Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Lembutnya Ibuku.

tenang aja, bakal ada lanjutannya kok biar dah tamat juga.......wkwkwkwkwkwkw.....yang ngarang siapa yang jawab siapa
 
moga laen kesempatan bisa ngobrol lebih lama n lebih santai :tegang: :pantat:
 
Wah ane baca ini dari awal sampe tamat anjir bikin deg2an wkwk

Tapi ada yg ganjel penasaran. Kenapa si deddy selalu di pukulin sama bapaknya. Memang nggak diceritain ato ane yg kelewatan yah. Ane kira di ceritain si deddy ini ternyata bukan anak si bapak tapi anak si atasan bapak yg kapan itu ngasih uang ke ibunya. Ah tp ya sudah lah hehehe yg penting selamat suhu dah tamat.
 
LIMA

Ketika aku membuka mata, seluruh tubuhku terasa sakit terutama di mata, bibir, dan ulu hatiku. Pandanganku buram karena mataku bengkak. Sekilas kulihat ibu duduk disampingku sambil sesenggukan menangis. Tidak kulihat bapak walaupun hanya bayangannya.

"Ibu...." aku berusaha memanggilnya, tapi suaraku tercekat. Tak ada suara yang keluar dari tenggorokanku kecuali suara..... "bbbbbbbbhhhhhh"....
Namun ibu mendengarnya, dan ia memelukku sambil menyebut namaku.
"Dediiiiiii..... huuuuuuuu..... huuuuu" ibu menangis sambil memelukku.
"b..bbb...bbb..hhhhh..." masih tak sanggup kupanggil ibuku, dan pandanganku kembali gelap.

Sepanjang malam itu aku berulangkari bangun dan kembali tak sadar. Dunia seakan terbalik dan berputar-putar. Namun setiap kali aku bisa sadar lebih lama dan lebih lama. Ibu selalu ada di sampingku. Tak sekalipun aku sadar tanpa melihat ibu di sampingku. Ibu selalu ada untukku, memelukku, mengusap rambutku, mengganti kompres di dahiku, memberiku minum, menyuapi bubur, mengelap muntah, mengganti celana yang basa oleh kencingku.

Selama tiga hari aku hanya bisa diam. Aku terluka, luar dan dalam. Hatikku hancur, kenapa bapak begitu keras menyiksaku hanya karena aku melihat majalah porno ? tidak seharusnya bapak berbuat keterlaluan padaku. Bukankah anak-anak lain seusiaku juga melakukannya ? Bapak jahat.


Aku tak pernah bicara selama tiga hari, karena selain tak mampu juga karena aku dendam dan sakit hati pada bapak. Tapi aku kasihan sama ibu yang selalu menangis di sisiku. Ibu sayang padaku.

"Ded..... ngomong dong Ded..... ini ibu.... ibu sayang sama Dedi"
Tapi pandanganku hanya bisa berkeliling menyisir seisi kamar, dan ini bukan kamarku. Ini kamar orang tuaku. Tapi bapak tidak sedetikpun kulihat.
"Bapak ngga ada Ded..... jangan takut" ibu paham ketakutanku.
Aku memandang mata ibu, meminta jawaban.
"Ibu mengusir bapak....." katanya. Lalu menangis lama sekali sambil memelukku.

"Dedi makan ya, ibu suapin" katanya ketika tangisnya reda.
Aku menggeleng.
"Dedi mau makan buah ?"
Aku menggeleng.
"Dedi mau apa ?"
Aku menggeleng.
"Deeed..... bilang ke ibu, Dedi mau dibawain apa sama ibu..."
Aku tetap menggeleng.
"Deeed.... apapun yang Dedi mau.... ibu kasih...."
Aku menatap mata ibu, dan ibu menatap mataku.
Aku tetap menggeleng.
Dan ibu kembali menangis memelukku.


*****

Jadi bapak sudah diusir ibu dari rumah, dan katanya ibu meminta cerai dari bapak. Ibu sudah idak tahan atas semua kekasaran bapak padaku dan tekanan batin pada ibu.
Tapi hatiku ini masih sakit, walaupun setelah seminggu badanku sudah tidak terlalu sakit lagi. Jadi aku masih belum mau ngomong sama ibu, entah kenapa. Padahal ibu begitu baik dan perhatian, semua ditawarkan padaku. Mulai dari makanan, buah-buahan, minuman, rentetan pelukan dan ciuman di dahiku, dan pertanyaan pertanyaan lembut padaku mengenai keinginanku. Apakah ingin baju baru... sepatu baru... sepeda.... bahkan motor... tetapi selalu aku menggeleng dan tak sepatah katapun keluar dari mulutku.

Hari itu, ketika aku membuka mata kulihat aku masih di kamar ibu. Pandanganku terantuk pada kelebatan ibu di sudut kamar. Aku hanya memandang dari ujung ranjang, memperhatikan.

Ibu baru selesai mandi dan hanya mengenakan handuk yang terlilit di tubuhnya. Ia membelakangiku. Rambutnya yang lurus hitam panjang sepunggung itu masih terlihat basah dan menempel di punggungnya yang putih. Air masih menetes dan mengalir perlahan dalam bentuk titik-titik seperti air hujan yang mengalir pada kaca jendela. Handuknya yang melilit di tubuh hanya dapat menutupi daerah punggung dan pantatnya, sementara hampir seluruh bagian pantatnya nampak begitu jelas di depanku.

Ibu belum sadar bahwa aku telah bangun dan melihatnya melepas handuk dan mengeringkan rambutnya sementara seluruh bagian belakang tubuhnya terpampang jelas di pandanganku. Kemudian ibu mengambil celana dalam di depannya lalu sambil setengah nungging, kaki kanannya masuk ke celana dalam, kemudian kaki kirinya. Kedua tangannya kiri dan kanan menaikkan celana dalam putih itu keatas, sambil pinggulnya bergoyang. Tadi saat ia memasukkan kaki sambil menunduk, selintas aku melihat belahan pantatnya dan sebongkah daging berwarna kecoklatan merlihat menyempil di selangkangannya. Aku tercekat.

Berikutnya, ibu mengambil beha, yang juga berwarna putih dan berenda-renda. Ia memasukkan tangan kanannya, lalu tangan kirinya, dan tangannya megal megol berusaha mengancingkan beha di punggungnya. Aku menahan nafas.

Saat ibu mengambil gamis putih dan hendak mengenakannya, aku menarik nafas.
"Bu........"
Suaraku terdengar kering dan lemah, namun ibu mendengarnya. Ia membalikkan badan, menatapku, dan kami saling pandang.
"Ibu......" panggilku lagi.
Ibu melemparkan gamisnya ke lantai dan menghambur ke arahku. Dadanya yang putih menggembung berhiaskan beha putih dan mengkilap oleh titik-titik air terlihat berguncang-guncang saat ia berlari menghambur ke arahku.

Ibu memelukku erat, membenamkan wajahku ke dadanya yang empuk dalam-dalam seakan tak mau kehilanganku.
"Ded..... akhirnya kamu mau bicara sama ibu..... " katanya sambil terisak.
"Iya bu......" jawabku, yang membuat ibu kembali memelukku erat.

Aku ? walau bagaimanapun tentu saja aku menikmatinya. Tubuhku sudah sembuh kok, tak ada rasa sakit yang kurasakan. Bahkan hatiku saja sudah lupa akan rasa sakit. Yang ada sekarang hanya ingin membalas pelukan ibu yang tubuhnya terasa dingin karena baru selesai mandi. Tapi inilah yang namanya dingin-dingin-empuk. Tetap saja terasa nyaman.

"Dedi mau makan ?"
"Ngga bu..... "jawabku sambil tetap memeluk ibu.
"Mau ibu beliin apa ?"
"Ngga mau dibeliin apa-apa" balasku
"Jadi Dedi mau apa dong ?"
Aku diam lagi
"Iiih Dedi jangan diam lagi, mau apa dong ? janji, pasti ibu kasih" katanya.
"Dedi mau peluk ibu"

Jawabanku rupanya membuat ibu menangis bahagia. Ibu memelukku lagi erat-erat dalam posisi duduk di samping tempat tidur, aku telentang tidur di ranjang ibu.
Sekarang aku membalas pelukan ibu. Kedua tanganku melingkari tubuhnya, memeluknya erat. Gumpalan daging empuk menempel erat di dada kurusku yang tambah kurus ketika aku sakit. Aroma tubuhnya menyelesap ke hidungku, dan kuhirup dalam dalam hingga terasa aroma tubuh ibu yang bercampur wangi sabun itu menetap erat di otakku.

"Ibu temenin Dedi tidur disini" kataku sambil bergeser, dan ibu seperti janjinya tadi terbukti mengikuti keinginanku. Dia bangkit dari duduknya, lalu tidur miring di sebelah kiriku, menghadapku. Dan aku tidur miring menghadap tubuhnya.
Ibu kembali memeluk tubuhku, mengusap kepalaku, mencium keningku.
Aku balas memeluknya, erat. Tubuh ibu yang hanya mengenakan beha dan celana dalam tak menolak ketika aku memeluknya, mendekap erat, lengket bagaikan lintah.

Ibu terus mengusap lembaut kepalaku.
"Dedi jangan takut bapak lagi" bisiknya.
"Kenapa bu"
"Bapak ngga akan kembali ke rumah ini"
"Beneran bu ?" tanyaku. Kami saling pandang.
"Iya... komandan di kantornya sudah tau, dan dia sudah dilaporkan"
"Makasih bu.... tapi... kenapa bapak jahat sama Dedi bu ?"

Ibu tidak menjawab, tetapi memandangku sambil air matanya menitik.
Kami berpandangan lama.
"Ya udah Dedi ngga mau tau bu"
"Iya Ded... makasih.... ibu belum sanggup cerita"
Kami saling pandang lagi.
Ibu hendak mencium keningku lagi sambil matanya terpejam, tapi perlahan aku mengangkat wajahku hingga akhirnya bibir ibu bukan menempel di keningku, melainkan di bibirku.

Nafas ibu terasa hangat dan harum, seperti aroma bunga di hangat mentari.

Bibir ibu yang lembut menempel di bibirku. Hangat.
Ibu membuka mata, menatapku dalam diam.
Aku balas menatapnya, lemah.

Kami dalam posisi berpelukan erat sambil kedua bibir saling menempel ringan, merasakan nafas masing-masing. Aku terpesona, terpana, mabuk asmara.

Tak pernah aku bermimpi, di pelukanku ada seorang wanita dewasa yang setengah telanjang sedang menempel erat.

Ketika bibirku bergerak perlahan, merayapi seluruh bibirnya, dan mengecupinya, ibu hanya diam tak bergerak. Ia membiarkan aku mengecupi bibirnya. Aku melepaskan ciuman sebentar, kemudian kukecup lagi bibir bawahnya, mengemutnya, merasakan kelembutannya dengan lidahku yang menyedot mesra. Nafsuku bangkit, dan dibawah sana kurasakan tubuhku mengeras menempel erat di perut ibu yang halus.

Ibu melepaskan bibirnya dari bibirku, kami berpandangan.
"Ded......." bisiknya
"Apa bu....." jawabku juga berbisik.
Tapi ibu tidak bicara lagi, seperti ragu untuk mengungkapkan.
Dengan diamnya ibu, aku mengecupnya lagi, dan ibu tetap diam seakan mengijinkan.

Bahkan ketika lidahku menyelinap ke balik bibirnya, ibu tetap mengikuti keinginanku tanpa melarang. Aku memuaskan diri melilitkan lidahku kesana kemari di lidahnya, menelan hangatnya, menyesap aroma nafasnya tak puas-puas hingga aku berkeringat serta tubuh menghangat. Bahkan kemudian pada akhirnya ketika aku mendorong tubuhnya yang sedang miring memelukku untuk kemudian telentang, ia tidak menolak.
Aku bergerak, naik ke tubuhnya yang kini hangat.

Ibu tetap memelukku, mengusap kepalaku, walau aku saat itu sedang mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Kadang ia mengelus punggungku perlahan.

Tubuh kecil dan ramping ibu itu tidak jauh beda denganku. Yang beda adalah di dadanya ada sebongkah daging empung yang hangat berbalut beha putih. Itulah yang menarik perhatianku dan membuat kecupanku beralih dari bibirnya untuk kemudian turun ke pipi, lalu berangsur turun ke lehernya yang meruapkan aroma tubuh yang begitu menggoda. Aku menghirupnya dalam-dalam. Ujung tititku yang tegang terasa gatal bercenut-cenut jadinya. Aku menekan titit kerasku ke perutnya yang hangat dan empuk. Emh..... gatal-geli nya hilang, tapi nagih ingin lebih.

Ibu membiarkan aku menurunkan ciuman ke dadanya, ke gundukan putih berbeha putih berhias renda dan bunga putih. Indah.
Mengecupi buah dadanya, aku seperti meminum air laut, tak pernah terpuaskan.
Aku mengalihkan kecupan dari gembung buah dada kirinya, ke kanan, lalu balik lagi ke kiri dengan tangan kananku meremas buah dada kanannya.
Ibu diam tak berkata apapun, dan tetap mengelus kepalaku seolah menyuruhku untuk menyesap susunya seperti kala aku bayi dalam pelukannya.

Aku memerosotkan cup beha putih yang dikenakannya. Dan disana, sebuah puting kecil kecoklatan terlihat tegang. Lidahku menghampiri, yang membuat ibu menarik nafas dan menahannya di dada. Membuat dadanya tambah menggelembung. Saat lidahku beradu dengan putingnya, ibu terasa bergetar. Kedua tangannya sekarang menekan kepalaku ke dadanya. Dan melesaplah puting itu kedalam mulutku, dicucup lidahku berputar, disedot dalam-dalam. Ibu masih menekan kepalaku tanpa bicara.

Lama sekali aku menikmatinya, serasa meledak nafsuku. Aku menekan-nekan kepala tititku yang sedang tegang dan gatal itu ke perutnya yang empuk. Nikmat sekali. Apalagi ketika aku menurunkan posisi tititku yang tegang ke bawah perutnya, merayap makin kebawah sampai pas ke selangkangan ibu yang terbalut celana dalam.
Ketika aku menekan, kurasakan hangat yang nyaman, dan kelembutan gundukan selangkangan ibu di ujung tititku yang tegang. Aku sampai terpejam.

Ketika aku berusaha menatap ibu, dia sedang terpejam dengan wajah tanpa ekspresi.
"Bu....." bisikku.
Ibu diam.
"Ibu....." bisikku lagi
Ibu membuka mata, kami saling menatap, tapi ibu tak menjawab.
Hanya saja tangannya mengelus kepalaku.

Kedua kaki melilit di kaki ibu, paha kami beradu. Mulus kulit paha ibu yang hangat terasa membuat nafsuku makin terbakar. Aku terus memeluk dan menindih tubuh ibu yang hangat, sampai nafsuku seperti meledak di kepala. Nafasku terengah engah.

Dari balik celana pendekku, titit tegangku menagih dipuaskan. Menagih untuk ditempelkan rapat ke selangkangan ibu, diantara sela-sela belahan bukit selangkangannya yang hangat. Aku melongok kebawah, melihat selangkangan ibu yang celana dalamnya menempel ketat, membentuk gundukan indah.
Dengan tangan kanan, aku memerosotkan celana pendek dan celana dalamku sampai di lutut. Seketika tititku yang berukuran 10 cm disaat tegang itu terbebaskan. Kulihat helemnya mengkilat, berwarna keunguan.
Perlahan kuturunkan mendekati bukit selangkangan ibu yang tercetak celana dalam. Kutempatkan tepat di belahannya yang gembung. Walaupun celana dalam ibu menghalangi, tetapi halus bahan kainnya tak mengurangi kenikmatan. Lebih nikmat selangkangan ibu yang terbungkus celana dalam lah, daripada kasur lusuhku yang terbungkus seprai butut.

ketika helm tititku menempel di bukit itu, kehangatan segera menjalar. Gatal-gatal geli itu semakin menjadi, menagih untuk ditekan. Dan aku mengikuti kemauan tititku dengan menekannya keras ke bukit selangkangan ibu.
Oooooh nikmatnya selangkangan tempat aku dilahirkan beberapa belas tahun lalu.
Dan aku tak menyisakan waktu lagi, aku terus mendekap tubuh hangat ibu, mengulum puting payudaranya yang kecoklatan, dan menekan titit tegangku di belahan selangkangannya yang empuk dan hangat.

Aku tertawa dalam hati, senakal-nakalnya si Herman dan kawan-kawan gengnya, mereka belum tentu bisa menikmati hal setabu dan senikmat ini.
Aku terus menhanjut, pantatku bergerak gerak naik turun agar kepala tititku menggeseki dan menekan selangkangan ibu yang terpejam.
Nafasku kian tak beraturan.
Ujung tititku tak terpuaskan, dan ingin terus menggeseki permukaan selangkangan ibuku yang cantik dan setengah telanjang dan sedang kutindih.

Gatal itu semakin menjadi, dan aku menekan lebih keras. Gila..... empuk dan hangat banget. Kakiku berkejetan mengejar kenikmatan di ujung tititku. Terus dan terus kugeseki sampai serasa terhenti nafas ini.
Kehangatan mulai menjalar dari ujung tititku merayapi seluruh tubuh, hingga akhirnya rasa hangat itu sampai ke otakku.
Aku menekan lebih keras, seolah selangkangan ibu telah habis aku geseki.
Dan tiba-tiba aku merasakan suatu titik yang tak mungkin aku mundur lagi.
Aku menahan nafas sambil memeluk erat ibu yang tetap mengelusi kepalaku.
Dan tiga detik menahan nafas itu akhirnya mengantarkanku melayang.
Aku berkelojotan diatas tubuh ibu.
Crat....... crat....... crat......crat..... crat..... crat....
Luar biasa nikmat.
Aku merintih menahan rasa nikmat yang tak tertahankan.
Satu tangan ibu mengusap punggungku, dan satu tangan yang lain menekan pantatku agar tititku yang sedang berkedutan lebih erat melekat ke selangkangannya yang hangat.

Ketika kedutan itu mulai berangsur hilang, aku roboh di samping tubuh ibu.
Saat kuraba selangkangan ibu yang hangat, aku merasa permukaan celana dalam ibu dipenuhi lendir lengket yang licin hangat.
Getaran-getaran sisa kenikmatan masih kurasakan di ujung tititku.
Tubuhku lelah, maklum setelah seminggu aku dalam keadaan sakit akibat siksaan bapak, dan perutku yang kurang makan, kenikmatan itu begitu menguras tenaga.
Aku ngantuk.

Ibu bangkit dari tempat tidur, lalu pergi ke kamar mandi dengan gontai.
Ketika ia kembali ke kamar, ia langsung mengambil celana dalam dan beha yang baru dari lemarinya, kemudian mengenakan gamis dan hijab panjangnya.
Ibu menghampiri aku di tempat tidur.

"Ibu ngajar ngaji dulu ya di mesjid Ded"
Aku mengangguk lemah sambil memegang tangannya.
Ibu merunduk mencium keningku sambil berbisik
"Cepet sembuh ya, ibu ngga mau kamu sakit lagi. Apapun akan ibu lakukan supaya kamu kembali sehat seperti dulu"

Dengan ucapan itu, ibu berbalik meninggalkanku dan pergi mengajar.
Aku dalam keadaan lemah, celana pendek masih merosot di lutut, dan mata yang kantuk, hanya bisa merasakan bahagia di hati.

Aku ingin cepet sembuh seperti yang ibu minta, dan akan sayang ibu sampai kapanpun.

BERSAMBUNG
Pasif tapi asiik mantap gan
 
DELAPAN

Malam itu, sepulang kami mengaji dari mesjid sekitar jam 19.30 aq langsung masuk ke kamar dan menyimpan segala peralatan mengaji seperti sarung Cap Gajih warna cokelat bergaris-garis yang biasa aku pakai, kopiah, dan mengganti baju koko dengan baju kaos butut yang enak dipakai. Untuk bawahan, aku hanya menganti dengan celana basket tanpa celana dalam. Biar sehat dan tambah gede burungnya, gitu kata ibu.

Ibupun langsung masuk ke kamarnya untuk ganti baju.
Kami akhirnya bertemu di sofa depan tv. Mataku melotot melihat ibu keluar dari kamarnya dengan mengenakan daster babydoll bahan kaos berwarna putih bercampur gambar pink dengan panjang sampai setengah paha. Aku menelan ludah “Glek” waktu ibu melangkah, pahanya yang putih bersih berkilauan diterangi lampu.
Ibu cantik dan seksi sekali.

Sama sekali tidak terlihat seperti guru ngaji. Di mataku ibu tidak kalah dengan mbak-mbak kuliahan semester terakhir yang sedang cantik-cantiknya. Tidak ada kesan tua sedikitpun, padahal usianya sudah 35 tahun. Yang paling aku suka dari ibu selain kecantikan wajah dan mungil tubuhnya adalah rambutnya yang lurus sepunggung. Lurusnya itu bukan lurus seperti batang lidi , tapi ada sedikit berombak ketika tergerai tak sisiran. Memang kalau dia sisiran sih ya lurus jatuh berat dan hitam. Makanya, aku suka kalau rambut ibu tergerai dan kena angin dari kipas.

Ibu duduk di sebelah kiriku. Ujung dasternya langsung naik sampai ke pangkal paha, ketarik.
“Dedi mau makan ?” tanyanya sambil mengambil remot dan menyalakan tv.
“Ngga bu, aku ngga lapar”
“Tumben…..” komentarnya sambil terus menatap tv, dan aku menatap pahanya yang mulus dengan nanar. Tanganku langsung mendarat disana.
Hangat dan halus.

“Bu…. Dedi pengen ngobrol” pintaku tak malu-malu.
Ibu melirikkan matanya ke arahku, tapi tak menjawab sepatah katapun. Dia hanya menganggukkan kepalanya sedikit, teramat sangat sedikit sampai aku ragu apakah dia betulan mengangguk atau tidak.

Tanganku masih tetap mendarat di tengah-tengah paha ibu yang ramping sewaktu aku mulai memberanikan diri mendekatkan wajahku ke pipinya.
Ibu melirik lagi, sebentar, lalu kembali nonton tv.
Cup.
Bibirku mendarat di pipinya yang halus dan harum. Dari sini aku bisa juga merasakan harum nafasnya.

Satu…. dua…. tiga….. tak sampai sepuluh detik hidungku menghirup aroma nafasnya dan bibirku merasaan kelembutan pipinya untuk kemudian tititku tegang maksimal. Keharuman nafas ibu memenuhi rongga dadaku, menyesaki otakku yang sedari sore tadi berfikiran mesum, memuncakkan nafsuku yang tengah dilanda kucuran hormon testosteron. Mungkin memang benar apa yang ibu katakan tadi sore ketika mengurut tititku bahwa nafsu yang kentang malah makin meningkatkan kadar testosteron. Tititku tegang sangat keras, lain dari biasanya, rasanya bengkak sekali sampai celana pendek basketku seakan sedang mendirikan tenda.

Dari samping wajahnya aku bisa melihat wajah cantik ibu dengan hidung kecil mungil yang menurutku mancung. Ibu masih menatap televisi.

Telapak tangan kananku merayapi pahanya, menelusup ke bawah daster yang sudah tertarik keatas sewaktu dia tadi duduk di sofa. Seketika juga aku menemukan pangkalnya yang hangat. Celana dalamnya terasa halus di jemari. Ibu pakai celana dalam yang mana ya ?

Kulepaskan kecupan di pipi ibu untuk melihat kebawah, ke selangkangannya yang sedang kusentuh.
Ooh…. ibu pakai celana dalam putih yang sudah agak tua, pantesan terasa halus di tangan. Kain celana dalamnya yang sudah agak tua itu tidak membalutnya dengan ketat, agak-agak longgar namun tidak terlalu. Hanya saja dengan mudah jemariku menyingkapnya kesamping. Jari tengahku langsung menelusup ke balik celana dalam itu dari samping, mengusap belahan vaginanya yang agak tersembunyi.

Dengan sedikit tenaga pada sikut, aku merenggangkan paha ibu yang tak melawan. Ibu hanya kembali melirikku dengan sudut matanya.
Jari tengahku terus kebawah menelusuri sepanjang garis vaginanya yang rupanya lembab. Sewaktu aku menelusuri dari bawah keatas, kutemukan sesuatu yang kecil namun keras. Jari tengahku yang sudah dilumuri cairan basah yang tadi kutemukan di bagian bawah vaginanya kemudian memutari benda kecil tegang diatas belahan vagina ibu.

Tepat saat kusentuh dengan cara memutar searah jarum jam, ibu menghela nafas dalam. Tanpa kuminta, dia lebih merenggangkan kedua pahanya dengan betis terjuntai kebawah. Tubuh ibu melemah untuk kemudian bersandar pada sandaran sofa. Posisinya sangat menantang.

Mata ibu sekarang terpejam, kepalanya miring agak kekiri. Rambut hitam lurus itu terurai ke dadanya, dengan anak-anak rambut halus berkibaran di kening karena kadang tertiup kipas angin yang sedang berputar perlahan kekiri dan kanan.
Kedua tangannya tergolek di samping kiri dan kanan seperti tak berdaya. Paha mulusnya terbuka lebar, membuat ujung dasternya makin tertarik keatas.
Selangkangan indahnya yang terbungkus celana dalam putih terpampang bebas dengan jari tengahku masih mengusapi kelentitnya.

“Mmmmmmh……..” perlahan ibu merintih.

Siapa yang akan kuat melihat perempuan cantik dengan posisi seperti ini ?

Aku ngelosot kebawah, berlutut di lantai diantara kedua paha ibu yang terkangkang. Dinginnya lantai keramik yang menerpa lututku tidak aku hiraukan. Detak jarum detik jam yang berputar perlahan semakin lama suaranya hilang, bukan benar-benar hilang, hanya sja aku mungkin menjadi tak perhatian pada suaranya. Aku tentu lebih memperhatikan rintihan ibu yang keluar dari bibirnya yang sedikit terbuka.

“Bu…..” panggilku. Matanya terbuka sayu.
“Ibu suka ?” tapi ia tidak menjawab. Matanya malah kembali tertutup.

Masa sih ibu ngga suka ? dia kan merintih gitu.
Mungkin aku harus benar-benar berusaha supaya ibu tidak menahan diri seperti ini. Aku yakin bahwa dibalik sikapnya yang selalu saja berkesan dingin dan kalem tanpa ekspresi, ibu menyukai.
Tapi aku ingin kalau ibu benar-benar menunjukkan bahwa dia suka saat kami “mengobrol”.

Kedua tanganku menyelinap kebawah lutut, sampai siku tanganku melingkar erat di lututnya yang kuangkat keatas. Kutarik dia sampai pantatnya berada di ujung sofa dan selangkangannya tepat berada di depan wajahku. Aroma vagina wanita menyeruak kuat membelai lobang hidungku.

Tap….
Hidungku mendarat di gundukan vaginanya yang lembut.
Hirupan nafasku membuat semua aroma vaginanya masuk ke rongga dada dan seluruh otak serta jiwaku.
Hembusan nafas panjangku yang hangat kemudian menerpa gundukan vagina ibu, menembus kain celana dalamnya yang sudah agak usang. Menerpa pori-pori pada gundukan nikmat itu.

“Ooooh……” rintih ibu. Satu tangannya sekarang ada di belakang kepalaku. Kuasumsikan bahwa ini adalah perintah untukku.
Aku menekan wajahku disana. Celana dalamnya melesak ke belahan vagina, hidungku menghirup dalam lagi.
Nikmat.

“Mmmmmm……” aku menggumam di selangkangannya. Getaran udara dan bibirku membuat kaki ibu menekan ujung sofa dan selangkangannya naik menekan hidungku lebih dalam dan kuat.

Nah kan…. ibu suka.

Sekarang dengan ujung hidung aku menyibak celana dalam ibu kesamping dengan gampang karena karet-karetnya sudah usang. Hidungku disambut hangat dan basahnya belahan vagina ibu.
Kutekan…… slep…. melesak ke bibir vaginanya. Basah memang.
Sudah dapat dipastikan gerakan berikutnya adalah kukeluarkan lidahku untuk mencecap memek basah ibu.
Kecut…. asin… gurih…. sepet…
Aroma memeknya semerbak memenuhi udara di sekitarku yang sedang berlutut mnekan kepalaku di selangkangannya.

Memek ibu hanya berhias sedikit bulu kemaluan yang keriting jarang-jarang. Sebagian masih terlindungi celana dalamnya yang sedang tesibak. Gerakan lidahku yang mengowel-ngowel lobang memeknya yang terasa gurih disambut oleh pantat ibu yang berulangkali naik keatas.

Aku menelusuri lobang memek ibu, merasakan sedikit gerinjalan pada dinding-dinding vaginanya.
“Mmmmm….. mmmm… mmmmm….” bibirku bergetar sambil bergumam.
Ingin lebih puas, kedua tanganku yang sedang melingkari kedua pahanya kutelusupkan di balik pantatnya lalu kutarik sampai selangkangan ibu menekan kuat di wajahku. Lidahku menelusup makin dalam. Mencoba meraih sumber kenikmatan didalamnya.
Semakin dalam, rupanya semakin basah. Kuhirup cairan itu, kurasakan sepet asin di ujung lidah, kutebar keseluruh bagian lidahku agar bisa mencecapnya lebih banyak.
Nikmat.
Lalu kutelan….. glek.
Itu adalah minuman dengan rasa paling memabukkan. Cairan yang keluar dari memek seorang ibu ustadah cantik untuk dihirup anak kandungnya. Cairan yang sama yang pernah membuat enak titit besar bapak yang cairan mani nya sudah membuat diriku tercipta di dunia. Dan sekarang cairan serta memek itu turut kunikmati dalam buaian nafsu tabu yang memabukkan.

Sekarang ujung lidahku keluar dari sela memeknya.
Untuk kemudian merayap keatas dan menemukan kelentit kecilnya yang mengeras.

“Ded……..” rintih ibu ketika ujung lidahku memutarinya.
Kedua tangannya sekarang menekan kepalaku dan mengakibatkan lidahku menempel lebih kencang. Pantat ibu bergetar terbata-bata naik turun.

“Kalau gini enak bu ?” tanyaku sambil sedikit menggumam. Mungkin itu pula sebabnya ibu tidak menjawab karena gumamanku tidak jelas di telinganya.
Yang kutau, kedua tangannya terkadang menekan dan menarik seperti memohon agar aku mempercepat gerakanku.
Aku masih menikmati kelembutan memek ibu di lidah dan mulutku ketika terdengar sesuatu di telingaku.
Kuhentikan kegiatanku.

Hening.

Aku tetap diam, menajamkan telinga.

“Tok….tok…tok…….” hah… siapa itu mengetuk pintu.

Hening.

“Tok….tok….tok….. Ded….” sekarang terdengan suara.
Haduh.

Aku bangkit, tapi masih berlutut. Ibu masih mengangkangkan selangkangannya, memeknya kembali tertutup oleh celana dalam yang segera kembali ke posisi awal. Tetap montok merangsang walaupun sudah tertutup celana.

“Ded…….” suara itu pelan terdengar di pintu.
Aku saling pandang dengan ibu.

Bingung, apa yang harus aku lakukan sekarang ? sial. Kentang banget. Itu suara si Denny.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, ibu mendorong tubuhku Secepat kilat ia mengatupkan kedua kakinya, lalu duduk tegak.
Kami saling pandang lagi.

“Ded…. Umi…….” suara Denny kembali terdengar pelan.

Ibu bangkit dari duduknya, berdiri lalu merapikan daster. Tanpa banyak kata ibu ngacir ke kamarnya.

Sett*n…….. aku mengumpat dalam hati. Merutuki nasib, dan mengutuki kawanku yang tengah menunggu diluar.
Aku masih bengong tak bergerak, tak tau apa yang harus kulakukan. Apakah pura-pura sudah tidur saja atau membuka pintu supaya si Denny masuk.

Kulihat ibu keluar dari kamar sudah mengenakan gamis putih dan kerudung panjangnya. Dia langsung ke arah pintu, membuka kunci.

Ceklek…….. dan pintu terbuka.
Deni menatap ibu dari sela pintu yang terbuka sedikit.
“Oooh Denny….. umi kira siapa…. ayo masuk…. tuh si Dedi udah umi bangunin barusan ketiduran” kepura-puraan ibu tak terlihat.

“Eh…. Umi….. saya ….. mau numpang tidur semalem kalau diijinkan”
“Yaudah….. sini masuk….. emang kenapa kok tiba2 mau nginep ?”
“Eh… anu… Umi…. eh…. tadi saya dimarahin ibu……”
“Oooh…. kamu nakal barangkali ?”
“Eh… ngga kok Umi…”
“Yaudah sini masuk”

Deni pun masuk, menghampiriku yang masih berlutut didepan sofa.
Dia langsung duduk di dekatku.
“Kenapa lu….. ?” tanyaku sebal.
“Hehe tar gua cerita…… “ jawabnya sambil cengar cengir.

Ibu menutup pintu dan menguncinya kembali.
“Ibu tidur dulu ya anak-anak……” katanya sambil ngeloyor perlahan masuk ke kamarnya.

Mata Denny mengikuti langkah ibu, dan akhirnya mataku juga mengikutinya. Menatap gontai langkahnya, dan pantatnya yang bergoyang pelan dengan gamis yang….. aduh…. menerawang.
Ibu lupa pakai daleman, mungkin tadi buru-buru pakai gamis. Karena gamisnya berwarna putih, jadi agak menerawang. Walaupun celana yang dikenakannya berwarna putih, tapi tetap kentara juga sih sedikit.

“Yuk ke kamar” ujarku membuyarkan pandangan Denny yang mesum.
Dia cengengesan lagi, lalu mengikutiku ke kamar.

Di kamarku kemudian dia bercerita bahwa tadi dia ketahuan ngintip orang tuanya yang sedang berhubungan suami istri. Bapaknya tidak tahu, tapi rupanya ibunya sudah curiga dengan kilasan bayangan Denny di sela-sela kipas exhaust fan yang menghubungkan dinding mereka. Dan akhirnya setelah orang tuanya selesai menuntaskan hajat dan bapaknya tidur, ibunya Denny datang ke kamar dan ngomel habis-habisan padanya.

“Gila lu……. ketauan….. trus gimana dong ?”
“Ya udah….. gua malu juga sih sama nyokap…… “
“Kapok lu sekarang ?” tanyaku
“Ngga….. hahahaha” dia cekakakan saja “malah kok kayanya gua tambah nafsu sama nyokap gua Ded….. dia waktu dientotin bokap kan tau tuh kalo gua ngintip…. matanya ngelirik-ngelirik ke arah lobang kipas ke arah gua….. tapi tetap aja dia nerusin goyang sambil jerit-jerit keenakan gitu hahaha”

Wow.
Cerita Denny membuat aku penasaran dan nafsu juga. Membayangkan ibunya malah exhib ke anaknya waktu ngentot sama suaminya.

Dan aku tidur dengan membawa bayangan bahwa Denny disuguhi tontonan ibunya ngentot.

*****

Sekitar jam satu tengah malam aku terbangun dan tak bisa tidur lagi. Rasa kentang yang aku rasakan sejak sore, ditambah tadi sedang menikmati ngobrol dengan ibu tiba2 terputus, lalu cerita si Denny yang nonton exhib nyokapnya, membuat aku tidak tenang. Guling ke kiri, ke kanan, celentang, telungkup tak membantuku untuk tertidur lagi. Apalagi sekarang si Denny tidur ngorok di sebelahku.
Pusing jadinya.

Membayangkan itu semua membuat titidku ngaceng, menagih dituntaskan. Aku bengong menatap langit-langit kamar.
Terpikir satu hal.
Ah ya sudah…… nekat lah.

Aku pelan-pelan bangkit dari tidurku setelah yakin bahwa si Denny tidur lelap. Aku keluar kamar dan menyelinap ke kamar ibu yang tak berpintu.

Dan aku nyengir ketika kulihat ternyata ibu juga tidak tidur. Dia tersenyum ke arahku dari pembaringannya. Oh sama rupanya ya, ibu juga gelisah.

“Bu……” sapaku.
Ibu hanya menempelkan telunjuk di bibirnya, menyuruhku diam tak bersuara. Dia hanya menggeser tidurnya, memberikan tempat buat aku untuk tidur di sampingnya. Dan aku menghampiri, lalu merebahkan tubuh di sampingnya. Kami diam tak bergerak, tak bersuara.

Sekian lama diam, aku berguling…… naik keatas tubuh ibu yang sedang terlentang di sampingku. Tubuh rampingnya hangat, dadanya empuk.
Kami bertatapan sejenak lalu entah bagaimana awalnya, kami terlibat ciuman yang panas. Bibir kami saling memagut, dan lidah kami saling melilit, mencucupi, saling sedot. Kedua tangan kami saling meraba dan meremas.
Baru kali ini ibu merespons apa yang kulakukan dengan tanpa berpura-pura lagi. Panas sekali kami bercumbu. Tahu-tahu ibu sudah telentang dengan daster dan beha telah terlepas. Begitu juga aku, kaos dan celana basketku telah terlempar entah kemana, membuat tititku yang tengah tegang itu bersarang nyaman di permukaan selangkangan ibu yang empuk dan hangat. Celana dalam putih itupun akhirnya terbang ke lantai.

“Bu….. Dedi sayang ibu…… Dedi cinta ibu…..”
“Ssst……. “ telunjuk ibu menutup bibirku.
Tubuh kami masih bertindihan, kulit bertemu kulit, sampai kehalusan seluruh tubuh ibu terasa di seluruh tubuhku.
Kemaluan kami bersentuhan dibawah sana. Menimbulkan getaran nafsu membara.

Buah dada ibu yang kenyal berada di tangan kananku, tengah diremasi. Putingnya yang sebelah kiri tengah aku emut-emut. Kami bergulingan di tempat tidur sampai tempat tidur itu berderit derit.

“Bu…..”
“Ya……” jawabnya ketika tubuhnya kembali dibawah tindihanku.
Ujung tititku nempel di pintu memeknya yang terasa licin, rasanya tinggal ditekan saja pasti masuk.
“Aku …… pengen…… ngobrol……” pintaku.
Ibu tersenyum.
“Ngobrol doang ……. ? ngapain ngobrol tapi nindih ibu kamu kaya gini ?” goda nya.

Aku jadi nakal…. kata-kata kotor sudah ada di otakku, tinggal dikeluarkan.
“Ngobrol sih didepan tivi aja…. jangan disini….” katanya menggodaku lagi. Tumben sekali ibu malem ini agak genit.
Aku tertawa….. lalu …
“Dedi…… meu….. ngentot…. ibu……” kataku membalas godaannya dengan ucapan kotor, sambil menekan sedikit pantatku sampai kepala tititku yang tegang masuk sedikit ke celah selangkangannya yang licin hangat.
“Ih…… anak ibu……. mesum…..” katanya sambil cekikikan.
Bener…. ibu genit….. mungkin karena dia juga sedang nafsu.
“Biarin…..” jawabku “Ibu juga mau….. kan…. dientot anaknya”
“Ah kata siapa” katanya.
“Ayo… kalo ngga ngaku…. Dedi cabut nih” ancamku
“Ih… coba aja kalo kuat” katanya lebih menggodaku.

Dan aku memang tergoda, tak mungkin aku menarik diri lah, secara memek ibu begitu nikmat kurasakan di ujung tititku.
Aku menekan perlahan…… tleseeeeeeeppppp…… pelaaan sekali.
Tititku menyeruak ke memek yang sudah melahirkan aku ke dunia ini.

“Xixixixi…… katanya mau dicabut…. malah makin dalem…” kata ibu.
Aku tidak menjawab, tapi cepat-cepat aku cabut titidku dari memeknya yang tengah menghangatif tititku.

“Ih….. beneran dicabut…..” protesnya.
“Biarin…..” jawabku sambil pura-pura bangkit.
“Kamu marah ?” tanya ibu.
“Nggak…… kan ibu ngga suka dientot aku, dientot anaknya….” sambil pura-pura cemberut aku turun dari tempat tidur, berdiri.
“Kamu…… mau … kemana ?”
“Tidur…..” jawabku.

“Eh…. eh….. Ded…..” ibu memegang tanganku…. membuat aku berdiri mematung.
“Apa…..”
“Hmmmm……” dia cuman bergumam.
Aku pura-pura lagi menarik tanganku.
“Ded…… “ panggilnya.
“Kalau ibu suka…… bilang suka… kalau ngga suka, Dedi mau tidur” ancamku.
“Eh…. iya….. Ded….. ibu seneng kalau Dedi seneng” katanya.
“Aku ngga mau kalau ibu terpaksa”
Kami berdiam diri.
Cukup lama.
Tangan ibu akhirnya menarik tubuhku sampai terjatuh diatas tubuhnya.
“Ibu suka………..” bisiknya.
“Suka…. apa ?” belum puas aku mengejarnya.
“Suka….. kalau Dedi ngobrol…..” jawabnya.
“Dedi males……. ibu pura-pura terus…..”
“Eh… iya….iya…… Dedi mau ibu bilang apa…..”
“Jangan bilang ngobrol……. bilang aja ngentot”
Terlihat ibu sejenak berfikir lalu
“Ibu….. suka….. Dedi ngentot…. ibu….” katanya tersendat.
“Yakin….. ?”
“Iya”
“Ngga terpaksa ?”
Ibu tidak menjawab langsung, tapi dia membuat tubuhku menindihnya lebih erat, sampai kemaluan kami beradu. Ketika ujung tititku yang masih tegang itu menempel di pintu memeknya, ibu bilang :
“Dedi….. ibu suka….. ngeliat Dedi…. ngentot ibunya” dan ia menekan pantatku.
Plep…….
Kedua kaki ibu melingkari pinggangku, menahan tititku tetap menancap di memeknya yang…… uuuugh….. ampun…. ini apa….. ?

Memek ibu sekarang selain terasa hangat dan licin, juga otot-ototnya terasa lain…. bergerayam empot-empotan…. aku jadi membayangkan memek ibu mengunyah tititku seperti ikan gurame yang sedang megap-megap. Enak banget, sumpah.

“Enak….. sayang ?” tanya nya
Mana bisa aku menjawab.
Aku cuman bisa tambah nafsu, hingga akhirnya kami bergumul berguling kekiri kekanan, saling tindih.
Tititku kupompa keluar masuk memek ibu yang sungguh nikmat, sampai bersuara berdecak-decak.

Selama itu pula ibu terus menatapku sambil tersenyum, dia kelihatan menikmati melihat aku dilanda nafsu.

“Puasin nak…..” bisiknya.
Aku terus mengentotnya, keluar masuk menghunjam keras.
“Puasin ngentot memek ibu…….”
Sleppppp….. kutekan dalam-dalam.
“Hkkkk……” ibu menahan nafas.
Kutarik lagi lalu kutancap lagi.
“Ya… terus nak…… titit kamu biar dienakin memek ibu”
Dan sekarang pantat ibu mulai bergoyang mengimbangi.

Ooooooh….. aku ingin keluar saat itu juga, tapi aku menahannya seperti tadi sore sudah ibu ajarkan.
Aku menarik nafas panjang, menahannya didalam perut….. lalu dikeluarkan perlahan….. beberapa kali sampai rasa mau muncrat itu hilang.
Ibu masih terus bergoyang,

“Dedi suka….. memek ibuuuu….” rintihku.
“Iyaaaa….. enak ya ?”
“Eh… eh… eh….. “ aku menarik nafas lagi, empotan memek ibu terlalu nikmat. Aku menahan goyangan ibu, supaya aku ngga crot.

Ibu cekikikan genit. Jadi terpikir sesuatu.
Setelah rasa itu hilang, aku kembali menggecak memeknya keluar masuk, sampai ibu merintih rintih.
Dan saat itulah aku bertanya.

“Buu…….. “
“Ya nak……”
“Boleh… ngentot ibu tiap hari….. ?”
“Ngggh…. nggggh… hk hk hk hkkkk” ibu tak menjawab karena sibuk menahan nafas ketika aku tetap menggecak memeknya.
“Jawab…… buu….”
“I…. iyaaa…. boleeh”
“Boleh ngapain aja yaaaaa ?”
“Iyaaa…. hk hk hkk…. boleeeh”

Dan aku berhenti sambil menekan dalam-dalam.
“Bu……. si Denny mau juga…..” kataku perlahan.
“Hah…. ???? mau apaaa?????” ibu kaget
“Ngentot ibuuu…… “
“Aduh…… kok….. begitu ???? kok dia tauuuu ?”
Aku tak menjawab, melainkan kembali mengocok tititku di memek ibu yang tiba-tiba tambah basah.
Ibu merintih lagi….
“Ngggh… ngggh… ngggh… mmmmm” rintihnya
“Tadi….. Dedi bilang……”
“Kamu….. “ ibu tak melanjutkan karena saat itu aku menekan dalam-dalam lagi.
“Kamu…. jahat…..” katanya.
Aku nyengir.
“Ibuuu….. mau kan….. ?” tanyaku mengetes.
“NGGAK !!!!” teriaknya sambil berusaha lepas dariku. Aku menahannya.
Lalu mengocoknya lagi dengan tititku.
“Ngggh… ngggh… ngghhh” ibu merintih sambil berontak.

“Ya….. mau ya bu……”
Ibu hanya merintih.
“Biar memek ibu yang enak….. dientot titit Denny yang belum pernah merasakan enaknya ngentot memek” godaku.
Ibu tidak menjawab.
“Dennyi sekarang nunggu diluar kamar…..” sambungku.
Ibu mendelik.
“Ibu ustazah memeknya kaya PELACUR” bisikku di telinganya.

Dan ketika kuucapkan kata “pelacur” itu…. ibu merintih, lalu tiba-tiba menjadi ganas….. dia bergoyang dengan semangat meraih kenikmatan.

“Den……. masuk…..” kataku.
Ibu melotot menatapku sambil terus merintih dan bergoyang ganas.
“Ibu…. mau dientot berdua ?” tanyaku.
“Hkkk… ngggh…… jangan…. sekaliguss….. “katanya.
Tentu aku kaget dengan jawabannya.
“Gan….tian aja ya……” sambungnya lagi.

Aku terus mengentot memek ibu yang sekarang sudah mau dientotin Denny.
Membayangkan ibu dientotin Denny, aku makin nafsu.

“Kalau… gantian…. ibu mau ?”
Dia mengangguk lemah, tapi tak mau menatapku.
“Ya udah….. abis ini…. Kontol Denny ngerasain memek ibu”
Aku menggenjot seperti kereta api.
Ibu tiba-tiba menegang….. lalu

“Aaaaaaaaaaahhhhhhhhhh” tubuhnya menggelepar tegang.
Memek ibu rasanya makin menjepit…… membuat aku tidak sanggup menahan kenikmatan lagi.
Akupun meledak.
Crottttttt……. banyak sekali kumuntahkan air maniku di dasar memek ibu yang tengah berkedutan.

Tubuh ibu berkelojotan.

“Ngggggh….. kon….tol….. nggggh… “ katanya ngaco.
“Enak buuu…. ?” ditengah kelojotannya, ibu mengangguk angguk.
“Denny suruh masuk sekarang buuuu …. ? “ tanyaku yang masih terus menyemprotkan spermaku.
Memek ibu enak banget. Aku seperti ga bisa berhenti menyemprotkan spermaku.

“Iyaaaaa……. boleh… “ katanya.
Dan ibu masih terus terlonjak-lonjak.

Sampai akhirnya lemas dan ia roboh tergeletak.
Akupun roboh diatas tubuhnya. Tititku masih didalam memeknya.

“Sekarang bu ?” tanyaku sambil ngos-ngosan.
Ibu mengangguk.
“Ibu mau dientot deni sekarang ?” desakku.
Ibu masih mengangguk.
“Kenapa mau…… ?” tanyaku lagi
Ibu diam, lalu menjawab “Biar Dedi senang” katanya
“Dedi seneng memek ibu dientot orang lain ?” tanya nya.
“Yaudah….. Den…. masuk sini….” kataku agak keras.
Wajah ibu berpaling dariku.
“Tapi ….. bo… hong…..” kataku sambil ketawa…. "Si Denny tidur nyenyak kok bu"
Ibu menatapku sebentar…. lalu….

“Iiiiiih…… kamuuuuu……. nakal…..” katanya.

Oooh rupanya Ibu kalau didesak sih mau juga dientot orang ya ?
Dia malah tambah bernafsu tadi kayanya waktu aku bilang Denny mau ngentot dia juga.

Hmmm… binalnya ibuku yang kelihatan lembut ini.
Tapi…. aku ngga akan rela membaginya kok.
Biar memek ibu cuman buat aku aja.
Tidak akan aku bagi ke siapapun.

Dan kami tertawa-tawa berderai atas fantasi kami tadi.
Sampai-sampai kami tidak memperhatikan sepasang mata mengintip dari balik gorden pintu kamar.


TAMAT
Mantaaap skuy bangettt
Pelan banget memang tp hot juga
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd