Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA My Fiery Fireworks (Lidya M. Djuhandar of JKT48 Fanfixxx) [TAMAT]

Bimabet
PART 2 : Ignite.


“DHUAAAAR!”

Gelegar suara petir yang menyambar mengejutkan kami yang tengah diselubungi nafsu sesaat dan saat itu juga kesadaranku kembali.

“Sorry, Lid... a-aku...” lalu aku pergi meninggalkannya berdiri mematung, bersandar pada dinding saksi bisu kegiatan kami yang seharusnya tidak boleh terjadi. Aku membasuh mukaku untuk mengembalikan diriku 100 persen, aku menatap pantulan bayangan diriku di kaca wastafel. “******! Bodoh banget lo!” aku memaki bayanganku. Sungguh sebuah penyesalan yang teramat besar bagiku, aku seperti mengkhianati semua dukungan fans-nya. Dan untuk beberapa menit setelahnya, aku masih tetap mengutuk diriku.

Sekeluarnya aku dari kamarku, Lidya telah duduk di kursi yang tersedia di meja mini bar. Ia memandang cangkir teh yang mungkin telah mendingin. Pelan aku mendatanginya dan duduk di kursi sebelahnya. Kami diam. Sungguh aku tidak suka suasana ini.

“Kak...” “Lid...” ujar kami bersamaan.

“Uhmmm... sepertinya hujannya makin deras dan sepertinya lama redanya...” kataku memecah keheningan “lebih baik kamu menginap dulu di sini, kamu bisa pakai kamarku. Biar aku duduk di sofa depan TV” lanjutku.

Ia masih terdiam.

“Maaf soal yang tadi...” kata Lidya lirih dengan tetap menunduk.

“Aku yang seharusnya minta maaf, aku terbawa suasana, sebagai laki-laki, aku sudah kurang ajar terhadap kamu” sesalku. “Lupakan aja, kak. Akunya juga yang salah” ia membalas penyesalanku dengan tatapan sayu. Damn.

“Kamu sudah kasih kabar ke orang tuamu?” tidak ada jawaban selain anggukannya tanda bahwa ia telah mengabari orang tuanya. “Baiklah, aku antar kamu ke kamar” tawarku padanya dan segera ia mengikuti ke arah kamarku. “Oke, selamat tidur, Lid...” ucapku dan Lidya segera menutup pintu tanpa sepatah kata terucap. Aku pun berjalan menuju sofa “klek!”

“Selamat tidur juga, kak... semoga mimpi indah” kata Lidya sedikit mengintip dari belakang pintu yang membuatku berhenti dan menengok ke arahnya.

Rasanya malam ini mataku tidak bisa diajak berkompromi. Ingatanku terus memutar penyesalan manisku beberapa jam yang lalu. Kemudian aku mencoba memasuki kamarku untuk sekedar mengetahui keadaan Lidya. Pelan aku memutar kenop pintu agar tidak membangunkannya. Mataku tertuju pada seorang perempuan muda, idola para remaja ibu kota, terlelap dengan memeluk sebuah guling. Dibalik senyum manis itu, dibalik energik tariannya, dibalik segala gemerlap panggung dan sorot lampu yang begitu terang, ia adalah wanita yang cukup rapuh. Aku merapikan selimut yang ia kenakan dan sedikit merapikan rambutnya yang menutupi wajahnya. “sepertinya aku mulai menyayangimu” ucapku melantur lirih. Kemudian aku keluar dari kamar dan berusaha sebisa mungkin menutup pintu tanpa suara sedikitpun.

“Aku juga mulai sayang kamu, kak.”


-o00o-
Kejadian malam itu selalu muncul selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. ditambah lagi aku masih ingat saat temanku yang menunjukkan tab mention twit**ter seorang member penuh dengan caci maki dan kekecewaan pada idolanya melanggar komitmennya. Meskipun belakangan ia mengkonfirmasi bahwa itu hanya saudaranya. Aku tahu itu adalah kebohongan untuk sekedar menenangkan fans-nya. Hak seseorang untuk berbohong dan barang tentu berpura-pura tidak mengetahui merupakan hak bagi orang lain. Hal ini juga yang membuatku sedikit menjaga jarak dengan Lidya. Aku tidak mau merusak hasil usahanya selama beberapa tahun ini. Terlebih kepercayaan fans yang ia dapatkan dengan tidak mudah. Aku tidak mau menjadi bajingan yang bersenang-senang di atas usaha orang lain.

Sedikit demi sedikit aku menyeruput es kopi tanpa gula racikan barista kedai kopi franchise ternama dari Amerika Serikat, sembari aku sibuk berkutat dengan Macbook andalanku untuk menyelesaikan production plan bulan ini yang sudah memasuki tenggat deadline. Aku mengerjakan pekerjaanku di basecamp idol group ini. Sebuah rumah besar yang berada di dalam komplek perumahan. Sambil menemani karibku bagian staff dokumentasi yang sedang melakukan pemotretan untuk produk photopack terbaru member idol group tempatku bernaung mencari penghasilan. Dan kebetulan saat ini giliran Lidya yang sedang berpose di depan kamera mengikuti arahan temanku.

Dari tempatku duduk saat ini, Lidya nampak manis sekali dengan balutan seifuku atau seragam sekolah berwarna dominan biru tua dan aksen putih. Berbagai pose ia lakukan demi mendapatkan hasil yang terbaik. Senyum terkembang tanpa aku sadari karenanya. Lalu aku kembali berkutat dengan pekerjaan di hadapanku.

Setelah 30 menit, akhirnya pekerjaan ku selesai dan sudah ku kirim pada atasanku lewat email. Aku memutuskan untuk pergi ke halaman belakang basecamp idol group ini untuk sekedar merokok. Halaman belakang tersebut tidak luas tapi memiliki pemandangan hijau yang cukup menyenangkan, terdapat kolam renang yang tidak terlalu besar menambah kesegaran dan kesejukan halaman itu. Sebelum mencapai pintu keluar, aku mendengar sayup-sayup suara dua wanita sedang asyik berbicara di sofa halaman belakang, rupanya Lidya dan sahabatnya, Yona.

“Jadi, gimana... ?” Yona bertanya ingin tahu.

“Ya gitu deh kak Yon, gue bingung banget. Di satu sisi gue nggak mau bikin fans kecewa tapi gue juga nggak bisa bohongin perasaan kalo gue suka sama Kak Leon!” Kata Lidya yang juga menyebut namaku. Tunggu... Lidya suka dengan ku? “Tapi dia akhir-akhir ini jaga jarak gitu dan bikin gue makin bingung” lanjutnya. Seketika perasaanku campur aduk. Senang? Sudah pasti, Terkejut? Jangan ditanya, Khawatir? Tentu saja.

“Terserah lo sih, Lid. Gue Cuma bisa dukung segala keputusan yang terbaik menurut lo. Kalo lo mau tetap ikutin aturan, itu bagus. Tapi kalo lo mau perjuangin cinta lo, silahkan. Tapi dengan catatan lo harus main rapi. Kan lo tahu dulu gue kenapa sampai “di-skors”?” urai Yona. “Ahhhhh... dasar cowok gemesin! Bikin gue ga jelas aja!” kesal Lidya.

“Tapi sayang kan?” Goda Yona dengan alis kananya sedikit terangkat sambil menyeringai.

Oke, ini saatnya aku keluar. Aku menghela nafas sambil bersiap menyalakan sebatang rokok.

“Panjang umur, baru juga diobrolin, orangnya datang” celetuk Yona. Padahal aku sudah mendengar semuanya dari balik pintu. “Apaansih, nenek tuwir!” dengus Lidya sambil menyikut lengan Yona.

“Lho, ada Yona sama Lidya, udah selesai foto-fotonya?” Tanyaku sambil menghembuskan asap nikotin dari dalam rongga mulutku. “Udah dari tadi, udah ganti baju juga nih kita” jawab Yona. Lidya menatapku dengan tatapan sedikit kesal. “Ada apa, Lid? Kok lihat aku kayak lihat musuh aja?” ujarku terheran.

“Kenapa sih kamu ngerokok? nggak sehat” ucap Lidya dengan penuh penekanan.

“Oh, iseng aja...” jawabku singkat.

“Dasar laki-laki nggak peka, mati aja lo sana” balas Lidya dengan kesal berlalu di depanku masuk ke dalam ruangan, meninggalkan tanda tanya besar di kepalaku. “Kak, lebih baik kejar deh itu anak” saran Yona. Awalnya aku ragu untuk mengejarnya namun Yona tetap bersikeras agar aku mengejarnya. Ku matikan rokokku dan mulai mengejar Lidya. Ia menenteng tas selempangnya dan terlihat tergesa-gesa untuk keluar. Di pintu pagar, aku berhasil menangkap tangan kanannya. “Ih, apaan sih lepas!” Lidya memberontak. “Tunggu dulu, kamu ini kenapa sih, marah-marah ga jelas, Oke... kalau aku salah, aku minta maaf sama kamu, tapi jelasin dulu kenapa kamu marah kayak gini?” tegasku.

“Bodo...”

“Lid, jangan kayak anak kecil lah”.

“Kamu mau tahu apa yang bikin aku kesel?” Tanya Lidya.

“Iya, terus? Apa yang bikin kamu ngambek nggak jelas gini?” balasku bertanya.

“Pertama karena kamu merokok...”

“Yang kedua?”

“Yang kedua kamu kenapa jaga jarak sama aku sekarang, puas? Sekarang lepasin tangan aku, mobil online aku udah nunggu di depan” ujar Lidya sambil menepis genggaman tanganku pada lengannya. “Oh, satu lagi... karena karena aku sayang kamu”. Aku terpaku mendengar pernyataan Lidya. “Dia bilang sayang?” dan aku tersadar saat itu juga. Ku kejar Lidya yang akan segera menutup pintu mobil online yang sudah ia pesan entah kapan.

“Tunggu, Lid... kamu bilang apa tadi?” Tanyaku menegaskan. Lidya tetap berkeras untuk tidak menjawab dan makin kesal denganku seraya membanting pintu mobil. “Lid, tunggu dulu, Lidya!” Aku masih berusaha dengan mengetuk kaca mobil namun usahaku sia-sia karena mobil tetap melaju dan semakin melaju. Dan ia berhasil meninggalkan banyak pertanyaan yang harus ia jawab. Rasanya saat itu aku ingin menjadi Flash untuk mengejarnya.

Tapi aku Cuma manusia bisa... Yang kadang memahami orang lain saja tidak bisa.

-o00o-

Musik adalah terapi buatku, aku sendiri dalam sehari tidak bisa lepas dari yang namanya musik, bahkan penghidupanku hari ini juga dari musik, World without music is chaos. Dan musik pula lah yang dapat mengerti perasaan. Seakan pemutar musik online-ku yang ku putar acak sepertinya sedang memahami kegundahanku saat ini.

“Ey, if I told you that I love you

Would you think I'm lyin'?

Tell you that I love you”
Begitu lirik yang dimuntahkan oleh kolaborator Steve Aoki, Wale, di track “If i Told That I Love You” di album terbarunya Kolony. Agak kontras dengan perasaanku sekarang yang galau sementara lagu itu sendiri berirama Trap. Chat yang ku kirimkan pada Lidya hanya berakhir dengan keterangan “Read”. Hanya ia baca dan meninggalkanku dengan ketidak karuan.

“Living by myself

Paranoid as hell

There’s nothing I can do

Yesterday’s tomorrow

My dreams are never true

But somehow...

I keep on loving you”
Lagu Somehow. milik Phony Ppl. semakin membuatku kacau. Nuraniku bertanya: Apakah kamu takut kehilangan dia? Apakah kamu akan terus mencintai dia meskipun itu hanya dalam mimpi yang tidak nyata? Fuck, it’s such a mess. Ku matikan pemutar musikku, ku ambil kunci motorku, ku ketikkan sebuah kalimat singkat...

“Aku ke rumah kamu sekarang”.

Aku tidak tahu apakah dia sedang ada di rumah atau tidak, aku tidak peduli.

Sampailah aku di depan pagar besi bercat hitam. Rumah ber-arsitektur modern dengan taman kecil itu nampak sepi. Dengan keraguan, aku menekan bel.

“Klek!”

Suara putaran kunci terdengar samar-samar dan terlihat sesosok gadis manis berwajah sedikit oriental dari balik pintu. Ia berjalan menuju pintu pagar dengan langkah sedikit malas. “Mau ngapain lo?” ucapnya singkat dengan penekanan. Sukses membuatku nyaliku sedikit ciut. “Aku pengen ngomong sesuatu sama kamu” kataku. “Kayaknya ga ada yang perlu diomongin deh, semua udah jelas” ketusnya. “Lid, please...” aku memohon “biarin aku masuk dan menjelaskan sesuatu”. Ia memutar bola matanya tanda ia terpaksa dan membuka kunci gerbang.

Kini kami telah duduk di ruang tamu. Ruangan yang cukup nyaman untuk berlama-lama di sini, terlihat beberapa foto keluarga menggantung rapi di dinding. Jarum detik jam dinding bersuara sementara kami masih diam tanpa kata. “Aku minta maaf, Lid. Bukan maksud aku mau menjauhi kamu...” ucapku yang sedari tadi memberanikan diri untuk berbicara. “Aku hanya bersikap profesional, aku tidak mau memanfaatkan keadaan...” Lidya mulai menatapku dengan tatapan sinisnya, seakan siap membunuhku jika aku salah berkata. “Aku tidak mau membahayakan karir kamu, aku tidak mau mengkhianati kepercayaan semua orang yang sudah percaya dan mendukung kamu” tegasku.

“Tapi...” jangan, Leon.

“Aku...” Jangan ucapkan kata yang hebat itu

“Aku... tidak bisa membohongi perasaan aku kalau...” You’re a deadman, Leon.

“Aku suka kam...” ucapanku terpotong karena Lidya menutup mulutku dengan jari telunjuknya.

“Sssssst... nggak usah kamu terusin, dan jawabanku adalah iya”

Mendadak Lidya menabrakan tubuhnya ke arahku dan merengkuh kepalaku dengan kedua tangannya dan kalian sudah tahu apa selanjutnya...

Ia mencumbuku dengan ganas.

“Hmmppphhh... Lid...” ucapku tertahan oleh ciumannya. Terasa lipbalm Strawberry di lidahku. Ia kini telah berada di atas tubuhku. Mengunciku dengan menduduki perutku sambil menyilangkan pelukan di belakang leherku, seakan aku tidak boleh kemana-mana. Aku merasa terbuai dengan apa yang dia lakukan, ia dengan cakap memainkan lidahnya di dalam mulutku dengan sesekali mengulum lidahku. Saliva kami saling tertukar, entah berapa banyak kami melakukannya, rasanya menyegarkan seperti oase di tengah gersangnya padang gurun “Ahhmmp... Lid, nggak begini caranya... mmpphhh” aku berusaha menolak kenikmatan nafsu setan ini. Tiba-tiba ia menghentikan ciumannya dengan masih menduduki perutku, ia pun mengunci kedua pergelangan tanganku tepat di atas kepalaku dengan genggamannya cukup kuat.

“Kak, aku bisa aja teriak minta tolong sekarang juga dan mengundang tetangga untuk masuk ke sini. Dengan posisi seperti ini, aku yakin mereka akan menganggap kakak sebagai pemerkosa, kakak mau?” Ancam Lidya sambil menyeringai. Aku tidak mungkin mengelak. “Dan satu lagi... aku sebenarnya nggak marah kok, aku Cuma pura-pura marah biar kakak datang ke sini. Awalnya aku ragu karena orang yang aku sayangi ini kan kurang peka sama dedek luvchu ini” kata Lidya sambil manyun. Ah, pemandangan ini terlalu menyiksa diriku. Pintar sekali dia menjebakku dengan keadaan seperti ini. Memang, wanita selalu bisa menjatuhkan angkuhnya ego seorang pria. “Tapi, akhirnya kamu datang juga, jadi... shall we continue?” ujarnya sambil tersenyum.

Dengan sekuat tenaga, ku dorong Lidya ke depan. “Aaah!” ia sedikit terpekik dengan apa yang aku lakukan barusan. Kini aku sudah berada di atas tubuhnya. “Baiklah, kalau itu mau kamu.” Kataku sambil menyeringai. “Hmmm... kakak nakal ya” balas Lidya sambil mencolek hidungku. Lalu ku sambar bibirnya dan kucumbu dengan tak kalah panasnya. Ia mendesah tertahan sambil terus mengelus punggungku. Ciumanku beralih ke leher jenjangnya, wangi parfum impor seakan feromon yang mengisi relung jauh paru-paruku. “Ahhh... geli kak... mmpphh... jangan dicupangin... nggghh!” Desahannya semakin membutakanku.

“Meooong!” suara itu menghentikan percumbuan kami. Rupanya kucing kesayangan Lidya bernama Coco. Ia sering membahasnya saat kami mengobrol di chat atau saat kami bertemu langsung. Dan kami baru sadar kalau pintu depan masih terbuka “Kita pindah kamar aja yuk” ajak Lidya dengan manja. Aku pun mengamini dan bangkit dari atas tubuhnya. Ia tidak lupa menutup pintu serta menguncinya, lalu menghampiriku dan menggandeng tangan kananku menuju kamarnya sambil sesekali tersenyum padaku.

Saat ini kami sudah berada di kamarnya. Kamar seorang idola remaja ibu kota dengan dinding berwarna merah muda yang dipenuhi dengan hiasan, poster juga pernak-pernik pemberian fans-nya. Sebagian diriku merasa sangat bersalah namun hal itu segera dikalahkan oleh sebagian yang lain dari aku yang tengah dikendalikan oleh nafsu. Nafsu yang didasari oleh cinta. Benar kata pujangga, cinta itu membutakan segalanya. Aku yang tengah memandangi keadaan kamar Lidya tiba-tiba didorong hingga aku terjatuh di kasur yang dipenuhi oleh boneka pemberian fans. “You are mine and I’m yours, jangan ragu untuk melakukannya, aku tahu resikonya and I was born for this.” Kata Lidya meyakinkanku dengan tatapannya yang teduh dihadapanku. Lidya sedikit mengecup bibirku dan bangkit dari kasur. Dengan gestur menggoda, ia menanggalkan terusan tanpa lengan Minnie Mouse bergaris hitamnya perlahan, seperti ingin memainkan adrenalinku. Aku menikmati momen yang tersaji di depanku ini. Berkedip pun aku tak sanggup.


Tiba-tiba chorus Lana Del Rey dan The Weeknd berjudul Lust for Life mengalun di otakku...

“Take off, Take off

Take off all of your clothes

They say only the good die young

That just ain't right

'Cause we're having too much fun

Too much fun tonight, yeah”
Pakaian Lidya kini sudah berada di lantai dan pemandangan yang terpampang nyata di depanku sungguh membuat nafasku berat. Kulit putihnya sungguh kontras dengan bra dan celana dalam hitam berendanya. Perlahan ia merangkak ke arah ku, ia menyibakkan rambutnya ke arah kiri dan menduduki selangkanganku. Sungguh menyiksa ketika penisku kini menegang dan terhalang celana denimku. Ia pun dengan cekatan melepas kaosku, aku membantunya dengan sedikit menaikkan badanku. Dengan posisi duduk, aku mendaratkan kecupan di perut ratanya dan selanjutnya kurahkan menuju payudaranya yang terhimpit bra itu. Aku bermain sebentar di sana, mengecup-ngecup serta mencium aroma parfumnya yang masih menempel di sana. “Ah... geli sayang” desahnya ketika aku menjilat permukaan payudaranya dan nafasku yang berhembus dari hidungku. Kepalaku ditekannya di payudaranya. “Empppph... Lid... afuuu nga bisa nafas” racauku tidak jelas tertahan. Aku sedikit sulit bernafas saking eratnya ia menekan “Sorry, sayang... I’m too excited”.

Tiba-tiba tanpa basa-basi, dengan inisiatif sendiri, ia pun menanggalkan penyangga dadanya. Perlahan ia melepas kaitan dan menurunkan kedua tali bra-nya “Kamu udah siap untuk sebuah keajaiban?” ia bertanya dengan nada yang menggoda. Aku hanya menikmati momen-momen itu. Ia masih tetap menggodaku dengan menutupi kedua payudaranya dengan telapak tangannya. She’s naughty. Aku pun gemas akhirnya dan melepaskan satu-satunya pelindung di dadanya itu. “Awwhh... sayang, sabar. Kita masih punya banyak waktu kok. Keluargaku lagi pada keluar kok” katanya. Yes, she’s a naughty girl who need to be disciplined. Tanpa pikir panjang, aku melahap satu sisi payudaranya dan meremas sisi yang lainya. Aku mainkan putingnya dengan lidahku. “Oooh, iya sayang... nikmati sepuasmu. I’m yours” ucapnya dengan desahan suara sexy nan beratnya. Aku jamah permukaan kulit di dadanya tanpa terkecuali dengan lidahku. Tanpa satu inci pun terlewat.

Kemudian jilatanku naik menuju lehernya “Mmmphhh... yes, babyhhh.” Ia mendesah kembali dan ku cumbu bibir manisnya. Lidah kami salingn meliuk dan membelit satu sama lain. Gesekan selangkangan Lidya di atas kelaminku yang masih tertutup jeans denimku semakin membakar nafsuku. “Mmmphh... ahhhm... hhhh... mmpph” Hanya itu yang terlontar dari mulut kami di antara bunyi kecipak cumbuan kami. Tanganku tak tinggal diam, aku mengelus punggungnya yang halus, Lidya dengan perasaan juga mengelus rambutku. “Cukup, kak... hhhh... aku pengen “itu” kamu” kata Lidya dengan nafas terengah-engah.

“Pengen apa?” tanyaku belagak polos

“Pengen ini kak...” jawabnya dengan menyentuh selangkanganku

“Emang itu apa namanya” aku mulai menggodanya

“Iiiihhh... kakak nakal deh, jadi sayang. Ini namanya penis kak, kalo kata temen-temen aku nyebutnya... kontol” Fuck! Penisku semakin menegak setelah mengucapkan kata itu. Ia pun mendorongku sehingga aku berbaring. Lidya masih tetap menggodaku dengan mengecup bibirku, turun ke dadaku dan sampai akhirnya berhenti di depan selangkanganku. Dengan cekatan ia pun melepas kancing celanaku dan secepat kilat ia melepas celanaku langsung dengan boxerku. Damn!.

Otomatis penisku yang tertahan hampir saja memukul wajah polosnya itu. Lidya pun sedikit terkejut. “Hai, Leon Junior, kenalan yuk” ucapnya seraya menggenggam penisku yang sudah sekeras kayu balok senjata andalan anak STM. Ia mengocok lembut kelaminku dan mengecup ujungnya. “Ohhhmmm” tanpa sadar aku mendesah, aku kegelian. Aku hanya bisa memejamkan mata sambil menikmati siksaan kenikmatan sesaat ini hingga aku merasa ada yang lembab dan basah di penisku. Oh, demi Neptunus... Lidya tengah mengoralku. Tidak ada kata yang bisa mengungkapkannya. Lidya sungguh pintar memainkan nafsuku. Ia dengan semangat memaju mundurkan kepalanya. Sesekali ia menatapku dengan tatapan yang menggoda, ia juga sempat tersenyum sementara mulutnya tersumpal penisku yang... yah... tidak mengecewakan juga ukurannya. “Gaghh... gagghhh... gaggghh... gagghhh... sluurrrrp... mmmph” Fuck, she deepthroating me! “Ahhhh... Lidya, kamu ngapain aku... Ahhmmm yah... Awhhh... slowly please” ujarku memohon karena aku sudah mulai merasakan sensasi geli di ujung penisku “Lidya ahhhh... aku... ak-akuuu mau kel-keluargggghhh!” dan meledaklah sperma di dalam mulut Lidya. Aku mengejat-ngejat dan terengah engah. Dan ia tersenyum. Lidya masih tetap mengulum penisku dan sedikit memainkan lidahnya membersihkan sisa-sisa semburan spermaku. Seakan tidak mau menyisakan setetes spermaku yang sudah menggenang dalam rongga mulutnya. “Gleegg... mmmph yummy, enak sayang” begitu kata Lidya. Aku hanya bisa terpana.

Lidya pun berdiri sejenak dan perlahan melepas satu-satunya pakaian yang ia pakai yaitu celana dalamnya. Sungguh sensual pemandangan yang terjadi di depan mataku ini. Sebuah pemandangan vagina yang ditumbuhi bulu halus yang sepertinya ia rawat dengan baik, terlihat mengkilap ditimpa cahaya karena cairan pre-cum kelaminnya. Ternyata dibalik kepolosan dan keramahannya sebagai idola remaja, ia punya sisi liar yang siap terbakar. Bagaikan kembang api siap meledak di langit malam. “So, are you ready for the main course, honey?” ucap Lidya dengan nada yang sexy. Ia berlutut seraya mengarahkan penisku yang masih menegang ini. Perlahan ia menurunkan tubuhnya, memasukkan penisku ke lubang vaginanya “Emmmmphhh... besar sekali sayangggghhh...” ujarnya sambil berusaha memasukkan penisku. Inci demi inci penisku memasuki liang kenikmatannya, aku hanya merem melek menikmati sensasi yang ada. Terasa basah dan lembab. I can’t describe it even a word. “Ahhhh yessss baby, penuh banget di memek aku sayang” desahnya sekali lagi dengan kata yang mengejutkanku.

-o00o-
Ia masih mencoba beradaptasi dengan benda tumpul yang baru saja masuk ke dalam vaginanya. Aku merasakan pijatan lembut menyelimuti penisku. Namun aku merasa ada yang aneh “Lid... kamu...” “sssst...” ucapanku dipotong olehnya, sekali lagi dengan telunjuk lentiknya. “Semua orang punya masa lalu bukan?” ungkapnya tersirat dan aku mengerti apa yang di maksud “meskipun kamu bukan yang pertama, tapi aku melakukannya hanya dengan orang yang aku cintai saja, aku bukan cewek murahan, dan kamu adalah yang terakhir. Aku akan membuat kamu akan selalu kembali padaku” ujarnya mesra dan ditutup kecupan manis. I promise you, Lid... I will never let you go.

Perlahan ia mulai menaik turunkan pinggulnya. Nikmat mendera diriku. Semua jaringan reseptor dalam diriku mengirimkan sinyalnya ke otakku. Isi otakku sekarang hanya Lidya, Lidya dan Lidya. “Ough... sayang... mmmph... God... yeah” Lidya mulai terangsang atas apa yang dilakukannya. “Ahhh... Lidya... Ough... enak banget sayang” aku meresponnya. Tak hanya naik turun, ia juga menggoyang pinggulnya maju mundur bahkan memutar. Double pleasure yang membuatku semakin hilang fokus. Terlalu nikmat untuk dibayangkan saja. Lidya masih terus berusaha mencapai puncak kenikmatan sambil sesekali mencumbu bibirku.

“Plak! Plak! Plak!”

Bunyi tumbukan selangkangan kami yang tengah memacu nafsu menambah panas permainan kami. Lidya mengatur tempo permainan. Bagaikan conductor yang sedang mengatur para pemain orkestranya, mengatur dinamika aransemen kenikmatan kami berdua

“Ougghhh baby... I’m gonna cum... Ahhh... sayang aku nyampe... ngghhhh... arrrgghhh!” Lidya mengerang di atasku, menjemput puncaknya yang layak ia dapatkan. Cairan hangat dari vaginanya membasuh penisku, tubuhnya melenting kebelakang, ia mengejan-ngejan dan nampak bola matanya melirik ke atas hingga hanya terlihat bagian putihnya saja. Mulutnya terbuka tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Hingga akhirnya terjatuh di atas tubuhku. “Ngggh Lidya... kamu hebat banget...” pujiku padanya disusul dengan senyuman manis dengan wajah yang kelelahan. Ku peluk dia dan ku elus rambut halusnya yang beraroma apel itu. Ia masih bergetar sisa dari orgasme hebatnya itu. Aku membiarkannya beristirahat, aku tidak mau egois. “Sayang, giliran kamu yang puasin aku yah? Ucapnya. “Your wish is my command, mam” balasku.

Aku membantunya bangkit. “Awhhh...” ia mengaduh saat alat kelaminku tercabut dari vaginannya. Sangat basah pasca orgasmenya tadi. Aku menyuruhnya untuk menungging dan diamini olehnya. Aku mainkan sedikit ujung penisku di luar lubang vaginanya. “Iiiihhh sayang, jangan dimainin gitu, masukin dong... uuuuuh!” ia memprotesku dan melenguh saat aku melesakkan penisku. Sangat lancar dibantu cairannya yang tersisa karena orgasmenya. Perlahan aku memaju mundurkan pinggangku. “Ough... terus sayang... aaaah... teruuuuus...” desahannya bagai bahan bakar untukku menaikan tempo. Ku naikkan kecepatan tusukan ku perlahan-lahan, aku tidak mau kalah dulu, aku masih ingin menikmatinya, Oh Lidya... kamu membuatku gila!.

“Iyah... yah... uuuughh... cepetin lagi sayang... ough... ough... aaah... aaah... ough” erang Lidya terbata-bata seiring tumbukanku ke liang peranakannya. “plak! Plak! Plak!” bunyi tumbukan selangakanganku pada pantat padatnya makin membuatku bernafsu. Ia juga mengimbangi ayunanku untuk menambah kenikmatannya. Seiring dengan ritme yang ku buat. Aku menggenggam pinggang langsingnya yang meliuk bagaikan bejana. Oughhh... sungguh surga dunia. Iseng aku menampar pantatnya hingga membekas merah bentuk telapak tanganku “Augggh yeah... you’re such a bad boy huh? You wanna play me like a bad bitch huh?” umpat Lidya sambil menengokkan pandangannya. “Yes, baby... I want you bad... I want you so bad!” balasku tak kalah bengis. Ia menarik leherku mengarah pada bibirnya, kami bercumbu dengan ganasnya sambil aku menusukkan penisku dalam-dalam. Puas dengan posisi Doggy Style, aku membalik tubuh sintalnya tanpa melepas penisku.

Semakin dekat aku menjemput ujung puncak kenikmatanku. Aku memeluknya sambil tetap mempertahankan tempo tusukkanku. “Ahhh.... iya sayang, lebih cepat sayang...” desah Lidya tepat di telinga kananku. Vaginanya semakin basah semakin memperlancar seranganku, sudah saatnya aku melepas penisku agar tidak terjadi apa-apa kedepannya.

“Sayangggh... aku mau nyampe... oughh... hoshh... hoshhh” ucapku dengan nafas tersengal-sengal.

“Keluarin bareng sayang, aku udah mau nyampe... ougghhh yesss...” erang Lidya mempererat pelukkannya.

“Oughhh... Lidya... lepasin.... ah... kaki kamu” protesku karena Lidya mengunci pinggangku kuat dengan kedua kakinya.

“Ahhh Kak Leon... bentar lagi aku keluar kakkhhhh...” Lidya semakin mengeratkan kunciannya.

“Oh, no Lidya... Lid... No... akuhhhh... ak-akuhh...”

Dan akhirnya...

“Ngggarggghhhhh!”

“Crot! Crot! Crot! Slurrrrr!”

Kami berdua mencapai orgasme bersamaan. Dan fatalnya... aku keluar di dalam vaginanya. “Hossh... hosshhh... Lidya, maaf... aku kelepasan” ujarku meminta maaf di tengah sensasi pasca orgasme yang mendera. “Hhhhh... don’t feel sorry... Aku lagi aman kok, aku emang pengen kakak keluar di dalam. Thank you, kak... It means a lot for me” balas Lidya dengan kecupan lembut setelahnya. Dan akhirnya aku ambruk di atas tubuhnya. Peluh kami menetes dan saling menempel. Dinginnya AC kamarnya pun tidak berguna mengatasi panasnya permainan kami. Perlahan mataku makin mengabur... menggelap... dan yang kurasakan hanya belaian lembut penuh perasaan Lidya di belakang kepalaku.

Jika ini hanya sebuah mimpi, aku tidak ingin berakhir.



To Be Continued...
 
Terakhir diubah:
balikiinn lidi gueee ke Bandunggg :galak:








..... congrats ya suhu udh rilis dramanya .......
 
balikiinn lidi gueee ke Bandunggg :galak:








..... congrats ya suhu udh rilis dramanya .......

Ga mau, Lidyanya masih betah alias nuhun lur!

Barusan ngedit dikit, cuma nambahin mulustrasi di bagian daster minnie mouse. Padahal itu part menarik buat ane, malah kelewatan. Fotonya lucuk soalnya hehehe
 
Huffft finally beres juga part 2. Semoga memuaskan dan maaf kalo misal ada kekurangan dan sex scene-nya dikit banget.

Nah sekarang, ane istirahat dulu ya... Semoga weekend depan bisa update lagi.
beuh feel dramanya dapet banget bosque.
good job, and good luck further bruh
 
Perlahan namun pasti, ah... Jadi suka nih cerita2 yang beginian. As usual, membuat puas. Kesan nakal si Lidya juga bener kegambar di imajinasi (istilahnya gampang nyantol)... :tepuktangan:
 
Nice Theread Bagian dramanya dapet bgt sampe berasa baper anjirkwkwkwk,semoga langgeng ya theread ini
 
Ga mau, Lidyanya masih betah alias nuhun lur!

Barusan ngedit dikit, cuma nambahin mulustrasi di bagian daster minnie mouse. Padahal itu part menarik buat ane, malah kelewatan. Fotonya lucuk soalnya hehehe

Btw kapan kita berjumpa :ha:
Msh ada kan kontak eik ?
 
“Kak!” serunya sambil membalikkan badan ke arahku “Terima kasih buat pelukkanya...” tutupnya sambil tersenyum. Seketika mukaku terasa panas “Eh... Iya, sa-sama-sama” balasku sambil menggaruk-garuk kepala belakangku yang kenyataannya juga tidak gatal


Dan ini maksutnya apa lidi gw dipeluk peluk .... Jangan ampe 20 detik awassss :galak:
 
He he he he he
2 chapter udah bisa bikin w bilang: sebutsaja one of the best stories in this SF (sotoy)
Flow apik pemilihan kata apik struktur dan penulisan overallnya apik (pakar yha)
Gaya bahasanya somehow familiar hahaa
Semangat terus mas'e nulisnya hehe ditunggu updatenya~
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Alurnya bener bener bikin ceritanya enak buat dibaca, ga buru buru, adegan per adegan jadi kerasa hidup, mantap lah pokoknya ehehe
 
“Kak!” serunya sambil membalikkan badan ke arahku “Terima kasih buat pelukkanya...” tutupnya sambil tersenyum. Seketika mukaku terasa panas “Eh... Iya, sa-sama-sama” balasku sambil menggaruk-garuk kepala belakangku yang kenyataannya juga tidak gatal


Dan ini maksutnya apa lidi gw dipeluk peluk .... Jangan ampe 20 detik awassss :galak:

Kayaknya lebih dah, wangi soalnya haha. Masih ada kok kontaknya, kayaknya tengah bulan mo nonton lidi sih hehe

He he he he he
2 chapter udah bisa bikin w bilang: sebutsaja one of the best stories in this SF (sotoy)
Flow apik pemilihan kata apik struktur dan penulisan overallnya apik (pakar yha)
Gaya bahasanya somehow familiar hahaa
Semangat terus mas'e nulisnya hehe ditunggu updatenya~

Wahaha ane masih newbie gan, gaya bahasa mungkin ane kebanyakan baca gaya cerita macam Pidi Baiq sama sering baca cerita suhu Racebannon. Thank you udah mau baca hehe

kampret emang...hahaha nice bro...awas di komplen fans lidya hahaha yap...berasa banget dramanya...rasanya emg pas kputusan dirimu buat bikin cerita...anyway setelah lucky bastard yang sukses bikin aku menikmati cerita dan stop bikin cerita dulu bakal terulang nih...just want to enjoy story hahaha...thanks mate

Waduh, masih belajar ane utk sampai ke level lucky bastard. Menyesuaikan sama judul. Fiery. Harus berapi-api haha. Wadauw jgn pensiun dulu kak, vakum dulu aja. Ini aja ane jg lagi istirahat. Jd penulis susah jg ternyata haha

Alurnya bener bener bikin ceritanya enak buat dibaca, ga buru buru, adegan per adegan jadi kerasa hidup, mantap lah pokoknya ehehe

Thank you gan udah mampir hehehe
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
untung baca ini setelah salaman sama Lidya, kalo sebelum mah bisa buyar yang mau diomongin, malah kemana mana pikirannya
 
Nice play leon hahahahaha... dramanya dapet banget.. ky menjelaskan kehidupannya nyata or apakah memang beneran terjadi? #eh hahahahaha.. Good story bro.. pas adegan sexnya pun jg menghayati banget, orang bacanya jg enak gt, ngebayangin nakalnya lidya pun jg kerasa gt.. Lanjutkan bro, ditunggu karya selanjutnya..
 
aku capek ternyata...hahaha aku sampai belum baca matahari dari timur season 2...aku mau istirahat dulu...balik ke Non Ekse dulu di sebelah

Nah istirahat dulu, gas pol banget kemarin ini dirimu

untung baca ini setelah salaman sama Lidya, kalo sebelum mah bisa buyar yang mau diomongin, malah kemana mana pikirannya

Jangan kamu, saya juga udah belok ini pikirannya ke Lidi haahah

Nice play leon hahahahaha... dramanya dapet banget.. ky menjelaskan kehidupannya nyata or apakah memang beneran terjadi? #eh hahahahaha.. Good story bro.. pas adegan sexnya pun jg menghayati banget, orang bacanya jg enak gt, ngebayangin nakalnya lidya pun jg kerasa gt.. Lanjutkan bro, ditunggu karya selanjutnya..

Haha mungkin aja sih, imajinasi saya terlalu liar di tahan makanya sekali nulis bocor semua. Thank you gan hehe
 
Bimabet
KEREN BANGET BRO SUMPAH! DILANJUTKAN! KITA MENUNGGU UPDATE CERITA BERKUALITAS SEPERTI INI!
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd