-diam aku mendorong pintu kamar mandi yang terbuka dan melangkah masuk.
Sementara itu.. Rissa yang tidak menyadari kedatanganku masih dengan tenang terus membilas sabun dari tubuhnya yang telanjang.

Kontras dengan kulitku yang kecoklatan.. tubuhnya masih tampak kencang dan putih mulus.
Bongkahan dada dan pantatnya terlihat begitu menggoda dengan kedua puting menegak kencang karena terkena air dingin.
Penisku jadi makin ngaceng saat melihatnya.

Tiba-tiba Rissa berbalik dan melihatku. Aku pun cepat bereaksi. Sebelum dia sempat berteriak.. lekas aku memeluk dan membungkam mulutnya.
“Sshh.. ini aku, mbak..” bisikku lirih.

Awalnya dia terkejut.. namun kemudian tersenyum dan berikutnya malah memasrahkan tubuh ke pelukanku.
“Ngapain Dek Han ke sini..? Dasar nekat..!” Ungkapnya sambil memeluk leherku dan berdiri di atas jari-jari kakinya.

Bibir kami dengan cepat saling menemukan dan saling melumat rakus satu sama lain.
Kunikmati gesekan tubuhnya yang hangat dengan meluncurkan tangan ke bawah.. kubelai belahan punggungnya yang terbuka.. juga kupegangi dan kuremas lembut pipi pantatnya sambil terus menciumi mulutnya berulang-ulang.

“Hhh.. hmm..” Rissa mengirimkan lidahnya dengan penuh semangat ke dalam mulutku.
Ia juga memelukku semakin erat.. terlihat jelas kalau juga merindukanku.

Sepertinya penis kecil Pak Amin tidak bisa memuaskannya tiga hari ini.. terbukti begitu merasakan batang kemaluanku yang setengah menggesek di kulit perutnya.. ia langsung mundur dan menurunkan tangan untuk menggenggamnya.

“Aku kangen sama mbak..” bisikku sambil terus menciuminya.. tanganku juga terus aktif membelai tubuh sintalnya.

Rissa mengerang dan tersenyum sambil terus membelai batang penisku.

“Kalau aku sih kangen yang ini..” bisiknya nakal sambil tiba-tiba saja berlutut.

Sebelum aku sempat menyuruh.. dia sudah membungkuk dengan lidah terjulur keluar dan mulai menjilati bagian bawah kantung telurku.

“Wow.. mbak..!” Seruku.. terkejut dengan keagresifannya.
Perempuan berjilbab yang sehari-hari santun dan kalem ini tiba-tiba saja berubah menjadi liar dan nakal. Rupanya deraan nafsu bisa mengubah sifat asli seseorang.

Rissa mulai menarik kedua telurku ke dalam mulutnya.. sementara tangannya yang kecil terus mengocok ringan.
Dia melepasnya.. dan kemudian mengisapnya lagi.

Terus seperti itu bergantian antara yang kiri dan yang kanan.. sebelum kemudian dia mulai menjilati dasar penisku dengan menggunakan lidah merah mudanya secara perlahan.

Jilatannya terus naik ke atas di sepanjang batangku hingga mencapai ujung kemaluanku yang berbentuk kepala jamur.
Lidahnya berputar di sekitar helm-ku sambil tangannya terus meremas-remas cepat. “Ahh.. mbak..!” Tak tahan.. aku pun merintih.

Dia mulai meluncurkan bibirnya perlahan ke atas dan ke bawah sambil tangannya terus membelai dengan ahli.
Bunyi shower yang masih mengucur tergantikan oleh kecipak isapannya yang cukup keras.
Slurp-slurp-slurp-slurp.. begitu saat mulutnya terus melahap. Sesekali tangannya juga membelai kedua telurku.

Air dari shower mengaliri punggung dan bahuku. Namun tidak kurasakan karena aku lebih sibuk memperhatikan bagaimana penisku hilang dan muncul kembali di wajah cantiknya secara berulang-ulang.

Lembut Rissa mengangkat dagu saat kemaluanku keluar dari mulutnya. Dia tersenyum dan bangkit berdiri.
Aku segera menciumnya, dan memaksanya menuju bagian belakang bak mandi. Kupeluk dan kutekan tubuhnya yang indah itu.

“Ahh..” Rissa mendesis saat merasakan penisku menekan perutnya.
Kubelai kedua gundukan payudaranya sambil kuciumi dagu dan lehernya. Kami sudah sama-sama terengah.

Ciumanku turun ke dadanya, dan kutelan putingnya sebagian sambil kujulurkan tanganku ke bawah; ke celah di antara kedua kakinya.
Kuusap lembut semak lebat yang ada di sana dan kurasakan celahnya sudah basah kuyup.

“Aughh..” Rissa kembali mendesah.. geli tampak menembaki tubuhnya saat jari-jariku menggesek di klitorisnya.

Perlahan-lahan aku berlutut dan menghujani bagian bawah perutnya dengan ciuman-ciuman ringan.
Rissa mengangkat kaki kirinya lalu menempatkannya di sisi bak mandi.. ia memberikan dirinya kepadaku sepenuhnya.

Sebentar aku menatap memeknya yang indah itu.
Bibirnya berwarna merah muda dan tampak bengkak serta bergetar mengundang, dikelilingi oleh rambut hitam lebat yang terawat rapi.

Pelan aku menempatkan mulut di atas vagina sempit itu dan menyelipkan lidahku di dalam belahannya.
Clupp..! “Ohh..” Rissa langsung mendesah. Dia meremas-remas rambut di belakang kepalaku.. seperti ingin membimbing.

Terus kuputar-putar lidahku di sekitar lubang kemaluannya.. mencicipi rasanya yang asam dan sedikit asin.
Sesekali juga kuisap dalam-dalam kalau aku sudah tak tahan.. atau kularikan lidahku ke atas dan ke bawah menyusuri biji klitorisnya sampai Rissa menggeliat dan merintih-rintih keenakan.

Tanganku mencengkeram pantatnya erat-erat.. memisahnya menjadi dua hingga bibir vaginanya jadi terbuka semakin lebar.
Kujilat lagi klitorisnya yang sensitif.. dan Rissa jadi tambah terengah-engah.
Tangannya mendorong kepalaku.. berharap aku dapat mengisap lebih keras karena di daerah itulah ia ingin terus disentuh.

Dadanya terlihat naik-turun saat ia berusaha bernapas dengan susah payah.
Sementara lidahku terus menggoda di atas klitorisnya.. membelainya naik dan turun dengan isapan ringan berkali-kali.

“Aghh..” Rissa menggeliat.. merasa orgasmenya mulai mendekat cepat.
Kuimbangi dengan terus mengisap biji mungilnya ke dalam mulutku.. memaksanya agar semakin tak berdaya di tepian.

“Ohhh.. Dek Han..” Rissa mengeluh.. dan mengusap vaginanya melawan arah jilatanku saat dia datang.
Jantungnya berdebar keras dan dia terengah-engah.. mencoba untuk pulih.
Namun perasaan itu begitu kuat.. hingga yang bisa ia lakukan hanya diam untuk sementara, menikmatinya.

Aku segera berhenti. Kutarik kepalaku ke belakang dan bangkit berdiri saat dia mengucurkan cairan klimaks ke lantai kamar mandi.
Rissa terengah-engah.. masih berusaha untuk memulihkan diri saat bibirnya kembali kupagut rakus.

Kulumat bibir yang masih terengah-engah itu dengan sembarangan. “Hmm..” Rissa membalas dengan tak kalah kasar.

Selanjutnya kuputar tubuhnya yang masih terkejang-kejang itu hingga dia membungkuk di depanku.
Tanpa berkata apa-apa.. kupandangi celah kemaluannya yang tampak bergerak-gerak indah.

“Cepat masukkan, Dek Han..!” Rissa menyentak, tampak tak sabar. Dia telah menunggu sepanjang minggu untuk ini..!

Slepp..! Kugesekkan penis tegang nan kerasku menyusuri celah pantatnya saat ia membungkuk lebih rendah.
Kusapukan ujungnya yang tumpul ke bawah celahnya.. sampai mencapai pintu masuk ke lorong harta yang paling nikmat.

Lalu kudorong pelan ke depan. Jlebbhh..!
“Ohhh..” Rissa mengerang begitu merasakan vaginanya yang panas dan ketat mulai kuterobos secara perlahan-lahan.
Bisa kulihat celahnya yang merah muda ikut terdorong ke dalam oleh penisku yang berlemak lembut.

Aku terus mendorong keras, sampai akhirnya terbenam mentok seluruhnya. “Ughhh..!!” Rissa kembali merintih.

Dengan air shower yang mengguyur di sekujur punggungnya.. aku pun mulai menggoyang.
Kusetubuhi istri Pak Amin itu sampai mendesis-desis keenakan.

“Ahh.. terus, Han..! Terus.. tusuk yang keras..! Ahh.. yah, begitu..!” Rintihnya penuh kenikmatan.
Liang vaginanya penuh oleh batang penisku.
Aku sendiri menikmati bagaimana vaginanya mencengkeram dengan begitu erat.. seperti milik perawan saja layaknya.

Benturan alat kelamin kami menimbulkan bunyi tamparan yang berulang-ulang.. menyebabkan pipi pantat Rissa jadi agak memerah terkena dampaknya.

“Ughh..!” Keluhnya.. mengisap penisku yang panjang ke dalam lorong vaginanya berkedut-kedut.
Lagi.. lagi.. dan lagi. Aku bisa merasakan orgasme lain mulai mendekat ke dalam dirinya.

Payudaranya yang berayun bolak-balik seirama dengan tusukan penisku segera kupegangi.
Dan Rissa mengeluarkan erangan panjang begitu aku menusuk lebih cepat dan lebih cepat.. membantunya meluncur ke tepian nikmatnya.

“Auwh..!!’ Dia tersentak.. suara dengusan keluar dari bibir tipisnya begitu orgasme menghinggapinya.
Rissa seperti hampir pingsan karena kenikmatan itu. Aku sendiri, merasa hampir meledak juga.

Setiap bagian tubuhku mulai kesemutan.. apalagi saat vagina Rissa berdenyut cepat di sekitar batangku sambil terus mengguyuri dengan cairannya yang panas dan lengket. Sungguh luar biasa..!

“Ohh..” Rissa mendesah.. mencoba untuk pulih. Sementara penis panjangku masih meluncur masuk dan keluar di dalam dirinya.
Memantul dari pangkal pahaku ke pantatnya yang bulat padat berdecak bunyinya.

Dia tersenyum.. tampak mencintai setiap detik yang berlalu bersamaku. Kutatap wajahnya yang cantik yang sehari-hari selalu tertutup jilbab lebar.
Seminggu tidak bertemu dengannya aku benar-benar merasa kehilangan. Perempuan ini terlalu panas.. sangat menggoda dan begitu menggairahkan.

Aku jadi punya pikiran licik. “Mbak..” aku menggumam.. “Boleh aku keluar di wajahmu..?” Tanyaku kasar. Aku sudah siap kalau seandainya ia menolak.

Namun nyatanya.. ”Terserah kamu, Dek Han..!” Dia tersenyum dan dengan napas masih terengah-engah segera menggeser tubuhnya.

Plopp..! Tautan alat kelamin kami pun terlepas. Batang panjangku keluar dari lorong vaginanya.. sedangkan Rissa bergegas berlutut di hadapanku.
Dia memegangi penisku, lalu mengocoknya sambil tersenyum ke arahku. Cantik sekali.

“Aughh.. Mbak..!!” Tak tahan.. aku pun mengerang.

Penisku menyentak di dalam genggaman tangannya dan arus tebal pejuh kental menyemprot keluar dari ujungnya yang tumpul.
Crutt.. crutt.. cratt.. cratt.. cratt..! Memercik dan membasahi wajah Rissa yang nampak telah siap.
Cairan putih lengket itu menempel di dahinya, di mata kanannya, juga di pipinya.

Rissa nyaris tak bisa berkedip. Hanya satu matanya yang terbuka. Kusingkirkan pejuhku yang menempel di hidungnya agar ia bisa bernapas.
Sementara yang menempel di mulutnya kubiarkan ia ludahkan.

Mesra.. Rissa terus membelai dan meremas penisku hingga tetesnya yang terakhir.
Sisanya-sisanya yang menempel di ujung kemaluan ia jilat kemudian ia ludahkan.
Dia masih jijik untuk menelannya. Aku tidak memaksa.. karena mau menjilat saja sudah lebih dari cukup menurutku.

“Enak, Dek Han..?” Rissa tersenyum kepadaku.. dengan pejuh masih mengotori seluruh wajahnya.
Aku mengangguk.. ”Nikmat banget, Mbak. Lain kali lagi ya..?” Dia tersenyum.

Saat itulah aku menyadari kalau hari sudah beranjak siang. Sebentar lagi Pak Amin pulang.
Aku harus bergegas pergi dari tempat ini. Lucu membayangkan ia lagi ceramah di masjid.. sementara istrinya yang cantik kupakai di rumah..!

Aku keluar dari kamar mandi dan bergegas mengenakan pakaian.. sedangkan Rissa menuju wastafel untuk mencuci air maniku yang menempel di wajah cantiknya.
Setelah menciumnya sejenak aku pun lekas balik ke rumah.

Baru membuka pintu pagar.. tau-tau aku diberi kabar gembira oleh Fenti.
“Berita gembira apa..?” Aku bertanya.
“Bunda positif, Yah..!” Teriaknya girang.

“Hah.. prestasi kerja Bunda di kantor memangnya selama ini negatif apa..?” Tanyaku ling-lung.
“Positif hamil, Yah..!” Jawabnya antusias.

“Ooh.. positif hamil. Syukurlah, bukan positif gila. Hehehe..” aku tersenyum dan memeluknya.
“Positif hamil, Ayah..! Becanda mulu ihh..”

“Astagfirullah..! Beneran Bunda positif hamil..!? Ooh.. alhamdulillah. Ini buat kebahagiaan kita..!” Kataku mendadak ikut jingkrak-jingkrak.
Ya.. ya. Bukankah selama ini kami memang menantikan datangnya seorang anak..?

Dan berita baik itu disusul oleh berita baik berikutnya.. yang datang kira-kira dua hari kemudian.
Sore hari.. aku terbangun oleh kedatangan Rissa.. tetangga cantik yang disia-siakan suaminya.

“Dek, Dek Han.. tolongin aku. Huwek..! Huwek..!!” Dia mual muntah-muntah.
“A-ada apa, Mbak..?” Tanyaku ragu sambil beranjak bangun dari tempat tidur. Fenti belum pulang dari kantor.

“Nggak tau ini..” rengeknya.. “Tapi, sepertinya.. aku lagi hamil..”
“Hah..?”

Saat muntah-muntahnya mereda Rissa segera menceritakan kalau sudah dua minggu telat.
Kalau dihitung-hitung dari pertamakali selingkuh.. sepertinya ini adalah anakku.

“Aku yakin sekali Dek Han..” dia berkata.
“Trus, gimana..?” Aku menggaruk-garuk rambutku yang tidak gatal.. jelas bingung.

“Ya nggak apa-apa..” dia tersenyum.
“Saya ‘kan punya suami. Lagian.. meski sudah nggak mesra.. saya masih melayani suami seperti biasa.
Jadi suamiku nggak akan curiga. Saya cuma pengen ngasih tau aja..”

“Oh syukurlah..” aku mendesah lega.
Kupeluk dia dan melihat Rissa yang tergolek cantik di ruang tamu.. imajinasiku jadi ke mana-mana.

Maka tanpa perlu diminta.. segera kusirami lahan gemburnya yang kini telah berisi calon bayiku.
Duakali aku ngecrot di wajah cantiknya yang tertutup jilbab.. baru setelah itu kami berpisah.
***

Makin besar kandungan Fenti.. makin erat kemesraan antara kami berdua. Walau begitu.. untuk urusan ranjang istriku makin sering minta dimaklumi.
Yah bagaimanapun.. melihat perutnya seleraku pun tidak lagi semenggebu saat istriku masih ramping.

Tapi untung ada Rissa. Meski sama-sama hamil tapi masih bisa dipakai.
Mungkin karena ini kehamilannya yang ketiga.. beda dengan istriku yang masih pengalaman pertama.. jadi Rissa tampak sedikit lebih kuat.

Malam itu kembali kami bertemu. Fenti sudah tidur.. sementara Pak Amin sudah seminggu ini tidak pulang. Aku nyengir.

Kami duduk berdua di ruang tamu rumahnya. Mata bertemu mata.
Dari mata lentiknya.. Rissa seolah mempertegas posisinya lagi bahwa dia senang dengan kedatanganku.
Dari sekedar saling curhat dan bercanda.. lama-lama mengarah ke hal yang lebih intim.

Dan saat aku sudah tak tahan lagi.. Rissa ho-oh ho-oh saja saat kuarahkan untuk berhasta karya di atas penisku.
Dia memang tidak bisa dimasuki.. tapi kalau sekedar mengocok dan meremas-remas masih mau.

“Oh, yeah..!” Begitu aku membatin sambil merem melek keenakan.
Kupegangi payudara bulatnya yang kini nampak semakin besar.. sampai sejenak kemudian aku menggelinjang hebat seperti ikan mujair dikeluarkan dari air.

Pasalnya.. biar lembut mengurut.. sebelumnya rupanya tangan Rissa barusan mencocol-cocol bumbu rujak yang ekstra pedas.
WAAAA..!!! Ya sudah.. dalam sekejap aku pun ngibrit ke rumah dengan super heboh.

“Ayah, ada apa..!?” Fenti istriku sampai bingung.
“Ayah dientup tawon..! Pas di bawah puser..!”
Begitu aku berbohong sambil masuk kamar mandi dan mengompres segala sesuatunya dengan air dingin. Gara-gara itu esoknya aku kapok dikocokin.

Saat bertandang lagi ke rumah Rissa kuminta dia untuk bermain karaoke tanpa speaker guna meredam segala hasratku.
Setelah spermaku tumpah ruah di mulutnya barulah aku melenguh puas.

Rissa sebetulnya amat jijik dan ingin muntah saat melayaniku.. namun dengan segenap kelembutannya dia terus bekerja keras.
Dan hasilnya tidak sia-sia.. aku benar-benar menjadi jinak dalam pelukannya.

“Sudah enakan sekarang..?” Tanya Rissa yang bibir merahnya merekah.
“Saya suka dengan bibirmu, Mbak. Cantik..” kataku.. dan menciuminya sebelum akhirnya pergi dengan terburu-buru.

“Makasih ya, Mbak. Hari ini saya tuntas..!” Aku tersenyum penuh kemenangan.
“Eh, sudah..! Sono pulang, nanti istrimu curiga..!” Rissa mengangkat dagu lancipnya.
Tanpa banyak bicara aku pun hengkang.

Di rumah aku berpikir; rumput tetangga memang nampak lebih hijau. Tapi yang di rumah juga nggak kalah seru.

Kutatap tubuh istriku yang sedang tertidur pulas. Dia terlihat mungil.. putih.. dan lincah.. seperti rusa.
Sementara Rissa itu kokoh.. bongsor.. seperti kuda balap. Memacu keduanya benar-benar memberi rasa sensasional.
Ada kenikmatan dan gairah tersendiri yang membuatku tak sanggup untuk melepas keduanya. Entah sampai kapan.

Dan pengakuan Fenti malam itu adalah titik balik.. di mana kehidupanku menjadi lebih menarik.
Sehabis sholat Isya, kami berpandangan lama sekali.

Fenti mengusap sudut matanya, lalu berbisik ragu-ragu.. ”Yah, supaya nggak jadi ganjelan di hati saya. Ada satu hal yang ingin Bunda sampaikan sama Ayah. Tolong dengerin dulu. Setelah ini terserahlah nanti apa reaksi Ayah. Bunda pasrahkan semuanya pada Allah..”

Aku tersenyum enteng.. “Memang ada apa, Bun..?”

“Ayah, Bunda sayang sama Ayah..” katanya lirih.
“Oh, makasih. Ayah juga sayang sama Bunda..” Kukecup ubun-ubunnya.

"Tapi, Yah.. sebelum Bunda hamil.. Mmm.. Bunda.. mm.. itu.. anu..” dia tergagap.
“Apa..?”

“Sebenernya.. waktu itu Bunda sempat masih ada perasaan mendalam sama mantan, si Iyon dan si Jujun ..” Fenti tercekat.
“Hah..!?” Aku pun ikut tercekat.

“Waktu reuni itu.. Bunda sempat mojok dengan mantan itu. Terus, yah.. rada-rada kelewat batas gitu deh..”
Dia menunduk.. tidak berani memandang wajahku.

“Waduh..!? Kelewat batas gimana, sempat korslet..?” Aku terhenyak.
“Enggak sejauh itu deh..” Dia menggeleng.

“Oooh.. cuma ada hati aja..?” Kuembuskan napas lega.
“Enggak juga sih, sampai touching juga..” Dia kembali menunduk.

“Ck.. ck.. udahlah. Kalo cuma touching ringan nggak usah diomongin lagi. Yang penting ke depannya enggak..” aku menyudahi.. karena bersama Rissa aku telah melakukan yang lebih parah.

Fenti terdiam sejenak, lalu dia nyeletuk lagi. “Yang Bunda maksud itu, nggak cuma touching ringan. Tapi.. ya.. sampai mimik cucu gitu deh..”
“HAH..!?” Aku terperangah.

“Pelakunya Iyon atau Jujun..!?”
“Dua-duanya..”

“Hah..!?” Gubrak..!! Aku pun tak bisa berkata apa-apa lagi.

Dan setelah Fenti menyampaikan pengakuannya kami lebih banyak diam. Pengakuannya itu benar-benar terasa pahit dan menusuk sekali bagiku.
Meski tidak baik-baik amat.. tapi dikhianati istri di luaran ternyata bikin puyeng juga. Apalagi ini sama dua mantan sekaligus. Siapa yang nggak nyesek..?

Fenti yang menangkap perubahan nuansa wajahku.. segera berbisik.. “Yah.. Bunda beneran nyesel sempat mengkhianati Ayah..”

“Hehehe.. sudahlah.. Bun. Ayah mau kok menerima Bunda apa adanya.. karena ya.. Ayah ini juga ada jelek-jeleknya juga sepanjang hidup. Banyak. Contohnya ..”

“Ssst.. jangan diceritain, Yah..! Bunda udah tau kok. Sama mbak Rissa ‘kan..?” Kata istriku.

“Hah..!?” Kembali aku tak bisa bernapas.

“Sudahlah..” Fenti merangkulku mesra.
“Sejak pertama, Bunda sudah ikhlas kok. Yang penting Ayah hati-hati aja.. dan jangan lupakan Bunda..”

Aku yang terperangah.. perlahan ikut tersenyum saat kulihat dia tersenyum. Apakah ini benar-benar terjadi..?

Tapi sebelum aku sempat menjawab, Fenti berkata lagi. “Tapi.. Bunda nggak mau ah kalau diajak main bertiga. Bunda malu..!”
Dan dengan itu.. dia melepas bajunya. Selang sebentar dia sudah merintih-rintih sambil menyusuiku.

“Ayah mencintaimu, Bun. Bagiku Bunda tetap yang utama..” jawabku dengan mulut penuh oleh putingnya.

Tampaknya hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin. Dan hari esok bisa lebih baik dari hari ini.
Dan pada akhirnya nanti.. tercapai semua yang terbaik.

Setelah membubung ke langit ke tujuh yang penuh pelangi dan bintang-bintang.. kami pun pulas dengan sesekali terkekeh oleh mimpi indah yang entah apa isinya.

Batin kami tentram damai bersama.. meski tau kalau jalan masih sangat panjang.. END
-----------------------------------
Yahhh yang rissa dan fenti gak ada lanjutannya lagi ya gan? Seru tuh hahahaa
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd