Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
menunggu 3some janu, aurel sama 1 lagi wkwk, gw harap sih anin
 
Episode 07

Dancing with the Devil in Firepit




Entah bagaimana pastinya, dihadapanku sekarang berdiri sosok Aurel tanpa busana. Wajahnya sungguh sangat menggoda saat mendekat kearahku.

“Gue kira lu mau nerobos masuk, Kak. Biasanya kan gitu,”ujar Aurel mendekat. Setelah mencium ringan bibirku, dia mulai membuka ikat pinggang seraya meloloskan celana jeans hingga celana dalamku. Penisku yang masih setengah tegang mulai diusapnya ringan.

Dari belakang ada yang mencoba menaikkan kaosku. Setelah terlepas, terasa gundukan hangat menekan punggung saat tangan mungil terlihat memeluk perutku. Setelah mengulum daun telinga, pemilik tubuh itupun berbisik.

“Oversteer is best cause you don’t see the tree that kills you!”

Jelas hal tersebut membuatku terperanjat kaget, dan ketika berbalik aku melihat seseorang yang tidak lazim, Richard Hammond.

.

.

.

Kuhela nafas panjang saat aku tiba-tiba terbangun dari mimpi yang cukup aneh. Rupanya aku tertidur di sofa sehabis makan tadi. Tepat pukul Sembilan saat aku menoleh ke arah jam dinding. Suara dari televisi menayangkan ulangan dari The Grand Tour menemani kesendirianku dirumah ini. Sudah sebulan lebih aku tinggal di salah satu rumah Kakek yang cukup dekat dengan kampusku, juga tempat tinggal Nadila. Teringat dengannya, aku langsung mengecek gawai yang yang berada di meja.

GRUMPY LOVE

“Aku masih latihan jan, mungkin sore bres” (13.16)

“Okay, nad. Jangan terlalu lelah ya” (13.17)

“Gimana latihannya, Nad?” (17.03)

Isi pesan terakhir kukirim, dan sudah lima jam semenjak pesan itu terbaca olehnya, namun tidak ada jawaban. Mungkin Nadila sudah tertidur saking lelahnya, setelah melakukan latihan persiapan konser yang akan diadakan seminggu lagi.

Sebenarnya, aku bisa saja mendatangi kediamannya. Namun, sepertinya hal tersebut bukan perbuatan yang cukup bijak. Terakhir kali aku mendatangi dirinya tanpa ada urusan yang jelas, she became total grumpy, dan langsung mengusirku. Meski keesokan harinya dia langsung meminta maaf atas perbuatannya tersebut.

Terasa sungguh ironi, meski hari ini akhir pekan, aku tidak bisa menemui kekasihku sendiri. Bahkan selama seminggu ini aku hanya bisa menemuinya di kelas, dan mengantarnya untuk latihan ke teater maupun rumah latihan. Aku sendiri sudah rindu untuk bisa bermesraan berdua dengannya. Rindu untuk menjamah bibirnya, rambutnya, mungkin seluruh tubuhnya.

BZZZZ! BZZZZ!

Bunyi dari notifikasi pesan membuatku langsung mengecek gawaiku. Berharap Nadila lah yang menghubungi.

“Ah, ternyata Randi,” gumamku.

Sedikit kecewa, kubuka pesan dari sahabatku tersebut.

RANDI SETIAWAN

“Woy Jan, sibuk? Ngumpul lah, bareng sama bang ahmad sini” (21.15)

Sejenak kupandangi pesan tersebut. Benar juga, lebih baik aku mencari suasana baru. Tidak ada juga yang bisa kulakukan saat ini di rumah yang memang masih terlihat kosong. Setelah berbalas pesan dengan singkat kamipun berjanji untuk berkumpul di tempat biasa. Setelah mempersiapkan diri dan berganti pakaian, kuambil kunci mobil dan bergegas pergi.

Setelah berjibaku dengan kemacetan ibukota di akhir pekan, akhirnya aku sampai di tempat dimana Randi sudah menunggu. Begitu masuk kedalam kedai, aku menengok kesana-kemari, hingga akhirnya kutemukan mereka di sebuah sudut melambaikan tangannya kearahku. Aku pun bergegas menghampiri mereka.

“Sampe juga lu, Jan. Sini, duduk.” Ujar Randi sambil sedikit bergeser. Mereka langsung mengajak tos saat bertemu, seperti biasa.

“Kapan tiba dari Doha, Bang?” Tanyaku pada Bang Ahmad.

“Ngomong lu masih kaya robot aja, Jan,” ledeknya sambil terkekeh. “Gue baru sampe kemaren sore, mau ada yang gue urusin sebulan kedepan. Ntar juga kalian tau. Dan lagi, kebeneran ni bocah nitip sesuatu ke gue, ternyata dia ngajak ngumpul, ya ayok aja, sekalian.” Dia kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil.

“Nih, Di. Lu mesen zaitun asli arab kan? Kenape lu, EDI?” Dia terkekeh setelah menekan intonasi pada kalimat akhirnya. Gelagapan, Randi buru-buru mengambil kotak tersebut.

“Ya elah, bang. Nggak usah di gitu juga kali ngomongnya.” Randi memelas. Spontan Aku dan Bang Ahmad terpingkal melihat reaksi panik Randi. Para sahabatku ini benar-benar dapat membuatku tertawa lepas. Beruntung sekali aku dapat kembali bertemu mereka disaat aku sedang gusar. Bersama mereka, tenagaku seperti habis hanya untuk tertawa. Kami pertama kali bertemu disebuah gathering klub mobil. Aku yang memang agak sulit bergaul karena perbedaan budaya yang mencolok merasa terbantu oleh kehadiran mereka berdua. Hanya saja sekarang kami agak sulit bertemu, Randi cukup sibuk sebagai pengepul besi tua, sedangkan Bang Ahmad ditempatkan di Qatar oleh perusahaannya.

“Eh, Gaes. Sebenernya gue ngajak ngumpul bukan Cuma buat nongkrong-nongkrong doang.” Raut wajah Randi tiba-tiba berubah serius.

“Wah, bener ini mah.” Bang Ahmad pun ikut menanggapi Randi dengan serius. “Jadi, lu tahan berapa lama? Sepuluh menit? Lima menit? Apa baru nempel udah crot?” Gelak tawaku dan Bang Ahmad kembali membahana di meja kami.

“Bercanda mulu nih, Bang.” Randi tidak mengendurkan ekspresinya. Sepertinya apa yang akan disampaikannya benar-benar serius. Aku dan Bang Ahmad pun mulai memperhatikan.

“Gini … sebenernya… mmm … gue ngajak kalian ngumpul soalnya … ini gue mau ikutan blind date, 3 on 3, gitu.” Randi berterus terang. Ucapannya sungguh membuat kami tercengang.

“Gila lu!? Tau kan lu, gue udah jalan lama sama Ami. Ini gue juga pulang buat ngelamar dia. Lu malah ajakin gue blind date. Nggak ada ahlaknya lu, emang!” Bang Ahmad sedikit menghardik. Reaksiku setelah mendengar ucapan Randi juga sama.

“Di. Kamu tahu sendiri kan, aku baru jadian sama Nadila. Bisa-bisanya kamu ajak aku untuk ikutan hal seperti ini. You’re a Maniac!”

Dihardik seperti itu membuat Randi tertunduk.

“Gue tau, kalian berdua udah punya pasangan. Tapi gue sendiri bingung, siapa lagi yang bisa gue ajak,” bela Randi. Dia masih menundukkan kepala.

“Ya, tapi bukan begini caranya, Di!” Bentakku. Jujur, aku menjadi sedikit kesal dengannya yang seperti tidak mengerti keadaan kami.

“Ya, gimana dong Jan!? Lu tau kan gue berat banget move on dari si Tania!” Balas Randi dengan nada yang cukup tinggi

“Kalian tau sendiri kan, Jan, Bang, gue sama dia dulu udah gimana. Berat banget. Tapi gue sadar kudu move on.” Randi merajuk. Dia memandangi kami dengan wajah memelas. Jujur, melihatnya seperti ini, aku merasa iba. Bahkan Bang Ahmad yang berada disamping Randi sekarang mulai mengelus bahunya.

“Makanya, gue inisiatif minta Tessa buat bantuin gue juga. Kemaren dia bilang dapet tiga temennya yang bisa. Tapi, dia juga minta gue buat bantuin temennya juga, sekalian jadi group date lah. Ngomongnya biar gue bisa nyari yang cocok.” Randi menjelaskan panjang lebar.

“Jadi, plis banget ini mah. Kali ini aja. Gue nggak tau mau ngajak siapa lagi. Tessa bilang, itu cewek-cewek nggak mau kalo ada yang nggak dapet pasangan. Tolongin gue, Jan, Bang.” Randi memohon. Disatukan kedua telapak tangannya sembari menunduk kearah kami.

Aku tidak bisa berkata apapun. Dia benar-benar putus asa.

“Pas gue dapet cewek, lu berdua terserah deh mau apain cewek yang mau sama lu pada. Gue janji, baik Nadila atau Teh Ami, nggak bakalan ada yang tau. Lagian, Jan, Nadila juga lagi sibuk, kan? Nggak kangen cewek, lu? Bang Ahmad, juga. Anggep aja dah, Bang, ini maen-maen terakhir sebelum nanti nikah. Kapan lagi? Ntar susah lho, Bang.”

Dia benar-benar mengincar titik lemah kami. terutama Bang Ahmad yang memang lemah terhadap tawaran seperti ini. Saat kutoleh Bang Ahmad, sepertinya dia terlihat akan mengatakan iya. Aku menghela nafas. Tawarannya cukup menggiurkan. I mean, a night stand doesn’t hurt anyody, right?

Gue mau deh. Lu juga mau kan, Jan?” Aku hanya mengangguk. Randi terlihat sumringah.

“Gue tau, kalian berdua emang bisa gue andelin. Kalian bener-bener temen gue, Jan, Bang.” Randi merangkul kami berdua dengan erat.

“Tapi lu inget, kan?”

What happens in Blok M, stays in Blok M,” ujar kami serentak diiringi dengan tawa lepas. Sambil menunggu Tessa yang tak kunjung datang, kami kembali mengobrol sembari minum-minum. Entah berapa gelas yang sudah habis kuminum. Suasana yang sangat akrab ini benar-benar membuat pikiranku tenang dan terlena karenanya.

“Randi!!”

Seseorang memanggil Randi membuat kami bertiga sontak menoleh kearah sumber suara. Ternyata suara Tessa. Dia telah tiba bersama tiga orang gadis. Randi membalas lambaian tangan Tessa yang langsung berjalan menghampiri kami bersama gadis-gadis tersebut.

“Gue nggak telat, kan? Apa lu nya aja yang kecepetan? Eh, ada Om Ahmad sama Janu juga ternyata. Hai! Kalian apa kabar?” Tessa pun menyalami kami bertiga.

“Halo, Tes.”

“Masih aja lu bikin ginian, Tes? Kapan dapet pasangannya, lu?” ledek Bang Ahmad kepada Tessa yang terlihat cemberut. Sungguh, ledekannya tidak terbatas usia dan gender. Mungkin memang pengaruh dari alkohol yang, entah botol keberapa yang sudah kami minum. Sama denganku, namun aku masih dapat mengendalikan diri meski efek samping dari minuman tersebut sudah sedikit terasa.

Om Ahmad kok ngomong gitu, ih. Gini nih, kalo udah tua nggak kawin-kawin. Semoga aja abis dari sini Om bisa dapet pasangan terus kawin.” Tessa membalas dengan mencibir membuat kami semua tertawa mendengarnya.

Kemudian kami mengatur posisi duduk sehingga kami dan para gadis bisa saling berhadapan. Tessa benar-benar lihai mempersiapkan hal seperti ini, karena memang ini sudah menjadi kebiasaannya sejak lama. Baik Tessa maupun ketiga gadis yang dibawanya terlihat sangat menarik. Namun tatapanku tak bisa beralih dari gadis manis yang berparas oriental yang kini duduk dihadapanku. Entah kenapa, sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat.



Ehem …. Jadi guys, ini temen-temen gue yang mau gue kenalin. Mereka bertiga ini cukup deket. Sama lah kaya kalian bertiga juga.” Tessa kemudian memperkenalkan para gadis tersebut.

“Nah, kalo yang ini namanya Gabryela. Biasa dipanggil Aby. FYI, dia ini salah satu member jeketi loh! Bahkan cukup terkenal juga, sampe ikutan bawain lagu yang cukup terkenal itu. Apa namanya? Oh iya, Rapsodi!” Gadis tersebut menatap kami sembari tersipu. “Ah, pantas saja,” gumamku. Ternyata dia member, sama seperti Nadila. Pantas saja terasa cukup familiar.

“Pantas saja gimana, Jan?” Tessa bertanya kepadaku. Ternyata aku menggumam cukup keras tadi. Sekarang semua orang seperti penasaran menunggu jawabanku. Wajah Aby yang berada dihadapanku berubah serius, jauh berbeda dengan Randi dan Bang Ahmad, mereka yang juga paham memasang wajah seperti meledek.

“Iya, pantas saja dia terlihat sangat cantik.” Aku gelagapan hingga asal berucap. Suasana di meja pun seketika riuh. Aby terbelalak. Wajahnya memerah seperti udang rebus.

“Ciee … Cieee ….” Para gadis pun terus menggoda Aby yang terlihat salah tingkah dibuatnya.

“Yang gue tau, Bi, Janu itu upright banget. Yang tadi dia omongin pasti jujur, dari dalam hati. Iya, nggak, Jan?” Ucap Tessa sembari menaikkan alisnya. Damn! Sepertinya aku salah berucap tadi.

“Sa ae ni bule atu.” Randi mengalungkan lengannya di leherku. Gelak tawa kembali membahana di meja kami.

Sambil mulai menikmati seluruh hidangan yang ada dimeja, kami terus mengobrol. Berkat omonganku tadi, secara tidak langsung aku terus-menerus diarahkan agar bisa dekat dengan Aby. Bahkan sekarang kami hanya seperti ditinggalkan berdua. Tessa telah duluan pamit, sedangkan Randi dan Bang Ahmad sudah asik dengan pasangan mereka sendiri.

Aku meraih gelas minuman di meja yang masih terisi setengahnya.

"Udah sering minum, kak?” Tanya Aby.

"Sometimes, Bi.” Aku kemudian menatapnya cukup lama tanpa berkata. Aby ikut terdiam sembari memasang wajah bingung. “Kamu benar-benar cantik, Bi. I really like your hair." Tanggung keceplosan, pikirku.

“Umm ... thanks, Kak. Jarang banget, lho, ada yang muji aku kaya gitu. Baru Kakak.” Aby tersenyum sambil memalingkan wajahnya yang bersemu merah, dia tersipu malu.

“Jangan terlalu percaya laki-laki, lho, Bi. Mereka buaya!” Kembali kuhirup minuman dalam gelas. Aby sedikit tertawa mendengarkan ucapanku.

“Berarti, Kakak termasuk buaya, dong? Emang, ada buaya yang ganteng?” Tanyanya sembari memandangiku.

You’re looking at it.” Aku sukses membuat Aby tertawa terpingkal-pingkal. Ternyata menyenangkan mengobrol dengannya. Aby yang awalnya terlihat tegang kini semakin rileks. Sepertinya dia mulai nyaman berada didekatku. Kami mengobrol entah hingga pukul berapa, hingga pada akhirnya hanya kami berdua yang masih berada di kedai ini.

“Sudah larut sepertinya, Bi,” kataku sembari mengecek waktu pada arloji, yang menunjukkan pukul setengah satu malam.

“Ah, iya, Kak. Udah sepi juga ternyata.” Kami menengok ke sekitar. Benar, hanya satu-dua meja yang terisi selain kami, bahkan aku sendiri tidak menyadari bahwa Randi dan Bang Ahmad sudah tidak ada di kedai ini.

“Aku antar pulang ya, Bi. Bahaya gadis secantik apabila harus pulang sendirian selarut ini.” Aby hanya mengangguk. Kembali wajahnya tersipu.

Setelah selesai mengurus bill, dimana mereka semua tanpa perasaan melimpahkan semuanya padaku, kami berjalan beriringan menuju tempat dimana mobilku terparkir. Cukup jauh sehingga kami harus berjalan agak lama. Suasana temaran yang tidak terlalu ramai dijalanan membuatku berinisiatif menggenggam tangan Aby. Aksi tersebut membuatnya terbelalak kaget. Diapun menatap wajahku.

“Biar nggak hilang, Bi. Apalagi dijambret oleh orang lain.” Kembali, pipi Aby merona. Pada akhirnya dia ikut merangkul lenganku hingga kami sampai di mobil.

“Ini apa, Kak?” Tanya Aby saat membuka pintu penumpang mobilku. Di kursi masih ada buket bunga yang kubeli untuk Nadila tadi sore.

“Itu buat kamu, Bi. Tadi sengaja aku siapkan.” Ekspresi yang ditunjukkan Aby sungguh menggemaskan. Antara senang, kaget, malu bercampur menjadi satu. Yang jelas, kini dia sedikit menyembunyikan semu merah wajahnya dibalik buket bunga yang dia pegang. Aku hanya bisa tersenyum melihat kelakuannya seperti itu.

“Jadi, aku harus antar kemana?” Tanyaku sembari menyalakan mesin mobil.

“Aku belum mau pulang, Kak ….”

.

.

.

Akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di salah satu hotel yang masih berada dalam kawasan ini. Kami terus bergandengan tangan hingga memasuki kamar hotel. Beberapa langkah didalam kamar hotel, Aby menghentikan langkahnya. Dia seperti kebingungan menatap ke sekitar kamar.

“Kenapa, Bi?” Aku berbalik kemudian berdiri menghadapnya. Seperti ada keraguan terpancar dari wajahnya. Namun Dia hanya menggelengkan kepala.

“Kalo kamu nggak nyaman, kita bisa pulang, Bi,” ucapku sembari mengelus ringan kepalanya. Kembali, dia pun hanya menggelengkan kepala.

“Kamu cantik malam ini, Bi.” Tanganku kini mengelus pipinya. Jemarinya yang lembut kini menggenggam pergelanganku. Kudongkakan kepalanya kearahku, seraya mendekatkan wajahku kepadanya. Aby menutup matanya ketika jarak antara wajah kami semakin menghilang.

“Cuupphh ….”

Kami berciuman mesra. Aby yang awalnya kaku pada akhirnya mampu mengimbangi cumbuanku. Kami terus bercumbu panas sembari saling melucuti pakaian. Kudorong tubuh mungil yang polos ke atas ranjang hingga dia terhenyak. Langsung kutindih sembari terus melumat bibirnya. Aby hanya terkulai pasrah. Aby terus mendesah saat cumbuanku turun ke lehernya yang putih mulus. Tulang selangkanya yang menonjol terlihat sangat seksi, tak luput dari hisapanku.

“Awwhh kaakh ….”

Desahannya semakin menjadi ketika tanganku mulai bermain di bongkahan payudaranya. Payudara yang terlihat kencang dan berisi, serta terasa kenyal saat diremas. Tubuh Aby menggelinjang saat kuremas payudaranya berputar sembari memilin-milin putingnya yang sudah mengeras. Belum puas, payudara tersebut lalu kuhisap dan kuremas secara bergantian, membuat Aby terus meracau sembari menjambak rambutku gemas.

Tubuh Aby sedikit bergetar saat jariku mulai menjamah klitorisnya. Sambil terus merangsang daerah payudaranya, tanganku terus bermain di area sensitif milik Aby tersebut. tubuh Aby terus menggelinjang liar menahan seluruh rasa nikmat saat telunjukku terus menggaruk liang vaginanya.

“Kaakkhh … udah … geli bangeett ….”

Tangan Aby memegangi tanganku, seakan meminta untuk berhenti. Sepertinya dia akan orgasme, terasa dari klitorisnya yang berkedut. Nafasnya terasa sangat memburu. Menyadari hal tersebut, aku terus mempercepat permainan jariku di vaginanya yang semakin basah dan terasa hangat. Hisapan dan remasanku pun semakin intens merangsang bongkahan dadanya.

“AAHMMMMMMM!!” Aby mendesah keras. Tubuhnya melengkung keatas. Dia orgasme. Jariku terasa sangat basah oleh cairan vaginanya yang merembes keluar. Bunyi nafasnya tersengal.

“Enak, Bi?” Aby mengangguk sembari menatapku sayu. Wajahnya berkilauan akibat cahaya lampu yang memantul pada keringatnya. Harum aroma tubuhnya yang bercampur keringat membuatku tak sabar untuk menikmati tubuhnya. Namun, aku masih menginginkan hal lain.

“Bi, giliranku ….”

Aby yang awalnya kaget saat kusodorkan penis kehadapan wajahnya kemudian tersenyum. Tangannya yang halus mulai mengelus batang penisku. Langsung dia masukkan penisku kedalam mulutnya, asal. Sepertinya dia belum berpengalaman dalam memainkan penis laki-laki. Rasanya sungguh sangat buruk dan tidak mampu untuk kudeskripsikan.

“Aa-aa …. Sudah, Bi.” Aku sedikit mendorong tubuh Aby hingga kulumannya terlepas. Aby kemudian menatapku khawatir. “Maaf, Kak.”

Aku hanya tersenyum, kemudian kembali menindih tubuhnya. Sambil bercumbu, kugesek penisku ke mulut vaginanya. Cukup lama hingga membuat tubuh Aby bergerak gelisah. Pinggulnya bergerak-gerak, berharap penisku masuk menjejali vaginanya yang mulai membasahi bagian bawah batang penis tersebut. Bahkan tatapannya pun terlihat memelas di tengah cumbuan kami. perlahan aku arahkan kepala penisku hingga menyentuh bibir vaginanya.

“Aaahh … sakiit kaak ….”

Aby agak merintih saat penisku mulai melesak masuk kedalam liang kewanitaannya.

“Hnnggh … Sempit sekali, Bi.”

“Ngghhh … iya, Kak. Titit kakak gedhe banghe-nngghh ….”

Setelah beberapa kali percobaan, diiringi dengan rintihan dan desahan dari Aby, akhirnya seluruh penisku masuk kedalam vaginanya. Vagina Aby kembali berkedut, memijati penisku yang terasa sangat nikmat. Dinding vaginanya pun terasa sangat sempit, seperti jarang dijamah. Aby pun menikmati kontraksi vaginanya, jarinya menggenggam lenganku kuat hingga kukunya terasa tertancap. Wajahnya terlihat menggairahkan, memejamkan mata sembari menggigit bibirnya gemas.

Pinggulku mulai bergerak saat merasa vagina Aby mulai terbiasa dengan penisku. Vaginanya terasa sangat sempit, bahkan terkadang seperti menghisap penis yang berada didalam liang tersebut. Kembali kucumbui bibirnya yang manis sembari pinggulku terus memompa vaginanya. Tak lama vagina Aby kembali berkedut. Sadar dia akan kembali orgasme, kupercepat tempo tusukanku.

“Kaakkh … nggghh … enaaak … akhu-AWUUHHHH!!!”

Aby kembali orgasme ditengah pompaanku. Tubuhnya sedikit menggelinjang saat dia mendesah cukup kencang tadi. Namun aku yang merasa tanggung terus menggerakkan pinggulku meski sekarang Aby sedikit merintih. Masih dengan gaya missionaris, kupegang pinggul Aby saat tempo genjotan kupercepat. Payudaranya berguncang tak karuan. Nafas Aby terdengar sangat berat. Terasa vaginanya kembali berkedut.

“Hhhh … Aahhhh … Kaakkhh ... enak banget … NNGGHHH!!!”

Aby melenguh kencang. Kontraksi dinding vaginanya memijit-mijit penisku nikmat. Dia kembali orgasme. Kutusuk penisku dalam-dalam saat pinggang Aby melengkung dan langsung kucabut hingga membuat Aby sedikit mengerang. Dia memejamkan mata, menikmati orgasme yang datang bertubi-tubi menerpa tubuhnya.

“Enak, Bi?” Tanyaku sembari mengelus rambutnya yang basah karena keringat.

“Banget, Kak.” Aby yang terengah kembali bangkit dan menciumi bibirku. “Lagi, Kak ….”

As you wish, princess. Doggy, Ya?”

Aby tersenyum lalu menungging membelakangiku. Pantatnya yang cukup padat mencuat terlihat sangat menggoda. Sambil memegangi penis, kuarahkan ke vagina Aby yang sudah sangat becek. Seluruh penisku pun dengan mudah masuk hingga mentok menyentuh bibir rahimnya.

“Enak banget, kaak ….”

Sambil menggenjot, kuraih payudara Aby yang menggantung, lalu kuremas dengan keras. Matanya terpejam, menikmati remasan dan sodokan yang terus-menerus kulakukan. Keringat mulai mengucur membasahi dari pipi hingga payudara yang sedang kuremas.

“Uwwh … kaakh … mentok banget ….”

Pantatnya terus bergetar saat bertumbuk dengan selangkanganku. Gemas, sesekali kutampar pantatnya yang mencuat tersebut hingga dia mengerang. Disetiap erangan tersebut vaginanya seperti menjepit penisku. Aku terus mempercepat sodokanku hingga aku hampir orgasme.

“Aaargghh … aku mau keluar, Bi.”

“Cepetin, Kak. Aku juga- nnghhh …”

Aku terus mempercepat tempo sodokanku tak beraturan. Vaginanya kembali berkedut. Aby melenguh keras sembari menggenggam selimut. Dia kembali orgasme, penisku kembali dipijat hangat oleh dinding vaginanya. Akupun sudah diujung batas.

Crott Croott

Kulepas penisku dan kukocok sedikit hingga penisku menembakan spermanya ke arah tubuh Aby yang ambruk dihadapanku. Spermaku berceceran di pantat, punggung bahkan sedikit mengenai rambutnya. Setelah tuntas, akupun menjatuhkan tubuh lemasku samping tubuhnya yang penuh keringat. Kusibak rambutnya kesamping agar aku dapat melihat wajahnya. Aby tersenyum, senyum yang menyiratkan kepuasan. Kami kembali berciuman, namun kali ini dengan lebih lembut.

“Tidur ya, Bi?” ajakku setelah membersihkan sperma ditubuhnya. Aby hanya mengangguk. Alih-alih berbaring di ranjang, dia sandarkan kepalanya di dadaku, dipeluknya tubuhku yang memang sudah terbaring lebih dulu. Dia seperti menyembunyikan wajahnya saat kucoba untuk kulihat. Bahkan dia sudah memejamkan matanya. Mungkin dia ingin segera tidur. Kutarik selimut untuk menutupi tubuh kami yang polos, kemudian mencoba memejamkan mata. Entah, tiba-tiba saja perasaan bersalah mulai menghampiri diriku. Sudahlah, toh semuanya sudah terjadi. Semoga saja esok hari semuanya tidak bertambah buruk.

.

.

.

Mataku terasa cukup berat saat aku mencoba bangun. Badanku pun terasa cukup pegal. Sepertinya permainanku dengan Aby kemarin menguras tenaga, belum lagi efek dari minuman keras yang sempat aku minum. Sayup-sayup kudengar suara yang tidak asing saat kesadaranku mulai pulih. Dan pemandangan cukup mengagetkan serta menggairahkan terlihat saat aku mendelik kearah selangkanganku.

“Mmmhh … Hhmmmpp … Ssllrppp ….”

Bloody Hell! Aby yang telanjang bulat menungging dihadapan penisku yang mengacung tegak dan sedang asik dia mainkan. Sambil memperhatikan sesuatu dari gawainya, dia sapu seluruh permukaan penisku dengan lidah sebelum akhirnya dia masukan penis tersebut kedalam mulutnya yang terasa hangat dan basah. Lelehan liur menetes dari sela-sela mulutnya membasahi batang penis yang tidak masuk kedalam mulutnya saat dia mencoba menghisapnya.

“Ngghh ….”

Tak sengaja aku melenguh. Aby terperanjat, kemudian mendelikan mata kearah wajahku. Sadar aku sudah bangun, dilepasnya kuluman terhadap penis tersebut. Sambil berkumut kearahku, tangannya tidak lepas mengocok penis, bahkan terkadang dia remas penis tersebut hingga membuatku ngilu keenakan.

“Pagi, Kak. Gimana, aku udah jago, kan?” Sapanya sembari terkekeh.

“Ngghh … kamu sedang apa, Bi?”

“Aku lagi latihan nyepong biar kedepannya nggak bikin kakak kecewa. Tadinya aku cuman nontonin video aja, tapi waktu liat titit kakak berdiri, aku latihan aja sekalian,” jawabnya. Shit, Sepertinya hubungan one night stand ini tidak berjalan dengan semestinya. Aku harus segera berpisah dengannya sebelum hal ini menjadi lebih rumit.

“Ihh … malah bengong!”

Tiba-tiba Aby meremas penisku sembari merengut. Aku meringis merasakan nikmat dan sakit bercampur sekaligus.

“Aa-aa … jangan ditekan seperti itu, Bi!” Aby hanya terkekeh melihatku meringis kesakitan. Namun entah kenapa aku tidak bisa kesal kepadanya. Lebih baik kuselesaikan ini sebelum hal menjadi lebih runyam lagi.

“Lebih baik kita segera pergi dari sini, Bi. Aku takut kalau ada fans kamu di sekitar sini yang memergoki kita kalau kita keluar lebih siang lagi. Nanti biar kita sarapan via Drive-thru saja. Aku antar kamu pulang, ya?” Aby berpikir sejenak.

“Oke, Kak. Tapi aku bakal kesiangan kalo pulang dulu. Aku dapet show satu, soalnya. Jam duabelas. Mending anter langsung ke FX aja, Kak.” Tanpa berpikir panjang aku menggangguk, menyanggupi permintaannya. Kami pun bergegas untuk mempersiapkan diri dan langsung meninggalkan hotel.

Kami akhirnya sampai ke parkir basement P3 FX. Aby menyuruhku untuk menurunkannya disana, karena tempatnya lebih aman dan sepi. Makanan yang tadi kami beli, habis dia makan sendiri. "Biar performnya nggak lemes," imbuhnya sambil terkekeh.

“Makasih ya, Kak.”

Aby kemudian membereskan sisa makananya dan bersiap untuk turun dari mobil. Sambil menunggu, kuraih gawai dari compartment tengah mobil untuk mengecek notifikasi. Namun, tiba-tiba saja gawaiku direbut paksa oleh Aby.

“Bentar, Kak.” Sambil menahan mukaku yang akan merebut kembali gawai, dia mengetik sebuah nomor kemudian menekan ikon berwarna hijau. Tak lama kemudian gawai miliknya bergetar.

“Sekarang aku tau nomor Kakak. Nanti aku hubungi lagi, ya, Kak,” ucapnya sembari terkekeh. Aku hanya bisa menghela nafas. Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada salah satu sudut bibirnya yang masih terlihat noda saus yang berlepotan.

“Bentar, Bi.”

Aku langsung mengelap saus di sudut bibir Aby dengan jari. Dia malah melongo, matanya tak berkedip menatapku. Sepertinya, dia terkejut. Tidak menyangka aku akan melakukan hal itu.

“Bi?” Kupanggil sambil mengibaskan tangan dihadapan mukanya. Dia tersadar, namun langsung tersipu.

“A-aku pergi dulu, Kak.” Aby langsung turun dari mobil dan pergi begitu saja. Melihatnya aku hanya bisa menggelengkan kepala.

BZZZZ! BZZZZ! BZZZZ!

Kali ini gawaiku bergetar. Dilayarnya tercantum nama yang sudah aku tunggu-tunggu. Namun, melihat nama tersebut pun aku seperti merasa bersalah.

GRUMPY LOVE IS CALLING

.

.

.

tbc
 
hai gaes,

cukup lama akhirnya aku bisa update lagi. maaf lama, dan maaf juga ternyata updatenya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
setelah di liat, konflik nya kemarin rasanya abis, jadi aku harus mikirin konflik selanjutnya.

semoga masih berkenan ngikutin perjalanan janu ya, kaka-kaka semua.

feel free to comment, semoga bisa menghibur, dan semoga bisa terus apdet sampe tamat, di phase 2 ini.

kebanyakan bekicot aku, hadeh.

at last, happy reading, guys.




NB

Aby cakep yah
 
sialan ditipu gw kira 3some wkwk, but it's nice update.

menurut gw awalan yg pas buat konflik baru. Jelas aurel pasti kesel sama janu. atau mungkin bisa 3some aurel sama aby~
 
njir gara-gara scene pertama malah bacanya gak tenang, bayangin janu malah ngusap saos dari pipinya richard hammond wkwkwkwk

tapi nice lah, akhirnya ada cerita aby uwuwuw
 
“Gue kira lu mau nerobos masuk, Kak. Biasanya gitu,”ujar Aurel mendekat. Setelah mencium ringan bibirku, dia mulai membuka ikat pinggang seraya meloloskan celana jeans hingga celana dalamku. Penisku yang masih setengah tegang mulai diusapnya ringan.

Dari belakang ada yang mencoba menaikkan kaosku. Setelah terlepas, terasa gundukan hangat menekan punggung saat tangan mungil terlihat memeluk perutku. Setelah mengulum daun telinga, pemilik tubuh itupun berbisik.

sebuah spoiler, masih ongoing dikerjakan partnya untuk eps 7.
semoga bisa segera selesai.

cheers, mate.

Terima kasih buat updatenya but I demanding for Aurel's part!

Eh Sisca ga sekalian? Hehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd