"MASUK La," ajak Ran pada Laila, yang merona saat pria itu menggodanya dengan berkata bahwa suatu hari rumah itu, toh akan jadi rumahnya juga.
Sejujurnya Laila sangat gugup, ini pertama kali dia berkunjung ke rumah Ran. Malu-malu, dia pun mengikuti Ran yang menarik tangannya pelan, masuk ke dalam rumah mewah itu, yang bahkan ruang tamunya jauh lebih besar dari kamar kost-an Laila.
"Mau minum apa La?" tanya Ran pada Laila, yang duduk di sofa panjang sembari pandangannya berkeliling ruangan, kagum dengan berbagai perabotan mahal yang mengisi rumah itu.
"Terserah kakak aja," jawab Laila singkat.
Ran pun segera beranjak ke dapur yang menyatu dengan ruang tengah, hanya dipisahkan oleh kitchen set bar. Kembali matanya berkeliling menikmati suasana rumah itu. Tak lama pria itu menghampirinya membawa minuman serta hidangan kecil.
Seiring waktu kegugupan Laila berkurang dan dia pun kian rileks, terbawa suasana obrolan serta tawa canda bersama Ran. Sikap pria terkasihnya yang selalu sopan, membuat gadis itu bisa melepaskan kekhawatiran dengan kenyataan mereka hanya berdua di rumah itu.
"Aku punya kejutan buat kamu," ujar Ran lalu memintanya menutup mata.
Berdebar-debar, Laila pun menuruti. Bertanya-tanya kejutan apa yang akan diberikan Ran.
"Kamu boleh liat sekarang," perintah Ran.
Laila membuka mata. Terkesima menatap sebuah kotak kecil, berisi sebuah cincin cantik bermata indah yang disodorkan Ran, sementara sang kekasih menatap dengan pandangan mesra.
"Aku bukan cowok romantis. Aku juga nggak pinter berkata-kata," Ran mulai berbicara lalu melanjutkan, "mungkin aku terlalu terburu-buru dan mungkin duda kaya aku nggak pantas buat kamu. Tapi dari awal aku kenal kamu, aku udah yakin cuma kamu yang aku inginkan sebagai pendampingku. Aku cinta kamu. Mau kan kamu menikah denganku?"
Tanpa mampu menahan diri, Laila pun memeluk Ran erat. Air matanya mengalir, terisak di pundak sang kekasih, tak kuasa menahan kebahagian yang membuncah dalam hati. Berbisik lirih di antara isakan, gadis itu pun menyatakan, bahwa dia juga mencintai pria itu dan bersedia menjadi istrinya.
Selama beberapa saat keduanya saling berpelukan erat sebelum akhirnya Ran melepaskan diri. Tangannya lalu terulur, memegang sisi kepala Laila, dan menghapus sisa air mata di pipi sang gadis. Keduanya pun saling berpandangan dan bertukar senyuman penuh cinta.
"Laila. Boleh nggak aku mencium kamu?" pinta Ran mesra.
Tersenyum malu oleh Ran, Laila pun memejam mata, dan sedikit membuka bibirnya menanti ciuman pertama dari sang kekasih yang selama ini selalu dia idamkan.
***