Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

Ada apa dg Val? Salut dah sm suhu mega setiap ceritanya penuh dg intrik kejutan.
Lanjut lusa
 
EPISODE 28 : Am I... Dying?

Aku sedang berjalan di suatu lorong yang sangat putih. Semuanya serba putih, tidak ada spektral hitam sedikitpun. Setelah berjalan kira-kira beberapa menit lamanya, aku mulai melihat seseorang di kejauhan. Aku pun mempercepat langkahku untuk mendatangi orang itu. Aku harus memastikan ada dimana sekarang aku ini.

Aku terus berlari, berlari, dan berlari untuk mendatangi orang itu. Capek sekali aku rasanya, padahal hanya berlari seperti ini saja. Setelah aku berada cukup dekat dengan orang itu, tiba-tiba orang itu memalingkan wajahnya kearahku seolah-olah ingin melihat siapa yang sedang berlari mendatanginya. Lho, wajah itu kan...

“Eh... Akung.” Kataku.

Sekedar pengetahuan, Akung adalah sebutan untuk kakek kita dalam Bahasa Tionghoa.

“Eh... Kamu kan... Jay. Eh betul ya namamu Jay. Anaknya Yunia kan?” Tanya kakekku.

“Betul, kung. Aku Jay.” Kataku.

“Waah, kamu udah besar ya sekarang. Ganteng lho, kaya Yunia waktu muda.” Kata kakekku.

Errr, ibuku kan wanita. Kenapa aku dibilang ganteng dan dibandingkan dengan ibuku yang wanita ya? Hahaha. Tapi ya sudahlah, aku paham kok maksudnya.

“Hehehehe. Anaknya siapa dulu dong, kung.” Kataku.

“Waaah, sehat juga kamu lho sepertinya. Tampangmu sih mengatakan bahwa kamu itu anaknya pinter, pasti banyak wanita yang suka ya.” Kata kakekku.

“Waduuuhhh... Hehehehe... Doain aja yah, Kung. Sejauh ini sih ada dua kayanya yang beneran suka.” Kataku.

“Lhooo kok cuma dua? Kuraaannggg. Lima harusnya.” Kata kakekku.

“Waduuhhh... Banyak amat, kung.” Kataku.

“Lima mah biasa. Dulu Akung ada belasan yang naksir.” Kata kakekku.

“Waah, enak banget ya, Kung.” Kataku.

“Tapi tetep lho, Jay. Walau ada belasan yang naksir, tetep Ama kamu itu yang paling sempurna diantara yang lainnya.” Kata kakekku.

Sekedar pengetahuan, Ama adalah sebutan untuk nenek dalam Bahasa Tionghoa.

“Oh, selalu gitu yah pasti, Kung?” Tanyaku.

“Betul. Selalu gitu.” Kata kakekku.

Hmmm, selalu ada yang paling sempurna ya diantara yang lainnya. Sekarang saja sudah ada dua, yaitu Villy dan Martha. Andai seandainya, aku harus memilih diantara five angels itu, entah siapa yang paling sempurna. Jujur, aku sendiri baru memikirkannya sekarang. Apakah suatu saat nanti, aku harus memilih satu diantara mereka jika memang aku serius dengan mereka? Jika tidak bisa, berarti melepaskan semuanya. Akankah aku berada dalam kondisi seperti itu? Ah, sudahlah! Memilih antara Villy dan Martha saja aku mungkin sudah pusing, apalagi kalau bertambah tiga orang.

“Oh iya, kok kamu ada disini? Harusnya kamu nggak disini, Jay.” Kata kakekku.

“Hmmm, aku juga bingung sebetulnya, Kung. Ini dimana sih?” Tanyaku.

“Hmmm, sebentar.” Kata kakekku sambil memejamkan mata.

Kemudian, kakekku memejamkan matanya dengan sangat serius. Sesekali dia mengangguk-angguk. Tidak lama kemudian, dia membuka matanya kembali.

“Ternyata udah ada lima. Tadi kamu bilang cuma dua yang suka.” Kata kakekku.

“Yang tiga lagi mah cuma becanda kali, kung.” Kataku.

“Lho, kita nggak tahu lho perasaan wanita. Wanita itu makhluk yang sulit ditebak.” Kata kakekku.

“Hmmm, setuju.” Kataku.

Kemudian, kami berdua sama-sama tertawa.

“Jay, kamu sekarang sedang dalam masa kritis dan dirawat di rumah sakit.” Kata kakekku.

“Oh, gitu. Akung tau darimana?” Tanyaku.

“Itu nggak penting, Jay. Yang penting, kamu itu masih punya tanggung jawab besar, sangat besar malah. Kamu belum boleh pergi kesini dulu.” Kata kakekku.

“Oh gitu. Gimana caranya aku kembali kesana, kung?” Tanyaku.

“Kamu tinggal lari lagi ke titik tempat semula kamu dateng.” Kata kakekku.

“Lari lagi? Tapi beneran lho, kung. Aku capek banget. Ga tau kenapa, tapi badanku udah kaya ga bisa digerakin lagi.” Kataku.

“Tapi, kamu harus bisa. Jangan menyerah.” Kata kakekku.

“Iya sih, kung. Tapi entah kenapa untuk kali ini, bener deh badanku tuh kaya ga bisa digerakin lagi. Aku pengen banget balik kesana, tapi badanku ga kuat lagi.” Kataku.

“Itu... Siapa itu temen kamu... Yang lumayan cantik, rambutnya bagus, dan otaknya pinter banget...” Kata kakekku.

“Hmmm... Valensia?” Tanyaku.

“Nah itu Valensia. Aduh, nama orang zaman sekarang itu kok susah-susah sih. Itu temen kamu yang itu, butuh banget bantuan kamu. Cuma kamu yang bisa nyelamatin dia, lho.” Kata kakekku.

Ah, aku langsung teringat akan kenanganku bersama Valensia. Saat pertama kali kita berkenalan dalam laboratorium pemrograman. Saat tahu bahwa dia adalah yang paling berbakat diantara seluruh kelasnya. Saat kami mulai ngobrol, makan siang, dan curhat bareng. Kejadian saat kita dipalak oleh anak-anak SMA itu, dan setelahnya malah sparring tanding. Saat... mulai mengarah ke hal yang sedikit porno, tapi tidak terlalu porno. Dan yang lebih kuat lagi, kejadian yang seolah-olah baru kemarin, saat ia menghajarku habis-habisan.

“Lu mendem rasa sayang kan ama Ko Jay!” Kata Villy yang terbayang-bayang dalam ingatanku.

Betulkah itu, Val? Masa sih? Lo itu wanita yang baik, pinter, dan peduli banget ama temen. Lu mah ga pantes dapet cowok kaya gua, yang ga pernah bener dari dulu juga.

“Apapun yang kamu pikirin, atau yang dia katakan, tapi yang jelas dia itu butuh banget bantuan kamu. Yakin kamu mao disini aja, Jay?” Tanya kakekku.

Mendengar pencerahan dari kakekku, aku seperti mendapatkan tenaga. Tidak cukup untuk membuat rasa capekku hilang, tapi cukup untuk membuatku merasa bisa berlari.

“Kung, aku mao balik dulu.” Kataku.

“Nah, gitu dong. Cucu akung harus kuat! Kalo lemah gitu, sampe selamanya cuma bisa muasin dua cewek di ranjang. Masih ada tiga lagi yang harus kamu puasin. Dua itu baru maju satu-satu lho, belum kalo dua-duanya ngeroyok kamu.” Kata kakekku.

Ups! Kok begitu menancap yah perkataan kakekku.

“Ya ampun, akung kok ngajarinnya ga bener sih?” Tanyaku.

“Lho, apanya yang ga bener? Yah namanya juga laki-laki, wajar aja kalo suka sama cewek. Tapi kamu tau kan apa yang penting?” Tanya kakekku.

“Iya, kung. Tanggung jawab.” Kataku.

“Nah, kamu emang pinter banget Jay, kayak Yunia dulu. Pinter banget.” Kata kakekku.

“Kung, makasih banyak ya buat pencerahannya.” Kataku.

“Iya. Udah kamu cepetan balik sana. Belum saatnya kamu kesini sekarang. Nanti kalo udah saatnya kamu kesini, kita ngobrol banyak lagi.” Kata kakekku.

“Iya, kung.” Kataku.

“Tapi, Jay, kamu harus inget satu hal.” Kata kakekku.

“Oh, apa tuh?” Tanyaku.

“Kalo kita ngobrol lagi, berdua aja. Jangan ajak Ama kamu ato Yunia. Bisa-bisa akung disemprot sama mereka.” Kata kakekku sambil senyum-senyum.

“Hahahaha. Dasar akung nih.” Kataku sambil tertawa.

“Oke, sekarang ayo kamu balik! Taklukan kelima malaikat yang bersemayam di hatimu itu!” Kata kakekku.

“Iya, kung. Aku pergi dulu ya!” Kataku.

“Maaf, Jay. Satu hal lagi, tetep hanya ada satu yang sempurna diantara lima malaikat itu.” Kata kakekku.

“Hmmm, aku belum kepikiran sih akan hal itu, tapi nanti suatu saat aku akan ngambil keputusan.” Kataku.

“Sip!” Kata kakekku sambil mengacungkan jempol.

Aku pun membalasnya dengan mengacungkan jempol kearahnya, kemudian aku segera berbalik badan. Aku terus berlari, tanpa mempedulikan rasa capekku. Saat ini, Valensia sedang menungguku. Aku tidak boleh menyerah. Aku terus berlari, sampai akhirnya aku menemukan cahaya putih yang sangat menyilaukan. Cahaya putih itu terus menyelimuti tubuhku. Meskipun begitu, aku terus bertekad untuk berlari sekuat tenaga. Tidak peduli halangan apapun yang merintangiku, aku tidak akan pernah menyerah untuk menolong Valensia.

Setelah itu, aku membuka mataku. Aku melihat banyak pepohonan berwarna hijau yang sangat rimbun. Ah, ada dimana aku sekarang? Kenapa aku bisa berada di hutan begini? Bukan hanya itu, aku melihat pepohonan itu terkadang menjadi transparan, dan kembali menjadi padat. Beberapa pohon pun mulai melayang-layang dan bergerak-gerak sendiri. Kemudian, beberapa dari pohon-pohon itu pun mulai lenyap perlahan-lahan, sampai akhirnya seluruh pohon itu pun sudah lenyap. Kini, yang ada dalam pandanganku adalah suatu bidang yang serba putih, dan juga ada bundaran cahaya di kiri dan kanan bidang putih itu. Ukh, kepalaku pusing sekali rasanya. Apakah ini artinya, aku tidak berhasil kembali ke dunia? Aku melihat ke sekelilingku. Aku mendapati bahwa aku sedang terbaring dalam ruangan yang berbentuk persegi panjang. Ada gordyn berwarna krem yang menutupi sesuatu yang terang dibaliknya. Ada meja, kursi, dan juga dispenser air. Aku melihat tangan kiriku, dan benda yang menempel ditangan kiriku. Oh, rupanya infus.

Akhirnya, aku menyadari bahwa aku sedang terbaring di rumah sakit. Perasaan ini, ya... ini adalah perasaan paling menyenangkan, yaitu perasaan bahwa kita hidup. Ah, rupanya aku berhasil kembali ke dunia. Aku pun lega. Aku berusaha membangunkan badanku. Aku merasakan ada orang yang sedang menggenggam tangan kananku dengan erat. Aku melihat ke kanan untuk melihat siapa orang itu. Orang itu pun juga sepertinya terbangun dari tidurnya. Setelah melihat diriku, orang itu berusaha menutup dan membuka matanya berulang-ulang untuk memastikan apa yang dia lihat.

“Ko Jay.” Kata Senja.

“Eh, Senja.” Kataku.

Wajahnya begitu acak-acakan. Bibirnya tampak kering sekali, dan wajahnya terlihat lemas sekali.

“Ko Jay... Ko Jaay... Syukurlah...” Kata Senja.

“Eh, aku ketiduran ya, Sen?” Tanyaku.

“Iya, koko ga sadarin diri selama seharian penuh.” Kata Senja.

“Yang lainnya mana, Sen?” Tanyaku.

“Yang lainnya lagi pergi sebentar, ko.” Kata Senja.

Ya ampun, apa dia menjagaku semalaman? Wajah yang acak-acakan itu sepertinya menandakan ia belum sempat mandi. Bibir yang tampak kering menandakan ia jarang minum. Wajah yang terlihat lemas sekali menandakan ia kurang makan, atah bahkan tidak makan. Sepeduli itukah dia padaku sampai ia lupa mengurus dirinya sendiri?

Kemudian, Senja segera mengambil telpon dan menelpon seseorang.

“Sus! Ini Ko Jay udah sadar. Kesini sekarang ya tolong, sus.” Kata Senja.

Setelah menutup telponnya, Senja mengelus-elus tanganku. Wajahnya tampak senang. Tidak lama kemudian, datanglah seorang suster bersama dokter ke kamarku.

“Gimana perasaan kamu, Jay?” Tanya dokter.

“Hmmm, pusing-pusing gitu sih, dok.” Kataku.

“Iya, kamu habis diberi obat yang cukup keras. Tulang rusuk kamu patah dan menusuk organ dalam kamu. Kamu sempat infeksi dan kritis. Tapi, suatu keajaiban kamu bisa bangun, padahal masa kritismu belum lewat, lho.” Kata dokter.

Hmmm, aku tidak heran bila dokter itu berkata bahwa ini adalah keajaiban. Ya, semua ini salah satunya berkat kakekku yang memberiku semangat.

“Dok, aku kayanya laper nih.” Kataku.

“Wuah, biasanya pasien itu lemes dan maunya tiduran aja. Bagus kalo kamu mau makan. Itu akan mempercepat pemulihan kamu. Sus, tolong pesenin makanan ya. Yang lunak-lunak aja dulu.” Kata dokter.

“Baik, dok. Mbak Senja sekalian aku pesenin makan ya. Kasian belum makan apa-apa dari kemarin.” Kata suster.

“Aku nanti aja, sus. Yang penting buat Ko Jay aja dulu. Habis itu, baru nanti pesenin makan untuk aku.” Kata Senja.

“Nggak sekalian aja?” Tanya suster.

“Udah, sus. Jangan kebanyakan debat, nanti pasiennya nggak makan-makan.” Kata dokter.

“Oke, dok. Aku pesenin makan dulu ya.” Kata suster sambil keluar dari ruanganku.

“Oke, Jay. Yang penting kamu itu sudah sadar, itu suatu pertanda yang sangat positif, positif sekali malah. Tidak pernah ada kejadian organ dalam luka dan infeksi, tapi sadar begini cepat. Masih terasa sakit?” Tanya dokter.

“Ya, sakit sedikit sih dok di perut kanan.” Kataku.

“Wajar. Nggak apa-apa, Jay. Saya tinggal dulu, nanti saya balik lagi untuk pereksa kondisi kamu lebih jauh. Kamu yang penting banyak istirahat, dan makan yang cukup.” Kata dokter.

“Baik, dok. Terima kasih, dok.” Kataku.

Kemudian, dokter itu pun keluar dari kamarku. Tinggal aku dan Senja di kamar rawatku ini.

“Sen, emang kamu belum makan apa-apa dari kemaren?” Tanyaku.

“Oh. Belom sih, ko. Nggak pengen makan habisnya.” Kata Senja.

“Tapi kamu mesti makan, lho. Tar kamu sakit malah.” Kataku.

“Iya. Nanti habis makanan Ko Jay dateng, aku pesen suster untuk pesenin makanan.” Kata Senja.

“Lho? Kenapa ga sekalian aja?” Tanyaku.

“Nggak apa-apa lah ko. Buat satu makanan kan lebih cepet dari dua. Yang penting koko dulu. Biar lebih cepet makanannya dateng. Nanti habis itu aku baru makan deh.” Kata Senja.

Hmmm? Aku baru kali ini melihat Senja yang seperti ini. Ternyata dibalik sifat kekanak-kanakan dan tidak mau kalahnya itu, ada sifat besar seperti pengorbanan. Aku sudah melihatnya sih saat kencan bersamanya di dufan. Ia tetap mengajakku main ini itu yang menyeramkan baginya, hanya agar aku senang. Menarik dan mengagumkan memang. Aku tidak menyangka dibalik sifat kekanak-kanakan, ada sifat yang jauh lebih besar baiknya.

BERSAMBUNG KE EPISODE-29
 
Senja... Yah... Kemungkinan besar dia yang paling sempurna... Dan mungkin... Intriknya... Karena ada ortu yang g setuju anaknya ama jay... Hehehehee......
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd