Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
makasih banyak kak
semoga bisa cepet update, liat aurel di kopaja bikin tambah semangat kemaren tuh
:pandaketawa:

sama kak, aku juga betah, mana lagi cakep belakangan ini
:pandaketawa:





siap, ditunggu yah kakak-kakak semua, makasih banyak loh udah pada sering nongkrong disini

makasih banyak kak, semoga betah maen kesini ya ...
btw aku juga nongkrongin ceritanya kakak, semoga lancar ya sampe tamat
Setia menunggu nih hu
 
mantap kakak-kakak author favoritku udah pada update.
aku juga jadi semakin ingin cepat update, kukasih dulu spoilernya deh.

Dijilatinya kembali penisku yang masih mengacung tegak. Tak lama, Aurel pun ikut menjilati penis dari sisi yang lain. Lidah mereka terus menjelajah setiap bagian penis yang berada di hadapan mereka. Bahkan, terkadang lidah mereka bertemu dan saling menjilati satu sama lain.

“Mmmhh … ccllppkk ….”

Mereka tampak terbawa suasana. Mereka sekarang malah berciuman sembari melucuti pakaian masing-masing. Tak butuh waktu lama hingga mereka berdua sekarang telanjang bulat. Tubuh mereka yang sintal dengan warna kulit yang kontras satu sama lain terlihat sangat menggairahkan. Sambil berciuman, mereka berdua saling menggerayangi tubuh.

“Awwhh … Reel … geli iihh ….”

semoga bisa cepet beres deh.
 
mantap kakak-kakak author favoritku udah pada update.
aku juga jadi semakin ingin cepat update, kukasih dulu spoilernya deh.

Dijilatinya kembali penisku yang masih mengacung tegak. Tak lama, Aurel pun ikut menjilati penis dari sisi yang lain. Lidah mereka terus menjelajah setiap bagian penis yang berada di hadapan mereka. Bahkan, terkadang lidah mereka bertemu dan saling menjilati satu sama lain.

“Mmmhh … ccllppkk ….”

Mereka tampak terbawa suasana. Mereka sekarang malah berciuman sembari melucuti pakaian masing-masing. Tak butuh waktu lama hingga mereka berdua sekarang telanjang bulat. Tubuh mereka yang sintal dengan warna kulit yang kontras satu sama lain terlihat sangat menggairahkan. Sambil berciuman, mereka berdua saling menggerayangi tubuh.

“Awwhh … Reel … geli iihh ….”

semoga bisa cepet beres deh.

waw trisam waw waw
 
mantap kakak-kakak author favoritku udah pada update.
aku juga jadi semakin ingin cepat update, kukasih dulu spoilernya deh.

Dijilatinya kembali penisku yang masih mengacung tegak. Tak lama, Aurel pun ikut menjilati penis dari sisi yang lain. Lidah mereka terus menjelajah setiap bagian penis yang berada di hadapan mereka. Bahkan, terkadang lidah mereka bertemu dan saling menjilati satu sama lain.

“Mmmhh … ccllppkk ….”

Mereka tampak terbawa suasana. Mereka sekarang malah berciuman sembari melucuti pakaian masing-masing. Tak butuh waktu lama hingga mereka berdua sekarang telanjang bulat. Tubuh mereka yang sintal dengan warna kulit yang kontras satu sama lain terlihat sangat menggairahkan. Sambil berciuman, mereka berdua saling menggerayangi tubuh.

“Awwhh … Reel … geli iihh ….”

semoga bisa cepet beres deh.
Wahh ditunggu suhu...
 
mantap kakak-kakak author favoritku udah pada update.
aku juga jadi semakin ingin cepat update, kukasih dulu spoilernya deh.

Dijilatinya kembali penisku yang masih mengacung tegak. Tak lama, Aurel pun ikut menjilati penis dari sisi yang lain. Lidah mereka terus menjelajah setiap bagian penis yang berada di hadapan mereka. Bahkan, terkadang lidah mereka bertemu dan saling menjilati satu sama lain.

“Mmmhh … ccllppkk ….”

Mereka tampak terbawa suasana. Mereka sekarang malah berciuman sembari melucuti pakaian masing-masing. Tak butuh waktu lama hingga mereka berdua sekarang telanjang bulat. Tubuh mereka yang sintal dengan warna kulit yang kontras satu sama lain terlihat sangat menggairahkan. Sambil berciuman, mereka berdua saling menggerayangi tubuh.

“Awwhh … Reel … geli iihh ….”

semoga bisa cepet beres deh.
Wah ditunggu segera hu...
 
di tunggu suhu update an nya
Wkwk sama sama hu....
Setia menunggu nih hu
Wahh ditunggu suhu...
Wah ditunggu segera hu...
Masih menungguuu

Siap kakak-kakak semua, mumpung arsenal menang, nih.
ditunggu aja hari ini, semoga acc dari editornya.

Keren ceritanya gan
Pasang patok disini....
makasih banyak, kak. semoga betah disini, ya.
jadi gimana? janu mending sama siapa, nih?
Liga udah dibuka lagi sih, jadi mulai sibuk2nya ya, saiya sih oke2 sadja
kakak oke-oke aja, nih.
udah banyak ditungguin tuh, buruan.
nongkrong lagi nih
nongkrong mulu, itu jerry gimana, kak?
kalo diliat dari poto profil, pasti jadinya sama jesslyn, nih.
:pandaketawa:
waw trisam waw waw
waw waw waw
Iya hu, tipis lagi 2-1
hoki bangat.
padahal cuma maen setengah lapang, lapang sebelahnya bisa dikontrakin.
 
Episode 10

You Reap What You Sow



“Aku kangen juga sama ini, Kak ….


.

.

.

“Se-sebentar, Rel. Apa yang akan kamu lakukan?!” Aku yang mulai sadar dari buaian kenikmatan ini mencoba menahan Aurel agar tidak berbuat lebih jauh. Aurel terlihat kaget. Sedang aku sendiri agak tertegun, melihat payudaranya yang ranum terpampang indah dihadapanku. Namun aku dapat kembali menguasai diri.

“Bukankah kamu bersahabat dengan Nadila?” Awalnya dia terhenyak mendengar ucapan tersebut. Namun, dia kembali dapat mengontrol eskpresi wajahnya dan kembali terlihat tenang. Dielusnya bahuku ringan.

“Kak Nad nggak bakal tau, kok, Kak.” Kulit tangannya yang halus membuatku seakan tersihir. Hawa nafsu mulai menyelimuti pikiranku.

“Tegang banget, sih, Kak. Bentar, gue ambilin minum dulu deh.” Aurel kemudian beranjak mengambil segelas air yang berada di meja. “Minum dulu, Kak. Biar tenang.”

Langsung kuteguk air tersebut hingga habis. “Gue nggak akan bocorin hal ini ke siapa-siapa, Kak. Gue cuma kangen maen sama elu. Itu aja,” ucap Aurel sembari mengambil gelas yang kupegang dan menyimpannya kembali di meja.

“Tapi, Rel ….” Tiba-tiba saja Aurel kembali mencium bibirku, membuat ucapanku terpotong.

“Kebanyakan tapi deh, elu, Kak,” ucap Aurel selepas mencium bibirku. Hembusan nafasnya yang hangat menerpa permukaan wajah saat perlahan mulutnya mendekat ke telingaku. Setengah mendesah, Aurel pun berbisik, “Udah, puasin gue aja.”

Tangannya kembali menggerayangi tubuhku. Shit!

“Ccclllppkkk … sslllrrppp … mmmhhh … aaahhhmmppp ….”

“Nngghhmmhhpp ….”

Lenguhan Aurel ditengah cumbuan kami mebuatku tersadar. Bahkan aku sendiri tidak tahu dengan pasti kapan, namun sekarang aku sedang menikmati cumbuan Aurel sembari meremasi payudaranya yang masih terbungkus lingerie tersebut. Sepertinya tadi tubuhku bergerak secara otomatis mengikuti insting hewan liarku.

“Nnngghhh??” Pandanganku tiba-tiba mengerjap. Cumbuan kami terlepas karena aku menunduk. Kepalaku tiba-tiba terasa berat. Pandanganku juga kelamaan menjadi kabur.

“Kak?”

Meski kesadaranku mulai hilang, belaian halus dari tangan Aurel masih terasa hangat mengelus pipi, hingga dia mendorong tubuhku terjerembab diatas kasur. Samar masih bisa kudengar suara Aurel yang terkekeh, seraya mengucapkan sesuatu.

Goodnight, Kak Jan.”

.

.

.

Pandanganku masih terasa kabur saat kesadaranku mulai pulih. Samar-samar kudengar suara percakapan tidak jauh dari ranjang.

“Udah bangun, tuh, Rel.”

Ah, iya, aku sekarang sedang di kamar kost milik Aurel. Kepalaku masih terasa pusing saat mencoba mengingat apa yang terjadi tadi. Aku yang sedang bercumbu dengan Aurel tiba-tiba merasakan kantuk yang sangat hingga aku serasa menghilang.

“Enaknya kita apain dulu, yah?”

Pandanganku yang masih kabur tidak bisa menangkap dengan jelas siapa yang berada dihadapanku sekarang. Namun, aku dapat mendengar dengan jelas bahwa itu suara Aurel. Namun, aku sendiri kurang mengenali suara gadis yang lain.

Dret! Dret!

Shit
! Aku tidak bisa menggerakan kedua tangan dan kakiku yang terikat ke setiap sudut ranjang. Aku tidak bisa mengangkat tubuhku sama sekali.

“Apa yang akan kamu lakukan, Rel? Ah, Anin?!” Aku baru menyadari bahwa gadis yang bersama Aurel ternyata Anin!

Anin terlihat kaget saat namanya kusebut. Lalu dia memandangi Aurel dengan muka keheranan.

“Kok Kakak ini tau nama gue, Rel? Dia pernah teateran, ya?

“Yoi, Nin. Selama show doi terus melototin elu. Dia udah jadi wotanya elu kayaknya, deh,” kekeh Aurel. Anin hanya tersipu mendengarnya.



“Hai Kak. Kayaknya kita belum bener-bener kenalan, deh. Aku Anin.” Ujar Anin sembari tersenyum manis saat mendekat dan duduk disampingku. Anin terlihat sangat seksi meski mengenakan pakaian yang lebih tertutup daripada Aurel. Kaus putih polos yang cukup ketat, ditambah rok denim sepaha tidak bisa menyembunyikan payudaranya yang besar dan pantatna yang ranum.

Aku yang awalnya tersihir dengan kemolekan tubuh Anin tersadar, aku berada dalam situasi buruk. Kucoba untuk melepaskan tali yang mengikat kaki dan tanganku ini. Namun, sepertinya usahaku hanya sia-sia. Jangankan melepas ikatan ini, aku hampir tidak dapat menggerakan seluruh tubuhku.

“Kalo gini nggak bisa kabur, kan, Kak?” Ucap Aurel sedikit terkekeh kepadaku.

“Lepaskan aku, Rel!”

Aku terus berusaha melepaskan diri. Tapi sepertinya sia-sia. Ikatan tali di tangan dan kakiku terasa semakin kuat setiap kutarik, bahkan terasa perih akibat gesekan di setiap kali aku mencoba melepaskan ikatan tersebut. Aku pun menghentikan rontaanku saat menyadari tali yang mengikat kedua tangan dan kakiku tak bergeming.



“Hihihi …. Protesnya udahan, kak?” Ucap Aurel sembari tersenyum simpul kearahku. Matanya kembali menatapku tajam. Perlahan, wajah Aurel mendekat. Sangat dekat hingga hembusan nafasnya terasa menerpa di pipi.

“Kontolnya nakal, nih. Udah maen kemana aja? Nggak cukup emang ama Kak Nad?” Tangan Aurel kini mulai mengelus penisku yang masih terbungkus celana.

“A-Aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan, Rel,” jawabku sedikit terbata.

“Kita liat kak, waktu abis Kakak digampar sama Kak Nadila, Aby ketemu sama Kakak, kan?” Aurel menyeringai ketika mengatakan hal tersebut.

Bulu halus disekitar tengkukku meremang saat Aurel menatapku dengan seringai tersebut.

“Terus, Kakak narik Aby masuk ke mobil. Eh, Nggak lama mobilnya goyang. Kalian ngapain? Main Moba?”

Aku hanya bisa terbelalak mendengar perkataan tersebut. Aurel pun menghentikan elusan tangannya.

“Nah kan, nggak bisa jawab. Pasti macem-macem, nih, sama Aby,” kekeh Aurel. Dia kemudian menatap kepada Anin yang ikut tertawa kecil.

Merasa terpojok, aku tak bisa berkelit lagi. Dipikiranku sekarang hanya terbersit Nadila, bagaimana kalau sampai dia juga tahu?

“Apa yang kamu inginkan, Rel? Apa kamu mau melaporkan hal tersebut kepada Nadila?” Ucapkku pasrah. Kembali Aurel hanya menatapku sinis.

“Gue udah bilang, Kak. Kita mau hukum Kak Jan.” Aurel mulai mencoba membuka ikat pinggang dan menarik seluruh bawahanku hingga kebawah lutut. Penisku yang setengah tegang langsung mencuat keluar. Anin terbelalak kaget saat melihat penisku, bahkan mulutnya sedikit menganga.

“Gede banget, Rel!” Mata Anin yang tak lepas memandangi penisku. Tangannya kini mulai berani menopang di pahaku.

“Gue udah bilang, kan? Belum aja lu cobain. Gue aja ketagihan sama ni kontol.” Aurel seakan membanggakan penisku. “Cobain, deh.” Mereka pun saling berpandangan. Anin mengangkat alis matanya, seakan memastikan sesuatu kepada Aurel. Aurel hanya mengangguk. Anin pun berkumut, kemudian memandang kearahku.

“Selamat makan~.” Dia pun merebahkan tubuhnya dan langsung menjilati kepala penisku. Anin menyibak rambutnya ke samping, membuatku dapat melihat lidahnya yang menari-nari diatas kepala penis tersebut. Anin pun kemudian membuka mulutnya, memegang batang penisku yang sudah sangat tegang kemudian memasukan kepala penis yang sedari tadi dia jilati kedalam mulutnya. Kepala penisku pun dihisapnya nikmat. Terlihat lelehan liur Anin menetes turun dipermukaan penisku.

“Gue ikutan, ya, Nin,” tukas Aurel yang langsung bersimpuh dihadapan penisku. Kemudian dia elus pahaku hingga selangkangan. Sensasi geli langsung kurasakan saat tangannya membelai testisku.

Tangan halus mereka sekarang bermain di area selangkanganku. Setiap elusan tangan mereka terus membuatku bergidik. Pada akhirnya tangan mereka sampai di daerah penisku. Anin dengan telaten mengelus batang penis dengan tangan kanannya, sedangkan Aurel sekarang menunduk, mulai mengemut testis sambil berpegangan kepada kedua pahaku.

“Nngghh ….”

Tak sadar aku melenguh, tak kuasa menahan rangsangan diarea selangkanganku ini. Anin yang melepas kuluman, kemudian menggesekan telapak tangan di dekat lubang kencingku, melumuri kelapa penisku dengan cairan pre-cum yang keluar bercampur dengan bekas liurnya. Aurel sendiri terus mengulum testisku, sesekali dia jilat pangkal penis yang tidak terjamah oleh Anin. Lidahnya yang basah dan hangat terasa sangat memanjakan.

“Makin kerasa gede, lho, Rel!” Anin yang terlihat kaget saat kembali menggenggam penisku sedikit menyahut kepada Aurel. Aurel yang masih fokus memainkan testisku hanya mendelik kearah Anin. Sorot matanya terlihat bangga atas pujian tersebut.

Anin kembali memasukan penisku kedalam mulutnya. Kepalanya naik turun saat mulutnya mulai mengocok penisku dengan telaten. Blowjob yang diberikan Anin terasa sungguh nikmat. Meski hanya setengah batangku yang masuk, namun kehangatan mulutnya sungguh memanjakan penisku. Belum lagi Aurel yang terus meremasi dan mengulum kedua bola testisku secara bergantian.

“Nnngghhh ….”

Anin terus memaksakan seluruh batang penisku masuk kedalam mulutnya. Penisku berhasil masuk hingga tiga perempatnya, sebelum Anin terlihat tersedak dan melepas kulumannya. Sambil terbatuk-batuk, terlihat tetesan air keluar dari ujung matanya.

“Ngghhkkk … uhuuk … uhuuk ….”

“Ngapain lu, Nin?” Tanya Aurel disambung tawa kecil darinya.

“Gue kira bakalan muat, Rel. Ternyata sulit juga, ya …” jawab Anin sembari mengelap liur yang berceceran di bawah bibirnya. Mereka pun kemudian tertawa kecil.

Ngadi-ngadi sih, lu, Nin. Liat gue, nih.” Aurel pun mengambil kendali penisku dari Anin. Diludahinya penis tersebut sebelum dia kocok dengan cukup kencang. Setelahnya, dia mulai memasukan penisku kedalam mulutnya. Dikulumnya penis tersebut naik-turun. Lidahnya seakan menggelitik bagian bawah batang penisku geli.

“Clllkkk … mmmmhhh … sslllrrpp … cccllpppkkk ….”

Suara decak ludah terus terdengar saat kocokan mulut Aurel bertambah cepat. Tak lama, Aurel seperti mengambil nafas panjang, memposisikan agar mulut dan tenggorokannya tegak lurus sebelum kembali melahap penisku. Seluruh bagian penisku perlahan masuk kedalam mulutnya hingga kepalanya mentok mengenai tenggorokan Aurel.

“Nggghhkkk ….”

Cukup lama deepthroat yang dilakukan Aurel kepada penisku. Sangat dalam hingga bibirnya menyentuh rambut kemaluanku. Aku sampai mendesis saking menikmati deepthroat tersebut. Cukup lama hingga akhirnya Aurel melepas kulumannya untuk mengambil nafas.

“Kuat juga, ya, Kak Janu. Masih belum keluar, lho. Padahal udah sampe kaya gitu juga,” ujar Anin yang terlihat takjub.

“Hhh … gue udah bilang kan hhh ….” Aurel terlihat masih mencoba menemukan ritme nafasnya bersimpuh sembari menopangkan tangannya ke lutut. Anin sendiri sekarang kembali memegangi penisku yang basah kuyup.

Dijilatinya kembali penisku yang masih mengacung tegak. Tak lama, Aurel pun ikut menjilati penis dari sisi yang lain. Lidah mereka terus menjelajah setiap bagian penis yang berada di hadapan mereka. Bahkan, terkadang lidah mereka bertemu dan saling menjilati satu sama lain.

“Mmmhh … ccllppkk ….”

Mereka tampak terbawa suasana. Mereka sekarang malah berciuman sembari melucuti pakaian masing-masing. Tak butuh waktu lama hingga mereka berdua sekarang telanjang bulat. Tubuh mereka yang sintal dengan warna kulit yang kontras satu sama lain terlihat sangat menggairahkan. Sambil berciuman, mereka berdua saling menggerayangi tubuh.

“Awwhh … Reel … geli iihh ….”

“Lu kayaknya udah basah banget, Nin. Sana duluan,” ucap Aurel sembari melepas cumbuannya. Anin kemudian mulai menaiki selangkanganku. Sambil menopangkan tangannya kedadaku, dia mulai menggesekan bibir vaginanya diatas penisku.

“Mmmhhh … cllppkkhh … ssllrrpp ….”

Anin mencumbu bibirku dengan penuh nafsu. Tubuhnya terus bergerak maju-mundur diatas tubuhku, membuat puting susunya yang sudah mengeras bergesekan dengan puting milikku. Payudaranya yang kenyal pun terasa menekan. Anin terus menggesekan bibir vaginanya hingga penisku terasa sangat basah oleh cairan cintanya.

“Aaawwhhh … Ssshhh ….”

Tiba-tiba saja Anin melepas cumbuannya dari bibirku dan meringis. Terdengar jelas decakan ludah dan hisapan liur dari belakang sana. Aku mencoba mengangkat kepala dan melihat kearah belakang. Aurel membenamkan wajahnya ke pantat Anin. Sepertinya dia mencoba menstimulasi vagina Anin agar lebih siap menerima penetrasi penisku. Sesekali dapat kurasakan penisku terasa hangat dan basah. Mungkin selain menjilati vagina Anin, Aurel pun terkadang memainkan penisku dengan mulut dan tangannya.

Seluruh gerakan Anin terhenti. Kemudian dia bersimpuh diatas selangkanganku. Anin kemudian mengangkat pantatnya, lalu mengarahkan kepala penisku hingga menyentuh bibir vaginanya.

SLEEB

PLAAK!

“Aaakk ….”

Anin langsung menurunkan pantat dengan cepat saat kepala penisku menembus bibir vaginanya. Bahkan bunyi peraduan antara pantatnya dan selangkanganku terdengar cukup keras. Seluruh batang penisku amblas diiringi dengan pekik Anin yang tertahan. Pinggulnya langsung mengejan. Dia orgasme. Matanya memutih dan mulutnya menganga tanpa suara. Penisku yang berada didalam vaginanya seakan dibanjiri oleh cairan hangat. Kedutan dari dinding vaginanya pun terasa nikmat memijati penisku. Anin pun terkulai lemas diatas tubuhku. Badannya basah penuh peluh.

“Ah elu, Nin. Masa baru masuk udah kelar lagi. Belum juga diapa-apain.” Sambil cengengesan, Aurel menyibakan rambut Anin kesamping. Anin hanya tersenyum lemah sembari menyenderkan kepalanya didadaku.

“Nnnggghhh Reel … gede banget sumpaah ….” lirih Anin. Anin kemudian mengangkat pantatnya, membuat penisku terlepas dan kembali mengacung keatas. Selangkanganku terasa lembab, mungkin karena lelehan cairan vagina Anin yang meluber hingga membasahi selangkanganku.

“Giliran gue, Nin.” Aurel pun membantu Anin untuk turun dari tubuhku. Dengan sedikit dorongan dari Aurel, tubuh lemas Anin sekarang terbaring disampingku.

Aurel sekarang memandangi penisku yang masih mengacung tegak. Dia kemudian membungkuk turun menuju penisku. Terasa geli saat dia mulai menjilati lubang kencingku. Kepala penisku mulai terasa hangat dan mulutnya mulai mengulum. Lidahnya bergerak menyapu bagian penis yang masuk kedalam mulutnya.

Cllppkk … ccllppkkhh … sslpphhh … mmhhh ….”

“Gue udah kangen banget sama kontol elu, Kak.” Aurel berkumut sembari menatap wajahku. Tangannya tak henti mengocok penis, terkadang diurutnya hingga desahanku keluar. Aurel sangat pandai memanjakan penisku.

Aurel pun bangkit, kemudian dia naik keatas selangkanganku. “Gue masukin, ya, Kak? Nggak akan langsung crot kan?” Ledek Aurel.

Just try, Rel …” tantangku. Aurel hanya tersenyum simpul sambil menatap menggoda kearahku. Dikocoknya penisku sebentar, lalu digesekannya kepala penisku ke bibir vaginya sebelum dia arahkan masuk kedalam vaginanya yang terasa basah itu.

“Ssshh uuuhhh … perasaan gue aja ato emang Anin bener, ya? Sesek banget rasanya ….” Penisku mulai menerobos liang vagina Aurel. Lambat laun terbenam seluruhnya, masuk kedalam vagina tersebut. Aurel yang nampak keenakan mencoba untuk mengatur ritme nafasnya.

Aurel mulai menggoyangkan pinggulnya maju-mundur sembari duduk diatas selangkanganku. Disibakan nya rambut yang mengahalangi wajah, kemudian dia menatap dengan sorot mata menggoda. Terkadang dia gigit bibir bawahnya gemas sembari mendesis nikmat saat titik sensitifnya tersentuh.

“Uuuhh kak Jaan …. Gue kangen banget goyang diatas elu …. Aaahh ssshh ….”

Aurel semakin mengencangkan goyangan pinggulnya. Desah keluar bergantian dengan tarikan nafasnya yang tersengal. Sorot matanya yang sangat menggoda seakan terkunci menatap mataku. Goyangan pinggulnya yang maju mundur sangat konsisten, membuat penisku seperti mengaduk-ngaduk vaginanya. Pinggulnya yang curvy pun semakin membuatnya terlihat seksi.

Aku yang sedang fokus memandangi Aurel tiba-tiba dikagetkan dengan hembusan nafas yang mengarah ke tengkuk. Sontak aku menjadi bergidik dibuatnya. Penisku yang sedang dikocok oleh vagina Aurel pun berkedut, membuatnya agak meringis.

“Anin?!” Anin yang sudah kembali bertenaga mulai menciumi wajahku. Ciuman bertubi-tubi tersebut akhirnya berhenti dengan sebuah kecupan ringan dibibir, sebelum akhirnya kami saling berpagutan mesra. Sambil berciuman, telunjuk dan jempol Anin terus menerus memainkan putingku.

“Aaahh … aaahhh … ssshhh … oouuwwhh ….”

PLOK PLOK PLOK

“Cllppkk … ssllrrpp … mmhh ….”

Aurel terus menghentak-hentakan pantatnya dengan kencang keselangkanganku. Sambil mendesah, dia meremasi payudaranya yang berguncang liar. Wajahnya meringis menahan dera nikmat dari pompaan vaginanya tersebut.

Anin tiba-tiba saja menghentikan cumbuannya. Dia bangkit, kemudian duduk diatas dadaku. Kemudian dia dorong pantatnya kebelakang, hingga bibir vaginanya tepat berada dimulutku.

“Jilatin dong, Kak …” pinta Anin dengan sedikit mendesah. Mau tak mau langsung kujilati vagina yang merekah tersebut. Pandanganku sekarang terhalang oleh pantat Anin yang cukup besar, sehingga aku tak dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan diatas sana. Namun, aku bisa mendengar decak ludah yang diiringi desahan baik dari bibir Aurel maupun Anin. Sepertinya mereka bercumbu dan meremasi satu sama lain.

“AAAWWHHH!!!” Aurel mendesah cukup kencang. Pantatnya serasa menekan selangkanganku hingga akhirnya jepitan vaginanya kepada penisku terlepas. Sepertinya Aurel orgasme. Selangkanganku terasa basah oleh cairan hangat. Aurel sepertinya merebahkan diri diantara kakiku yang terbuka. Terasa dari celanaku yang berada diantara lutut seperti ada yang menindih.

“Aaahh … Niin ….”

Tiba-tiba saja penisku dihisap dengan kuat oleh Anin yang menundukan kepalaya kearah penisku. Namun, aku masih dapat mengendalikan diri hingga mampu menahan agar tidak berejakulasi. Entah bagaimana cara Anin mengerjai penisku, namun rasanya sungguh sangat nikmat. Aku sekarang hanya bisa membalas menyerang vaginanya dengan hisapan mulut dan jilatan lidahku.

“Mmmhhh … hhhmmppp … hhhmmppp …”

Desahan Anin terdengar tertahan oleh hisapan mulutnya kepada penisku. Cairan vaginanya yang terasa gurih terus keluar saat lidahku menembus liang untuk menjilati rongga vaginanya. Ingin rasanya kutusuk dan kukorek lubang yang berada dihadapanku ini. Namun apa daya, tanganku masih terikat dan tak bisa berbuat apapun.

“Mmmppuuaahh …. Kumasukin lagi, ya, Kak ….” Anin melenguh sembari menarik tubuhnya menuju selangkanganku. Sambil memunggungi, Anin mengocok penisku sebentar dan langsung dia arahkan untuk masuk kedalam vaginanya.

“Nngghhh … aaahhh ….”

Sambil mendesah, Anin turunkan pantatnya hingga bertumbuk dengan selangkanganku. Penisku dengan mudah masuk sepenuhnya kedalam vagina Anin. Sepertinya kali ini Anin sudah terbiasa dengan penisku hingga dia dapat menahan orgasmenya.

“Mmhhh … aaahhh ….”

Sambil berpegangan di kedua pahaku, Anin mulai menaik-turunkan pantatnya. Dapat kulihat dengan jelas bagaimana penisku seperti terhisap keluar-masuk vaginanya dengan sempurna. Anin sepertinya menikmati setiap pompaannya. Desahannya semakin tak terkendali.

“Eeh, Rel …?!” Anin tiba-tiba berhenti. Dia sepertinya kaget akan suatu hal.

Tubuh Anin tiba-tiba terdorong kebelakang. Namun dia masih bisa menahannya dengan tangan hingga tubuhnya tidak jatuh keatas tubuhku. Celanaku serasa ada yang menarik hingga terlepas. Tali yang mengikat kakiku ternyata sudah dilepas!

“Puasin kita, ya, Kak …” ucap Aurel sembari membuka ikatan tanganku. Tanpa banyak basa-basi lagi, kupegang pinggang Anin yang sedang berada diatasku, dan langsung pompa dari bawah vaginanya tanpa ampun.

“Aaahh … Aaahhh … gilaa … enak banget … aahhh ….”

Desahan demi desahan yang keluar dari mulut Anin seakan menambah semangatku untuk menggenjot vaginanya. Anin terlihat susah payah menahan tubuhnya yang seperti sedang melakukan sikap kayang agar tetap stabil saat kugenjot.

“Sssllrrppp … ssllrrpp ….”

Kembali decak ludah terdengar dari arah selangkanganku. Aurel sepertinya sedang menjilati testisku. Sensasi geli dan basah semakin menambah kenikmatan saat penisku terus memompa vagina Anin.

“Aahh … kaakkk … aku a … ahhNNGG!!!”

Anin mengejan saat kupompa vaginanya dengan kencang. Pahanya yang sedari tadi kokoh menahan tubuhnya terlihat melemah. Dia kembali orgasme. Pinggulnya bergetar hingga penisku terlepas.

“Aaahhh ….” Tanpa sadar aku mendesah keenakan. Penisku kembali terasa basah. Aurel sepertinya langsung mengulum penisku sesaat setelah terlepas dari vagina Anin. Anin sendiri yang masih meresapi orgasmenya menindih selangkanganku dengan pantatnya.

“Sssllrrpp … Mmmhhh … mmmhhh ….”

Belum lama Aurel memanjakan penisku dengan mulutnya, dia kembali mengarahkan penisku untuk masuk kedalam vagina Anin.

“Hajar lagi, Kak!”

“Aakk … Rel?!” Anin yang masih lemas meresapi orgasme langsung terpekik saat penisku kembali menghujam vaginanya. Racaunya semakin menjadi saat pompaan penisku semakin cepat. Tanganku sekarang naik dari pinggang menuju payudaranya, meremas-remas bongkahan daging yang berguncang liar tersebut.

PLOK! PLOK! PLOK!

“Aahh … uuuhhh … aaahhh … geli banget kaakk … bentar … uuuuhhhh … akk-UUGGHHH!!!”

Pinggulnya kembali mengejan. Anin kembali orgasme. Kali ini, tangan Anin tak sanggup menopang tubuhnya. Hanya saja aku masih bisa menahan tubuhnya agar tidak ambruk menindih tubuhku. Kuangkat tubuhnya hingga penisku terlepas, dan kubaringkan tubuh yang lemas disampingku.

“Hhh … hhh ….”

Sambil telungkup, Anin mencoba mengatur nafasnya yang tersengal. Matanya yang nanar terlihat menatapku dibalik rambut berantakannya yang menutupi wajah.

“Hhh … enak banget …”lirih Anin. Aurel lalu mendekati Anin sembari menungging. Disibakannya rambut Anin yang lepek tersebut.

“Gue bilang juga apa, Nin. Lu pasti ketagihan-eehh, Kak Jan?!”

Aku yang masih belum puas lalu menarik pantat Aurel dan memposisikannya didepan penisku. Kugesek-gesek penisku ke bibir vaginanya. Aurel melenguh.

“Uuhh … sshhh … nngghhh!”

“Aaakkk … perriihhh!!”

Lenguhannya mengeras saat penisku menerobos liang vaginanya. Terasa agak perih, mungkin karena vaginanya belum begitu basah. Aurel terlihat meringis kesakitan. Tubuhnya sedikit meronta. Namun, tak kupedulikan protesnya tersebut. Terus kudorong penisku kedalam vaginanya hingga mentok.

Nafsuku yang sudah membuncah membuatku langsung menggenjot vagina Aurel dengan tempo kencang. Lama kelamaan vaginanya menjadi licin dan semakin mudah untuk kugenjot. Rintihan Aurel yang awalnya kesakitan pun berubah menjadi desahan penuh kenikmatan.

“Aaahh … ssshhh … uuhhh … terusshh kaakk … ouuhhh ….”

Aurel terus mendesah kenikmatan saat batang kemaluanku terus menghujam liang peranakannya. Keringat mulai bercucuran dari tubuhnya yang sintal. Sambil menggenjot, terkadang kutampar pantatnya yang sekal hingga dia merintih. Vaginanya pun berkedut saat pantatnya kutampar, memberikan pijatan ekstra kepada penisku. Hal tersebut memberiku semangat untuk menggempur vaginanya lebih kencang. Kutambah tempo tusukanku semakin kencang.

PLOK! PLOK! PLOK!

“Aaahhh … aaahhh … AAAAHHH!!!”

Aurel mendesah kencang. Dia kembali orgasme. Terasa cairan vaginanya menyembur deras membasahi penisku. Kepalanya mendongak, mulutnya terlihat menganga dengan lidah yang keluar. Aku semakin bernafsu dibuatnya. Alih-alih berhenti, kutarik rambutnya, kemudian kembali kugenjot vaginanya dengan tempo cepat.

“Unnnggghhh awwhhh kaakk … ssshhhh bentar uuuhhh ….”

Tak kugubris protes darinya. Aurel tampak kelojotan saat pinggulku terus bergerak maju mundur, memompa penis yang ada didalam vaginanya. Setelah beberapa saat aku menggenjot, tubuhnya kembali menggelinjang. Dinding vaginanya pun kembali berkontraksi. Dia akan kembali orgasme.

“Aahhh kak Jaan-NNNGGGHHH!!!”

Kubenamkan dalam penisku saat tubuhnya menghentak. Terasa vaginanya menyemburkan cairan hangat. Kontraksi dari dinding vaginanya pun terasa kuat memijit penisku. Nikmat sekali. Aku pun sudah diambang batas. Kucabut penisku dari vaginanya. Aurel sedikit mengerang. Terlihat lelehan putih keluar dari vaginanya yang merekah merah. Aurel pun ambruk memunggungiku.

“Mmmhhh … kuat banget sih, lu, Kak,” lirih Aurel sembari mendesah. Dia pun membalikan badannya, kemudian membungkuk menghadap penisku. Terasa geli saat dia mulai menjilati lubang kencingku. Kepala penisku mulai terasa hangat dan mulutnya mulai mengulum. Lidahnya bergerak menyapu bagian penis yang masuk kedalam mulutnya.

Kulumannya kini berpindah ke testisku. Dikulum dan dihisapnya kedua bola tersebut bergantian, sambil tangannya tetap mengocok halus batang penis yang basah oleh cairan kemaluannya. Rasa geli bercampur nikmat mulai kembali menjalar di area selangkanganku.

“Nnnggghhh ….”

Aurel langsung mendelik kewajahku saat mendengar lenguhan tersebut. Lidahnya kemudian menyapu pangkal penis, terus naik keatas hingga penisku kembali masuk kedalam mulutnya. Kepalanya bergerak maju, mengocok dan mengulum penisku. Aurel melepas kulumannya, sebelum dia kembali memasukan penisku kedalam mulutnya. Perlahan, hingga akhirnya seluruh batang penisku berhasil dia masukan kedalam mulutnya. Bahkan dapat kurasakan kepala penisku menyentuh pangkal tenggorokan Aurel.

“GGHHAAHHH!!!”

CROOT CROTT

Deepthroatnya sukses membuatku keenakan hingga akhirnya aku dapat merasakan orgasme. Sambil menggeram, kutahan kepala Aurel, lalu kutembakan spermaku tanpa aba-aba didalam mulutnya. Aurel yang kaget kemudian tersentak. Dia terlihat tersedak. Mata dan hidungnya berair. Aurel yang meronta ingin melepaskan diri tak sanggup berbuat apapun, tenaganya kalah oleh kekuatan tanganku.

“GGHHOOKKHH!! GHOOKKH!!”

“HHHNNGG!!!”

Setelah beberapa lama, kulepaskan peganganku hingga Aurel dapat melepaskan diri. Aurel langsung bangkit dan sedikit mendongak. Dia lantas menahan mulutnya yang terbuka dan masih menampung spermaku dengan tangan agar tidak meluber.

Glup

Aurel pun menelan spermaku yang berada dimulutnya. Kemudian dia menatap kearahku.

“Sialan lu, Kak. Mau ngecrot nggak bilang-bilang!” Umpat Aurel sembari menampar pahaku. Aku hanya bisa berkumut menatap wajahnya. Bercak sperma bercampur liur masih tersisa di sela-sela bibirnya.

Lemas, aku kemudian duduk sembari menopangkan tanganku kebelakang. Aurel kembali membungkuk dihadapanku. Dia pun menjilati penis, membersihkan sisa-sisa orgasme kami, kemudian dia kembali menghisap kepala penisku. Aku pun hanya bisa menggeliat, menahan rasa ngilu bercampur nikmat yang menjalar hingga pahaku. Aurel menghisap penisku seakan ingin meminta spermaku untuk keluar lagi.

Aku pun langsung merebahkan diri diatas ranjang sesaat setelah Aurel melepas kulumannya.Disampingku, terlihat Anin tak bergeming. Sepertinya dia sudah tertidur lelap sembari telungkup. Samar kulihat wajah tidurnya yang lucu terhalang oleh rambutnya yang berantakan.

Aurel pun tiba-tiba menyenderkan kepalanya dibahuku. Dia semakin merapatkan tubuhnya, mencoba membuat dirinya nyaman. Payudaranya bahkan sekarang terasa menekan dadaku. Entah kenapa, aku reflek mencium kening Aurel saat dia mendelik kearahku. Aku pun kemudian mengelus ringan rambutnya yang basah berkeringat.

“Kamu gila, Rel.”

“Hihi, tapi suka kan, kak?” Sindirnya sambil menoleh dan menjulurkan lidah kepadaku. Aku hanya bisa tersenyum membalasnya. Aurel semakin merapatkan tubuhnya, mencoba membuat dirinya nyaman bersender dipahaku.

Kusibak rambutnya yang menghalangi wajah. Rasanya ingin kupandangi wajah manisnya tersebut. Tak lama, Aurel terbelalak, dia seperti teringat sesuatu.

“Tadi Kak Nadila telpon, Kak. Gue nggak nyadar kalo itu tuh hape elu, gue angkat aja,” ucapnya tanpa menatap kearahku.

“Eh, terus bagaimana, Rel?” Aku sontak kaget.

“Nggak usah khawatir gitu, Kak. Gue bilang sama Kak Nadila kita ada acara keluarga tadi malem,” jelas Aurel dengan datar. “Dia cuma bilang ntar elu kabarin dia lagi aja, kalo elu udah bangun, Kak,” sambungnya lagi. Aku menghela nafas lega. Sepertinya tidak akan ada masalah dengan Nadila.

“Tapi … mengapa kalian berdua melakukan ini?” Tanyaku. Ya, aku sendiri masih bingung dengan seluruh kejadian tadi.

“Udah, Kak. Elu istirahat dulu. Ntar pagi kita omongin lagi. Maafin gue sama Anin, ya?” Sorot matanya terlihat khawatir menatapku. Tanganya kemudian bergerak mengelus rambutku. “Kayaknya tadi kita berlebihan.”

Mengantuk dan merasa lelah, aku pun hanya mengangguk dan membalikkan badanku darinya sebelum birahiku kembali naik melihat tubuhnya yang telanjang. Kucoba untuk memejamkan mata. Terasa Aurel memeluk tubuhku dari belakang, seraya tetap mengelus ringan rambutku. Perlahan kesadaranku mulai menghilang, namun aku masih bisa mendengar Aurel menggumam walau terasa samar.

“Elu tuh bego, Kak ….”

.

.

.

Cahaya matahari yang menelusup dari balik tirai menyorot kearah mata hingga aku terbangun. Aurel masih tertidur lelap disampingku. Saat kubuka selimut yang melapisi tubuh kami, terlihat jelas lekuk tubuhnya yang indah. Kulit eksotisnya yang kencang terlihat sangat menggiurkan untuk kunikmati pagi ini.

“Nnngg ….”

Sepertinya dia mengigau. Aku tertawa kecil melihat wajah polosnya yang sedang tertidur, siapa yang dapat menyangka gadis dengan wajah tidur yang polos ini tadi malam bisa sangat liar seperti itu?

Sambil menggeliat, kuusap wajahku. Mataku masih terasa berat. Sepertinya mencuci muka ide yang bagus. Aku pun bergegas menuju wastafel yang berada di kamar mandi.

“Ini udah mau sebulan, lho, Za ….”

Suara seorang gadis membuatku yang akan membuka pintu kamar mandi berhenti.

“Za, aku udah bener-bener nunggu malam ini. Aku sampe udah ngosongin semua jadwal aku, lho ….”

Sepertinya itu suara Anin. Suaranya terdengar memelas.

“Kamu serius mau giniin aku?? Za, kamu jahat banget ….”

“Udah! Udah Za! Aku udah cukup ngertiin kamu, Za! AKU NGGAK MAU DENGERIN LAGI!!”


Suasana menjadi hening. Bahkan detak jarum jam dinding pun terdengar. Tak lama kemudian pintu kamar mandi pun terbuka.

“Kak Janu?” Anin sedikit terkejut saat pandangan kami bertemu. Terlihat matanya berkaca-kaca. Tubuhnya yang sekarang hanya berbalut kaus barong yang agak kebesaran. Puting susunya terlihat agak tercetak dibalik kaus tipis yang seakan tidak bisa menutupi tubuh seksinya. Penisku yang memang sensitif di pagi hari mulai bangkit melihat Anin yang seperti ini.

“Kak ….?” Anin kembali memanggilku karena tidak menjawabnya.

“Eh, I-iya Nin, ada apa?” Jawabku sedikit panik.

Melihat reaksiku yang sedikit panik, senyum tipis tersungging di bibirnya. Namun, raut wajah Anin berkata lain, tergurat kesedihan terpancar dari balik wajahnya tersebut.

“Kakak denger, tadi?” Tanyanya. Entah mengapa, lidahku menjadi kelu dan tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Suasana hening langsung menyeruak diantara kami.

“AAAHHH!!! GUE TELAAATTT!!!”

Teriakan dari Aurel langsung memecah keheningan diantara kami. Kami berdua langsung memandang ke arah Aurel yang menerjang kearah kamar mandi.

“Awas, Nin. Gue mau siap-siap. Gue ada kelas pagi.” Aurel langsung mendorong Anin keluar dari kamar mandi dan langsung menutup pintunya. Anin yang hilang keseimbangan hampir terjatuh, namun berhasil kupegangi sebelum dia terjerembab. Aku dan Anin kembali berpandangan. Suasana canggung kembali muncul diantara kami.

“Elu nanti anterin gue, ya, kak!” Ujar Aurel kembali membuka pintu dan menjulurkan kepalanya keluar. Kami yang kaget kembali memandangi Aurel bersamaan. “Sekalian aja elu anterin Anin, ya? Kita searah, kok,” sambungnya lagi sembari kembali menutup pintu kamar mandi.

“A-aku siap-siap dulu.” Anin langsung melepas dekapanku dan ikut mempersiapkan diri. Aku pun kembali mengenakan pakaianku. Tak lama setelah aku berpakaian lengkap, Aurel pun keluar dari kamar mandi.

“Eh, iya, tadi ngapain kalian liat-liatan berdua didepan pintu kamar mandi?” Tanya Aurel sembari mulai berpakaian.

“Itu, Rel ….” Aku sedikit bingung bagaimana menjelaskannya kepada Aurel.

“Nggak ada apa-apa, Rel. Gue cuman kaget Kak Janu ada didepan pintu pas gue mau keluar,” jawab Anin datar.

“Oh, gitu ….” Aurel mengangguk. Kembali dia tersadar akan sesuatu dan mulai sibuk. “Duh, gue bisa telat inimah. Mana dosennya killer, lagi.” Cukup cepat juga hingga dia selesai berpakaian. Sekarang dia mulai mengeringkan rambutnya asal. Dengan tergesa-gesa, dia cek tas yang akan dia bawa.

“Udah, yok berangkat. Ntar kalian makan di kampus gue aja,” ajak Aurel. Tanpa banyak bicara lagi kami pun mengikutinya keluar. Tidak banyak yang kami bicarakan selama perjalanan. Anin sendiri hanya duduk dibelakang. Sesekali dia menatap kosong kearah gawainya. Aurel sendiri terus bercerita tentang mata kuliah pengganti, yang menyebabkan dia harus pergi ke kampus sabtu pagi ini.

Jarak antara rumah kost Aurel dan kampusnya yang tidak terlalu jauh membuat kami dapat cepat sampai. Aurel langsung turun dari mobil, kemudian berkata, “Makasih ya Kak, udah mau anter gue. Gue buru-buru, nih. Ntar gue hubungin elu lagi, ya?”

Aku mengangguk. Aurel kemudian berkata kepada Anin yang berada di belakang. “Elu pindah kek, Nin. Kasian Kak Janu jadi kayak supir. Sama kasih tau juga apart elu dimana, doi kayaknya masih buta daerah sini.” Anin hanya mengangguk lemah menanggapi permintaan Aurel tersebut.

“Lemes amat, elu, Nin. Ajakin makan dulu ye, Kak. Kelaperan kali dia,” cerocos Aurel kembali. Entah apa yang menahannya untuk tidak segera masuk kedalam kampus, padahal tadi dia sendiri berkata bahwa dirinya telat.

“Bukankah kamu sudah terlambat, Rel?” Aurel terlihat kaget mendengar omonganku.

“Ah, iye juga. Udah ya, gue ngampus dulu.” Aurel pun masuk kedalam gerbang kampusnya dengan agak berlari. Anin yang berada di belakang kemudian turun dari mobil dan pindah ke kursi penumpang depan.

“Aku masukin alamat apart aku di GPS aja, ya, Kak?” Aku mengangguk. Kemudian kubuka panel navigasi mobil untuk selanjutnya kuarahkan kepada fitur search.

“Silahkan.”

Anin pun mengetikan alamat apartemennya. Setelah GPS mobilku menemukan rute alamat Anin, aku pun mulai mengemudikan mobil sesuai dengan arahan dari sistem navigasi tersebut.



Kembali hening menemani kami sepanjang perjalanan. Suasana terasa sangat berat. Anin hanya memandangi jalanan di samping kirinya. Entah memandangi atau hanya melamun. Sorot matanya seakan kosong terpantul samar dari kaca mobil.

Setelah berjalan beberapa kilometer, aku pun menepikan mobilku didepan sebuah minimarket. Sesuai saran dari Aurel, sebaiknya kubelikan sesuatu untuknya, dan juga segelas kopi, untukku. Tubuhku masih belum terlalu fit rasanya, setelah semalaman digempur oleh dua orang gadis yang sangat seksi.

“Aku ingin mampir dulu ke minimarket, Nin. Ada yang kau inginkan?” Anin hanya menggeleng tanpa berkata apapun.

Aku pun turun dari mobil. Tak sampai lima belas menit, aku pun kembali kedalam mobil sembari membawa kantung plastik berisi beberapa bungkus roti dan camilan. Ditanganku yang lain, kutenteng dua buah cangkir plastik berisi kopi sachet.

“Makan dulu, Nin,” ucapku sembari menawarkan kantung plastik yang kubawa.

“Makasih, Kak.” Anin mengangguk lemas. Dilihatnya sekilas kantung plastik yang kubawa. Diambilnya sebungkus roti dari dalam sana. Namun, entah kenapa Anin hanya memegangi roti tersebut. Tak lama, dia pun menoleh dan menatap mataku.

“Kak Jan ....” Dia menghela nafas cukup panjang sebelum kembali berbicara. “Tadi … waktu di tempat Aurel, kakak denger apa aja pas aku nelpon?” Tiba-tiba saja Anin sembari menoleh kearahku. Tubuhnya terlihat bergetar.

“Ah, itu ….” Aku sebenarnya tidak mau masuk terlalu dalam dengan urusan pribadinya. Namun, melihatnya seperti ini, lebih baik aku berkata jujur. “Aku mendengarmu bertengkar dengan seseorang, Nin. Tentang acara kalian yang dia cancel secara mendadak.”

Anin terlihat kaget mendengar jawabanku.

“Maaf, Nin. Aku tak bermaksud menguping. Maaf ….”

Raut wajahnya kembali berubah setelah mendengar permintaan maafku. Entah kenapa, dia seperti gusar. Dia seakan ingin bercerita. Namun, seperti ada keraguan yang timbul dari tatapannya kepadaku.

“Jika kamu ingin bercerita, ceritakan saja, Nin. Aku bersedia mendengarkan,” ucapku sembari sedikit menoleh kearahnya sebelum kembali menatap kedepan. Anin menoleh ke arahku, sedikit terkejut. Namun kemudian dia tersenyum.

Thanks, Kak …. I think I need it.

Anin kemudian bercerita tentang hubungan percintaannya sedang berjalan tidak baik belakangan ini. Pacarnya seakan sulit untuk diketemui. Bahkan, mereka lebih sering bertengkar Ketika memiliki waktu bersama. Anin kadang merasa bahwa dirinya bukan prioritas utama bagi pacarnya, Erza.

“Aku sayang banget ama Erza, Kak …. Tapi, gimana, ya? Harusnya hari ini tu kita ngerayain anniv kita. Tapi, tadi pagi dia malah ... malah ….” Anin kembali emosional membahas kejadian telepon tadi, suaranya mulai lirih dan napasnya tertahan.

“Dia malah tiba-tiba nelepon terus bilang nggak bisa ketemu, Kak! Katanya, ada kerjaan yang dia nggak bisa ditinggalin ….” Anin mulai terisak, terlihat air mata mulai berkumpul di ujung bola matanya yang bulat itu.

“Aku udah ngosongin semua jadwal aku, Kak. Aku juga udah nolak tawaran kerja, bahkan nggak pulang ketemu keluarga, demi dia, kak!” Anin semakin emosional, badannya kembali bergetar. Melihatnya yang semakin emosional, kugenggam tangannya, lalu kuelus punggung tangan tersebut.

“Tapi, malah dia yang tiba-tiba cancel semuanya. Dan ini tuh nggak sekali, Kak! Berkali-kali dia begini dengan alasan kerjaan, lah, keluarga, lah, sampe-sampe dia tuh lebih mentingin temen-temennya dibanding aku, Kak!”

“Aku ngerasa ga adil, Kak. Aku ngerasa nggak dihargain. Aku udah bikin dia prioritas. Tapi ... tapi ... tapi … dia berkali-kali nggak jadiin aku prioritas!” Anin mulai sesenggukan kembali. Air matanya mulai menetes di pipi gembilnya. Anin kembali menundukan kepala.

“Aku dapat mengerti perasaanmu,” tukasku sembari mengelus pipinya. Kuangkat wajahnya hingga mata kami bertemu. “Kamu juga berhak untuk bahagia, Nin.” Aku kembali tersenyum kepadanya. Raut wajahnya yang tegang mulai mengendur.

“Aku kayak gini tuh salah nggak, Kak?” Tanyanya sambil menatap dalam kepadaku. Tangannya kini memegang punggung tanganku yang masih berada di wajah sampingnya.

“Nggak ada yang salah saat kita menginginkan kasih sayang, bukan?”

Anin seperti terhenyak mendengar ucapan tersebut. Tak lama, terlihat matanya mulai berkaca-kaca. Mendadak Anin pun membenamkan wajahnya ke bahuku. Genggaman tangannya erat meremas kemeja yang kugunakan.

“Hiikkss … Huuu … huuu …”

Samar, terdengar isak tangis darinya. Tubuh Anin bergetar. Genggaman tangannya semakin terasa erat

It’s fine, Nin … it’s really fine ….” Kuelus ringan kepalanya. Isak tangisnya yang terdengar tertahan karena wajahnya terbenam didadaku pun semakin intens terdengar. Aku mencoba tetap membuatnya nyaman, mengelus ringan kepalanya agar dia merasa tenang. Air matanya cukup deras, membuat bagian kemeja yang menjadi alas wajahnya terasa sangat basah.

Setelah beberapa lama, perlahan isak tangisnya mulai mereda. Genggaman tangannya mulai mengendur. Kusibak rambutnya kesamping. Anin mengangkat wajahnya menatap kearahku. Tampak jelas matanya yang sembab sehabis menangis.

“Aku tidak suka melihat gadis cantik menangis,” ujarku sambil sedikit tersenyum dan menyeka air mata yang menetes di pipinya. Anin tersenyum dan sedikit tersipu sambil kemudian menyeka mukanya dengan bahu tangannya.

“Nah, gadis cantik sepertimu akan lebih baik jika tersenyum seperti ini,” ujarku sembari terus tersenyum. Kusibakan lagi rambutnya yang mulai turun menutupi wajahnya. Kembali kuelus kepalanya lembut.

“Makasih, Kak …” ujarnya kembali. Kali ini, senyumannya terlihat lebih lepas.

“Tidak apa-apa Nin.” Kutatap matanya dalam. “Semua manusia pasti memiliki saat, dimana dia merasa paling lemah,” jawabku sembari mengelus pipinya yang kemerahan setelah menangis.

“Cuph ….

Anin tiba-tiba mengecup bibirku sambil menutup matanya. Sontak hal tersebut membuatku kaget. Ada apa ini? Setelah beberapa saat, ia membuka matanya. Ketika pandangan kita bertemu, spontan dia melepas kecupannya dan kita berdua saling memalingkan wajah. Sial, mengapa aku bertingkah seperti ini.

Wajahnya terlihat bersemu. Dibukanya bungkus roti yang dia pegang, kemudian dia makan perlahan. Anin masih belum mau menatap kearahku. Tak apa, setidaknya dia sudah lebih baik dari sebelumnya.

Aku mengalihkan pandangan ke depan, sembari memacu kecepatan mobil. Keheningan menyeruak, di tengah rasa canggung yang muncul di antara kami. Tak sepatah kata pun terucap dari mulut kami. Beberapa kali ekor mataku menangkap lirikan matanya ke arahku. Sampai akhirnya pandangan mataku dengannya beradu, kami langsung memalingkan wajah. Wajahku rasanya mulai memanas, seiring dengan pipinya yang nampak mulai bersemu.

BBZZZ BBZZZ

Terdengar bunyi getaran cukup nyaring dari dalam tas Anin. Sepertinya ada yang menelepon dirinya. Dia pun merogoh tasnya, mengambil gawai yang berada didalam tas tersebut. Dilihatnya sekilas layar gawai sebelum langsung dia angkat.

“Halo …. Iya, dengan saya sendiri ….”

“Pengelola apartemen.” Setidaknya, gerak bibirnya mengatakan hal itu saat kulirik dirinya.

“Ooh, gitu ya …. Oke deh …. Nanti saya langsung ambil aja ….” Anin terus berbicara dengan seseorang yang berada di ujung telepon tersebut.

“Iya mas …. Makasih ya, mas …. Iya …. Selamat pagi ….” Anin pun memutus sambungan telepon tersebut.

“Ada apa dengan apartemenmu, Nin?” Tanyaku yang penasaran.

“Ah …. Ini, kak. Kiriman paket dari keluargaku di Palembang udah sampe. Tadi pengelola apartemennya ngasih tau aku.” Anin pun menghela nafas setelahnya. “Katanya paketnya gede, Kak. Aku bingung gimana bawa keatasnya.”

“Mau kubantu, Nin?” aku menawarkan diri untuk menolongnya. Anin terlihat sumringah. “Nggak ngerepotin, Kak?” Aku menggeleng. “Makasih banyak, ya, Kak.” Anin tersenyum lebar setelahnya.

Tak lama kemudian, jarum penunjuk navigasi pun telah sampai di ujung garis, pertanda kami sudah sampai tujuan. Apartemen Anin.

“Langsung parkirin di basemen aja, kak,” ucap Anin saat aku mulai memasuki area apartemennya. Aku mengangguk. Mobilku pun kuarahkan masuk kedalam basemen apartemen tersebut. Aku mendapat slot parkir setelah turun satu lantai, tepat di seberang lift.

Kami pun langsung masuk dan menuju lobi. Disana, sebuah dus berukuran sedang, mungkin besar menurut Anin, sudah menunggu untuk diambil. Kami pun kembali masuk kedalam lift untuk pergi ke lantai delapan, letak dimana unit apartemen miliknya berada.

Tak ada obrolan sedikitpun didalam lift. Degup jantungku masih terasa kencang. Anin pun terlihat menghindari kontak mata denganku. Hingga kami sampai didepan pintu unit miliknya, kami tidak mengobrol sama sekali.

“Masuk, Kak. Maaf kalo berantakan.” Anin mempersilahkanku untuk masuk kedalam unit apartemennya. Sebuah unit apartemen yang cukup mewah dan rapi lengkap dengan perabotannya. “Taro aja disini, kak.”

Akupun menaruh dus tersebut di depan pintu kamar mandi. “Kalau begitu, a-aku pulang dulu, ya.” Aku yang gugup malah berpamitan kepadanya.

Baru saja membalikan badan, tiba-tiba saja lengan kemejaku ditarik. Aku pun menoleh kearah tarikan tersebut.

“Temenin aku malem ini, Kak ….”

.

.

.

Tbc
 
Terakhir diubah:
Finally, yeay!

aku update juga cerita ini. setelah berbagai macam skrining dan penyesuaian.
agak panjang, ya? semoga nggak bikin bosan juga. kemaren-kemaren ada yang lebih panjang kan? masa nggak kuat baca setengahnya dari itu?
ehehe'

sesuai judul aja, janu seolah dapet karma dari "permainan" yang dia lakuin kemaren-kemaren. kaya pribahasa kan? dia menuai apa yang dia tanam.
gitu nggak sih?

btw, kalau tidak pada bosan, apa perlu ada EP kayak eps sebelumnya? soalnya memang rencana update kedepannya, akan dilewat itu adegan janu "menemani" anin semalaman. langsung ke progres cerita selanjutnya.

Like, comment & subscribe yah kakak-kakak semua (biar kayak yutuber, ehehe')
bercanda ding, tapi komen tentang cerita ini aku tunggu ya, biar aku bisa terus perbaiki yang kurang dari cerita ini.

panjang amat bacotnya, maap yah.

pokoknya, selamat menikmati, selamat baca, dan selamat ulang tahun buat Nadila (masih lama kalik)

Baru inget, makasih juga buat @KingSiegfried yang memperbolehkanku meminjam tokoh Erza, meski kedepannya apakah sama atau tidak kelakuannya, apakah cuma numpang lewat ato numpang tidur, tidak ada yang tahu.
Soalnya emang belum kepikiran
Ehehe'
 
Terakhir diubah:
Bimabet
wah Ezra berani beraninya sia sisain Anin kaya gitu
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd