Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[LEGEND] Lily Panther The Series #20

17: Bachelor Party

Ketika aku memasuki halaman rumah itu, banyak mobil mewah sudah diparkir memenuhi area yang ada, seorang satpam mendekat.
"Kucarikan parkir Bos, langsung aja sudah ditungguin di dalam," katanya pada GM yang mendampingiku.

Kulihat rumah itu begitu besar, seperti layaknya rumah di kawasan elit Galaxy, lebih tepat disebut istana barangkali, mungkin bisa dibandingkan besarnya dengan rumah di kawasan Pondok Indah.

Seorang anak muda chinese, namanya Indra menyambut kedatangan kami.
"Langsung masuk aja, mereka sudah nunggu" sambutnya

Ternyata sudah ada 6 anak muda seusia Indra di dalam, mereka bersiul riuh menyambut kedatanganku, berbagai celoteh terlontar memujiku.
"Wah bisa nggak jadi kawin tuh si Joseph," salah satu yang kudengar.
"Oke friend, Ini Lily dan jangan ganggu dia karena milik Joseph," Indra mengingatkan.

Kembali teman temannya teriak kecewa.
Berbagai macam minuman sudah tersedia di meja, dari soft drink hingga whiskey, kulihat beberapa dari mereka wajahnya sudah merah terbakar alkohol, tatapannya begitu liar seolah hendak menerkamku.

Secara sepintas si GM sudah memberi tahu bahwa ini adalah acara "Lepas Bujang" alias Bachelor Party, aku diminta sebagai bintang tamu melayani Joseph yang akan menikah 2 hari lagi, seperti pesta 'Lepas Bujang' lainnya, aku hanya melayani Joseph seorang tapi dihadapan teman temannya yang tak tahu berapa jumlahnya, biasanya antara 4-9 orang, tapi dia menjamin bahwa hanya Joseph yang harus aku layani untuk acara ini, setelah itu terserah aku sendiri bagaimana dengan lainnya, biasanya ada beberapa orang yang tertarik mem-booking setelah pesta, semua terserah ke aku karena diluar harga paket spesial yang kutawarkan.

Meskipun aku sudah menyiapkan diri secara mental untuk bercinta dihadapan lebih dari 2 orang, ternyata ada rasa nervous juga dikelilingi laki-laki yang haus dengan wajah menyeringai seakan hendak memperkosaku, meskipun sebenarnya wajah mereka nice looking tapi sorot mata yang menakutkanku.

Sepuluh menit kemudian, si Joseph datang, seorang chinese seusiaku, mungkin lebih muda dengan kaca mata minus bulat ala John Lennon.
"Sep, tuh sudah ditunggu," kata Indra menyambut kedatangannya.
"Li, ini Joseph laki-laki yang beruntung itu dan Seph, she is yours," Indra mengenalkanku, kusambut uluran tangannya tapi dia melanjutkan dengan ciuman di pipi, temannya mulai berteriak gaduh.

Irama House musik mulai keras menghentak, aku didaulat untuk menari dihadapan mereka, seperti biasa, menari streaptease hingga totally nude dan tugasku untuk membuat Joseph bertekuk lutut.
Dengan sedikit nervous diiringi tatapan mata liar laki-laki yang mengelilingiku, akupun mulai meliuk liukkan tubuhku dihadapan mereka, mengikuti dentuman iringan musik yang kian memanas.
Kuperagakan gerakan erotis seperti yang sering kulihat di night club, sebisanya kutiru gerakan gerakan sensualnya yang bisa membangkitkan syahwat para laki-laki.

Namun belum satu musik berlalu, Joseph berdiri menghampiriku, tanpa mempedulikan celoteh teman temannya, dia menarikku duduk di pangkuannya, sofa besar ditengah ruangan itu tampaknya sengaja dikosongkan untuk Joseph. Tak kulihat lagi GM yang mengantarku tadi, sepertinya dia sudah pulang setelah selesai tugasnya termasuk mengurus pembayarannya.

Joseph mulai menciumi leher sambil meremas remas buah dadaku dihadapan teman temannya, pada mulanya aku agak risih melakukannya dihadapan sekian banyak laki-laki yang hanya melihat dengan penuh perhatian.
Namun perasaan risih itu perlahan memudar berganti suatu sensasi yang aku sendiri tak tahu dari mana datangnya, semakin berani Joseph menggerayangiku semakin bergairah pula aku mendesah, seakan tak ada lagi orang lain di ruangan besar itu.

Tangan Joseph sudah menyelinap dibalik kaos ketatku, diremasnya dengan penuh gemas, tak lama kemudian terlepaslah bra hijau dan dilemparkan ke teman temannya, mereka bersorak riuh seperti melihat pertandingan bola. Sempat kudengar celoteh pujian dari "penonton" ketika kaosku disingkap memperlihatkan buah dadaku. Aku tak bisa menahan gairah lagi saat dia mulai mengulum putingku bergantian, kuremas remas rambutnya sambil mendesah nikmat. Dari gerakannya aku sangat yakin kalau ini bukan pertama kali baginya, dia sepertinya sudah berpengalaman dan tahu bagaimana memperlakukan wanita.

Hanya bertahan 5 menit kaosku menempel sebelum akhirnya meninggalkanku dan berpindah ke para "penonton" diiringi tepuk tangan nyaring, aku benar benar ditengah tengah srigala srigala lapar yang siap menerkam, meskipun tak mungkin terjadi, paling tidak untuk saat ini. Joseph semakin bergairah menggumuli bukit dan putingku, seperti ingin membuktikan sesuatu pada teman temannya.
Giliran selanjutnya adalah celana jeans yang masih kukenakan, Joseph sudah melepas kancing dan resliting hingga tampak celana dalam mini berwarna hijau tua.

"Lepas.. lepas.. lepas," para penonton memberi dukungan, dan tak perlu lama lama mereka menahan napas untuk melihat kemolekan dan ke-sexy-an tubuhku. Kembali sorak kemenangan menggema mengiringi lepasnya celana jeans-ku, tinggallah aku sendirian hampir telanjang mengenakan celana dalam mini diantara srigala srigala lapar itu.

Mendengar sorakan yang riuh rendah, aku semakin bergairah, dengan gerakan yang demonstratif aku berlutut didepan kaki Joseph yang sudah berdiri bersiap menerima kenikmatan, kubuka dan kutarik turun celananya hingga menampakkan celana dalam HOM bermotif batik. Kuremas remas benjolan dibalik celana dalam itu, sambil menciumi perutnya yang agak buncit. Kembali terdengar teriakan ketika aku merosot turun penutup kejantanannya, tersembullah kejantanan yang sudah keras menegang mengenai wajahku.

Sambil tersenyum dan melirik ke arah penonton, kukocok dan kujilati sekujur penis itu tanpa sisa dari ujung hingga pangkal, Joseph mulai mendesah nikmat, para penonton terdiam, keadaan semakin sunyi saat kumasukkan penis itu ke mulutku, hanya desahan napas Joseph yang terdengar mengiringi kuluman permainan oralku. Aku sangat menikmati kesunyian yang berbalut birahi, mereka seakan terlongo melihat permainan oralku.
Penis Joseph yang tidak terlalu besar dengan mudahnya keluar masuk mulutku, semua bisa memasukinya hingga hidungku menyentuh rambut rambut halus di pangkal penisnya.

Kalaupun ada cicak lewat pasti terdengar karena keheningan ini, desahan Joseph benar benar menguasai ruangan, semua terdiam melihat penis temannya yang tidak disunat itu keluar masuk membelah bibir manisku. Aku semakin bersemangat saat tahu bahwa aku berhasil membetot perhatian para srigala lapar tanpa mereka bisa berbuat apa apa, semakin demonstratif pula kupermainkan bibir dan lidahku pada penisnya.

Entah karena sensasinya terlalu tinggi mendapatkan oral didepan teman temannya atau memang dia tidak bisa bertahan lama, tak lebih 5 menit setelah jilatan pertama, Joseph berteriak kencang sambil menyemprotkan spermanya ke mulut dan wajahku, sebagian tertelan dan sebagian lagi membasahi wajah dan rambutku.
Kusapukan penisnya pada wajah dan buah dadaku, sambil tersenyum aku menatap para penonton satu persatu seakan hendak melongok apa yang ada di benak mereka. Kebanyakan menghindar tatapanku, mungkin takut terbaca apa yang ada dalam pikirannya, sebagian lagi menatapku dengan penuh nafsu dan sorot mata kekaguman.

Sorak dan tepuk tangan bergema ketika Joseph duduk di sofa dan menarikku ke pangkuannya, tubuh telanjang kami saling berpelukan dihadapan teman temannya, seakan mereka baru tersadar kalau babak pertama sudah selesai.

Indra membawa 2 botol bir hitam dan menyerahkan ke kami, aku menolak dan minta Lippovitan atau air putih saja, sekedar mencuci mulutku yang terasa bergetah terkena sperma. Joseph mengusap wajah dan tubuhku yang terkena sperma dengan handuk kecil yang sepertinya sudah disiapkan.

"Beruntunglah kamu Joseph, belum tentu si Yeni nanti mau melakukan seperti itu," kata Indra
"Aku mau kamu panggil dia lagi saat pestaku nanti," celoteh salah seorang penonton.
"Tunggu saja giliranmu, dapat aja belum, makanya jangan terlalu sering ganti pacar," sahut lainnya.

Aku tak memperhatikan lagi celoteh mereka, kupunguti pakaian yang berserakan di lantai sekaligus sengaja lebih memamerkan lekuk sexy tubuhku dihadapan mereka, aku ingin mereka mengetahui lebih jauh betapa sexy-nya tubuhku.

Hanya berselang 15 menit, Joseph sudah bersiap melanjutkan permainan, dia jongkok di antara kakiku yang dinaikkan tinggi, liang vagina yang bersih tanpa dihiasi bulu bulu halus begitu jelas terhampar dihadapannya, juga dihadapan teman temannya.
Dipandangi sejenak sebelum mendaratkan lidahnya, seperti dia baru tersadar kalau selangkanganku tidak berambut sehabis dicukur. Diawali dengan ciuman pada paha dan remasan di dada, lidahnya menjelajahi daerah selangkanganku, menari nari sebentar pada klitoris lalu mulai melakukan hisapan hisapan kuat di vagina, akupun mendesah lepas tanpa peduli penonton yang mulai menahan napas.

Beberapa menit kemudian kudorong kepalanya menjauh, aku berdiri menuntunnya menuju sofa panjang, kuusir mereka yang sedang mendudukinya untuk berpindah ke tempat lain. Dengan halus kurebahkan tubuh telanjang Joseph di sofa panjang, kamipun melakukan 69 di atasnya, saling menjilat, saling mendesah, saling berbagi kenikmatan.

Kulirik beberapa penonton mulai mendekat, melihat lebih dekat bagaimana aku mengulum dan menjilat, sebagian lagi melototi vaginaku yang sudah mendapat jilatan nikmat, mereka berdiri mengelilingi kami, aku tak peduli, justru semakin bergairah, namun tidak demikian dengan Joseph, dia merasa terganggu dengan jarak yang terlalu dekat, diberinya aba aba supaya temannya kembali menjauh.

Setelah kulihat semua sudah duduk pada tempatnya, aku berdiri mengatur posisiku diatas penisnya, sengaja kupilih posisi di atas supaya penonton bisa menikmati tubuhku sepenuhnya, berikut buah dadaku yang akan berguncang saat aku turun naik mengocok Joseph.
Dugaanku benar, mereka mulai menggeser sofa tempat duduknya ke arah depanku, sehingga terlihat dengan jelas bagaimana expresi wajahku saat menerima kenikmatan dan bagaimana temannya sedang merasakan kenikmatan tubuhku sambil meremas remas buah dadaku, aku mendesah makin bergairah seirama gerakan mengocokku di atasnya.
Berulang kali Joseph mengulum putingku disaat aku mengocoknya, penonton tercekat diam menikmati permainan kami, beberapa mulai meremas remas selangkangannya sendiri, bahkan salah seorang sudah mengeluarkan penis dari celananya sembari mengocok dan menonton kami, aku tertawa puas dalam hati bisa mempermainkan mereka, membuat mereka terbakar api birahinya sendiri.

Melihat kondisi birahi para penonton, aku semakin bergairah mengocoknya, justru membuat Joseph semakin mendesis melayang kenikmatan, diremasnya buah dadaku semakin gemas, akupun terbawa suasana panasnya nafsu disekelilingku.
Gerakanku semakin liar, berputar dan naik turun di atas Joseph, untung dia bisa tahan lebih lama sehingga aku semakin menikmati permainan ini, bukannya menikmati kocokan Joseph tapi menikmati sensasi yang terjadi.

Kami berganti posisi dogie, aku posisikan tubuhku tetap menghadap para penonton meskipun dengan posisi nungging, justru semakin menambah erotisme saat buah dadaku berayun ayun bebas ketika Joseph mengocok dari belakang.

Sodokan Joseph langsung keras menerjang segala rintangan yang ada, dikocoknya vaginaku dengan kerasnya, tentu saja buah dadaku bergoyang semakin hebat, beberapa penonton terlihat menelan ludah menahan napas tanpa bisa berbuat apa apa, terjebak permainannya sendiri. Aku semakin menikmati wajah wajah mereka yang menahan nafsu tinggi, 2 orang sudah orgasme tanpa bisa berbuat banyak, kecuali minta bantuan ketrampilan tangannya sendiri, mungkin lainnya menyusul tak lama lagi.

Tak ada yang bersuara kecuali kami berdua, semua menahan nafas dan gejolak nafsunya sendiri sendiri, kuimbangi gerakan Joseph dengan gerakan pantat yang berlawanan sambil memutar mutar pantat. Joseph semakin liar mengocokku, keringat mulai membawahi tubuhnya, dinginnya AC tak mampu meredam panasnya nafsu yang menggelora.
Aku merasa Joseph sudah dekat ke puncak kenikmatan, tapi aku tak mau secepat itu meski kami sudah bercinta lebih 15 menit. Kuminta berganti posisi, sekedar menurunkan tegangannya, tanpa minta persetujuan kucabut penis dari vaginaku dan aku langsung telentang di atas karpet di dekat kaki para penonton. Spontan mereka melongo sejenak melihat tubuh telanjangku telentang di kaki kaki mereka, tapi tak lama, Joseph sudah menutupi tubuhku dengan tubuh gendutnya. Aku kembali mendesah nikmat menerima kocokan Joseph, mereka melihat expresi desahanku dari celah pundak Joseph.

Kuangkat kakiku ke pundaknya, dengan posisi agak jongkok Joseph mengocokku, penisnya serasa semakin dalam mengisi liang vaginaku, para penonton semakin mendekat, bahkan Indra sudah dalam jarak jangkauan tanganku, kalau aku mau bisa saja kuraih dan kumainkan penisnya yang sudah keluar dari celananya, tapi itu diluar kesepakatan. Aku bisa menikmati wajah wajah yang terbakar birahi tinggi, wajah wajah putih terlihat kemerahan seperti udang rebus.
Joseph sudah tak mempedulikan lagi teman temannya yang bergerak semakin dekat, dia terlalu berkonsentrasi padaku, dan tak lama kemudian diapun menjerit seiring kurasakan denyutan kuat pada vaginaku, tubuhnya mengejang sambil meremas buah dadaku, akupun menjerit kaget dan nikmat, denyutan demi denyutan menghantam dinding dinding vagina dan akhirnya Joseph terkulai lemas di atas tubuhku dengan keringat yang deras membasahi tubuh kami berdua.

Riuh tepuk tangan kembali bergema di ruangan itu, aku masih memejamkan mata saat Joseph meninggalkan tubuh telanjangku yang masih telentang di atas karpet lantai, ketika kubuka mataku, ternyata aku tengah dikelilingi para penonton yang berdiri dengan penis yang teracung keluar, sungguh pemandangan unik.

Segera aku berdiri, tak bisa dihindari lagi ketika tubuh telanjangku bersinggungan dengan mereka, bahkan kurasakan beberapa menepuk atau meremas pantatku saat aku melewatinya, kubalas dengan senyum menggoda.

"Kamar mandi dimana?" tanyaku, serentak mereka menunjuk ke sudut ruangan seakan terlupa kalau penis mereka masih mengacung tegang.

Hanya dengan berbalut handuk yang ada di kamar mandi, aku kembali ke ruangan dan langsung duduk kembali di pangkuan Joseph. Mereka sudah merapikan pakaiannya kembali kecuali Joseph yang hanya mengenakan celana dalam.

"Masih bisa lanjut?" bisikku, meskipun aku belum orgasme, tapi aku puas melihat mata mata liar yang takluk dalam permainanku, seakan aku berhasil menaklukan mereka 8 orang sekaligus tanpa harus bersetubuh.
Entah berapa orang yang sudah orgasme hanya dengan melihat permainanku dengan Joseph.

"Sialan, dia sih jauh lebih hot dari yang kalian berikan ke aku tempo hari, rugi aku, kirain waktu itu dia yang terbaik tapi ternyata ini jauh melebihi," protes salah seorang disambut tawa dari lainnya.

Sambil beristirahat, kami bersantai, mereka saling meledek, baik tentang pribadi, istri istri mereka ataupun pacar dan mantan pacarnya. Botol botol kosong bir hitam sudah berserakan di meja. Akupun berputar dari satu pangkuan ke pangkuan lainnya tanpa mereka boleh menyentuhku, itulah aturannya.

"Kita lanjutin di kamar" kata Indra mengingatkan.

Kamipun berame rame menuju kamar yang ditunjuk Indra, selaku tuan rumah. Sebelum aku mencapai pintu kamar, seseorang menarik lepas handukku hingga aku telanjang. Aku hanya tersenyum melihat kenakalan mereka, tanpa mempedulikan tubuhku yang tanpa selembar penutup, aku santai saja berjalan menuju kamar mengiringi para laki-laki itu.

Kamar itu begitu besar dengan ranjang King Size, designnya bagus seperti kamar hotel suite, namun aku tak bisa memperhatikan lebih lanjut karena Joseph sudah memelukku dari belakang sebelum aku mencapai ranjang. Dia menciumi tengkukku sambil tangannya meremas remas buah dada, tubuhku lalu disandarkan menghadap dinding kamar, kubuka lebar kakiku karena aku tahu dia ingin menyetubuhiku dari belakang dengan posisi berdiri.

Penisnya mulai disapukan ke daerah kewanitaanku, namun berulang kali dia mencoba berulang kali pula dia gagal melesakkan penisnya mungkin terganjal perut.
Aku mengambil inisiatif, kutuntun Joseph menuju sofa dimana teman temannya duduk bersiap melihat permainan berikutnya. Kuminta salah seorang yang duduk di sofa panjang itu untuk bergeser, akupun duduk diantara mereka, berhimpitan di sofa panjang itu. Kuraih penis Joseph yang sudah berdiri di depanku dan langsung kumasukkan ke mulutku, mereka mulai bersiul melihat aku mulai beraksi, begitu dekat jarak antara mereka dengan mulutku yang sedang mengulum penis Joseph, hingga kurasakan dengus napas berat menerpa wajahku.

Joseph berlutut didepanku, kubuka kakiku lebar dan menumpangkan ke paha disampingku, dengan sedikit sapuan pada bibir vagina, Joseph melesakkan ke dalam, mengisi liang kenikmatanku, desahan nikmatku menyambut sodokannya. Aku menggeliat sejenak, kuremas lengan lengan yang ada disampingku sementara mereka membalas dengan elusan elusan pada kakiku yang menumpang di pahanya.

Kocokan Joseph semakin keras dan cepat, desahanku pun semakin lepas, tanpa kusadari remasanku sudah beralih ke paha mereka, hanya beberapa centi dari selangkangan. Sejauh ini hanya Joseph yang telah menjamah tubuhku, tapi cengkeraman dan elusan tanganku pada paha membuat mereka semakin berani, seakan mendapat sinyal dariku.
Indra yang berdiri dibelakang sofa, tepat di atasku memasukkan jari tangannya ke mulutku, aku menyambut dengan kuluman seperti layaknya mengulum penis. Sementara mereka yang tepat berada disampingku menggeserkan tanganku ke selangkangannya, akupun menyambut dengan remasan pada penis mereka. Sebelah kanan mengambil inisiatif terlalu jauh, dikeluarkannya penisnya dari celana dan membimbing tanganku ke arahnya, seolah tak menyadari hal itu aku mulai meremas remas penis itu sambil menerima kocokan dari Joseph, mereka mulai mendesis bersamaan.
Ketika tangan Indra hendak menjamah buah dadaku, Joseph sepertinya tersadar, ditepisnya tangan tangan yang menggerayangi tubuhku, termasuk tanganku yang sedang mengocok penis orang lain.

"Boleh dilihat, tak boleh dipegang!!, tunggu giliran kalo mau," hardik dia pada temannya, disambut senyum kecut dari mereka, aku hanya tersenyum saja melihat expresinya yang marah bercampur nafsu birahi.

Kini aku telentang di atas meja, menerima sodokan demi sodokan dari Joseph, sementara teman temannya mengocok penisnya sendiri tepat di atasku sambil melihat bagaimana sobatnya yang sebentar lagi kawin menyetubuhiku dengan penuh gairah nafsu. Tanganku yang bebas bergerak sebenarnya bisa menggapai penis penis itu, tapi sepertinya Joseph tak mengijinkan aku melakukannya. Aku sangat yakin mereka ingin menumpahkan spermanya di tubuhku saat aku sedang menerima kocokan, tapi entahlah apa hal itu diperbolehkan, toh mereka tidak menyentuhku.
Dan keyakinanku terbukti saat salah seorang dari mereka menyemprotkan spermanya tepat mengenai wajahku, Joseph sempat protes tapi tentu saja tak bisa dicegah, dia mengalah dan semakin mempercepat kocokannya. Sebelum Joseph menumpahkan spermanya di vaginaku, 2 orang temannya kembali menyirami tubuhku dengan sperma secara beruntun, kali ini dia diam saja. Bahkan Joseph semakin bergairah saat kusapukan sperma sperma yang ada di tubuh dan wajahku ke mulut, untunglah Joseph segera menyusul, diiringi teriakan keras dia kembali membasahi liang kewanitaanku dengan vaginanya.

Tanpa menunggu habisnya denyutan, dia mencabut penisnya dan bergerak ke arah kepalaku, dimasukkannya penisnya ke mulutku, dan kusambut dengan kuluman dan permainan lidah. Satu lagi semprotan sperma kuterima di dada saat aku sedang mengulum Joseph.

"Real bitch," kudengar salah seorang berguman melihat keliaranku.

Joseph melempar handuk ke arahku untuk membersihkan sperma yang belepotan di tubuhku, aku beranjak menuju kamar mandi di kamar itu. Kamar mandi itu begitu besar dengan bathtub berbentuk seperempat lingkaran dilengkapi dengan whirpool dan sauna apalagi accessories lainnya tak kalah dengan kamar mandi di suite hotel bintang lima, sungguh rumah yang benar benar mewah.

Kurendam tubuhku di bathtub, air hangat terasa begitu segar menyirami tubuhku setelah tadi disiram sperma hangat. Tubuhku semakin nyaman saat Indra menghidupkan whirpool hingga serasa dipijitin, satu persatu mereka melihatku mandi hingga tak kusadari mereka sudah berdiri disekeliling bathtub.

"Tolong handuknya dong," pintaku pada salah seorang yang dekat denganku.

Mereka berbaris mengikutiku saat aku kembali ke kamar, aku duduk di tepi ranjang yang tidak pernah kupakai, mereka duduk teratur di depanku, hanya Joseph yang duduk disampingku, dia mengenakan piyama.

"So what next?" tanyaku menantang sambil merebahkan tubuhku yang masih berbalut handuk di ranjang.

"Terserah dia tuh, kalau sudah menyerah ya selesai tugasmu," jawab Indra sambil memandang ke temannya
"Tidak ada kata menyerah untuk urusan beginian, tapi aku harus segera pulang sebelum calon istri mencari, maklum sedang sibuk sibuknya menyiapkan acara, ini aja sembunyi sembunyi, untung HP habis baterei," jawabnya, berarti acara sudah selesai.
"Tapi kalau kalian mau melanjutkan ya silahkan, aku sampai disini saja," lanjutnya seraya mencium pipiku lalu beranjak keluar kamar meninggalkan kami.

"Oke siapa yang mau melanjutkan dengan Lily, tentu saja urusannya atur sendiri, itu diluar acara," kata Indra mengikuti Joseph.
Tak ada yang menjawab, entah karena sudah jenuh atau sudah tahu permainanku atau juga mungkin karena segan dengan teman lainnya, mereka hanya diam.

Bersama sama kami keluar kamar, Joseph yang sudah berpakaian rapi menyerahkan pakaianku.
"Aku tak menemukan celana dalammu," katanya.
"Nggak apa, mungkin ada yang nyimpan untuk kenangan," jawabku, didepan mereka kukenakan kembali pakaianku minus celana dalam.
"Bisa kita quickie sebentar?, Just to say goodbye," tanya Joseph sambil menarikku kembali ke kamar, akupun menuruti kemauannya.

Sesampai di kamar aku langsung nungging di atas ranjang, tanpa melepas pakaian, hanya menurunkan celana hingga lutut, Joseph mengeluarkan penisnya dari lubang resliting. Tidak seperti sebelumnya, kali ini agak susah untuk memasukkan penis itu ke liang kewanitaanku, mungkin karena belum terlalu tegang, vaginaku pun masih kering. Setelah kulumasi dengan ludahku, barulah dia bisa melesakkan penisnya dan langsung mengocok cepat dan keras, desahan kembali terdengar. Rupanya desahanku mengundang teman temannya ke kamar, satu persatu mereka masuk kamar melihat babak terakhir persetubuhanku dengannya. Hanya berlangsung 3 menit akhirnya Joseph menggapai orgasmenya yang terakhir denganku, diiringi tepuk tangan teman temannya. Setelah saling merapikan pakaian kami keluar kamar.

Kuantar kepergian Joseph hingga pintu, diapun benar benar pergi setelah memberikan goodbye kiss seakan melepas kepergian pacarnya ke tempat yang jauh.

"The best sex yang pernah kudapat," bisiknya sebelum pergi, aku hanya tersenyum melepas kepergiannya kembali ke calon istrinya. ||| Terus ke Berbagi Pelangi |||


... masih mau lanjut? ....
 
3 legend yg maish penasaran sampai sekarang dimana dan kemana mereka...Lily panther, andani citra dan marini adit
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Lanjut huu bikin veritanya bikin merinding atas bawah :ampun: :ampun::tepuktangan::tepuktangan:
 
18: Berbagi Pelangi

Aku kembali ke ruang keluarga untuk pamit dan minta dipanggilkan taxi atau ikut salah satu dari mereka saat pulang nanti, karena jarang sekali taxi yang lewat daerah ini.

"Ly, kami sepakat lanjut, gimana?" tanya salah seorang dari mereka
"Aku sih terserah saja, tapi sama siapa?" tanyaku, mereka saling berpandangan seakan tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dan tak ada yang mengalah untuk memberikan kesempatan ini pada temannya.
Setelah berunding beberapa lama, akhirnya aku usulkan untuk diadakan lelang, dijadiken obyek pelelangan aku sih oke saja. Penawar tertinggi akan mendapatkan tubuhku, diluar urusan pembayaran dengan GM, jadi yang dilelang adalah tips yang akan aku terima.

Serempak mereka menulis angka angka di kertas tisu dan menyerahkan padaku sebagai juri. Satu persatu kubuka, kuumumkan nama dan jumlah yang ditulis, ternyata angka tertinggi ada 2 orang, masing masing menulis 2,5 juta, yaitu Robi dan David. Aku tak tahu bagaimana harus menentukan pemenang, bagiku bukan orangnya yang harus kupilih tapi angkanya, toh melayani siapa saja sudah biasa bagiku.
Apakah diundi pakai coin atau suit atau lelang lanjutan, aku benar benar nggak tahu, tapi aku tahu ada potensi untuk mendapatkan angka yang lebih besar dari yang tertulis namun dengan cara yang lebih halus dan tidak terlihat terlalu mata duitan.

Kuminta Robi dan David mendekatiku.
"Sorry lainnya, sebagai juri aku harus menentukan siapa pemenangnya," kataku pada yang lain
Begitu mereka mendekat, kupeluk mereka berdua dan kuremas selangkangannya seakan menguji seberapa besar yang mereka punya, ini hanyalah untuk mengalihkan perhatian yang lain dan juga untuk membuat kedua orang ini terhanyut dalam skenarioku.

"Aku tahu kamu menikmati saat aku dikeroyok di sofa tadi," bisikku sambil menatap mata mereka satu persatu meski aku tak yakin betul mereka menikmatinya.
"Kalau masing mau menggandakan apa yang kamu tulis tadi, aku mau menemani kalian berdua bersamaan, pasti jauh lebih heboh dari yang tadi, tapi tidak ditempat ini, kita bertiga aja.. kalau nggak mau aku tawarkan pada yang lain," bisikku, mereka berpandangan, kuremas remas makin kuat kejantanannya dan kutempelkan tubuhku pada mereka seraya menggeser geserkan buah dada, sekedar menggoyahkan logika mereka supaya menuruti usulanku.

Usahaku berhasil, mereka menyetujui tanpa berpikir lebih lama lagi, tentu saja bagi mereka apalah artinya uang sebesar itu ditambah tarif yang harus dia urus dengan si GM, apabila dibandingkan sensasi yang bakal mereka nikmati.
Kutatap mereka bergantian, hanya anggukan yang kuterima sebagai jawabannya.

"Sorry, kami sepakat melanjutkan acara sendiri diluar, kalian nggak keberatan kan?" tanyaku sambil menggandeng Robi dan David keluar tanpa menunggu jawaban dari lainnya, meskipun begitu sempat kudengar teriakan "Huu", tapi aku tak peduli.

"Fren, bawa mobilku dulu" kata David sambil melempar kunci kontak ke arah temannya.

Dengan mengendarai si mata kucing, kami bertiga meluncur meninggalkan kawasan Galaxy menuju hotel terdekat.
"Aku belum pernah main rame rame kayak gini" kata Robi yang sedang nyetir.
"Aku juga, meski pinginnya sih udah lama" timpal David yang duduk dibelakang.
"Emang aku pernah, gara gara kalian tadi aku jadi pingin nyoba" cetusku berbohong.
"Kalo aku nggak suka boleh mundur kan?" tanya David lagi.
"Terserah tapi janji tetap janji seperti yang ditulis tadi," godaku.

"Ly, kamu pindah belakang dong, jangan ganggu sopir," pinta Robi, kamipun berhenti sebentar dan aku berpindah ke jok belakang, aku tahu maksud dari Robi menyuruhku pindah.

"Awas kamu nanti, aku balas di kamar, pokoknya aku yang duluan," ancam Robi sambil kembali menjalankan Mercy-nya dan mengatur kaca spion menghadap ke kami.

Begitu aku duduk di belakang, Robi memelukku, bersamaan tangannya menjamah buah dadaku bibirnya mendarat di pipi dan leher, aku menggelinjang. Kusambut bibirnya saat menyentuh bibirku, kulumat dengan penuh gairah. Kaca film yang gelap menyembunyikan perbuatan kami dari pandangan luar.

Tangan Robi menyelinap dibalik kaosku, aku menolak saat dia minta kulepas, terlalu berani, dengan trampilnya tangan itu melepas kaitan bra dipunggung, buah dadaku sudah bergantung tanpa penyangga lagi, makin gemas dia meremas remasnya. Jalanan Kertajaya mulai macet, memberi kesempatan lebih lama pada Robi untuk menikmati tubuhku lebih dulu, dengan menyingkap kaos hingga ke dada, dia semakin berani dan mengulum kedua putingku bergantian, akupun mendesah dalam nikmat seraya mengeluarkan penisnya, sesaat kulirik mata David mengamati kami dari kaca spion, beruntung macetnya jalanan tak terlalu membutuhkan konsentrasi saat nyetir.

Aku tahu sambil melirik David meremas remas sendiri kejantanannya yang kuyakin sudah setegang batu karang, namun aku tak bisa memperhatikan lebih jauh saat Robi menundukkan kepalaku pada selangkangannya. Sedetik kemudian penis Robi sudah keluar masuk mulutku, sambil menerima kulumanku, dia tak melepaskan remasannya pada buah dada diiringi permainan di puting.

Tanpa kusadari, aku tidak lagi menolak ketika dia melepas kaosku hingga topless. Kulumanku semakin bergairah, desahan Robi seakan mengundang temannya untuk segera bergabung. Aku tahu dia tak akan bertahan lebih lama lagi, maka semakin kupercepat kulumanku diselingi remasan remasan menggoda, dan.. muncratlah spermanya di dalam mulutku, aku tak mau mengeluarkannya, kutahan penis itu tetap berada dimulut hingga habis spermanya. Banyak sekali sperma yang ditumpahkan ke mulut, meskipun aku berusaha menelan semua tapi tak bisa dihindari beberapa tetes mengalir keluar mengenai celananya, kuremas remas seakan memeras habis sisa sisa sperma yang ada, dia mengerang berusaha menarik kepalaku tapi aku tak mau, malahan kupermainkan lidahku di ujung penisnya.

"Ah disini sajalah, kalian sudah mulai duluan," kata David ketika tiba didepan Hotel Sahid.
"Jangan disini, nggak enak, situ aja di Garden Palace, lebih asik," usulku ketika dia hendak belok kanan memasuki area hotel Sahid, aku masih menjilati sisa sisa sperma yang masih ada di penis Robi.

Ketika mobil memasuki halaman parkir Garden Palace, aku masih bertelanjang dada di pangkuan Robi, dari belakang dia meremas remas buah dadaku sambil mencium dan menjilati punggungku seakan tak pernah bosah untuk menjamah tubuhku.
Entahlah apakah tukang parkir yang mengatur parkir bisa melihatku telanjang atau tidak karena kaca depan memang terang. Segera aku turun dan mengenakan kaosku tanpa bra yang sudah dikantongi Robi, bertiga kami menuju Lobby, David menggandengku dan menunggu di sofa saat Robi check in di meja Receptionis.

Kuamati Lobby hotel yang sempat menjadi "rumahku" selama 3 bulan saat aku menjadi "simpanan" Koh Wi, tak banyak yang berubah bahkan mungkin tak ada yang berubah, beberapa bell boy dan satpam masih kukenali dan mereka tampaknya masih mengenali aku, mungkin karena penampilanku memang tak banyak berubah.

Sesampai di kamar di lantai 14, David yang dari tadi sudah menahan birahinya, langsung memelukku hingga kami terjatuh ke ranjang. Bukannya berhenti malah semakin ganas menggumuliku, dengan kasar ditariknya lepas kaosku dan dilempar ke arah temannya.
Celanakupun meninggalkanku tak lama kemudian, aku telanjang didepan kedua pria yang masih berpakaian lengkap, sesaat mereka membiarkanku telentang sendirian di ranjang. Dengan tergesa gesa David melepas pakaiannya, begitu telanjang dia langsung melompat ke atasku, kusambut dengan pelukan dan ciuman hangat, bibir dan lidah kami saling bertaut menyalurkan getar getar birahi. Begitu ganas David mencumbuiku, entah karena tipenya atau karena tak mampu lagi menahan birahi sejak kejadian di rumah Indra tadi, yang jelas ciumannya sangat liar, namun justru membuatku semakin bergairah. Lidahnya menyusuri tubuhku, dari leher turun dan berhenti di buah dada dan turun lagi hingga selangkangan tapi dia tidak melakukan oral, mungkin masih ragu karena sperma temannya telah membasahi saat di rumah Indra, ciumannya kembali naik setelah sampai di klitoris.

Kami berpelukan bergulingan hingga hampir jatuh, kuminta dia telentang dan diam saja menikmati kenikmatan yang akan kuberikan. Mula mula kujilati putingnya, aku membalas seperti apa yang dia lakukan padaku tadi, dia masih terdiam menahan desahan, namun begitu lidahku menyentuh lipatan pahanya, desahan lirih mulai terdengar dan semakin keras ketika kuremas kejantanannya sambil menjilati kepala penisnya yang tidak disunat. Akhirnya diapun mendesah lepas saat lidahku menjilati dan menyusuri sekujur batang kemaluan hingga ke kantong bola dan menyentuh lubang anus. Kubuka lebar dan kuangkat kakinya ke atas hingga aku lebih bebas menjilati daerah seputar lubang pembuangannya, dia menjerit semakin keras tak menyangka mendapat servis seperti itu, servis yang tak kuberikan pada temannya sebelumnya, apalagi tanganku tak pernah berhenti mengocok penisnya.

Kurasakan elusan di punggungku, ternyata Robi sudah telanjang bersiap ikutan menikmati tubuhku, kuminta dia telentang di samping David untuk mendapatkan servis yang sama, tapi dia menolak, malahan menciumi pantatku yang sedang nungging. Robi menciumi vaginaku dari belakang, sesekali menyentuh lubang anusku, seperti halnya David, akupun tak menyangka dia akan melakukan itu, akupun mendesah sambil menjilati David.

Cukup lama aku menjilat dan dijilat di tempat yang sama, kemudian kurasakan penis Robi menyapu vaginaku dari belakang disusul dorongan pelan menguak liang kenikmatanku. Aku beranjak dari posisiku, belum tiba saatnya, aku ingin pemanasan yang lama dengan dua laki laki ini, kurebahkan tubuhku telentang disamping David dan kubuka kakiku lebar mengundang untuk dikulum. David yang dari tadi cuma telentang, menyerobot posisi temannya, dia segera menyusupkan kepalanya di selangkanganku, rupanya dia ingin membalas perlakuanku. Aku mendesah nikmat dikala bibir dan lidahnya menyentuh klitorisku, dan semakin keras saat Robi ikutan mendaratkan lidahnya pada putingku bergantian.
Dua lidah laki laki bermain di kedua daerah sensitifku, sungguh kenikmatan yang tak terbayangkan, begitu indah rasanya, apalagi permainan lidah David tak kalah liar dengan Robi menari nari di vagina, kukocok keras penis Robi yang berada dalam genggamanku, diapun ikutan mendesah.
Robi menggumuli bagian atas tubuhku dengan penuh gairah, mengulum putingku, melumat bibir sambil meremas kedua buah dadaku, menciumi leher hingga kembali ke puting, rasanya tidak satu centi-pun tubuhku yang terlewatkan dari sapuan bibir dan lidahnya. David yang berada dibawah juga tak kalah liarnya, menyusuri bagian bawah, dari jilatan di klitoris menyebar ke bibir vagina hingga ke lipatan paha dan paha dalam terus kembali lagi ke vagina dan sekitar dubur. Semua dia lakukan bersamaan dengan temannya, seperti paduan antara keahlian dan gerak tari lidah yang terpadu di atas tubuhku, sungguh permainan yang penuh gelora birahi tinggi.

"Oke siapa duluan," tantangku setelah merasakan serbuan liar bertubi tubi dari bibir dan lidah mereka, agak kewalahan juga menikmati permainan oral mereka. Mereka berpandangan seakan tidak ada yang mau ngalah.

"Kamu berunding aja dulu dan jangan berantem, semua pasti kebagian, tunggu dulu ya," kataku menggoda sembari turun dari ranjang mengambil kondom dari tas Eigner-ku yang selalu ready.
"Pake ini dulu, kecuali kalian mau sama sama nggak pake," kataku sambil meletakkan beberapa bungkus kondom di atas ranjang dan aku kembali telentang menunggu siapa yang beruntung mendapatkan vaginaku terlebih dahulu.

"Kamu yang pilih deh," kata David.
"Nggak," jawabku singkat sambil mendesah pelan, mempermainkan klitorisku sendiri dengan tangan, selain untuk menggoda mereka, aku tak mau gairahku drop hanya karena menunggu mereka berebut, tentu saja kedua laki laki itu semakin sengit berebut. Mereka berunding berbisik, aku tak peduli sambil mendesah semakin keras melanjutkan kocokan jariku yang sudah keluar masuk vagina.

"Guys, please" pintaku disela desahan melihat mereka belum juga mau mengalah.

Tak sabar menunggu mereka, akhirnya aku turun dari ranjang dan jongkok diantara tubuh telanjang mereka, kugenggam kedua penis yang mulai melemas.
"Kamu lanjutkan rundingannya," kataku seraya memasukkan salah satu penis ke mulutku, mereka terdiam dan berganti dengan desahan nikmat.
"Yang keluar duluan, kalah," kataku melanjutkan kulumanku. Bergantian dua penis itu keluar masuk ke mulut, aku semakin mempercepat kocokanku. Bersamaan mereka mendesah semakin keras menikmati permainan lidahku yang menyusuri batang batang menegang secara bergantian.

Bisa ditebak, David yang sedari tadi nafsunya sedang meluap luap tanpa pelampiasan, segera memenuhi mulutku dengan spermanya, diiringi teriakan kenikmatan. Kenikmatan yang sudah dia tunggu dan harapkan sedari tadi.

Robi segera menggandengku ke ranjang, meninggalkan David yang duduk terengah engah setelah merasakan orgasme di mulutku. Aku telentang menanti cumbuan lanjutan dari Robi yang sudah bersiap di atas tubuh telanjangku.
Seperti kebanyakan tamuku lainnya, dia tidak langsung menyetubuhiku tapi menikmati setiap bagian dari tubuhku dengan bibir dan lidahnya. Tanpa mempedulikan aroma sperma dari mulutku, dilumatnya bibirku hingga lidah kami bertaut menyatu, disusul dengan sapuan bibir menyusuri leher dan berhenti pada kedua bukit di dada. Aku menggelinjang saat kuluman dan sedotan lembut menerpa putingku, disela remasan dan jilatannya, akupun mendesah geli bercampur nikmat.

Kurasakan ranjang bergoyang, ternyata David tak mau berdiam diri melihat temannya telah membuatku menggelinjang penuh nafsu, dia duduk disampingku, meraba raba dan meremas remas buah dadaku, berbagi dengan temannya. Setelah mengusap sisa ludah Robi, David mendaratkan bibir dan lidahnya pada putingku. kini dua mulut dan lidah menari nari pada putingku, akupun semakin menggeliat tak karuan mendapatakan kenikmatan ganda seperti ini, suatu kenikmatan yang tak bisa digambarkan, apalagi gerakan mereka tidak sama antara menjilat dan menyedot, sungguh pengalaman yang luar biasa.

Desahanku semakin tak terkontrol ketika bersamaan jari jari tangan mereka menyeruak masuk ke liang kenikmatanku, akupun kembali menggeliat hebat, empat stimulus berjalan bersamaan, dua di puting lainnya di klitoris dan vagina, tak terbayangkan kenikmatan yang kudapatkan.
Kuraih kedua penis mereka yang mulai menegang, kuremas dan kukocok dengan cepat, hanya itulah yang bisa kulakukan selain mendesah.
Robi sudah mengambil posisi diselangkanganku selagi David masih asik melumat bibir dan lidahku, dan.. bless, tanpa kesulitan penis Robi menerobos memasuki vaginaku yang sudah basah, aku terhenyak sejanak merasakan penisnya memenuhi liang kenikmatanku, namun hanya beberapa detik kembali saling kulum dengan David disaat Robi mulai bergerak keluar masuk. Agak susah aku membagi konsentrasi antara kocokan di bawah dan kuluman di atas, apalagi ketika David bergerak mengulum putingku bergantian.
Kedua laki laki itu menikmati tubuhku dengan caranya masing masing sesuai porsi yang ada. Beberapa menit mereka mengocok dan mengulum, baru kusadari kalau Robi tidak memakai kondom tapi aku diam saja, toh ini bukan pertama kali laki laki menyetubuhiku tanpa kondom meskipun kebanyakan lebih menyukai memakainya, demi kesehatan, katanya.

David beranjak ke atas, menyodorkan penisnya ke mulutku, kesempatan ini tak disia siakan Robi, segera dia telungkup menindihku sambil menciumi leher dan telinga, tubuh kami menyatu terpatri birahi. Sejenak aku terlupa penis David yang sudah sudah menegang di samping wajahku. David menyodorkan penisnya ke mulutku yang tengah menengadah merasakan nikmatnya kocokan Robi, aku baru tersadar kalau masih ada satu penis lagi yang harus aku handle, segera kuraih dan dengan agak susah karena posisi tubuh Robi yang di atasku, akupun mengulum penis David sembari menerima kocokan Robi yang semakin keras dan liar. David tak mau hanya menerima kulumanku saja, diapun ikutan mengocokku, kini aku mendapat 2 kocokan sekaligus di atas dan di bawah.

Sebenarnya kenikmatan yang kudapat biasa biasa saja, namun sensasi yang ditimbulkan membuat kenikmatan yang biasa biasa saja menjadi luar biasa, akupun dengan mudahnya terhanyut dalam irama permainan birahi yang penuh nafsu, melambung tinggi ke awan kenikmatan.

Tanpa mempedulikan sobatya yang tengah asik mengocok mulutku, Robi membalik tubuhku hingga nungging, David menyesuaikan dengan posisi baru, dia duduk di depanku disaat Robi mengocokku dengan posisi dogie.
Kembali aku menerima dua kocokan sekaligus, kali ini aku lebih bebas bergerak baik untuk mengimbangi kocokan Robi di vagina maupun gerakan kepalaku pada penis David.
Gerakan Robi semakin bebas dan liar, akupun mengimbangi keliarannya dengan goyangan pantat dan kepala, bersamaan kami mendesah nikmat membentuk suatu simfoni penuh nafsu.

"Rob, tukar," pinta David beberapa menit kemudian.

Tanpa menunggu jawaban mereka, aku segera memutar balik tubuhku, pantat ke arah David dan kepala pada selangkangan Robi. Robi lebih dulu memasukkan penisnya yang basah cairan vagina ke mulutku, disusul David pada vaginaku sedetik kemudian. Tak ada perbedaan rasa antara penis Robi dan David saat memasuki vaginaku, tak ada yang istimewa pada mereka, seperti penis pada umumnya dengan ukuran rata rata, hanya permainan David lebih halus dibandingkan temannya, justru itu yang membuatku seperti nggak sabar melihat dia mengocokku dengan pelan sementara kocokan mulutku bergerak liar hingga mulutku kewalahan menerima kocokannya.

"Vid, jangan dikeluarin di dalam," kata Robi beberapa menit kemudian setelah dia tahu temannya itu tak mengenakan kondom. Tapi terlambat, hanya beberapa detik setelah Robi mengingatkan, David menjerit dalam orgasme, kurasakan denyutan kuat menerpa dinding vaginaku. Sesaat kuhentikan kulumanku pada Robi untuk menikmati gempuran demi gempuran yang kuterima begitu nikmat.

"Ya kamu gimana sih, sudah dibilang keluarin diluar," protes Robi melihat sobatnya telah mendahului menumpahkan spermanya di vaginaku, meskipun tak sebanyak saat oral tadi.

"Sorry Rob, tanggung, habis enak banget sih," jawabnya sembari mengusap usapkan sisa sisa spermanya di pantat.

"Sialan kamu ini, masa nggak bisa nahan sih," gerutunya, rupanya dia mulai drop, perlahan penisnya yang masih dalam genggamanku melemas.

"Ya udah nggak usah ngambek gitu sama teman, aku bersiin dulu," kataku lalu turun dari ranjang menuju kamar mandi, namun sebelumnya kukulum dulu penis David yang masih basah dengan spermanya.

Selagi aku jongkok di bathtub membersihkan vaginaku, Robi menyusul ke kamar mandi masih menggerutu.

"Tahu gitu kusuruh pake kondom dari tadi," omelnya.

Aku hanya tersenyum melihat dia masih uring uringan, kuraih kejantanannya yang lemas dan kubelai sambil menciumi, perlahan menegang dan meluncur masuk ke mulutku. Sambil membersihkan vagina, aku melakukan oral pada Robi, dengan bebasnya dia mengocok mulut tanpa pegangan tanganku yang masih sibuk di vagina.

"Sudah bersih nih kalau mau lanjut," kataku disela sela kulumanku.

Tanpa banyak bicara Robi ikutan masuk ke bathtub, dibaliknya tubuhku nungging membelakanginya, meski agak susah karena tempatnya sempit, kubuka kakiku saat Robi mulai menyapukan kepala penisnya ke vagina.

Cukup satu dorongan keras untuk melesakkan penisnya ke dalam, hanya dengan satu sodokan telah membawaku kembali melayang mengarungi bahtera birahi, aku terdongak sesaat terkaget mendapati kekasaran dia, namun kurasakan kenikmatan dibalik kekasaran sodokan itu.
Meskipun bercinta di bathtub yang cukup sempit untuk tubuh kami berdua, namun terasa justru semakin erotis, apalagi ketika tanpa sengaja tanganku memegangi kran air hingga menyemburlah air dari shower di atas. Kami terkaget sejenak saat air itu membasahi tubuh kami yang tengah mendayung nikmat, tapi Robi mencegah ketika akan kumatikan pancuran itu.

"Biar lebih asik," katanya tanpa memperlambat kocokannya.

Tubuh kami basah kuyub, antara keringat nafsu dan dinginnya siraman shower, kami justru semakin bergairah.

Tak lama kemudian, akupun sudah berganti bergoyang pantat di pangkuan Robi, penisnya serasa semakin mengaduk aduk isi rahimku, masih dengan iringan siraman air shower yang kini sudah diatur hangat, sungguh sensasi yang luar biasa.
Desahan kami saling bersahutan diiringi gemericik air yang membasahi tubuh kami, tak bisa dipungkiri aku sungguh menikmati permainannya. Tak terasa sudah 2 kali kugapai orgasme saat dia menyetubuhiku di bathtub.

"Rob, gantian dong," suara David mengagetkanku, rupanya aku terlalu terhanyut dalam alunan birahi hingga tak memperhatikan David yang berdiri di pintu kamar mandi, tengah mengamati kami sambil meremas remas penisnya yang telah tegang.

Sambil tetap bergoyang pinggul, kubantu David meremas dan mengocok penisnya, ingin kukulum dan kulumat penis itu tapi posisiku tak memungkinkan melakukannya, kecuali Robi mau penis David menempel di kepalanya.

Satu penis mengaduk aduk vagina, satu mulut bergantian mengulum dan menggigit ringan putingku dan satu penis berada dalam genggamanku, semua terjadi secara bersamaan. Akan lebih nikmat lagi bila penis digenggamanku itu bisa mengisi mulutku.

Kami mengatur posisi supaya David bisa ikutan bergabung, dan itu tidaklah terlalu sulit meski bathtub yang kecil menghalangi gerakan kami, dan tak lama kemudian dua penis sudah mengocok kedua lubang tubuhku bersamaan, diiringi siraman hangatnya air shower, sungguh pengalaman yang lain daripada sebelumnya. Aku yang sudah diatas awang awang kenikmatan semakin cepat mendaki menuju puncak, hanya beberapa menis setelah penis David mengocok mulut, akupun orgasme untuk kesekian kalinya dipangkuan Robi.

Walaupun lututku serasa semakin melemas, aku berusaha tetap bergairah dan menggoyang di atasnya, beruntunglah Robi menyusulku tak lama kemudian menggapai puncaknya. Tapi episode ini ternyata belum berakhir, David segera mengganti posisi temannya sesaat setelah Robi mengeluarkan penisnya. Lututku serasa benar benar copot, kupaksakan untuk bertahan beberapa saat lagi. Siraman air shower masih deras membasahi tubuhku saat aku mengambil posisi merangkak di bathtub, bersiap menerima sodokan David dari belakang.

Untuk kesekian kalinya penis itu kembali mengisi dan menyodok keluar masuk vaginaku, kali ini aku benar benar tak mampu mengimbangi gerakannya, hanya pasrah menerima sodokan demi sodokan dari belakang, bahkan ketika David menyemprotkan sisa sisa spermanya di vagina, aku sudah tak bisa merasakan lagi kenikmatan denyutannya, terlalu capek untuk menikmatinya.

Setelah beristirahat cukup lama dan memberiku kesempatan recovery, kami mainkan satu babak lagi dengan permainan satu satu dan diakhiri dengan bermain bertiga lagi.

Sebelum tengah malam mereka meninggalkan kamar hotel, meninggalkanku sendirian di kamar, ternyata mereka masih anak mama yang takut untuk menginap di luar rumah tapi sudah berani untuk booking.


... sabar ya, masih berlanjut kok ....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd