Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Mengejar Masa Silam

2. Banjir Yang Meminta Korban



Ki Ardayat memasuki warung kelontongan sederhana yang biasa ditunggui oleh istrinya yang sudah almarhum. Seorang pemuda berambut gondrong usia 21 tahun anak tetangga membantunya.



“Ramli…. Kamu mau jagain warung aki ngga ?” Ki Ardayat berharap seseorang dapat melanjutkan usaha warung kelontongannya. Pemuda itu sedang membereskan etalase kecil yang berisi berbagai macam rokok. Ki Ardayat sendiri hanya duduk di kursi plastik sambil mengarahkan Ramli yang telah dia bayar 100 ribu rupiah.



“Waah, saya mah mendingan kerja di bengkel motor Ki, nungguin warung kaya gini bikin bosan.” Ramli terus membereskan sisa-sisa rokok yang tinggal sedikit saja. Sebagian besar sudah diambil untuk menyuguhi tetangga yang selama tujuh hari berkumpul untuk melakukan tahlil di rumah Ki Ardayat.



Ki Ardayat menggeleng-gelengkan kepala, tak percaya bahwa Ramli pemuda pengangguran itu bahkan tak mau menjadi pegawainya sebagai karyawan penjaga warung.



Bosan kata si Ramli ? Aku dulu tidak pernah bosan nunggu toko kelontongan Koh Joni.



Ingatan Ki Ardayat kembali ke 26 Januari tahun 1990 silam yang telah sekian lama berlalu.



“Yat… lu olang jangan pulang, aaaa …....” Malam itu Koh Joni melarangnya pulang saat dirinya telah selesai menutup papan-papan yang berjejer sebagai penutup toko.



“Kemalen ada banjil di kampung gua di semalang. Gua musti jemput Amak gua.” Amak adalah panggilan Koh Joni pada ibunya yang berasal dari Semarang. Sedangkan bapaknya adalah Chinese Kalimantan namun telah lama tinggal di Semarang dan meninggal disana.



Ardayat tadi malam juga nonton berita di TVRI, kemaren tanggal 25 Januari 1990 katanya ada banjir bandang di Semarang yang melumpuhkan kota itu dan memakan korban cukup banyak.



“Wah saya ngga bisa buka toko sendirian Koh, takut salah.” Ardayat berpikir kalau sampai dia membuka toko sendirian dan melakukan kesalahan dalam bertransaksi bisa berabe.



“Lu olang ga usah buka toko, aaaa….. cukup jagain aja…. Gua takut ada kebakalan aaaa.” Koh Joni memang selalu takut akan terjadi kebakaran.



“Saya pulang aja ke kontrakan Koh, besok saya kesini lagi.” Ardayat ingat bahwa kunci kontrakan dia yang pegang, padahal dia satu kontrakan petak dengan dua kawan lain.



“Aduuh jangan Yat, gua malem ini belangkat bawa SS.” Mobil satu-satunya yang dimiliki Koh Joni adalah Mitsubishi 120SS pick up. Si Engkoh yang super hemat itu merasa sayang untuk membeli mobil lain yang menurutnya tak produktif.



Akhirnya Ardayat malam itu hanya pulang sebentar untuk membuka pintu rumah kontrakannya dan balik lagi ke toko Koh Joni.



Koh Joni dan Ci Akian berangkat berdua menggunakan mobil pick up.

“Koh… Lily ngga dibawa pergi ?” Tanya Ardayat mengetahui bahwa mereka hanya berangkat berdua saja.



“Kalo gua bawa si Lily, nanti Amak gua duduk di belakang pick up, gitu ? Pake pikilan dong, besok malem juga gua balik Yat, gua nitip dulu si Lily laaah.”



Ardayat tak percaya durian runtuh yang menimpa kepalanya.

“Aduh koooh…. Masa saya ngurusin si Lily ? Ribet ah saya ngga sanggup.” Ardayat berpura-pura tidak mau dititipin Lily, padahal dia sungguh sangat senang sekali dalam hatinya.



“Tolong bantu saya lah Yat, Lily bisa ngurus diri sendiri kok. Yang penting tolong kamu beliin makanan apalah nasi padang juga boleh buat dia kalau laper. Duitnya udah saya taro di meja deket telepon.” Ci Akian yang bisa bahasa Indonesia dengan baik dan benar memintanya dengan sopan.



“Ya udah deh, kalau bukan karena Ci Akian mah saya ngga sanggup Koh. Lagian kokoh ada-ada aja pake ninggalin si Lily.” Ardayat masih tetap menggerutu, dia memang pandai bermain watak.



Mobil yang dikendarai Koh Joni dan Ci Akian menggerung meninggalkan Ardayat di garasi rumah yang letaknya tepat di belakang toko, sejajar dengan bagian gudang. Sepeninggal mereka, Ardayat menutup rolling door yang berisik ketika ditutup.



Sambil senyum-senyum Ardayat memasang kunci gembok lalu masuk ke gudang dimana disana ada divan kecil beralaskan kasur kapuk yang sejak dulu disediakan Koh Joni untuk karyawan yang tidur. Hanya saja karena saat ini tidak ada yang mau lagi nginap di gudang, divan itu jarang ditempati.





Ardayat bersiul-siul kecil sambil mengambil handuk yang tergeletak di divan lalu ke kamar mandi di bagian belakang gudang. Tak terburu-buru dirinya mandi berlama-lama karena dia punya waktu sampai besok malam untuk bersantai. Segar sekali rasanya setelah mandi dan Ardayat tak ingin rasa segar ini cepat hilang berganti gerah sumuk sehingga dia hanya mengenakan celana pendek dan kaus singlet saja.



Kakinya melangkah keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke sebuah pintu kecil penghubung ke area tempat tinggal keluarga Koh Joni.



Seperti biasa, Lily tengah bermain dengan berbagai boneka di depan TV yang menyala tanpa diperhatikan. Dunia Lily adalah dunia cerita negeri dongeng yang diisi oleh Cinderella.



Cukup lama Ardayat memperhatikan Lily dari belakang punggungnya. Sesuai dengan namanya Lily memang seperti bunga lily putih yang cemerlang. Bunga yang sebenarnya terdiri dari beraneka warna dan corak, tetapi tetap saja yang paling populer adalah bunga lily putih.



“Lily…..” Ardayat menyebut namanya.



Lily seketika menengok ke balik punggungnya.

“Eeh Bang Dayat.”



“Lily lagi apa sekarang ?”



“Lagi main Cinderella.” Lily memperlihatkan boneka yang didandani seperti Cinderrella.



“Lily kok main Cinderella terus, ngga main yang lain ?”



“Misalnya apa ?” Lily merasa penasaran karena yang selama ini yang diceritakan oleh mamanya adalah selalu Cinderella.



Ardayat berfikir keras sampai keningnya berkerut. Dia juga mana tahu dunia dongeng anak-anak. Hidupnya yang selama ini tinggal di desa mana ngerti cerita putri-putri dari Eropa. Paling yang dulu diceritakan emaknya di masa kecil adalah Bawang Merah dan Bawang Putih.



Tapi nggak juga, Ardayat sekali waktu pernah nonton film kartun di TV berjudul The Sleeping Beauty, yang bercerita tentang seorang putri cantik yang tertidur karena kutukan.



“Misalnya main Sang Putri Tidur.” Ardayat langsung mendapat ide cemerlang. Tidak sia-sia dulu sambil terkantuk-kantuk dia menonton film kartun itu.



“Kenapa putrinya tidur ? Putrinya siapa ? Dimana ?” Lily yang segera tertarik langsung meluncurkan rentetan pertanyaan.



“Yuk kita main Sleeping Beauty.” Ajak Ardayat sambil duduk di sebelah Lily di karpet.



“Lily mau tau ceritanya dulu Bang Dayat.” Lily masih penasaran tentang siapa putri yang suka tidur itu.



“Gini aja… Lily jadi Sleeping Beauty nya, trus bang Dayat sambil cerita. Gimana ?” Ardayat menawarkan solusi.



“Ayo… ayo… ayo…. Asik….”



Dan mulailah Ardayat bercerita…….



Di jaman dahulu kala ada sebuah negeri bernama Perancis, di istananya yang megah tinggallah seorang Raja dan Permaisuri dengan seorang putri yang cantik jelita bernama Lily Zellandine



“Kok namanya kaya aku ya Bang ?” Lily nyeletuk memotong cerita Ardayat.



“Ooh iya ya… jangan-jangan kamu adalah putri cantik dalam dongeng.”



Lily senang dengan pujian itu dan tenggelam dalam cerita Ardayat.



Suatu hari sang Raja dan Permaisuri pergi berkunjung ke negeri yang jauh. Saking jauhnya maka sang putri tidak diajak. Dia ditinggal sendiri di istana yang megah untuk bermain-main dengan bonekanya yang luar biasa banyak.



Mengingat papa dan mamanya yang pergi jauh meninggalkan Lily, maka Lily makin meresapi cerita The Sleeping Beauty.



Putri Lily Zelandine akhirnya merasa bosan bermain-main dengan boneka, karena itu dia mulai berjalan keluar dari istananya.



Ardayat memegang tangan Lily dan mengajaknya berjalan keluar dari rumah. Lily yang merasa dirinya menjadi sang putri hanya mengikuti permainan yang mengasikkan itu.



Akhirnya setelah bermain-main di halaman istana, Putri Lily Zellandine menemukan sebuah bangunan yang mencurigakan. Bangunan itu tidak pernah dimasuki olehnya, karena itu Putri Lily Zelandine merasa penasaran apa yang ada didalam bangunan tersebut.



Ardayat menuntun tangan Lily dan masuk ke gudang penyimpanan barang-barang toko.



Waaah lihat… banyak barang disini…



Lily terus mengikuti arahan permainan Ardayat, dia berpura-pura kaget melihat kardus-kardus yang bertumpuk disana.



Ada banyak barang di bangunan tersebut dan Putri Lily Zellandine membuka satu per satu. Rupanya bangunan itu adalah gudang penyimpanan rahasia yang berisi barang-barang aneh. Putri Lily Zellandine akhirnya menemukan mesin tenun untuk membuat kain.



Mesin tenun itu adalah sebuah hadiah dari seorang penyihir jahat. Waktu Putri Lily Zellandine bermain-main dengan mesin tenun tiba-tiba jarinya tertusuk jarum.




Lily pura-pura kesakitan tertusuk jarum di jarinya. “Aaaaw…. Sakiiit.” jeritnya



Tiba-tiba muncullah wajah penyihir jahat, dan dia membacakan kutukan.

Barangsiapa tertusuk jarum mesin tenunku, aku mengutuknya untuk tidur selamanya. Kutukan ini akan hilang kalau Tuan Putri dicintai oleh seorang pangeran yang berani untuk menciumnya.



Lily kebingungan. “Tidurnya dimana bang ? Di lantai ini kotor.”

Ardayat tersenyum, “Nih disini tidurnya tuan putri.” Dia menunjukkan divan karyawan yang ada di sudut gudang.



Lily mengikuti alur cerita dengan naik ke divan dan tidur terlentang dengan kedua tangan terlipat diatas perutnya yang kurus.



Dan Tuan Putri akhirnya tertidur di bangunan gudang tersebut lamaaaa sekali sambil menunggu datangnya seorang pangeran yang akan mencium bibir agar tuan putri bisa bangun dan sembuh dari kutukan. Tuan Putri tak akan bangun walau diajak bicara, walau dipukul, walau kesakitan, matanya akan terus terpejam menunggu sebuah ciuman.



Lily menghayati semua yang diceritakan Ardayat. Dia menunggu dan menunggu kelanjutan cerita.



Suatu hari datanglah seorang pangeran yang sedang bertualang naik kuda. Pangeran Troylus adalah pangeran yang sangat ganteng, tetapi agar tidak dikenali orang maka dia memakai topeng dan berpura-pura menjadi orang yang buruk rupa. Namanyapun diganti menjadi “Aar De Jaat”



Pangeran itu masuk kedalam istana yang sepi. Karena keheranan dengan istana yang sepi akhirnya sang Pangeran memasuki seluruh sudut istana itu. Di suatu gudang yang sepi…..




“Nama samaran pangeran itu mirip nama Bang Ardayat ya.” Lily tak tahan untuk tidak nyeletuk berkomentar.



“Eeeh kok ngomong, kan sedang kena kutukan.” Ardayat menegurnya, Lily merasa bersalah dan berusaha tak bicara apa-apa lagi.

Di suatu gudang yang sepi, ada sebuah tempat tidur antik, diatasnya ada seorang gadis cantik sedang tertidur. Aar De Jaat berusaha membangunkan sang putri tapi tidak berhasil. Dia tidak tahu bahwa untuk memutuskan kutukan maka sang putri harus dicium bibirnya.



“Hmmm putri ini siapa namanya ya ?” Ardayat berpura-pura memainkan peran sang pangeran.



“Wah putri ini cantik sekali, kulitnya putih bersih, hidungnya kecil mungil tapi lucu.”



“Bibirnya yang mungil berwarna pink indah sekali. Aku sepertinya ingin mencium bibir putri.” Ardayat merunduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Lily yang terpejam.



Lily deg-degan menanti dirinya untuk dicium agar segera terbebas dari kutukan. Nafas Aar De Jaat terasa hangat di wajahnya, walaupun dengan mata terpejam tapi Lily tahu bahwa wajah Aar De Jaat telah begitu dekat di wajahnya.



Lily menunggu dan menunggu sebuah ciuman di bibirnya, tetapi ciuman itu tak kunjung tiba dan artinya dia belum boleh bergerak atau berbicara. Dalam hatinya dia tak sabar ingin segera dicium Pangeran yang menyamar menjadi Aar De Jaat.



“Tapi aku sebagai pangeran tidak boleh mencium sembarang orang di bibirnya karena tidak sopan. Aku harus menolong tuan putri yang kena kutukan ini. Mungkin Putri harus dipijat supaya peredaran darahnya lancar lalu sembuh.”



Lily berkeluh dalam hati ingin memberi tahu Aar De Jaat bahwa bibirnya harus dicium, dan bukan dipijat. Tapi ia terus bermain peran sebagai The Sleeping Beauty yang tak akan bangun dari tidur.



Ardayat juga sebetulnya sangat ingin mencium bibir Lily yang ranum. Tetapi kalau dia cium sekarang maka cerita ini akan segera berakhir. Jadi Ardayat hanya mengelus-ngelus pipi halus Lily.



“Mungkin aku harus memijat tangan tuan putri.”

Tangan Ardayat meremas-remas telapak tangan Lily yang halus. Begitu halusnya sampi jantung Ardayat berdesir. Remasannya merayap ke lengan.



“Aah tuan putri ngga bangun juga…. Mungkin nafasnya yang terganggu ? Barangkali dadanya yang harus dipijat.”



Remasan yang dilakukan Ardayat pindah ke dada Lily. Dirinya tersenyum dalam hati melihat Lily yang berhasil dipengaruhinya untuk menghayati cerita The Sleeping Beauty. Kejantanannya telah menegang sejak tadi, apalagi sekarang dia tengah meremas-remas dada Lily yang membusung. Tapi rasanya kurang memuaskan karena Lily masih mengenakan T-Shirt pink bergambar Cinderella. Telapak tangan Ardayat juga merasakan beha yang dikenakan Lily cukup tebal melindungi dadanya.



Tetapi dia tetap menikmati meremas-remas dada gadis muda belia itu. Kapan lagi dia dapat rejeki montok seperti ini ?



“Tuan putri mungkinkah sesak nafas ? Bajunya mungkin terlalu ketat. Aku sebagai seorang pangeran baik hati harus menolongnya membebaskan dadanya dari himpitan pakaian.”



Pangeran yang menyamar ini bodoh sekali, gerutu Lily dalam hatinya. Tapi dia tetap konsisten dengan perannya, tak bergerak sedikitpun walau t-shirt yang dikenakannya ditarik ke atas oleh pangeran buruk rupa. T-shirt itu terlepas entah kemana.



Ardayat memuas-muaskan diri memandang dada indah gadis chinese anak Koh Ahong yang masih tertutup beha berwarna krem. Dada itu tak terlalu besar, tetapi gundukan lembut itu begitu menggugah selera. Jakun pria desa kuli toko itu naik turun. Di kampungnya sana tidak ada perempuan semulus ini.



Jemari Arddayat bergemetar ketika perlahan menghampiri gundukan daging lembut berlemak itu. Telapak tangannya hinggap pada beha yang membusung berisi dada seorang gadis muda belia.



Oooh…. Kenyal sekali.



Tak ayal lagi dua telapak tangan ardayat meremasi buah dada Lily. Jantung Ardayat berdetak sangat kencang.



Ampuun… tanganku yang hitam kasar ini kontras sekali dengan kulit Lily yang bening. Puas-puaskanlah hey tangan jelek…. Kapan lagi kamu bisa meremas cewe panlok cantik kaya gini ? Mental nya sedikit kurang biarlah…. Yang penting tubuhnya mulussssss.



Lily diam saja diperlakukan demikian. Lama-lama malah Lily juga merasa nyaman sekali dadanya diremas-remas pangeran. Malah ujung payudaranya sekarang berasa sensitif dan ingin diremas.



Ardayat naik ke tempat tidur. Tubuhnya yang tegap pejal penuh otot karena keseringan mengangkat barang sangat kontras dengan tubuh ringkih Lily yang diduduki bagian perutnya. Ardayat masih menahan dengan kedua kaki di samping tubuh Lily agar berat tubuhnya tak membuat anak remaja itu engap.



Dengan posisi tersebut Ardayat sangat bebas meremasi payudara Lily.



“Masih belum bangun juga kenapa ya ? Mungkin beha ini harus pangeran buka ya.”



Lily ingin mengiyakan karena secara mengherankan dirinya juga merasa remasan tangan kasar itu malah membuat dadanya enak. Terutama kalau secara tak sengaja putting nya ikut dirremas.



“Ya betul… aku harus membuka beha ini.”



Dua telapak tangan Ardayat diletakkan diatas perut Lily, tepat dibawah mangkuk beha yang melindungi dadanya. Ujung-ujung jarinya menyelinap masuk kedalam mangkuk beha. Jarinya terus merayap masuk naik ke daging kenyal.



Kedua telapak tangannya yang kasar penuh kapalan telah bersarang di balik beha Lily yang ikut terangkat keatas. Pas dalam genggamannya, daging lembut itu diremasnya. Puting lily menyelinap diantara jari-jarinya yang hitam.



“Nggghhh….” tanpa sadar bibir Lily mengerang.



Puting susu Lily sekarang menjadi tegang dan keras, terasa enak terjepit-jepit jari tangan Ardayat. Aliran hangat menyebar dari tangan Ardayat ke seluruh tubuh Lily.



Pangeran sedang apa ini ? Kok pijatannya di dada aku terasa enak ? Apa aku ini beneran kena kutukan dan pijatan pangeran bisa menyembuhkan ? Rasa yang enak itu ternyata lebih enak lagi saat dadanya diremas lebih kuat.



“Akkh….” desisan kecil tertahan di bibirnya. Lily tak ingin segera bangun dari kutukan yang diperankannya.



Ardayat tersenyum melihat wajah cantik polos Lily berusaha diam menahan perasaan. Dengan sengaja, jempol Ardayat yang besari ditekan berputar pada putting susu Lily yang masih kecil.



Dengan segala daya upaya, Lily berusaha diam tak bergerak.



“Kenapa ya putri cantik ini belum bangun juga ? Apa kutukannya harus dihisap ?”



Ardayat meloloskan beha yang dikenakan Lily ke atas kepalanya. Dada ranum Lily terbebas lalu bergoyang-goyang, putting susunya yang masih kecil terlihat keras dan di pucuknya agak melesak kedalam bagaikan lesung pipi.





Tubuh besar Ardayat yang berotot merunduk dengan bertelekan kedua lututnya di samping tubuh Lily yang terlentang pasrah menunggu sebuah ciuman. Terkadang Ardayat merasa takut tubuh Lily akan patah jika dia terkena beban berat saking ringkihnya tubuh itu. Bibir Ardayat mendekat ke dada Lily.



Lily menggelinjang kaget karena ada benda hangat yang basah menempel di putting susunya yang sensitif. Rasanya geli luar biasa, dan Lily nyaris saja menyerah dan menyudahi permainan The Sleeping Beauty ini. Tetapi waktu benda hangat basah yang membuatnya geli itu mengulum putingnya lalu menyedot dengan kuat, rasa geli yang tadi begitu kuat sekarang berganti menjadi getar-getar yang sungguh enak.



Tangan Lily ingin sekali memegang kepala pangeran yang sedang menyucupi dadanya itu supaya bisa menekannya lebih kuat. Lily bertahan, dia tak mau permainan ini gagal. Lily suka sekali permainan The Sleeping Beauty, malah bermain Cinderella terasa sangat membosankan sekarang. Dia ingin main The Sleeping Beauty lebih sering lagi.



Lidah Ardayat dengan rakus menyelomoti putting susu Lily yang mungil. Suara lidahnya yang menyelomoti terdengar seperti anak kecil yang menyedot es sirup yang tinggal es nya saja.



Slurrpp ahhh slurrprp ahhhhh slurpppp ahhhh



Lily terlentang dengan mata terpejam dan tubuh gemetaran.

Aduuuh aku kena kutuk betulan.

Pangeran harus segera menciumku agar aku sembuh.

Tapi rasa enak itu tak ingin juga kalau segera berakhir.

Dilema jadinya.



“Sabar tuan putri…. Pangeran sedang berusaha menyembuhkan.” Kata Ardayat setelah melihat Lily gemetaran.



Selomotan Ardayat turun ke perut Lily. Payudara mungil Lily yang bening sekarang merah-merah bekas remasan kuat jemari kasar Ardayat.



Jemari Ardayat bergerak cepat memerosotkan celana pendek yang dikenakan Lily, sekaligus dengan celana dalamnya.



“Wooow tuan putri…. Kutukannya sekarang pindah ke memem.” Ardayat sering mendengar Ci Akian menyuruh Lily untuk membersihkan memem kalau Lily habis pipis. Memem itu mungkin gaya bahasa penghalus untuk menggantikan kata memek yang lebih vulgar.



“Pangeran harus menyedot mememnyaaaaa.” Ardayat berbicara dalam gaya bahas yang dramatis mirip di sinetron.



Suara dramatis itu sebetulnya tidak sengaja dia ucapkan melainkan sebagai respon otomatis saat matanya melihat jembut tipis gadis chinese kurus namun mulus anak juragannya. Jembut tipis itu berbulu sangat jarang dan bulunya tipis-tipis seperti kumis anak lelaki SMP yang baru numbuh.



Serius, air liur Ardayat menetes jatuh pada memem Lily yang berjembut sangat tipis.

Saking menghayati peran yang dilakukannya, secara diluar sadar Lily membuka kedua pahanya. Memem gadis itu terkuak perlahan, daging lembutnya yang tembem terbuka ke kiri dan kanan.



Glek



Ardayat menelan air liur menikmati rekahan itu terbuka pelan-pelan bagaikan bunga kuncup yang sedang mekar. Kelopaknya berwarna merah jambu di kiri dan kanan. Putik sari nya di ujung atas mengintip malu-malu. Lidah Ardayat menguncup.



Slomot !



Lidahnya yang menguncup menyentuh dan menghirup putik kelentit kecil Lily yang ternyata sudah keras. Bibir tebal Ardayat langsung mengulumnya dengan lembut.



Lily terlonjak kaget tak menyangka bahwa suatu bagian di mememnya terasa jauh lebih sensitif daripada putting susunya. Hirupan lidah dan kepitan kedua bibir pangeran disana serasa menghilangkan seluruh tenaganya bahkan nafasnyapun ikut terhenti. Tubuhnya hanya gemetar, apalagi kakinya yang serasa tak bertulang lagi.



“Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhnggggg.” Tenggorokan Lily tercekat.



“Sabar tuan putri…. Kutukannya sedang pangeran sedot biar sembuh.” Ardayat menenangkan.



Lily berjuang untuk bertahan sekuat tenaganya menahan rasa geli yang terasa sampai di hati.

Lidah hangat Ardayat dengan rakus menyelomoti kelentit kecil Lily yang tegang. Serangan lidah Ardayat membuat kelentit kecil Lily menggelepar-gelepar menyerah dalam dekapan dua bibir Ardayat yang menggenggamnya.



Terkadang lidah Ardayat bukan menyelomoti melainkan ujungnya menyentuh-nyentuh kelentit itu seperti seekor kucing garong buluk kehausan yang sedang minum di mangkuk. Tubuh kurus Lily menggelepar-gelepar mendapat serangan mengerikan lidah Ardayat pada bagian tubuhnya yang paling sensitif.



Saat Lily sudah agak mulai terbiasa dan gelinya berkurang, lidah Ardayat bergganti jurus lagi berputar-putar mengelilingi kelentit kecil yang sudah memerah itu. Ardayat tanpa ampun lagi menyerang dengan kencang hingga kedua kaki Lily terkejang-kejang merasakan ngilu yang kembali memuncak dengan enak.





Bukannya berhenti atau kasihan, lelaki kuli toko berusia 40 tahun bertubuh hitam tegap penuh otot itu malah ingin membuat gadis chinese ringkih yang sedang tersiksa dalam kenikmatan dunia itu lebih kelojotan lagi. Dengan bibir mengatup keras melakukan jepitan disertai lidah yang menyelomot, gigi Ardayat menggigitnya. Tak ayal lagi Lily menjerit kencang.



“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”



Tapi matanya tetap terpejam, berusaha tetap mengikuti peran The Sleeping Beauty yang tengah dihayatinya. Ardayat tertawa keras dalaam hatinya menyaksikan gadis cantik ringkih itu tersiksa.



Habis deh itil kamu sampe teriak gitu, batinnya.



Akhirnya Ardayat menyudahi siksaannya pada kelentit Lily yang kian merah. Tubuh Lily terbanting di tempat tidur lusuh pada divan reyot itu. Mata Lily tetap terpejam dengan bibir gemetaran.



Sebagian dari diri Lily merasa lega karena ngilu yang luar biasa itu berakhir, tetapi sebagian dirinya lagi menyesali kenapa kenikmatan itu berhenti. Itilnya makin cenut-cenut nagih untuk digigit lagi lebih kencang.





Ardayat bangkit dari posisi sujud didepan selangkangan Lily. Lidahnya masih berdecap-decap merasakan cairan lembab sedikit kesat yang dikeluarkan selangkangan Lily yang sekarang terlihat lebih berwarna merah ketimbang pink. Bibir dan di sekitar mulutnya basah mengkilat dengan aroma feromon yang kuat. Tidak, tidak bau kok. Kata siapa selangkangan perempuan itu bau ? Jika perempuan tidak makan sembarangan seperti Lily yang lebih suka sayuran ketimbang daging babi atau ikan cumi maka cairan di selangkangannya cenderung beraroma manis membangkitkan birahi. Asli arroma feromon yang merupakan hormon penarik pejantan dari species apapun.



Tubuh Ardayat adalah bidang yang penuh lekukan otot yang pejal bagai pelari sprint olimpiade. Jangan samakan dengan pelari marathon yang cenderung kurus kehabisan testosteron, seorang pelari sprint jarak dekat biasanya berotot pejal. Tubuh pejal gagah penuh otot yang terlatih mengangkati kardus-kardus berat yang dilakukan hampir setiap saat itu terlihat bagai burung rajawali yang menguasai tikus putih kecil di bawahnya.



Dengan senyum puas terlukis di mukanya yang tidak tampan, Ardayat meloloskan celana pendeknya. Kejantanannya mencuat dibawah perut berbentuk kotak-kotak berjumlah enam. Besarnya tak terlalu luar biasa, hanya sejengkal saja. Tetapi harap diingat jengkalan tangan Ardayat tidak sama dengan jengkalan lelaki lain. Lebar dan besar.



Kejantanannya yang hitam legam penuh urat saling menjalin seperti pohon beringin di Kebun Raya Cibodas. Bagian pangkalnya biasa saja, ujung jempol akan bertemu ujung telunjuk jika dilingkarkan disana. Tapi sekali lagi, bukan telunjuk kita semua melainkan telunjuk Ardayat. Namun yang membuat ngeri adalah bagian leher dari kejantanannya yang berdiri gagah bak anjing bulldog berwajah gahar.



Diluar itu semua, janda mana yang tak akan mundur melihat kepala kejantanannya yang membonggol sebesar kepalan tangan bayi ? Jangankan perawan, janda saja mungkin akan berpikir tujuh kali mengingat ukuran helmnya.



Dan helm sebesar kepalan tangan bayi itu sekarang menempel pada celah vagina Lily yang mungil. Kedua kaki Lily diangkat oleh dua lengan Ardayat yang tanpa kesulitan mengangkat kaki bening mulus itu seperti tak mengeluarkan tenaga.

Ardayat menyelipkan ujung bonggolan kejantanannya ke celah basah memerah yang penuh cairan licin mengkilap.



Bleb.



Macet disana, tak bisa maju lagi dan hanya sebatas bibir vagina Lily yang merekah hinggga ukuran maksimal.



“Kutukan penyihir itu ada di perut tuan putri, jadi senjata pangeran harus mengalahkannya. Tahanlah tuan putri.” Ardayat mencoba menenangkan Lily yang bergerak-gerak merasakan sesuatu membuat mekar celah vaginanya hingga menyenye.



Lily kembali tenang dan diam. Tadi saja sudah terasa enak, apalagi yang ini mungkin lebih enak. Begitu pikirnya, padahal dia tak mengerti apa yang tengah mengincarnya.



Sebentar Ardayat melepas kejantanannya dari selangkangan Lily, dia membasahi ujung kejantanannya dengan air liur agar lebih licin. Bonggolan itu kembali menempel berbekal cairan yang licin.



Bleb



Masuk ke celah diantara daging lembut yang mengapitnya. Tapi Lily sekarang mulai sadar apa yang sedang memasuki dirinya. Dia menggerinjal.



“Tahan putri… atau kamu ngga akan bisa bangun selamanya.” Ardayat tak mungkin lagi berhenti dari hal ini, nafsunya sudah cenderung ke ubun-ubun. Sudah tiga bulan dia di Jakarta dan tak menemukan kenikmatan dari vagina wanita. Paling jauh dia hanya bisa mengocoknya sambil melihat selangkangan Lily. Tapi sekarang, kejantanan besar hitam itu sudah mulai menggedor pintu masuk celah nikmat Lily yang mungil.



Ardayat menariknya sedikit.



Plop, bonggolan itu keluar. Lily terlihat lega.



Bleb. Bonggolan itu masuk lagi, merekahkan vagina perawan Lily yang belum pernah ditembus oleh siapapun.





Berulangkali Ardayat melakukan itu seperti membuka jalan agar pintu masuk vagina Lily terbuka lebih lebar. Usahanya cukup berhasil, dengan sedikit memaksa bonggolan helmnya melesak ditelan vagina mungil Lily yang nyaris tak kuasa menampungnya. Hanya sampai situ saja, tapi Ardayat sudah merasakan vagina mungil itu memberikan kenikmatan yang tiada tara.



Di lain pihak, Lily merasakan perih dan sakit yang baru sekali ini dirasakannya.



Ardayat lebih memaksa lagi, paling tidak ya sampai leher kejantanannya bisa masuk kesana karena itulah bagian yang paling bisa merasa sedap.



PRET



“AAAAAAAAAAaaa……” Lily menjerit dan menggerinjal menahan sakit saat bonggolan sebesar tangan bayi itu mendobrak selaput tipis yang selama ini menjaganya.

“Jangan bergerak putri… jangan bicara….” Mata Ardayat berkejap-kejap menikmati cengkraman otot vagina Lily yang merekah hingga batas akhir yang tak mungkin lagi untuk lebih direkahkan.



Setelah Lily diam, Ardayat menariknya untuk memberi jeda. Tapi Ardayat segera menekan kembali hingga Lily menggerinjal lagi berusaha menahan sakit.



Setelah berulangkali, akhirnya Lily diam karena celah vaginanya telah mekar menyesuaikan ukuran dengan monster yang sedang memasukinya. Walaupun tidak sepenuhnya masuk, tapi Ardayat merasa sudah cukuplah. Dia tak ingin gadis kurus keturunan tionghoa itu sampai pingsan karrena vaginanya robek.



Ardayat menikmati daging segar perawan yang mulus itu dengan mata berkejap-kejap. Pahanya yang bergesekan dengan paha mulus Lily semakin menambah rangsangan kenikmatan. Tak terburu-buru, dirinya menggecak selangkangan Lily dengan perlahan. Dia punya waktu satu hari satu malam untuk menikmati daging lembut nikmat ini.



Ibarat orang yang terbiasa makan di warteg lalu disuguhi steak wagyu restoran terkemuka, dirinya ingin icip-icip mengunyah perlahan saja biar tidak cepat habis. Tangan Ardayat meremas-remas payudara Lily yang tak terlalu besar namun bentuknya sangat ehm… indah.



Lily mulai merasakan sakit ataupun perihnya perlahan berkurang. Masih ada sih perihnya, tapi enaknya juga ada. Malah rasa enaknya tambah banyak. Mulut Lily terbuka setiap kali dia menerima sodokan dari kejantanan hitam Ardayat.



Bonggolan itu memenuhi celah vagina kecillnya hingga seluruh lipatan berkerut-kerut yang ada disana terpentang dengan kencang ibarat balon yang ditarik hingga karetnya mekar.



“Nggh… ngggh… nggh….. “ Suara itu terdengar keluar dari tenggorokan Lily, bukan dari mulutnya. Dadanya turun naik sampai tulang-tulang rusuknya yang kurus terlihat kembang kempis.



Serangan lidah Ardayat di itilnya tadi, ditambah sodokan yang membuat ujung-ujung syaraf nikmat Lily terusap-usap kejantanan Ardayat yang memenuhi vaginanya membuat Lily tak sanggup lagi bertahan.



Gadis lugu bertubuh ringkih namun mulus itu tak sanggup menerima siksaan kenikmatan yang dihasilkan dari benda keras yang keluar masuk di selangkangannya. Dengan satu jeritan keras, tubuh Lily mengejang.



“AAAAAaaaaaakkkkhhhhhh…” mulut Lily terbuka lebar namun matanya tertutup demi menjaga agar permainan yang mulai disukainya ini tak segera berakhir.



Otot-otot kenikmatan yang memenuhi vaginanya mengencang dengan kuat.

Ardayat merasa otot-otot itu mencengkeramnya, hingga ia melewati suatu garis pertahanan yang tak mungkin lagi untuk mundur dari sana. Sekali batas itu terlewati, yang ada hanyalah maju terus tak akan dapat dihentikan.



Kewanitaan Lily mencengkeram kuat, lalu berkelenyar bergetar-getar membuat sang pemilik vagina mungil itu terlonjak-lonjak mengalami orgasme pertamanya dalam hidup. Gadis lugu itu menguik-nguik menahan rasa nikmat yang bergulung-gulung memecahkan pertahanannya.



Merasakan otot-otot pengentot vagina gadis lugu Lily berkelenyar, Ardayat pun tak mampu lagi bertahan. Garis pertahanan itu telah ditembusnya hingga ke puncak.

CROTTTTTTTT



CROTTTTTTTT



CROOOOOOOT



Lubang pipis di ujung kejantanannya muncrat memuntahkan tumpahan demi tumpahan cairan putih lengket kental ke vagina Lily. Saking kuatnya, sebagian sampai membentuk muncratan balik yang menyelinap keluar dari bibir vagina yang telah demikian mekar.



“AAAAh….. putri…. Aaaah…. Kutukannya keluar…..” Ardayat berkelojotan. Tubuh hitam gagah penuh otot itu menjadi lemah seketika hanya karena kelembutan vagina semata.



Kejantanannya terus muncrat nyaris tanpa henti memenuhi seluruh lorong.



“Aaaaaaah…..” Ardayat rubuh diatas tubuh Lily.



Bibir Ardayat menyentuh bibir Lily yang mungil kecil namun berbentuk indah ranum.

Dengan disertai satu semprotan terakhir dari kejantanannya, bibir Arddayat mengecup bibir Lily.



Cup.



“Bangunlah putri…. Kutukanmu berakhir.” Bisiknya



Merasakan satu kecupan, Lily yang sedang berperan memainkan The Sleeping Beauty akhirnya membuka mata. Bibirnya tersenyum.



Ardayatpun senyum, kejantanannya masih melesak di selangkangan Lily walau tak bisa masuk semua.



“Bang Dayat…. Besok main Putri Tidur lagi yuk. Lily males main Cinderella.” Ujar Lily polos.



Ardayat tertawa dalam hati melihat kepolosan gadis chinese yang telah diperawaninya itu. Dirinya hanya menjawab dengan anggukan. Dengan satu tarikan nafas, Ardayat menarik pantatnya.



Plop



Selangkangan Lily yang mungil sekarang terlihat membentuk rekahan yang begitu lebar. Bergumpal-gumpal cairan putih kental keluar dari sana membasahi kasur kapuk butut.

*****************

“Ki….. nih udah rapih isi warungnya.” Suara Ramli memecah lamunan Ki Ardayat, menariknya kembali dari masa lalu ke tahun 2022.

Ki Ardayat berdehem dehem sambil membetulkan sarung dan peci lusuh di kepalanya.

“Ehm… uhuk..uhuk….”

“Makanya udah aki-aki gitu jangan ngeroko melulu Ki. Jaga kesehatan biar umur panjang.” Ramli sang pengangguran memberi wejangan.


Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd