Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Miracle Love And Magic

Status
Please reply by conversation.
Menjadi sebegitu menarik dan misterius na ...
ya emang menarik si Yuta ... punya tangan, coba klo gak punya tangan mana bisa menarik ... wkwkwk

BeTeWe ... buat flah back Yuta cilik dong. !!! biar tak sepenasaran nona Jeni. :ampun::ampun::ampun::ampun:
 
Wah ada update lagi toh, kirain udah hilang ditelan bumi... Salah satu cerita favorit nih... jangan macet lagi dong hu
 
-Part 2. Kekuatan Spesial-



Sandi Goma Yutaka


Pov Yuta



Panas bara api yang berada di hadapanku, semakin membuat naik emosiku. Hari minggu yang seharusnya bisa aku gunakan untuk bersantai dan malas-malasan, kini aku justru harus bekerja. Kalau aku tidak membutuhkan pekerjaan ini, pasti sudah aku tolak permintaan pemilik tempatku kerja yang memintaku menyelesaikan pesanan khusus, di hari liburku.

“Panas, panas!” kata lelaki paruh baha yang kini sedang melihat pekerjaanku.

“Mau makin panas, sini masuk tungku, biar sekalian jadi arang pelebur besi!” kataku sambil melirik ke arahnya.

Seperti sadar aku semakin emosi, lelaki itu cuma diam sambil melanjutkan pekerjaannya. Aku dan dia sama-sama penempa besi pembuat senjata di tempat ini. Sebenarnya masih ada dua orang lagi, tapi hari ini mereka tidak datang. Selain masih pemula, pesanan senjata yang datang ke dua orang itu sangat jarang, karena jarang ada pesanan, mereka banyak liburnya.

°

°

Siang menjelang sore aku sudah selesai membuat dua bilah pedang yang di pesan khusus oleh anggota pasukan keamanan kota. Namun tugasku belum selesai, aku harus mengantar dua pedang ini ke pemiliknya dan meminta bayaran ke orang itu. Sebenarnya aku sangat malas melakukan tugas pengantaran, namun demi bayaran jirih payahku, mau tidak mau aku harus melakukannya.

“Hei, Yuta!” panggil wanita yang hanya dari vibrasi suaranya saja, aku sudah langsung bisa mengenali siapa wanita yang barusan memanggilku. Akupun menoleh dan melihat Hana berjalan ke arahku.

“Bisa gak kamu itu sedikit ngurangi volume suara kamu, aku tuh gak tuli!” kataku kesal.

“Ups, hihihihi, udah kebiasaan jadi gak bisa di kurangi. Maaf deh, lain kali aku manggilnya dari jarak jauh ja biar gak kekerasan suaraku” tutur Hana.

“Lebih baik kamu tidak memanggilku!” kataku, dan aku kembali melanjutkan perjalananku yang sempat terhenti.

“Hei, di ajak bicara malah jalan, kamu tuh mau kemana, dan itu kenapa kamu bawa-bawa pedang?” tanya Hana sambil berjalan mengikutiku.

“Aku mau kemana juga bukan urusan kamu, jadi tidak usah ngikutin aku!”.

“Siapa juga yang mau ngikutin, akutuh cuma mau ikut kamu!” ujar Hana sambil terus mengikutiku.

“Terserah!” kataku singkat.

“Gitu dong, lagian enak tau kalo jalan ada temannya, setidaknya ada yang kamu ajak bicara” ungkap Hana.

“Kalau teman jalannya tidak berisik itu baru enak, kalau temannya seperti kamu yang ada aku bisa semakin setres!” batinku seraya aku sedikit melirik ke arah Hana yang terlihat begitu ceria berjalan di sampingku.

“Palingan kamu mau nganter pesanan tuh pedang, tapi ini kok kita kesini, ini kan arah ke tempat para penjaga. Emang ada yang memesan senjata buatan kamu di tempat itu?” tanya Hana saat aku hampir sampai ke tempat orang yang memesan pedang buatanku.

“Bukannya kamu cuma mau ikut, jadi jangan banyak tanya!”.

“Yee, aku kan mau tau!”.

“Kalau sudah sampai, kamu juga bakalan tau sendiri siapa yang mau aku temui!” ujarku yang tidak mendapat balasan Hana. “Memang lebih baik kalau kamu hanya diam” gumamku lirih.

“Hei barusan kamu ngomong apa?” tanya Hana sambil melihat ke arahku.

“Aku tidak ngomong apa-apa, tuh telinga kamu yang salah dengar!” jawabku. “Peka juga pendengarannya” batinku.

Aku dan Hana akhirnya tiba di depan sebuah bangunan yang di kelilingi pagar tembok yang menjulang dan terlihat begitu kokoh. Di depan pos jaga yang berada di samping pintu gerbang, aku dan Hana berhenti. Terlihat dua orang penjaga melihat keberadaan kami dan seketika mereka berjalan ke arah kami berdua.

“Kalian berdua mau ngapain ke tempat ini, di sini bukan taman bermain anak-anak!” kata salah satu penjaga yang menenteng pedang di tangan kirinya.

“Maaf bapak-bapak penjaga yang terhorman, saya ke tempat ini cuma mau nganterin dua bilah pedang yang sudah di pesan salah satu penghuni tempat ini!” kataku mencoba sesopan mungkin.

Sejenak dua penjaga itu terdiam, terlihat dengan jelas saat ini mereka sedang mengamati dua bilah pedang yang aku pegang di tangan kananku.

“Buka kain pembungkus pedang itu, kami ingin melihatnya!” pinta salah satu penjaga.

Kain hitam yang sedari tadi aku gunakan untuk membungkus setengah bagian pedang buatanku akhirnya aku buka. Dengan memakai kedua tanganku, aku mengangkat sejajar dua bilah pedang tepat di depanku. Kini dengan begitu jelas kedua penjaga melihat dua bilah pedang yang sedari pagi tadi aku buat.

Dengan seksama dua penjaga itu mengamati pedang buatanku, bahkan salah satu dari penjaga mulai memegang pedang di hadapanya.

Saat aku melihatnya memegang gagang pedanganku, dengan jelas aku melihatnya tersenyum sebelum melepaskan pegangan tangannya.

“Siapa yang memesan senjata itu?” tanya penjaga yang barusan memegang pedang buatanku.

“Pemilik tempatku kerja cuma menyuruhku datang ke tempat ini dan menyerahkan pedang ini ke nona Jeni, dan sekalian aku meminta bayaran ke orang itu” jawabku yang membuat dua penjaga di depanku tersenyum.

“Sudah aku duga, wanita satu itu memang tau benda bagus” ujar salah satu penjaga.

“Baiklah, kamu ikut denganku biar aku antar ke tempat nona Jeni. Tapi, siapa wanita di sampingmu itu, apa dia ada keperluan juga dengan nona Jeni?”.

“Dia cuma ikut denganku” kataku begitu darar.

“Kalian sepasang kekasih?” tanya salah satu penjaga yang kini sudah kembali duduk di pos jaganya.

“Bukan!” jawabku dan Hana bersamaan.

“Hahahhahaha!” tawa keras dua penjaga yang sedari tadi terus menanyaiku. “Masa muda memang begitu indah. Awalnya malu-malu, saling menolak, akhirnya juga saling suka. Melihat kalian berdua, aku jadi teringat masa mudaku!” ungkap penjaga yang berdiri di depanku.

Sedikitpun aku tidak membalas apa yang di katakannya, begitupun Hana saat aku melihat ke arahnya, dia juga cuma diam, namun dengan jelas aku melihat rona merah di pipi Hana.

“Sudah kalian sekarang ikutin aku, jangan pacaran di tempat ini!” kata penjaga dan dia mulai berjalan menuju pintu gerbang.

Sejujurnya aku ingin membalas perkataannya, tapi sudahlah itu percuma juga. Lebih baik aku mengikutinya, mengantarkan pesanan, dapat uang dan pulang.

Pintu gerbangpun di buka, penjaga yang bersamaku lebih dulu berjalan masuk, aku dan Hana kemudian mengikutinya dari belakang.

Kini aku dan Hana sudah berada di halaman sebuah bangunan yang begitu besar dan luas. Bangunan empat lantai yang terlihat begitu megah dan mewah. Di sekitaran aku dan Hana yang sedang berjalan, terdapat banyak orang yang berlalu lalang, dan hampir semua orang itu membawa senjata, baik pedang, tombak, bahkan ada yang membawa panah.

“Orang yang kamu cari jam segini pasti sedang di tempat latihan. Nona Jeni adalah guru para penjaga yang baru terdaftar. Meski masih terbilang muda, akupun mengakui kalao nona Jeni itu wanita yang sangat kuat dan luar biasa. Kalian berdua sepertinya sedang beruntung, setidaknya masih ada waktu sekitar 10 menitan sebelum jam istirahat, jadi kalian nanti akan di suguhi tontonan latihan para penjaga yang tentu tidak akan kalian lihat di sekolah biasa” ujar penjaga yang menemaniku.

Benar juga, di bagian halaman belakang bangunan yang cukup luas kini begitu ramai orang sedang berlatih. Meski mereka penjaga yang sudah tentu ahli bela diri dan ahli senjata, mereka juga ahli dalam pengendalian sihir. Terlihat latihan di bagi ke beberapa kelompok sesuai dengan sihir yang di kuasai tiap penjaga yang baru terdaftar.

“Kalian tunggu di sini, biar aku panggilkan nona Jeni!” ungkap penjaga, dan akhirnya aku dan Hana menunggu sambil melihat orang-orang yang sedang melatih kemampuannya.

Pengguna sihir api, atau biasa di sebut sihir pemusnah terlihat begitu mengerikan saat di gunakan para wanita untuk menghancurkan sasaran latihan mereka. Seperti kata Hana, sihir api hanya bisa di kuasai para wanita secara turun temurun, jadi tidak heran semua anggota penjaga yang menguasai sihir api semuanya adalah wanita.

Sihir air, sihir yang menurutku multi fungsi. Saat di rubah jadi es, sihir itu bisa untuk menyerang, sekalian bertahan, dan saat hanya berupa air dengan pengendalian yang tepat, gelombang air bisa meratakan tempat yang begitu luas. Dan entah kenapa, di tempat pelatihan sihir air juga cuma terdapat wanita.

Berbeda dengan sihir api dan air yang tetlihat hanya di gunakan para wanita. Sihir tanah dan angin terlihat di gunakan bersama sama oleh pria dan wanita. Hasil dari kombinasi kedua sihir itu adalah badai pasir yang begitu mengerikan, siapapun yang terjebak di tengah sihir itu pasti tidak selamat.

Di kejauhan, aku juga melihat pengguna sihir kegelapan dan sihir cahaya saling mengombinasikan kekuatan sihir mereka. Tapi aku sungguh tidak mengerti apa yang di hasilkan dari kombinasi kedua sihir itu.

“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, eh kok cuma enam!” kataku heran. “Han, bukannya Bu Velerin pernah bilang sihir elemen tuh ada tujuh, kenapa ini cuma enam?” tanyaku ke Hana.

“Wajar tau cuma ada enam, kamu lupa atau memang tidak mendengarkan, sihir elemen ketujuh tuh sihir elemen netral, sihir yang bisa membuat pemiliknya kebal dari serangan ke enam sihir elemen yang ada. Tapi sihir elemen netral itu sudah lenyap, keturunan terakhir penyihir elemen netral sudah sekitar 100 tahun yang lalu meninggal, dan sejak saat itu sihir elemen netral di nyatakan punah” tutur Hana padaku.

“Oh, hehehe, mungkin aku tidur saat Bu Velerin menjelaskan tentang itu, maklum aku paling malas dengan pelajaran Bu Velerin” kataku, dan bersamaan denganku selesai berkata, seorang wanita berdiri di tengah-tengah halaman dan menghentikan latihan yang sedang berlangsung.

Terlihat kini seluruh orang yang sedang berlatih berkumpul membuat sebuah barisan berkelompok yang begitu rapi. Wanita yang terlihat seperti seorang pemimpin kini berada di depan barisan anggota keamanan yang baru terdaftar.

“Wanita yang ada di tengah itulah nona Jeni, sebentar lagi dia akan menemuimu!” kata penjaga yang tadi menemaniku.

“Di ruangan mana dia mau menemuiku?, sebaiknya kita kesana duluan, dan menunggunya” kataku.

“Siapa bilang dia akan menemuimu di salah satu ruangan, tunggu saja, sebentar lagi juga ada yang memanggilmu!”.

“Maksut,-......”

“He kamu yang membawa barang pesananku, cepat kemari!” terdengar suara wanita yang begitu lantang dari tengah halaman, yang seketika menghentikan kata-kataku.

Aku seketika melihat ke arah tengah halaman, dan saat aku melihat ke arah wanita yang sedang berada di tengah-tengah halaman, terlihat dia sedang melihat ke arahku.

“Kenapa masih diam di situ, bukannya kamu mengantarkan pesananku!” seru nona Jeni.

Tanpa berlama-lama aku mulai berjalan, dan terdengar langkah dua orang mengikuti dari belakangku, aku yakin Hana dan penjaga yang sedari tadi menemaniku kini sedang mengikutiku dari belakang.

“Aku boleh melihat senjata pesananku?” tanya nona Jeni begitu aku sampai di depannya.

Dengan kedua tanganku aku mengangkat kedua pedang yang aku pegang dan aku tunjukkan tepat di hadapannya.

Sejenak dia menatap kedua pedang di hadapanku, dan tanpa melihat ke arahku dengan cepat dia membalik tubuhnya hingga aku kini cuma bisa melihat punggungnya.

“Ada yang mau menemaniku mencoba senjata baru ini?” tanya nona Jeni ke seluruh anggota baru pihak keamanan.

Dari puluhan orang yang di tanya, satupun tidak ada yang menjawab. Tergambar begitu jelas di wajah orang-orang di tempat ini, mereka seperti begitu takut dengan sosok wanita di depanku.

“Sepertinya, kamu sendiri yang harus menemaniku mencoba senjata buatanmu!” kata nona Jeni sambil membalikkan badannya dan kini dia menatap ke arahku.

“Maaf nona, bukannya saya menolak, tapi saya bukanlah orang yang pandai beladiri ataupun ahli menggunakan senjata” kataku sambil sedikit membungkukkan tubuhku.

“Jadi kamu seorang ahli sihir, silahkan kamu gunakan sihir kamu aku bisa menggunakan pedang itu untuk menangkis semua sihir kamu!”.

“Kebetulan saya juga bukan seorang ahli sihir, saya hanya orang biasa yang kebetulan bisa membuat senjata” ungkapku sambil melihat ke arah wajah nona Jeni.

“Jangan membohongiku anak muda, pemilik tempat kamu kerja bilang ke aku kalau kamu itu murid SMA Magela, jadi tidak mungkin kamu tidak punya suatu keahlian” tutur nona Jeni, dan tanpa aku duga dia begitu saja mengarahkan sebuah pukulan ke arahku.

°

°


Hana Celista Agatha

Pov Hana.


Sore ini setelah membeli buku seharusnya aku sudah berada di rumah. Namun saat perjalanan pulang aku bertemu Yuta di jalan searah dengan rumahku, dan entah kenapa aku justru ikut dengannya yang sedang mengantarkan sebuah pesanan. Namun kalau tadi aku memutuskan tidak mengikuti Yuta, mungkin aku tidak akan melihat kejadian yang sangat sukar untuk di percaya.

Nona Jeni, wanita muda yang sudah begitu terkenal karena kehebatannya, dengan kedua mataku aku melihat dia terpental beberapa meter setelah mencoba memukul ke arah Yuta. Sepertinya bukan cuma aku yang tercengang dengan kejadian yang baru terjadi, melainkan semua orang yang melihatnya juga merasakan apa yang aku rasakan. Namun, ada satu orang yang terlihat begitu biasa saja seolah tidak menyadari apa yang barusan terjadi.

“Kenapa wanita itu terpental?” tanya Yuta padaku yang terdengar begitu polos.

“Kamu tidak melihat cahaya yang barusan membuat sebuah perisai mengelilingi tubuhmu?” aku balik bertanya padanya.

“Aku melihatnya, tapi aku kira itu sihir wanita itu, dan tadi aku sudah pasrah dengan serangannya” jawabnya.

Aku, ah bukan cuma aku, penjaga yang berada di sampingku juga terheran-heran dengan jawaban Yuta.

“Aku sesaat melihat sihir cahaya, tapi tanganku terasa di gigir ribuan semut api saat aku mengenai perisai yang melindungimu!” tutur nona Jeni yang terlihat mulai mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan dalam sekejab pedang di tangannya mengeluarkan api yang berkobar-kobar. Sihir api tingkat lanjut yang bisa di gabungkan dengan senjata, sudah begitu sempurna di kuasai nona Jeni. Meliha luapan energi sihir nona Jeni saja aku sudah merinding, apa lagi untuk membayangkan seberapa besar kekuatan sihirnya, aku tidak akan sanggup.

Penjaga di sampingku dengan sigap menarikku menjauh. Sebenarnya aku ingin berada di dekat Yuta dan membantunya. Namun penjaga di sampingku begitu erat memegang tanganku.

“Eh, apa itu?” kataku saat aku melihat cahaya kuning dan putih mengelilingi tubuh Yuta.

Kedua cahaya itu terus bergerak mengeliling Yuta, dan kini untuk pertama kalinya aku melihat Yuta memegang pedang di kedua tangannya. Entah kapan Yuta membuang sarung pedangnya, yang jelas saat ini di tiap tangannya memegang sebuah senjata.

“Cahaya putih dan kuning, ini baru pertama kali aku melihat sihir seperti itu!” kata penjaga di sampingku, dan bersamaan dengan itu aku melihat nona Jeni dengan begitu cepat bergerak ke arah Yuta.

Yuta yang sudah memegang dua senjata di tangannya terlihat begitu bingung mau melakukan apa, sedangkan nona Jeni sudah bersiap dengan serangannya, dan akhirnya,.......

“KBOOOMMMM!” benturan energi yang begitu besar membuat sebuah dentuman yang sangat keras dan tanah yang aku pijak terasa bergetar.

Aku masih tidak bisa melihat Yuta maupun nona Jeni, karena begitu tebalnya asap dan debu yang menutupi keberadaan mereka. Beberapa saat suasana hening, semua orang sepertinya menunggu apa yang terjadi setelah dentuman yang begitu dahsyat.

Saat asap dan debu yang berterbangan mulai memudar, samar-samar aku melihat dua bayangan orang sedang berdiri di tengah asap dan debu yang berterbangan. Ketika debu dan asap benar-benar sudah menghilang, aku dengan jelas melihat nona Jeni berdiri di depan Yuta, dan pedang mereka saling beradu.

Waktu terasa berjalan begitu lambat saat tiba-tiba aku melihat pedang di tangan nona Jeni hancur berkeping-keping, namun aku segera berlari ke arah mereka saat aku melihat tubuh Yuta perlahan jatuh seolah dia sudah kehabisan tenaga.

“Kamu tidak apa-apa?” tanyaku saat aku memangku kepala Yuta.

“Rasanya seperti baru menahan palu besar yang jatuh ke arahku” jawab Yuta sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya.

“Dia tidak apa-apa, dia cuma kehabisan energi. Istirahat sebentar, dia juga akan pulih!” tutur nona Jeni yang terlihat juga begitu kelelahan, bahkan aku begitu jelas melihat kedua tangannya masih gemetar.

Dengan di bantu seorang penjaga yang sedari tadi menemaniku. Tubuh Yuta di bawa ke sebuah ruang perawatan, nona Jeni juga mendapat perawatan di tempat ini.

Melihat Yuta yang sedang berbaring dengan mata terpejam, membuatku hanya senyum-senyum melihatnya. Dia memang pria yang aneh, pendiam, pemalas, dan acuh dengan sekelilingnya. Namun di balik sikapnya itu, aku dapat berkata kalau dia itu adalah pria impianku. Apa lagi saat tadi aku melihat sihirnya yang begitu unik, mungkin setelah ini akan semakin banyak wanita yang menyukai Yuta setelah mereka tau sihir yang di miliki Yuta. Luna dan Kyko, merekalah orang pertama yang akan aku beritahu tentang kekuatan sihir Yuta, dan aku sudah tidak begitu sabar menemui mereka.

°

°

Pov Yuta


“Kekuatan spesial!” itulah penjelasan yang aku dengar dari nona Jeni saat aku berbicara dengannya di ruang perawatan. Di tempat ini juga ada Hana yang sedari tadi terlihat begitu perhatian denganku.

Sekitar satu jam aku tadi tidak sadarkan diri, dan saat aku tersadar, aku melihat Hana dan nona Jeni di sampingku. Nona Jeni sempat heran dengan kondisiku yang tidak sedikitpun terluka meski terkena serangannya. Bahkan, dua pedang yang aku gunakan untuk menahan serangannya, sedikitpun tidak tergores, padahal pedangnya yang terbuat dari besi yang lebih tebal hancur berkeping-keping.

Nona Jeni dan Hana barusan juga bertanya tentang kekuatan spesialku, sebuah sihir yang mengeluarkan cahaya kuning ke emasan, dan cahaya putih terang. Kata mereka sihir itu melindungiku, dan akupun juga merasa sihir itu melindungiku. Namun aku tidak tau itu sihir apa, dan cara mengeluarkannyapun aku juga tidak tau.

“Mungkin sihir itu akan aktif dengan sendirinya saat penggunanya terancam!” tutur Hana.

“Aku juga sependapat, tapi aku masih bingung dengan elemen yang ada di sihir itu. Sihir perisai memang sihir elemen cahaya, namun saat aku mencoba memukulmu dengan tangan maupun pedang, aku merasakan panas dan seperti ada yang menyengat tanganku” imbuh nona Jeni.

“Kalian saja bingung, apa lagi aku yang tidak terlalu mengerti tentang sihir!” kataku.

“Besok kamu coba tanya Bu Velerin, siapa tau Bu Velerin tau sesuatu tentang sihir kamu!” kata Hana.

“Iya, besok aku akan bertanya. Tapi sekarang aku mau pulang, dan nona Jeni, bisakan saya meminta bayaran pembuatan pedang yang saat ini sudah terikat di pinggang nona?” tanyaku sambil aku melihat ke arah nona Jeni.

“Pedang buatan kamu memang luar biasa, biar tipis tapi sangat kuat. Aku tadi sempat mencobanya, dan pedang ini membuat sihir apiku semakin kuat!” tutur nona Jeni. “Apa ini cukup sebagai pembayarannya?” tanya nona Jeni sambil menyerahkan dua lembar uang kertas berwarna ke emasan padaku.

“Itu sudah lebih dari cukup” jawabku, dan aku menerima pemberian nona Jeni.

“Kalau kamu masih mau istirahat di tempat ini, kamu lakukan saja. Tapi maaf aku tidak bisa menemani kalian, aku harus bersiap-siap karena malam ini ada pertemuan penting di balai kota” tutur nona Jeni.

“Terimakasih tawarannya, tapi seperti kataku tadi, aku mau pulang!” kataku.

“Aku juga, lagian ini sudah hampir gelap” imbuh Hana.

“Baiklah, semoga lain kali kita bisa bertemu lagi, terutama kamu Yuta, aku masih penasaran dengan apa yang kamu miliki” kata nona Jeni.

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan nona Jeni, berbeda dengan Hana yang terlihat cemberut saat nona Jeni terlihat mencoba akrab denganku.

Setelah pamit dengan nona Jeni, aku dan Hana pergi meninggalkan ruang perawatan berjalan ke arah luar bangunan markas penjaga kota. Di gerbang keluar, aku sempat bertemu penjaga gerbang yang sejak awal kedatanganku sudah banyak membantuku. Setelah mengucapkan terimakasih, aku dan Hana melanjutkan perjalanan.

Karena hampir malam dan tidak tega melihat Hana pulang sendirian malam-malam, akupun mengantarkan Hana sampai di depan gerbang rumahnya.

“Yuk mampir, sekalian makan malam di rumahku, Ibuku pasti sudah mempersiapkan makan malam!” ajak Hana.

“Lain kali saja, lagian aku belum mengenal keluarga kamu. Tidak enak baru kenal sudah ikut makan!”

“Kenapa tidak enak?, masakan istriku itu sangat nikmat, kamu akan menyesal kalau menolak ajakan putri cantikku!” suara lelaki yang cukup berat, terdengar dari arah belakangku.

“Ayah, dari mana?” tanya Hana, dan perlahan aku menoleh ke arah belakangku.

Tuan Pedro, atau Ayah Hana, lelaki tinggi besar, yang mendapat julukan pahlawan lengan besi. Kini pria itu berdiri di belakangku, dan hanya dengan tiga langkahnya, kini dia sudah berada di sampingku.

“Ayah baru saja jalan-jalan. Kamu itu cewek jam segini baru pulang!, sana masuk dulu, mandi!, biar Ayah yang nemanin teman kamu ngobrol!”.

Hana hanya senyum-senyum mrndengar perkataan Ayahnya, dan kemudian dia masuk ke dalam rumah meninggalkanku berdua dengan Ayahnya.

“Malem Om!” sapaku ke Ayah Hana.

“Sudah tidak perlu basa, basi!” jawabnya yang seketika membuatku ngeri sendiri melihat ekspresi Ayah Hana.

“Kamu ada hubungan apa dengan Hana?” tanya Ayah Hana begitu tegas.

“Eh, itu Om, saya dan Hana cuma teman sekolah” jawabku.

“Kamu yakin kalau kalian cuma teman sekolah?” tanya Ayah Hana yang terlihat semakin serius dan menyeramkan.

“Yakin Om!” jawabku tanpa ragu-ragu.

“Hahahahaha......” tawa keras Ayah Hana. “Om bangga dengan jawaban kamu yang tidak ragu sedikitpun, tapi Om ragu sampai kapan kamu bisa bertahan dalam hubungan sebatas teman dengan Hana!”.

“Apa maksut Om?”.

“Hana itu terlihat begitu menyukaimu, dan asal kamu tau, kebahagiaan Hana adalah segalanya bagi Om” ungkap Ayah Hana. “Kalau kamu tidak menyukai Hana, bilang dari sekarang biar dia tidak terlalu terluka. Tapi jika kamu menyukai dan menyayanginya, Om dengan senang hati akan merestui hubungan kalian”.

“Sebelumnya saya mohon maaf, jujur saya dan Hana baru akhir-akhir ini mulai dekat, selain teman satu kelas, Hana juga satu kelompok dengan saya. Tapi soal perasaan, saya masih belum memgerti, namun harus saya akui, meski Hana itu cerewet, dia tuh orang pertama yang mengganggap keberadaan dab mau menyapa saya di sekolah. Semua yang dia lakukan, sebenarnya sudah membuat saya merasa senang dapat perlakuan seperti itu darinya” kataku.

“Jawaban kamu terdengar sangat jujur!, dan kini Om bisa tenang setelah tau pria seperti apa yang di sukai Hana” ungkap Ayah Hana padaku.

“Tawaran makan malam tadi masih berlaku, kamu yakin masih mau menolaknya?”.

“Bukannya saya menolak Om, tapi saya harus pulang!”.

“Baiklah, tapi lain kali jangan sungkan kalau mau ke rumah Om. Pintu rumah Om selalu terbuka untuk kamu”.

“Iya Om, terimakasih!, kalau begitu, saya pamit pulang Om!”.

“Berhati-hatilah di jalan, Om tidak mau melihat Hana menangis kalau kamu kenapa-napa!”.

°

°

“Akhirnya sampai di rumah!” kataku sambil memasuki rumah sederhana milikku.

Di dalam rumah aku langsung rebahan di kursi ruang tamu. Tubuhku terasa pegal-pegal setelah kerja dari pagi, bahkan tadi harus menjadi kelinci percobaan nona Jeni.

Sambil menutup mata, aku mengingat kejadian tadi. Cahaya putih dan kuning yang mengelilingiku, cahaya itu terasa hangat, dan aku merasa di lindungi kedua cahaya itu. “Kemampuan spesial, apa benar aku memilikinya?, tapi bagaimana caraku mengeluarkan kemampuan itu?. Otak ku benar-benar lemah kalau memikirkan masalah sihir!” gumamku lirih.

°

°


Jeni Jelicia

Pov Jeni


Bukan hanya menghancurkan pedangku, kekuatannya benar-benar membuatku hampir mati berdiri. Kalau saja dia sudah menguasai sihir tingkat atas, mungkin aku tadi sudah menjadi abu.

“Maaf nona, saya boleh masuk!” suara seorang wanita dari luar kamarku.

“Yena, silahkan kamu masuk, aku sudah menunggumu!” jawabku.

Seorang wanita bawahanku yang aku tugaskan mencari tau siapa si Yuta, kini dia sudah berada di kamarku.

“Apa yang kamu dapat tentang lelaki itu?” tanyaku.

“Selain rumah, sekolah dan pekerjaannya, tidak ada lagi informasi tentangnya!”.

“Apa kamu tidak mencari tau siapa orang tuanya?, dari situ kita bisa tau dari mana asal kekuatan sihirnya”.

“Dari kecil dia di rawat di panti asuhan. Sedikitpun tidak ada yang tau tentang siapa dan di mana orangtuanya”.

“Menarik, aku semakin penasaran tentang dia” gumamku. “Yena, sekarang kamu bisa istirahat!” pintaku, dan Yena keluar dari kamarku.

Di dalam kamarku, kini aku memegang dua pedang buatan Yuta. Besi tipis, ringan, tapi begitu kuat, sihirku terasa sempurna menyatu dengan kedua pedang ini. Selain sihir yang masih belum aku mengerti, keterampilan membuat senjatanya setara dengan pembuat senjata para tentara khusus, mungkin kemampuannya justru sudah melampaui mereka.

Baru sekali ini aku merasa begitu penasaran dengan seorang pria. Yuta, ada yang spesial di dirimu, dan aku akan terus mencari tau siapa jati dirimu yang sebenarnya.





Bersambung....
Cerita yg sangat menarik dan fantastis.
Jujur sy takut baca cerita yg sngt menarik sep ini. Takut kecewa berat, siapa tau ceritax tdk tamat, atau lama update dll.
Mkx klo sy mau baca cerbung sll liatapakah tamat atau tdk. Semoga cerita ini bisa tamat agar ketakutan itu sirna.
 
Cerita yg sangat menarik dan fantastis.
Jujur sy takut baca cerita yg sngt menarik sep ini. Takut kecewa berat, siapa tau ceritax tdk tamat, atau lama update dll.
Mkx klo sy mau baca cerbung sll liatapakah tamat atau tdk. Semoga cerita ini bisa tamat agar ketakutan itu sirna.
saya jg berharap cerita ini bisa di lanjut sampai tamat hu.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd