Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mengapa banyak coretan dalam Naskah Proklamasi

thombol

Calon Suhu Semprot
Daftar
10 Oct 2012
Post
2.776
Like diterima
160
Lokasi
Di dalam hati
Bimabet
Selamat malam para sesepuh dan para semproter, permisi nubie kembali berbagi info (sesuai janji nubie :banzai: ). Berikut makalahnya...

Bahwa sejarah adalah torehan tinta penguasa.
Sejarah adalah kisah sepihak. Dan banyaknya
anggapan yang menjadi keyakinan bahwa sejarah
negeri ini telah dimodifikasi (untuk tidak
mengatakan dimanipulasi).
Kisah ini berawal di meja perundingan Renville.
Ketika segala peristiwa kelabu menggelayuti
atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia
dalam keadaan vacuum of power. Perjanjian
Renville menjadikan RI hilang dari bumi
Nusantara, berubah menjadi RIS, negara serikat
bentukan Belanda. Sederhananya, Indonesia
pindahan. Pada saat itulah, Soekarno
memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke
Yogyakarta, karena Indonesia tinggal Yogyakarta
saja. Sebab daerah defacto RI pada saat itu hanya
terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7
kabupaten saja (menurut fakta-fakta perundingan
dengan Kerajaan Belanda, perjanjian Linggarjati
tahun 1947 hasilnya defacto RI tinggal pulau
Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada
tahun 1948, defacto RI adalah hanya terdiri dari
Yogyakarta). Seluruh kepulauan Indonesia
termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai
oleh Kerajaan Belanda.
Parahnya, untuk memberi legitimasi Islami, dan
untuk menipu umat Islam Indonesia dalam
memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah
memanipuiasi terminologi Al-Qur’an dengan
menggunakan istilah “Hijrah” untuk menyebut
pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak
Islami dan tidak terkesan melarikan diri.
Namun S.M. Kartosuwiryo dengan pasukannya
tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah
ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia
berusaha mempertahankan wilayah jawa Barat,
dan menamakan Soekarno dan pasukannya
sebagai pasukan liar yang kabur dari medan
perang.
Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun
1930-an, istilah”hijrah” sudah pernah
diperkenalkan, dan dipergunakan sebagai metode
perjuangan modern yang brillian oleh S.M.
Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap
sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934
telah muncul dua metode perjuangan yaitu
cooperatif dan non cooperatif. Metode non
cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam
parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah
Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha
menghadapi penguasa yang ada. Lalu muncullah
S.M. Kartosuwiryo dengan metode hijrah, sebuah
metode yang berusaha membentuk komunitas
sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha
untuk melawan kekuatan penjajah.
Akan tetapi, pada waktu itu metode ini dikecam
keras oleh Agus Salim, karena menganggap S.M.
Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di
dalam suatu masyarakat yang belum melek
politik. Sehingga ia kemudian berusaha
menanamkan politik dan metode hijrah itu
kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan
harapan setelah memahami politik, mereka mau
menggunakan metode ini, karena paham politik
sangat penting. Namun Agus Salim menolaknya,
karena ia tidak setuju dengan politik tersebut.
Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah
boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi
tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang
berlangsung, dan hanya elit pemimpin saja yang
boleh mengetahui. Sedangkan “hijrah” adalah
berusaha menarik diri dari perdebatan politik,
kemudian berusaha membentuk barisan
tersendiri dan berusaha dengan kekuatan sendiri
untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang
tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor
inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu
melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode
hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus
Salim.
Walaupun metode hijrah bagi sebagian tokoh
politik saat itu terlihat mustahil untuk digunakan
sebagai metode perjuangan, namun ternyata
dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan
terbentuknya Negara Islam Indonesia yang
diproklamasikan dibawah bendera
Bismillahirrahmaniirrahim.
Sehingga pantaslah, jika kita tidak
memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya
secara seksama, akan memunculkan anggapan
bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti
adanya negara di dalam negara, karena
Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu
dilakukan.
Namun sebenarnya jika kita memahami sejarah
secara benar dan adil, maka kedudukan Negara
Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan
negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah
Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam
Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami
ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa
Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan
dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam
Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya
berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut
bergabung secara revolusional. Barangkali benar,
bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-
satunya gerakan rakyat yang disambut demikian
meriah di beberapa daerah di Indonesia.
Melihat sambutan yang gemilang hangat dari
saudara muslim lainnya, maka rezim Soekarno
berusaha untuk menghambat tegaknya Negara
Islam Indonesia bersama A.H. Nasution, seorang
tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan
hingga sekarang, tetapi ternyata mempunyai
kontribusi yang negatif dalam perkembangan
Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno
berusaha menutupi segala hal yang
memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara
lslam Indonesia kembali terangkat di kalangan
masyarakat, seperti penyembunyian tempat
eksekusi dan makam tokoh pergerakan Islam
tersebut.
Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya
penguasa Orde Lama dan Orde Baru, telah
melakukan kejahatan politik dan sejarah
sekaligus, yang dosanya sangat besar yang
rasanya sulit untuk dimaafkan. Karena prilaku
politik yang mereka pertontonkan telah
menyesatkan masyarakat dalam memahami
sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan
sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk
memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal
yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta
pribadi S.M. Kartosuwiryo. Seperti pengubahan
data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya.
Semua itu ditujukan agar SMK dan Negara Islam
Indonesia jauh dari ingatan masyarakat.
Sekalipun demikian, S.M. Kartosuwiryo tidak
berusaha membalas tindakan dhalim pemerintah
RI. Pernah suatu ketika Mahkamah Agung
(Mahadper) menawarkan untuk mengajukan
permohonan grasi (pengampunan) kepada
presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang
telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun
dengan sikap ksatria ia menjawab,” Saya tidak
akan pernah meminta ampun kepada manusia
yang bernama Soekarno”.
Kenyataan ini pun telah dimanipulasi. Menurut
Holk H. Dengel dalam bukunya berbahasa
Jerman, dan dalam terjemahan Indonesia
berjudul: Darul Islam dan Kartosuwiryo, Angan-
angan yang Gagal, mengakui bahwa telah terjadi
manipulasi data sejarah berkenaan dengan sikap
Kartosuwiryo menghadapi tawaran grasi tersebut.
Tokoh sekaliber Kartosuwiryo tidak mungkin
minta maaf, namun ketika kita baca dalam
terjemahannya yang diterbitkan oleh Sinar
Harapan telah diubah sebaliknya, bahwa
Kartosuwiryo meminta ampun kepada Soekamo,
dan kita tahu Sinar Harapan adalah bagian dari
kekuatan Kristen yang bahu -membahu dengan
penguasa sekuler dalam mendistorsi sejarah
Islam.
Dalam majalah Tempo 1983, pernah dimuat kisah
seorang petugas eksekusi S.M. Kartosuwiryo,
yang menggambarkan sikap ketidak pedulian
Kartosuwiryo atas keputusan yang ditetapkan
Mahadper RI kepadanya. Ia mengatakan bahwa 3
hari sebelum hukuman mati dilaksanakan,
Kartosuwiryo tertidur nyenyak, padahal petugas
eksekusinya tidak bisa tidur sejak 3 hari sebelum
pelaksanaan hukuman mati. Dari sinilah akhimya
diketahui kemudian dimana pusara Kartosuwiryo
berada, yaitu di pulau Seribu. (Kisah ini mirip
dengan kasus Amrozi cs di penjara).
Usaha untuk mengungkapkan manipulasi sejarah
adalah sangat berat. Satu di antara fakta sejarah
yang dimanipulasi, adalah untuk mengungkap
kebenaran tuduhan teks proklamasi dan UUD
Negara Islam Indonesia adalah jiplakan dari
proklamasi Soekarno-Hatta. Yang sebenanya
terjadi justru kebalikannya.
Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom (6 – 9 Mei
1945) S.M. Kartosuwiryo sudah tahu melalui
berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan
peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara
Islam Indonesia. Ia datang ke Jakarta bersama
pasukan Hizbullah dan mengumpulkan massa
guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya
Negara Islam Indonesia dan rancangan konsep
proklamasi Negara Islam lndonesia kepada
masyarakat.
Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah
ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang
kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu
bukan perkara sulit. Salah satu di antara massa
yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah
Sukarni dan Ahmad Soebardjo.
Mengetahui banyaknya dukungan terhadap
sosialisasi ini, Sukarni dan Ahmad Soebardjo
menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok agar
mempercepat proklamasi RI sehingga Negara
Islam Indonesia tidak jadi tegak. Bahkan dalam
bukunya, Holk H. Dengel menyebutkan tanggal
14 Agustus 1945 Negara Islam Indonesia telah di
proklamirkan, tetapi yang sebenarnya baru
sosialisasi saja.
Ketika di Rengasdengklok Soekarno menanyakan
kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis
Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya (Lahirnya
Republik Indonesia), “Masih ingatkah saudara,
teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar
kita ?”
“Ya saya ingat”, saya menjawab,”Tetapi tidak
lengkap seluruhnya”.
“Tidak mengapa,” Soekarno bilang, “Kita hanya
memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut
Proklamasi dan bukan seluruh teksnya”.
Soekarno kemudian mengambil secarik kertas
dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya
ucapkan sebagai berikut : “Kami rakyat Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan”.
Jika kesaksian Ahmad Soebardjo ini benar, jelas
tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD
1945 baru disahkan dan disetujui tanggal 18
Agustus 1945 setelah proklamasi. Sehingga
pertanyaan yang benar semestinya adalah,
“Masih ingatkah saudara akan sosialisasi
proklamasi Negara Islam Indonesia?”
Maka wajarlah jika naskah Proklamasi RI yang asli
terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata
Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah
proklamasi Negara Islam Indonesia, dan bukan
sebaliknya.
Memang sedikit sejarawan yang mengetahui
mengenai kebenaran sejarah ini. Di antara yang
sedikit itu adalah Ahmad Mansyur Suryanegara,
beliau pernah mengatakan bahwa S.M.
Kartosuwiryo pernah datang ke Jakarta pada awal
Agustus 1945 bersama pasukan Hizbullah dan
Sabilillah.
“Sebenarnya, sebelum hari-hari menjelang
proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945,
Kartosuwiryo telah lebih dahulu menebar aroma
deklarasi kemerdekaan Islam, ketika
kedatangannya pada awal bulan Agustus setelah
mengetahui bahwa perseteruan antara Jepang
dan Amerika memuncak dan menjadi bumerang
bagi Jepang. Ia datang ke Jakarta bersama
dengan beberapa orang pasukan laskar Hizbullah,
dan segera bertemu dengan beberapa elit
pergerakan atau kaum nasionalis untuk
memperbincangkan peluang yang mesti diambil
guna mengakhiri dan sekaligus mengubah
determinisme sejarah rakyat Indonesia.
Untuk memahami mengapa pada tanggal 16
Agustus pagi Hatta dan Soekamo tidak dapat
ditemukan di Jakarta, kiranya pertanyaan sejarah
berikut ini perlu diajukan:
Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar
begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang
memang sangat menyetujui persiapan
kemerdekaan Indonesia?
Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno,
apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta?
Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan
kami bangsa Indonesia …?
Bukankah itu sesungguhnya adalah rancangan
Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo
pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada
mereka?
Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh
para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan
Ahmad Soebardjo, ke garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak
di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih
melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak
terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga
Soekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang. Tujuan ini mereka tolak.
Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan jika kemerdekaan dicanangkan.
Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945.
Maka, seingat Soekarni dan Ahmad Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang bayang konsep proklamasi dari S.M. Kartosuwiryo,bukan pada konsep pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI.” (Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, hal. 65, Pen. Darul Falah, Jakarta).
Negara Islam Indonesia sendiri diproklamirkan di daerah yang dikuasai oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Yogya.
Jadi tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia didirikan dan diproklamirkan di dalam negara Republik Indonesia. Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda.
Jadi, kenapa teks proklamasi Indonesia banyak
coretan?

:ampun: kalo coretan berantakan soalnya melalui bb amsiong butut....
Semoga berkenan :beer:
 
Ketika di Rengasdengklok Soekarno menanyakan
kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis
Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya (Lahirnya
Republik Indonesia), “Masih ingatkah saudara,
teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar
kita ?”
“Ya saya ingat”, saya menjawab,”Tetapi tidak
lengkap seluruhnya”.
“Tidak mengapa,” Soekarno bilang, “Kita hanya
memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut
Proklamasi dan bukan seluruh teksnya”.
Soekarno kemudian mengambil secarik kertas
dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya
ucapkan sebagai berikut : “Kami rakyat Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan”.
Jika kesaksian Ahmad Soebardjo ini benar, jelas
tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD
1945 baru disahkan dan disetujui tanggal 18
Agustus 1945 setelah proklamasi. Sehingga
pertanyaan yang benar semestinya adalah,
“Masih ingatkah saudara akan sosialisasi
proklamasi Negara Islam Indonesia?”
Maka wajarlah jika naskah Proklamasi RI yang asli
terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata
Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah
proklamasi Negara Islam Indonesia, dan bukan
sebaliknya.

seingat ane sih pembukaan uud yg dmaksud adalah piagam jakarta 22 juni 1945 yang akan disahkan menjadi pembukaan uud 1945 minus kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk agamanya, yang dilobi oleh hatta utk dihapus. dan piagam jakarta merupakan elaborasi dr kesepakatan sidang bpupk terkait pancasila yg dikemukakan oleh soekarno pada 1 juni 1945 dimana terbentuk panitia sembilan dengan soekarno dan hatta ada didalamnya.
 
seingat ane sih pembukaan uud yg dmaksud adalah piagam jakarta 22 juni 1945 yang akan disahkan menjadi pembukaan uud 1945 minus kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk agamanya, yang dilobi oleh hatta utk dihapus. dan piagam jakarta merupakan elaborasi dr kesepakatan sidang bpupk terkait pancasila yg dikemukakan oleh soekarno pada 1 juni 1945 dimana terbentuk panitia sembilan dengan soekarno dan hatta ada didalamnya.

Memang suhu cuma diperhalus aja mungkin makalah berikut dapat menjelaskan :

Piagam Jakarta adalah dokumen historis berupa kompromi antara pihak Islam dan pihak
kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Disebut juga "Jakarta Charter".
Merupakan piagam atau naskah yang disusun
dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh
Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini
disusun karena wilayah Jakarta yang besar,
meliputi 5 kota dan satu kabupaten, yaitu Jakarta
Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara,
Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu. Oleh
karena itu, provinsi DKI Jakarta dibentuk dengan
piagam tersebut dan menetapkan Soewirjo
sebagai gubernur DKI Jakarta yang pertama
sampai 1947.
Sembilan tokoh tersebut adalah Ir. Soekarno,
Mohammad Hatta, Sir A.A. Maramis, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus
Salim, Sir Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan
Sir Muhammad Yamin. BPUPKI dibentuk 29 April
1945 sebagai realisasi janji Jepang untuk
memberi kemerdekaan pada Indonesia.
Anggotanya dilantik 28 Mei 1945 dan
persidangan pertama dilakukan keesokan harinya
sampai dengan 1 Juni 1945. Sesudah itu
dibentuk panitia kecil (8 orang) untuk
merumuskan gagasan-gagasan tentang dasar-
dasar negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara
pada persidangan pertama. Dalam masa reses
terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun
naskah yang semula dimaksudkan sebagai teks
proklamasi kemerdekaan, namun akhirnya
dijadikan Pembukaan atau Mukadimah dalam
UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam
Jakarta.
Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan
melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme,
serta memulai dasar pembentukan Negara
Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua
dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni
1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu
merupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan
Konstitusi Republik Indonesia.

Berikut ini butiran-butirannya yang sampai saat
ini menjadi teks pembukaan UUD 1945.
“
Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan,
karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan
dan peri-keadilan.
Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat jang
berbahagia dengan selamat sentosa
mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-
gerbang Negara Indonesia, jang merdeka,
bersatoe, berdaoelat, adil dan makmoer.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan
dengan didorongkan oleh keinginan jang loehoer,
soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas,
maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan
kemerdekaannja.
Kemudian daripada itoe, oentoek membentoek
suatoe Pemerintah Negara Indonesia jang
melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan
seloeroeh toempah darah Indonesia, dan untuk
memadjoekan kesedjahteraan oemoem,
mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet
melaksanakan ketertiban doenia jang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disoesoenlah
kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam
suatu Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang
terbentoek dalam suatu susunan negara
Repoeblik Indonesia jang berkedaoelatan Rakjat,
dengan berdasar kepada:
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban
mendjalankan sjari'at Islam bagi
pemeloek2-nja*
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat,
kebidjaksanaan dalam
permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat
Indonesia.
Djakarta, 22-6-1945
Panitia Sembilan
1. Ir. Soekarno
2. Mohammad Hatta
3. Sir A.A. Maramis
4. Abikoesno Tjokrosoejoso
5. Abdul Kahar Muzakir
6. H. Agus Salim
7. Sir Achmad Subardjo
8. Wahid Hasyim
9. Sir Muhammad Yamin.
”
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua
BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah
(preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD
45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD.
Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan
Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas
usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan
Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo
dan Ki Bagus Hadikusumo.
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani
oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar
Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Perkembangan Piagam Jakarta Selanjutnya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Di Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Piagam
Jakarta dinyatakan Menjiwai UUD 1945 dan adalah suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi. DPR pada saat itu menerima hal ini dengan Aklamasi pada tanggal 22 juli 1959.
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 Memorandum DPRGR 1966 mengenai sumber tertib Hukum RI ditingkatkan menjadi keputusan
MPRS Nomor XX/MPRS/1966, di dalam keputusan
ini ditegaskan kembali bawasanya bahwa Piagam
Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang - Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut.
 
Atau kertasnya sisa selembar itu doang, kagak bisa ganti kertas laen.... Makanya di coret2 aja.. Hhooooeemmmm.......
 
Kelihatannya resume di atas berasal dr sumber2 yg pro DI/TII ya suhu?

Tentang isi dr resume tersebut klo boleh kita bahas, bagaimana bisa Soekarno-Hatta dikatakan menjiplak proklamasi Negara Islam (NI) kalau NI itu sendiri baru diproklamirkan pd tahun 1949? Adanya kata 'negara' lain yg digagas oleh masyarakat kita sendiri pasca terbentuknya Republik Indonesia scr resmi yg ditandai dgn pembacaan proklamasi kemerdekaan 17-08-1945 dgn sendirinya merupakan upaya2 makar. Apalagi posisi NI saat itu yg mendapat sokongan senjata dan logistik oleh CIA (dimanfaatkan untuk memecah keberadaan RI yg stabil di kawasan Asia Tenggara).

Indikasi beliau bakal mencetuskan tindakan makar sesungguhnya sdh mulai tercium pada tahun 1928 (sktr peristiwa Sumpah Pemuda). Beliau tidak mau berjuang di sisi bangsa kita karena Republik ini tidak didirikan di atas asas Islam. Jadi satu2nya alasan Kartosoewirjo ikut dalam perang kemerdekaan bukan karena ia murni ingin membela bangsa ini, tp semata-mata karena kebenciannya terhadap penjajah 'kafir', untuk kemudian menyiapkan landasan tandingannya sendiri pasca penjajah terusir dr Nusantara. Bagaimana bisa proklamator negara kita berkompromi dgn pelaku makar, apalagi membawa ide2nya yg jelas2 bertentangan?

Nah, jd menurut ane sudah jelas. Teks proklamasi (dlm wujud tulisan, bkn ketikan) yg banyak coretan itu murni sebagai dampak ketergesa-gesaan proklamator kita untuk menyiapkan teks proklamasi agar bisa lgsg dibacakan keesokan harinya. Kita juga tahu bahwa kondisi saat itu amat kritis di tengah2 'penculikan' Rengasdengklok bukan? Jadi intinya hal ini sbnrnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan NI atau kartosoewirjo.
 
Kenapa banyak coretannya ?? Mungkin biar kelihatan lebih kereenn. Hahahahahahaha
 
Itu di piagam jakarta abdul kahar muzakir apa abdul kahar muzakar suhu?


tp emang menurut ane banyak kejadian penting di masa lampau yang di pelintir, di modifikasi,demi kepentingan segelintir golongan,, dan banyak buku2 sejarah yang dimusnahkan,, :galau:

Andai aja ada pintu kemana sajanya doraemon,, eh, :bata:
 
Kelihatannya resume di atas berasal dr sumber2 yg pro DI/TII ya suhu?

Tentang isi dr resume tersebut klo boleh kita bahas, bagaimana bisa Soekarno-Hatta dikatakan menjiplak proklamasi Negara Islam (NI) kalau NI itu sendiri baru diproklamirkan pd tahun 1949? Adanya kata 'negara' lain yg digagas oleh masyarakat kita sendiri pasca terbentuknya Republik Indonesia scr resmi yg ditandai dgn pembacaan proklamasi kemerdekaan 17-08-1945 dgn sendirinya merupakan upaya2 makar. Apalagi posisi NI saat itu yg mendapat sokongan senjata dan logistik oleh CIA (dimanfaatkan untuk memecah keberadaan RI yg stabil di kawasan Asia Tenggara).

Indikasi beliau bakal mencetuskan tindakan makar sesungguhnya sdh mulai tercium pada tahun 1928 (sktr peristiwa Sumpah Pemuda). Beliau tidak mau berjuang di sisi bangsa kita karena Republik ini tidak didirikan di atas asas Islam. Jadi satu2nya alasan Kartosoewirjo ikut dalam perang kemerdekaan bukan karena ia murni ingin membela bangsa ini, tp semata-mata karena kebenciannya terhadap penjajah 'kafir', untuk kemudian menyiapkan landasan tandingannya sendiri pasca penjajah terusir dr Nusantara. Bagaimana bisa proklamator negara kita berkompromi dgn pelaku makar, apalagi membawa ide2nya yg jelas2 bertentangan?

Nah, jd menurut ane sudah jelas. Teks proklamasi (dlm wujud tulisan, bkn ketikan) yg banyak coretan itu murni sebagai dampak ketergesa-gesaan proklamator kita untuk menyiapkan teks proklamasi agar bisa lgsg dibacakan keesokan harinya. Kita juga tahu bahwa kondisi saat itu amat kritis di tengah2 'penculikan' Rengasdengklok bukan? Jadi intinya hal ini sbnrnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan NI atau kartosoewirjo.

Sebelum terima kasih atas kriktik suhu, memang ini dari beberapa yang nubie tangkap karena ada arah kesana tapi soal mengapa tergesa2nya mungkin makalah berikut dapat menjelaskan... :

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal
Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda


Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke
Jakarta (setelah di culik ke rangkasdengklok). Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.
Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Semoga dapat menjelaskan mengapa tergesa2 :beer:
 
Itu di piagam jakarta abdul kahar muzakir apa abdul kahar muzakar suhu?


tp emang menurut ane banyak kejadian penting di masa lampau yang di pelintir, di modifikasi,demi kepentingan segelintir golongan,, dan banyak buku2 sejarah yang dimusnahkan,, :galau:

Andai aja ada pintu kemana sajanya doraemon,, eh, :bata:

Maaf suhu nubie keselo yang benar "Abdul Kahar Muzakkar."
Terima kasih atas koreksinya :beer:
 
Sebelum terima kasih atas kriktik suhu, memang ini dari beberapa yang nubie tangkap karena ada arah kesana tapi soal mengapa tergesa2nya mungkin makalah berikut dapat menjelaskan... :

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal
Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda


Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke
Jakarta (setelah di culik ke rangkasdengklok). Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.
Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Semoga dapat menjelaskan mengapa tergesa2 :beer:

Yupz, itulah bbrp detailnya suhu :kopi: kurang lebihnya adalah penjelasan betapa sibuk dan tegangnya detik2 persiapan di tengah2 tekanan dan waktu yg mepet.

Good job :thumbup
 
Hmm kalau itu udah jelas kok kenapa di tulis begitu suhu.

Karena perumusan naskah tersebut dilakukan pada masa pendudukan jepang. Sehingga menggunakan kaidah penulisan waktu dan tanggal menurut perhitungan waktu Kekaisaran Jepang. Kira-kira begini lebih tepatnya: Tahun Jepang adalah tata cara penghitungan tahun berdasarkan tahun Kaisar Jimmu naik tahta pada tahun 660 SM atau di sebut Jimmu tennō sokui kigen.

Jadi, kalau menggunakan tata cara penghitungan waktu ini, maka tahun pertama pada kalender Jimmu lebih awal 660 tahun daripada kalender Gregorian (yang di tetapkan oleh Paus Gregori XIII di Konsili Nikea 1. ini kalau ada yang tertarik kita bahas di thread lain aja ya ttg gregorian calender), Balik ke tata cara penulisan tahun Jepang maka berdasarkan kalender Jimmu penghitungan dimulai dengan menambahkan angka tahun kalender Gregorian (tahun Masehi) dengan 660. Tahun 2000 kalender Gregorian sama dengan tahun 2660 kalender Jimmu.

Nah menjawab pertanyaan suhu tentang penulisan tahun proklamasi, Kemerdekaan Indonesia bertanggal hari 17 bulan 8 tahun '05 (singkatan untuk tahun Jepang 2605), atau sama dengan 17 Agustus 1945 tahun Masehi. Akan sangat lucu sih bila di tulis 17 Agustus 2605

salam,
----rasta
 
Yg harus didebatkan knp thn di teks 17-08-05 bukan 17-08-45??
.

Ini nubie kutip dari Wikipedia mengenai Tahun Jepang.
Di Indonesia, tahun Jepang pernah digunakan
pada masa pendudukan Jepang. Naskah asli
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertanggal
hari 17 bulan 8 tahun '05 (singkatan untuk tahun
Jepang 2605), atau sama dengan 17 Agustus
1945 tahun Masehi.

Semoga berkenan dengan jawaban nubie...

Hmm kalau itu udah jelas kok kenapa di tulis begitu suhu.

Karena perumusan naskah tersebut dilakukan pada masa pendudukan jepang. Sehingga menggunakan kaidah penulisan waktu dan tanggal menurut perhitungan waktu Kekaisaran Jepang. Kira-kira begini lebih tepatnya: Tahun Jepang adalah tata cara penghitungan tahun berdasarkan tahun Kaisar Jimmu naik tahta pada tahun 660 SM atau di sebut Jimmu tennō sokui kigen.

Jadi, kalau menggunakan tata cara penghitungan waktu ini, maka tahun pertama pada kalender Jimmu lebih awal 660 tahun daripada kalender Gregorian (yang di tetapkan oleh Paus Gregori XIII di Konsili Nikea 1. ini kalau ada yang tertarik kita bahas di thread lain aja ya ttg gregorian calender), Balik ke tata cara penulisan tahun Jepang maka berdasarkan kalender Jimmu penghitungan dimulai dengan menambahkan angka tahun kalender Gregorian (tahun Masehi) dengan 660. Tahun 2000 kalender Gregorian sama dengan tahun 2660 kalender Jimmu.

Nah menjawab pertanyaan suhu tentang penulisan tahun proklamasi, Kemerdekaan Indonesia bertanggal hari 17 bulan 8 tahun '05 (singkatan untuk tahun Jepang 2605), atau sama dengan 17 Agustus 1945 tahun Masehi. Akan sangat lucu sih bila di tulis 17 Agustus 2605

salam,
----rasta

Thanks atas bantuan jawaban suhu...
 
Ini nubie kutip dari Wikipedia mengenai Tahun Jepang.
Di Indonesia, tahun Jepang pernah digunakan
pada masa pendudukan Jepang. Naskah asli
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertanggal
hari 17 bulan 8 tahun '05 (singkatan untuk tahun
Jepang 2605), atau sama dengan 17 Agustus
1945 tahun Masehi.

Semoga berkenan dengan jawaban nubie...



Thanks atas bantuan jawaban suhu...

Sama2 suhu Thombol... Keep posting suhu. Postingan ente pasti ane baca hahahah
 
Sama2 suhu Thombol... Keep posting suhu. Postingan ente pasti ane baca hahahah

Siaap suhu ... Cuma mungkin nubie lagi mau belajar pake gadget touchscreen dulu suhu... Maklum BB Amsiong nubie udah pensiun... :hua:
 
Bimabet
Selamat malam para sesepuh dan para semproter, permisi nubie kembali berbagi info (sesuai janji nubie :banzai: ). Berikut makalahnya...

Bahwa sejarah adalah torehan tinta penguasa.
Sejarah adalah kisah sepihak. Dan banyaknya
anggapan yang menjadi keyakinan bahwa sejarah
negeri ini telah dimodifikasi (untuk tidak
mengatakan dimanipulasi).
Kisah ini berawal di meja perundingan Renville.
Ketika segala peristiwa kelabu menggelayuti
atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia
dalam keadaan vacuum of power. Perjanjian
Renville menjadikan RI hilang dari bumi
Nusantara, berubah menjadi RIS, negara serikat
bentukan Belanda. Sederhananya, Indonesia
pindahan. Pada saat itulah, Soekarno
memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke
Yogyakarta, karena Indonesia tinggal Yogyakarta
saja. Sebab daerah defacto RI pada saat itu hanya
terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7
kabupaten saja (menurut fakta-fakta perundingan
dengan Kerajaan Belanda, perjanjian Linggarjati
tahun 1947 hasilnya defacto RI tinggal pulau
Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada
tahun 1948, defacto RI adalah hanya terdiri dari
Yogyakarta). Seluruh kepulauan Indonesia
termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai
oleh Kerajaan Belanda.
Parahnya, untuk memberi legitimasi Islami, dan
untuk menipu umat Islam Indonesia dalam
memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah
memanipuiasi terminologi Al-Quran dengan
menggunakan istilah Hijrah untuk menyebut
pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak
Islami dan tidak terkesan melarikan diri.
Namun S.M. Kartosuwiryo dengan pasukannya
tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah
ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia
berusaha mempertahankan wilayah jawa Barat,
dan menamakan Soekarno dan pasukannya
sebagai pasukan liar yang kabur dari medan
perang.
Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun
1930-an, istilahhijrah sudah pernah
diperkenalkan, dan dipergunakan sebagai metode
perjuangan modern yang brillian oleh S.M.
Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap
sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934
telah muncul dua metode perjuangan yaitu
cooperatif dan non cooperatif. Metode non
cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam
parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah
Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha
menghadapi penguasa yang ada. Lalu muncullah
S.M. Kartosuwiryo dengan metode hijrah, sebuah
metode yang berusaha membentuk komunitas
sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha
untuk melawan kekuatan penjajah.
Akan tetapi, pada waktu itu metode ini dikecam
keras oleh Agus Salim, karena menganggap S.M.
Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di
dalam suatu masyarakat yang belum melek
politik. Sehingga ia kemudian berusaha
menanamkan politik dan metode hijrah itu
kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan
harapan setelah memahami politik, mereka mau
menggunakan metode ini, karena paham politik
sangat penting. Namun Agus Salim menolaknya,
karena ia tidak setuju dengan politik tersebut.
Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah
boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi
tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang
berlangsung, dan hanya elit pemimpin saja yang
boleh mengetahui. Sedangkan hijrah adalah
berusaha menarik diri dari perdebatan politik,
kemudian berusaha membentuk barisan
tersendiri dan berusaha dengan kekuatan sendiri
untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang
tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor
inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu
melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode
hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus
Salim.
Walaupun metode hijrah bagi sebagian tokoh
politik saat itu terlihat mustahil untuk digunakan
sebagai metode perjuangan, namun ternyata
dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan
terbentuknya Negara Islam Indonesia yang
diproklamasikan dibawah bendera
Bismillahirrahmaniirrahim.
Sehingga pantaslah, jika kita tidak
memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya
secara seksama, akan memunculkan anggapan
bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti
adanya negara di dalam negara, karena
Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu
dilakukan.
Namun sebenarnya jika kita memahami sejarah
secara benar dan adil, maka kedudukan Negara
Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan
negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah
Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam
Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami
ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa
Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan
dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam
Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya
berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut
bergabung secara revolusional. Barangkali benar,
bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-
satunya gerakan rakyat yang disambut demikian
meriah di beberapa daerah di Indonesia.
Melihat sambutan yang gemilang hangat dari
saudara muslim lainnya, maka rezim Soekarno
berusaha untuk menghambat tegaknya Negara
Islam Indonesia bersama A.H. Nasution, seorang
tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan
hingga sekarang, tetapi ternyata mempunyai
kontribusi yang negatif dalam perkembangan
Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno
berusaha menutupi segala hal yang
memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara
lslam Indonesia kembali terangkat di kalangan
masyarakat, seperti penyembunyian tempat
eksekusi dan makam tokoh pergerakan Islam
tersebut.
Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya
penguasa Orde Lama dan Orde Baru, telah
melakukan kejahatan politik dan sejarah
sekaligus, yang dosanya sangat besar yang
rasanya sulit untuk dimaafkan. Karena prilaku
politik yang mereka pertontonkan telah
menyesatkan masyarakat dalam memahami
sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan
sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk
memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal
yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta
pribadi S.M. Kartosuwiryo. Seperti pengubahan
data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya.
Semua itu ditujukan agar SMK dan Negara Islam
Indonesia jauh dari ingatan masyarakat.
Sekalipun demikian, S.M. Kartosuwiryo tidak
berusaha membalas tindakan dhalim pemerintah
RI. Pernah suatu ketika Mahkamah Agung
(Mahadper) menawarkan untuk mengajukan
permohonan grasi (pengampunan) kepada
presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang
telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun
dengan sikap ksatria ia menjawab, Saya tidak
akan pernah meminta ampun kepada manusia
yang bernama Soekarno.
Kenyataan ini pun telah dimanipulasi. Menurut
Holk H. Dengel dalam bukunya berbahasa
Jerman, dan dalam terjemahan Indonesia
berjudul: Darul Islam dan Kartosuwiryo, Angan-
angan yang Gagal, mengakui bahwa telah terjadi
manipulasi data sejarah berkenaan dengan sikap
Kartosuwiryo menghadapi tawaran grasi tersebut.
Tokoh sekaliber Kartosuwiryo tidak mungkin
minta maaf, namun ketika kita baca dalam
terjemahannya yang diterbitkan oleh Sinar
Harapan telah diubah sebaliknya, bahwa
Kartosuwiryo meminta ampun kepada Soekamo,
dan kita tahu Sinar Harapan adalah bagian dari
kekuatan Kristen yang bahu -membahu dengan
penguasa sekuler dalam mendistorsi sejarah
Islam.
Dalam majalah Tempo 1983, pernah dimuat kisah
seorang petugas eksekusi S.M. Kartosuwiryo,
yang menggambarkan sikap ketidak pedulian
Kartosuwiryo atas keputusan yang ditetapkan
Mahadper RI kepadanya. Ia mengatakan bahwa 3
hari sebelum hukuman mati dilaksanakan,
Kartosuwiryo tertidur nyenyak, padahal petugas
eksekusinya tidak bisa tidur sejak 3 hari sebelum
pelaksanaan hukuman mati. Dari sinilah akhimya
diketahui kemudian dimana pusara Kartosuwiryo
berada, yaitu di pulau Seribu. (Kisah ini mirip
dengan kasus Amrozi cs di penjara).
Usaha untuk mengungkapkan manipulasi sejarah
adalah sangat berat. Satu di antara fakta sejarah
yang dimanipulasi, adalah untuk mengungkap
kebenaran tuduhan teks proklamasi dan UUD
Negara Islam Indonesia adalah jiplakan dari
proklamasi Soekarno-Hatta. Yang sebenanya
terjadi justru kebalikannya.
Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom (6 9 Mei
1945) S.M. Kartosuwiryo sudah tahu melalui
berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan
peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara
Islam Indonesia. Ia datang ke Jakarta bersama
pasukan Hizbullah dan mengumpulkan massa
guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya
Negara Islam Indonesia dan rancangan konsep
proklamasi Negara Islam lndonesia kepada
masyarakat.
Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah
ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang
kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu
bukan perkara sulit. Salah satu di antara massa
yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah
Sukarni dan Ahmad Soebardjo.
Mengetahui banyaknya dukungan terhadap
sosialisasi ini, Sukarni dan Ahmad Soebardjo
menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok agar
mempercepat proklamasi RI sehingga Negara
Islam Indonesia tidak jadi tegak. Bahkan dalam
bukunya, Holk H. Dengel menyebutkan tanggal
14 Agustus 1945 Negara Islam Indonesia telah di
proklamirkan, tetapi yang sebenarnya baru
sosialisasi saja.
Ketika di Rengasdengklok Soekarno menanyakan
kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis
Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya (Lahirnya
Republik Indonesia), Masih ingatkah saudara,
teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar
kita ?
Ya saya ingat, saya menjawab,Tetapi tidak
lengkap seluruhnya.
Tidak mengapa, Soekarno bilang, Kita hanya
memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut
Proklamasi dan bukan seluruh teksnya.
Soekarno kemudian mengambil secarik kertas
dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya
ucapkan sebagai berikut : Kami rakyat Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan.
Jika kesaksian Ahmad Soebardjo ini benar, jelas
tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD
1945 baru disahkan dan disetujui tanggal 18
Agustus 1945 setelah proklamasi. Sehingga
pertanyaan yang benar semestinya adalah,
Masih ingatkah saudara akan sosialisasi
proklamasi Negara Islam Indonesia?
Maka wajarlah jika naskah Proklamasi RI yang asli
terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata
Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah
proklamasi Negara Islam Indonesia, dan bukan
sebaliknya.
Memang sedikit sejarawan yang mengetahui
mengenai kebenaran sejarah ini. Di antara yang
sedikit itu adalah Ahmad Mansyur Suryanegara,
beliau pernah mengatakan bahwa S.M.
Kartosuwiryo pernah datang ke Jakarta pada awal
Agustus 1945 bersama pasukan Hizbullah dan
Sabilillah.
Sebenarnya, sebelum hari-hari menjelang
proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945,
Kartosuwiryo telah lebih dahulu menebar aroma
deklarasi kemerdekaan Islam, ketika
kedatangannya pada awal bulan Agustus setelah
mengetahui bahwa perseteruan antara Jepang
dan Amerika memuncak dan menjadi bumerang
bagi Jepang. Ia datang ke Jakarta bersama
dengan beberapa orang pasukan laskar Hizbullah,
dan segera bertemu dengan beberapa elit
pergerakan atau kaum nasionalis untuk
memperbincangkan peluang yang mesti diambil
guna mengakhiri dan sekaligus mengubah
determinisme sejarah rakyat Indonesia.
Untuk memahami mengapa pada tanggal 16
Agustus pagi Hatta dan Soekamo tidak dapat
ditemukan di Jakarta, kiranya pertanyaan sejarah
berikut ini perlu diajukan:
Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar
begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang
memang sangat menyetujui persiapan
kemerdekaan Indonesia?
Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno,
apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta?
Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan
kami bangsa Indonesia ?
Bukankah itu sesungguhnya adalah rancangan
Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo
pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada
mereka?
Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh
para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan
Ahmad Soebardjo, ke garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak
di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih
melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak
terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga
Soekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang. Tujuan ini mereka tolak.
Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan jika kemerdekaan dicanangkan.
Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945.
Maka, seingat Soekarni dan Ahmad Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang bayang konsep proklamasi dari S.M. Kartosuwiryo,bukan pada konsep pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI. (Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, hal. 65, Pen. Darul Falah, Jakarta).
Negara Islam Indonesia sendiri diproklamirkan di daerah yang dikuasai oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Yogya.
Jadi tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia didirikan dan diproklamirkan di dalam negara Republik Indonesia. Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda.
Jadi, kenapa teks proklamasi Indonesia banyak
coretan?

:ampun: kalo coretan berantakan soalnya melalui bb amsiong butut....
Semoga berkenan :beer:
Mungkin Sukarno lelah.. Perjalanankan jauh dari jakarta ke rengasdengklok, klo zaman dulu blm ada kendaraan palingan bemo atau sepeda ontel, mungkin sukarno dibonceng pake sepeda ontel kali yaaah
Makanya lelaaah.. Klo orang lelah pasti g bisa fokus
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd