Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mid-Life Love Story

musicboy

Semprot Kecil
Daftar
8 Aug 2011
Post
59
Like diterima
461
Bimabet
Suhu-suhu, lama ga posting, ijin posting cerita yaa. Mudah-mudahan enjoy. As always, cheers and enjoy sex.

MID-LIFE LOVE STORY
by Musicboy

Cinta emang kejam. ga pandang umur ga pandang status. Kalo mau datang ya datang aja. Kita cuma bisa menerima dengan apapun konsekwensinya.
Saya harus belajar menerima ini di usia yang tidak muda lagi, dengan status yang ga single lagi. Fun? iya. Hurtful? Banget. Beautiful? Nilai sajalah ya...


18.05
“Yah, pulang titip beli sosis dan nugget yaa. Merk A dan B. Belinya di bla bla bla…” suara istriku di telepon mengalir masuk ke telingaku yang mulai panas gara-gara harus menjepit HP di bahu. Dua tanganku sibuk memencet keyboard laptop soalnya.
“… nanti 2 bungkusnya tolong singgahkan di rumah Kak Ika sekalian Yah” yang ini nama kakak iparku. Jadi sepertinya plannya sebagian nugget dan sosis ini akan dikasih buat kakak iparku.
Dan harus diantarkan ke dia.
Di rumahnya. Yang jaraknya 20 menit dari kantorku, di arah yang berlawanan dari runahku. Gawat.
Motivator yang pernah bilang bahwa kita harus bisa multit-tasking adalah manusia paling ****** yang pernah hidup. Perhatianku kini tetalihkan dari pekerjaanku. HP kuraih dan mulai menyimak pembicaraan istriku dengan lebih atentif.
“bla bla bla, kasian Yah dia ga bisa keluar karena anaknya sakit…”
“Yee, suruh suaminya dong” yang ini kujawab dalam hati
“Kirim pake ojek oline saja ya Bu. Jauh kan. Bisa sampe malam di rumah. Kapan masaknya, nuggetnya aku yang bawa kan” ini jawaban diplomatis.
“Hehehe, kita masih punya kok Yah, tadi udah kelar masak sampe makan malam kok.” Jawab istriku sambil cengengesan. Tengsin karena ketahuan yang diingini sebenernya apa.
“Hmm, ini sih ceritanya kamu gak enakan lagi dimintain tolong, dan karena kejauhan, mending nyuruh suami. Dasar dodoool” yang ini dalam hati, tapi kayanya enaknya dikeluarin deh. Ga dikeluarin uneg-uneg bisa jadi penyakit kan.
“Bu, masa gini lagi? Kan udah dibilangin kalo sama Kak Ika…”
DRRRRT…
HPku vibrate menandakan ada pesan whatsapp masuk, memotong uneg-uneg yang baru mau keluar.
“Yah, ibu kirim pesan tuh. Liat gih…”
“Heh, apaan Bu? Bilang aja kali ngapain juga ngirim pesan, lah kita lagi telponan”
“Liat doong” suara manja istriku membuatku manyun dikit membayangkan ini bakal ke arah mana. Sambil menarik nafas panjang, pesan kubuka daaan…
Makdikipe…
Istriku lagi celentang ngangkang di atas kasur, kamera menyorot ke atas ke arah cermin yang kami taruh di plafond. Ini ide kinky istriku biar bisa lebih hot waktu lagi MOT.
“ Bisa liat pantat Ayah. Seksi tauu. Kata istriku genit saat minta dipasangkan cermin itu.”
Cermin keparat itu emang berguna. Aku harus sedikit menegakkan badan melihat foto kiriman istriku.
Aku dan Yuni istriku terpaut 3 tahun. Dia lebih muda dari aku yang sudah 41. Tapi badannya masih kaya mahmud yang baru nikah.
Waktu hamil memang istriku nambah berat badan. Tapi lepas melahirkan berkat usaha maksimalnya, berat badannya cuma turun. Dikit… Hebatnya, kelebihannya netap tapi di tempat yang pas. T*ket dan p*ntatnya.
Dan t*ket itu walaupun dikit kendor berubah ukuran dari cup B sebelum melahirkan, menjadi cup C setelahnya. Jadinya menang agak menyampir ke samping saat istriku celentang, tapi itu yang menambah pesona seksual istriku.
So Dear God, thank You for the extra fat and gravity. Heheh.
Balik menatap HP, Wajah genit istriku memandang ke arah kaca dengan matanya yang mengedip genit.
Apapun argumenku sebelumnya hilang semua. Buyaaar.
“Pulangnya jangan ngebut ya Yah.” Istriku berkata sambil ketawa genit.
“ I.. Iya Bu.” Jawabku tergagap.
“Makasih Yaah. Byeee” isttiku menutup pembicaraan dengan suara ciuman mmmuuuaaaahhh yang panjang, genit mengarah ke lebay.
“iya.. byee” aku baru membalas setelah teleponnya putus.

Sial. Kena deh.

18.55
Hup! Satu loncatan selincah kanguru mengantarkan tubuhku yang jauh dari atletis ke dalam area garasi yang tertutup kanopi, menghalangi hujan yang sudah kadung membasahi badanku.
Ujannya gak gitu gede untuk sampe harus ngeluarin mantel. Dikit lagi nyampe. Ga bakal basah banget. Pake jaket ini.
Kalian yang kemana-mana menunggang kuda besi pasti sudah jamak sama pergulatan hati saat hujan gerimis.
Dan kalian juga pasti sudah bisa menebak. 10 detik setelah kalian memutuskan tidak mengeluarkan mantel hujannya tambah gede.
And here I am. Buru2 loncat meneduh, melupakan pkastik belanjaan dan kunci motor yang masih nancap manis di motor.
Sial.
Sambil menggerutu akhirnya aku kembali keluar mencabut kunci dan mengambil plastik belanjaan. Pasrah dengan guyuran hujan membasahi tubuhku.
“Laah Dion. Basah dong” suara lembut tapi dalam kedengaran di belakangku.
“Ya iyalah. Ujan. Komen gak bermutu!” yang ini dalam hati.
“Iya Kak. Ujan gede” jawabku tidak antusias sama sekali. Pertanyaan bodoh dijawab dengan pernyataan bodoh aja.
“Gak rusak belanjaannya?” jawaban yang menusuk hati dilontarkan pemilik suara pelan tapi dalam tadi.
“Gak Kak Ikaa. Plastiknya saya dobel dan ikatannya kencang kok.” Jawabku menahan emosi. Kuatir sama yang ngantar kek. Dasar nenek si…
Kalimatku putus melihat pemandangan indah di depan mata.
Yuni dan Ika kakaknya beda 6 tahun. Berarti dia 3 tahun diatasku. Tapi keduanya memancarkan aura yang lebih muda. Aura ‘Fuck me hard but don’t fuck around with me.’ Gitu deh…
Aura itu terpancar dari tubuh mungilnya yang berlari kecil dibungkus daster tanpa lengan panjangnya dibawah lutut dikit, yang bagian bawahnya dikepit tangan kiri di tengah paha untuk menghindari percikan hujan membuat bagian dadanya ketat mencetak isinya yang sepertinya berukuran lebih besar dari cup C istriku.
Mataku pasti tertumbuk cukup lama karena kemudian dada itu ditutup dengan tangan kanannya yang menyilang.
“Mm ini mbak titipannya Yuni.” Kataku sambil mengerjap menutupi tengsin
“Ehem, makasih yah Yon” balas Ika pelan sambil berdehem kecil. Bungkusan kini berpindah tangan
“Sama-sama kak” jawabku garing. Lalu diam
Pelan aku mencuri pandang ke arah kakak iparku. Yang diliat hanya mengulum bibir menatap sepatuku, sesekali mencuri pandang ke arah mataku. Saat mata kami bertemu, saat itu kami saling membuang pandang.
“Hmm, hujan yaah” kataku sambil berbalik memandang deras air langit yang kini sudah naik status dari gerimis jadi hujan.
“Iya yah” jawab kakak iparku. Pertanyaan bodoh dibalas pernyataan bodoh juga.
“Gak dingin Kak?” aku berpaling kembali menatapnya dan… Ya Tuhaan pemandangan indah ini.
Mataku juga kenapa otomatis mengarah ke dada siiih, rutukku sambil membuang pandangan ke arah halaman.
“Hush, iseng amat sih” jawaban kakak iparku agak keras kali ini membuatku bingung dan kembali meliriknya. Dan mataku kembali kurang ajar jelalatan, baru paham yang dimaksud.
Tercetak di ketatnya daster kakak iparku, 2 buah kenop seukuran seruas kelingking tidak bisa menyembunyikan keberadaannya.
Kemudian aku tertawa lepas.
Yang kutertawai merengut awalnya tapi kemudian ikut tertawa.
“Maaf Kak bukan itu kok maksudku bilang dingin tadi” kataku setelah sesi tawa selesai.
“Halah dasar laki. Sama saja” jawab kakak iparku mencibir
“Ya rejeki, masa ditolak Kak” kataku nyengir.
“Udah jangan diliatin terus, ntar meletus” katanya sambil kembali mencoba menutup dadanya. Agak susah karena tangan kanannya kini sudah memegang bungkusan belanjaanku.
“Gak kok Kak. Becanda” kataku sambil perlahan mengambil bungkusan di tangannya.
“Sini aku yang bawa kak” kataku pelan.
“Masuk Yon” kata kakak iparku sambil berbalik mendahului masuk ke rumahnya sementara aku mengekor dari belakang.
Sampai di pintu aku meletakkan dulu belanjaan untuk membuka sepatuku yang basah.
Sambil menunduk mataku melihat ke depan tepat ketika kakak iparku juga membungkuk mengangkat belanjaan yang tadi kubawa.
Jadilah daster tanpa lengan itu melonggar dan menyisakan ruang yang cukup besar untuk aku bisa menatap isinya yang juga besar dan menggantung. Hanya beberapa detik memang tapi cukup membuatku menelan ludah.
“Ish, rejekimu bagus hari ini Yon” celetuk kakak ipar menyadarkanku.
“Ah, anu kak…” aku tergagap mencoba mencari alasan. Tapi mana ada alasan yang tepat untuk kondisi seperti ini coba. Hayo pikir.
“Maaf Kak, ga sengaja” akhirnya jawabanku keluar, sambil melihat ke bawah mencoba kelihatan bersalah.
Pelan menatap ke atas aku kaget melihat kakak iparku tertawa sambil menatapku salah tingkah.
“Udah, santai lah Yon. Rejeki tuh” katanya setelah puas tertawa.
Aku akhirnya bisa menarik nafas sedikit lega dan menggaruk belakang kepalaku sambil cengengesan.
“Ayo masuk Yon. Kakak ke belakang dulu yah” kata kakak ipar sambil menenteng belanjaan ke dapur.
Aku akhirnya masuk, melepas jaket dan mencoba menepis air yang menetes dari celanaku yang basah.
“Yon, ke dapur sini. Salin dulu yaa” Teriak kakak ipar dari belakang.
Aku kemudian melangkah ke belakang dengan hari-hati mencoba tidak meninggalkan percik air saat melangkah.
Kakak iparku senyum melihatku berjingkat mendekatinya. Kemudian diserahkannya seperangkat handuk, baju dan celana, tunai karena… eh kok jadi ijab qabul.
“Punya kak Iwan?” tanyaku pendek.
“Cukup ga yah Yon? Kamu kan lebih tinggi dari iwan.” Kakak ipar menyelutuk sambil berbalik berjalan ke meja.
“Gapapa deh Kak. Darurat ini.” Jawabku melangkah ke kamar mandi.
Saat aku sedang mandi kudengar HP ku melantunkan Sunday Morningnya Maroon 5.
“Yuni nih.” Pikirku cuek sambil lanjut mandi bersiul. Tak lama dering terhenti.
Selesai mandi, aku mengenakan baju dan celana pemberian kakak ipar. Tapi bener dah, agak sempit. Mau tidak mau aku melepas kolorku untuk memudahkan jeans selutut punya suami kakak ipar kupakai. Berhasil akhirnya setelah melakukan penyesuaian posisi isi kolor (iya k*ontool). Aku bernafas lega setelah berhasil menarik ritsluiting sampai ke atas walaupun celananya tidak bisa dikancingkan. Udahlah, tutup pakai kaus saja.
Aku kemudian melangkah ke jemuran handuk di dapur sambil mengeringkan rambutku. Saat menyampirkan handuk, auara kakak ipar kedengaran dari belakang.
“Iya udah kok. Lagi mandi. Ga tau deh kenapa ga pake mantel” suara kakakku terdengar nyaring saat masuk ke dapur sambil berbicara di HP.
Merasa dibicarakan aku berbalik sambil nyengir ke kakak ipar.
“Yuni kak” aku berkata tanpa suara hanya menggerakkan bibir.
Kakakku mengangguk sambil tersenyum sebelum matanya membelalak menatapku. Menatap selangkanganku lebih tepatnya.
Aku tersadar dan melihat ke bawah. Bingung kakakku menatap apa. Kaus yang kukenakan memang cuma sepinggul tidak menutup sampai ke bawah. Waktu menjemur handuk tadi bajuku agak terangkat dan kini bagian depan celana tidak tertutup baju. Kancing celana yang tidak terkait terlihat. Apa karena ini ya?
“Ga muat kak” aku kembali berkata tanpa suara sambil mengerdikkan bahu dan memperagakan kancing celana yang tidak bisa dikancingkan.
Tapi bola mata kakakku mengarah ke bawahnya lagi. Aku mengikuti arah pandangannya dan mencoba mencari sumber kekagetan kakak ipar. Aku yang bingung balik menatapnya sambil mengangkat bahu.
Yang kutatap menatapku balik melototkan mata sambil memanyun-manyunkan bibir dan menggerakkan kepala seakan menunjuk ke arah… k*ntolku??
Aku refleks menutup area selangkanganku yang di dalam celana memang tidak memakai kolor sambil kebingungan.
“Iya bentar kusuruh telepon balik kalo udah selesai. Daah” kakakku meantapku dingin sambil menyudahi pembicaraan dengan adiknya.
Lalu kami terdiam dalam tatapan dingin dibalas tatapan bingungku.
“Kamu ngaceng liat aku? Udah tau ngaceng kamu pamerin, gitu?” kakak ipar berkata dingin.
“Loh tunggu dulu kak. Saya ga ngaceng. Cuma celananya sem..”aku mencoba menjelaskan
“Kamu pikir Aku bakal tergoda gitu? Kamu pikir aku murahan? Hah? Jawab!” Makin panas saja dia.
“Ya ini mau saya jelasin kak. Celananya sempit. Ga bisa pake kolor. Tapi sumpah ga ngaceng kak. Ini tuh..”
“Diem. Pulang sana!” Penjelasanku dipotong dengan sadis. Dia yang minta dijawab, giliran dijawab disuruh diem. Duh wanitaa…
“Saya pulang kak. Kalau kakak sudah agak tenang saya coba jelaskan lagi.” Kataku meredam emosi yang mulai naik.
“Kulaporin Yuni baru tau rasa.” Balasnya pelan tapi menusuk.
“Laporin saja. Saya ga salah! Saya ga ngaceng. Mau saya liatin?” tukasku sudah emosi sambil tanganku meraih ritsluiting.
“Mana. Kalo ngaceng kulaporin Yuni!” jawabnya.
Kepalang lah, kuturunkan ritsluiting kemudian bagian atas celana sampai sepaha, menampakkan isinya. Ya emang ga lagi ngaceng. Terbukti kan. Menaang.
“Eeh kurang ajar. Pulang kamu!!” kakaku membentak sambil membelalak.
Aku hanya bisa menggeleng sambil menaikkan kembali celana dan mengancingkan rets setelah memasukkan dulu k*ontolku. Dengan hati-hati pastinya.
“Aku pulang Kak” aku berkata pelan sambil meraih jaket di kursi dan berjalan ke arah pintu depan.
Saat mengenakan sepatu, aku masih sempat menatap kakakku yang mengikuti dari belakang. Matanya sesekali masih menatap selangkanganku. Tapi raut wajahnya sudah melunak.
“Maaf kalau menyinggung Kak. Ga ada maksud” kataku masih ketus sebelum melangkah ke arah pagar.
Setelah bergulat sejenak mengeluarkan mantel hujan dari box motorku dan mengenakannya, kusempatkan melirik sejenak ke kakak iparku yang berdiri di ambang pintu.
“Yon maaf ya. Emm, makasih” katanya pelan masih menatapku. Sesungging senyum di bibirnya.
Belum bisa kujawab, dia sudah berbalik dan menutup pintu, meninggalkan aku yang baru tersadar, baju basahku kan masih ketinggalan di dalam. Huft alamat balik dong.
Aku melangkah pelan menstart motorku untuk memulai perjalanan pulang.
Sompret. Wanitaa… wanita… kompleks bener sih kalian.
Minimal bayangan Yuni ku yang menunggu di rumah membuatku sediit bersemangat menggeber CBR ku.
Sekarang pulang.
19.35

Bersambung ceritanyaa....

Update 1 - page 2
Update 2 - page 4 (udah posting)
Update 3 - Page 5 (udah posting)
Update 4 - Page 6 (udah posting)
Update 5 - Page 7 (udah posting)
Update 6 - Page 10 (udah posting Maap lamaa)
Update 7 - coming soon.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd