Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Nightmare Campus Series

Nightmare Campus 6 : For My Father Only

Ivana
Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron jatuh tersandung sebuah anak tangga. Untungnya tidak terpeleset ke bawah karena itu anak tangga terakhir, namun setumpuk hand-out fotokopian yang sedang dibawanya ke sebuah kelas atas pesanan seorang dosen berantakan di lantai. Saat itu di lantai itu tidak begitu banyak orang dan tidak satupun dari mereka yang mempedulikan pria setengah baya itu, beberapa mahasiswa/i yang sedang nongkrong di sana hanya menengok sebentar ketika dia terjatuh lalu terus kembali ke kesibukan masing-masing seperti ngobrol, utak-utik ponsel maupun membaca bahan kuliahannya, bahkan beberapa yang lewat di depannya pun dengan cuek meneruskan langkahnya. Hingga tak lama kemudian seseorang turun dari tangga di samping belakang Imron dan orang itu berjongkok membantunya memunguti fotokopian yang tercecer.
Pria setengah baya itu mengangkat wajahnya melihat sosok itu, sesosok tubuh langsing yang berkulit putih mulus, pemilik tubuh itu pun berwajah cantik dengan rambutnya yang hitam legam terurai hampir sedada. Bukan hanya sekedar cantik, senyum dan sinar matanya pun seolah memberi kesan ramah, tenang, dan lembut.

Gadis itu bernama Ivana (21 tahun), mahasiswi sastra Prancis yang sudah memasuki semester lima. Selain itu dia juga adalah anak tunggal dari dekan fakultas sastra, ibunya telah meninggal ketika dia masih SMP dulu. Hidup hanya dengan ayahnya saja membentuk karakternya menjadi keibuan dan mandiri karena otomatis urusan-urusan di rumah jatuh padanya. Di kampus dia disukai bukan karena paras cantiknya saja, tapi juga karena berhati emas, pintar, dan ramah. Dalam penampilan pun dia tidak seperti anak-anak pintar lain yang umumnya tidak fashionable dan hanya tau belajar saja. Pakaiannya cukup modis, malah kadang terbilang seksi namun masih dalam batas wajar.
“Ehehe, makasih ya Non jadi ngerepotin aja” kata Imron seraya menerima seberapa fotokopian yang dipungut gadis itu.
“Ngga apa-apa kok Pak, lain kali hati-hati aja yah !” kata gadis itu dengan senyumnya yang lembut.
Walau cuma sekejap Imron sempat melihat paha mulus Ivana ketika bangkit dari posisinya yang berjongkok karena saat itu dia sedang memakai rok putih yang menggantung sedikit di atas lutut. Hal itu membuatnya menelan ludah, belum lagi kaos tanpa lengan yang dipakainya saat itu juga memperlihatkan lengannya yang putih mulus.
“Sudah ya Pak, saya kebawah dulu !” pamitnya lalu menuruni tangga.

Kejadian itu terjadi 7-8 bulan sebelum Imron menemukan cameraphone yang memicu bangkitnya kembali naluri jahat dalam dirinya. Maka saat itu Imron masih dapat menahan dirinya mengingat dirinya sudah meninggalkan kehidupan kelamnya, sampai sisi jahatnya kembali muncul. Pandangannya terhadap gadis itu dari rasa kagum mulai berubah menjadi nafsu, seperti serigala yang mencari kesempatan memangsa buruannya. Padahal Ivana selama ini selalu ramah bukan saja terhadap dirinya, tapi juga terhadap teman-temannya, dosen, satpam, maupun karyawan lainnya. Yang suka padanya tidak sedikit, beberapa cowok pun telah melakukan pendekatan padanya, namun ditolak dengan halus karena belum ada yang cocok menurutnya. Dari cowok-cowok itu sebenarnya ada seorang yang menggetarkan hatinya, yaitu Martin, dua angkatan diatasnya dan seorang pemuda yang tampan, kaya, pintar, orangnya juga sopan dan lurus. Ivana, sebagai gadis yang penuh pertimbangan belum bersikap benar-benar serius pada pemuda itu sebelum memutuskan jadi pacarnya, namun sinyal-sinyal ke arah sana memang sudah ada. Mereka seringkali makan bersama di kantin dan mengerjakan tugas kelompok, keduanya terlihat serasi. Mungkin keduanya sudah menjadi sepasang kekasih kalau saja hal itu tidak terjadi…

Hari itu sore jam limaan, Imron melewati sebuah koridor dan menemukan ruang dekan fakultas sastra masih menyala. Dia mungkin akan berjalan terus kalau saja suara rintihan kecil tidak terdengar dari ruangan itu. Secara alamiah dia terhenti di depan ruang itu dan menyeringai mesum, dilihatnya keadaan sekitar untuk mencari celah melihat ke dalam. Seperti halnya ruang Pak Dahlan, kajur arsitektur, jendela ruangan itu juga bertirai dan mempunyai lubang angin diatasnya. Dia mengintip dengan cara yang sama ketika menangkap basah Pak Dahlan yaitu dengan bangku tinggi yang buru-buru diambil dari gudang. Dari lubang angin, dia mulai melihat ke dalam, mengkin kalau yang melakukan Pak Dahlan sudah tidak aneh lagi, tapi kali ini yang melakukan adalah Pak Heryawan, si dekan fakultas sastra, padahal dia selama ini reputasinya bersih dan disegani oleh rekan sejawat maupun mahasiswanya. Beliau seorang duda berumur tengah 40an dan wajahnya masih segar menyisakan ketampanan masa mudanya. Yang menjadi lawan mainnya adalah Bu Sinta, seorang dosen fakultas sastra berusia 40an juga, belum menikah hingga kini karena terlalu sibuk dengan karirnya sebagai dosen dan penterjemah profesional. Ternyata Pak Heryawan saat itu sedang jatuh dalam godaan Bu Sinta yang genit itu.

Saat itu posisi Bu Sinta sedang berpegangan pada sisi meja menerima sodokan-sodokan Pak Heryawan dari belakangnya. Kemeja yang dipakainya sudah terbuka seluruh kancingnya dan branya pun tersingkap sehingga memperlihatkan kedua payudaranya yang montok. Bawahnya pun sudah tidak memakai rok dan celana dalamnya lagi. Pak Hermawan juga tinggal memakai kemejanya dan tidak bercelana lagi. Keduanya tidak sadar sepasang mata mengintip dari lubang angin karena hanyut dalam nafsu terlarangnya, mereka juga tidak sadar kegiatan mereka sedang diambil dengan cameraphone. Pak Hermawan tidak menyangka dan berpikir sejauh itu bahwa kenikmatan yang direguknya sore itu hanyalah sesaat, sedangkan dosanya harus ditanggung oleh anak semata wayangnya, Ivana. Ya, itulah yang terlintas di benak Imron ketika itu, memang tidak sulit memeras Pak Hermawan dan menikmati Bu Sinta saat itu juga, seperti yang pernah dia lakukan pada Pak Dahlan. Namun dia berpikir lebih jauh, Pak Hermawan pada dasarnya cukup bersih sehingga tidak mungkin diajak bekerjasama seperti si bandot Pak Dahlan, hari ini dia hanya sedikit khilaf sehingga melakukan hal itu. Sedangkan menikmati Bu Sinta mungkin boleh juga, tapi Imron lebih tertarik dengan gadis-gadis muda daripada wanita setengah baya seperti Bu Sinta.

Imron telah melihat peluang emas untuk memangsa Ivana dibalik skandal ayahnya. Maka setelah mengambil lima gambar dia turun dari bangku tinggi dengan hati-hati dan meninggalkan tempat itu. Besoknya Ivana agak kaget ketika Imron memanggilnya ketika bertemu di depan kelasnya, katanya ada suatu masalah penting yang tidak bisa dibicarakan di sini, untuk itu Imron mengajaknya bertemu lagi di poliklinik di gedung kedokteran sore jam empatan. Ivana walaupun merasa ada yang aneh, tetapi tetap mendatangi tempat itu karena penasaran dan dia tidak pernah menduga pria itu mempunyai niat tidak baik terhadapnya, kalaupun ya ini kan di kampus, tempat umum, sehingga tidak mungkinlah terjadi macam-macam, demikian pikirnya polos.
“Pak Imron, sore Pak, ada apa nih manggil saya kesini, penasaran saya !” sapanya ramah pada Imron yang saat itu sedang memotong rumput di depan poliklinik itu.
Suasana cukup lenggang disana pada waktu itu. Imron mengajak gadis itu ke dekat pintu poliklinik.
“Gini Non, sebenernya Bapak cuma mau ngomongin tentang bapak Non, Pak Heryawan” katanya dengan wajah serius.
“Emang, papa kenapa Pak ? ada masalah apa ?” tanya gadis itu makin penasaran.
“Hhhmm…ini deh, Non liat sendiri aja deh disini…” jawab Imron seraya mengeluarkan cameraphonenya dan menunjukkan hasil jepretannya kemarin.

Mata Ivana terbelakak kaget sambil menutup mulutnya yang melongo dengan tangan ketika menyaksikan gambar itu, rasanya tidak percaya itu ayahnya. Imron menekan tombol melanjutkan ke gambar berikutnya yang lebih jelas. Ya…tak salah lagi memang itu gambar ayahnya, yang selama ini dia kagumi dan hormati, tak disangka ayahnya akan berbuat nista seperti itu, kenyataan yang membuatnya terpukul sekali.
“Pak, apa…apa benar itu papa ? darimana bapak bisa dapet itu semua ?” tanyanya terbata-bata.
“Bener Non, sumpah soalnya saya sendiri yang ngeliat kok…dan yang memotret” jawabnya dengan mengembangkan senyum.
Terhenyak gadis itu mendengar jawaban Imron dan melihat ekspresi wajahnya, secara refleks dia mundur selangkah menjauhi pria itu.
“Apa…Apa maksud Bapak berbuat gitu ?” Ivana diliputi perasaan kaget, panik, dan marah sehingga ngomongnya terbata-bata.
“Hehe…ga ada maksud apa-apa Non, Bapak kan cuma gak sengaja lewat dan ngeliat itu, jadi cuma sebagai saksi saja kok, makannya sengaja Bapak kasih tau Non sekarang ini supaya nggak shock duluan, karena siapa tau orang lainnya bakal tau ntar” Imron menjelaskan dengan santainya.

“Jangan Pak, tolong jangan sampai lainnya tau, tolong hapus file itu, saya mohon !” ucap Ivana memelas.
“Lho, saya kan cuma mau menyuarakan kebenaran aja Non, ini kan jaman reformasi, yang busuk ga boleh ditutup-tutupi lagi dong Non, kecuali…” Imron tidak meneruskan kata-katanya.
“Kecuali apa Pak…tolong katakan !” suaranya meninggi seperti mau nangis.
Imron tidak menjawab, hanya menatapi tubuh gadis itu yang saat itu terbungkus kaos pink berleher lebar dan celana jeans. Tatapannya nanar dan menelanjanginya, membuat gadis itu menyilangkan tangan menutup dadanya dengan muka memerah malu.
“Tidak Pak, pokoknya nggak…jangan keterlaluan !” Ivana menggeleng-geleng kepala mengetahui kemauan pria setengah baya itu.
“Ah, ayolah Non, seperti kata pepatah utang ayah dibayar anak kan, bapak Non melakukan perbuatan mesum di kampus, kenapa Non ga membayar dengan cara yang sama juga, adil kan hehehe…!” Imron menyeringai mesum
“Kurang ajar ! saya salah menilai Bapak, ternyata Bapak ini binatang !” Ivana benar-benar marah dan matanya mulai berkaca-kaca.

“Terserah deh apa kata Non, lagian memang saya seperti itu kok” katanya lagi dengan terkekeh-kekeh “OK lah kalo Non gak mau, ga apa-apa, ga enak kalau terpaksa gitu saya juga, paling dalam waktu dekat ini bakal ada berita heboh, saya permisi deh kalo gitu !” Imron bersiap pergi sambil membawa peralatannya meninggalkan Ivana yang berdiri terpaku dengan pikiran yang kalut. Dia tidak pernah menyangka penjaga kampus ini sampai setega itu padanya. Walaupun dia kecewa dengan skandal yang dilakukan ayahnya, namun ayah tetaplah ayah yang selama ini mendidik dan membesarkannya, tentu sebagai anak berbakti dia tidak tega ayahnya harus menerima cemoohan bila hal ini tersebar. Keringat dingin sampai mengucur di dahinya saking paniknya dan dadanya serasa sesak karena menerima kenyataan ini.
“Tunggu Pak !” cegah Ivana setelah Imron berjalan beberapa langkah meninggalkannya “saya…saya…” dia tak sanggup meneruskan kata-katanya
Imron berbalik dan mendekati gadis itu lagi
“Gimana Non, udah dipikir baik-baik nih ?” tanyanya dengan nada mengejek “Non mau kan jadi anak berbakti, nah sekarang ini waktunya Non ngebales kebaikan orang tua Non, ya kan ?”

“Baik..baik…saya bersedia melakukan apapun, tapi tolong jangan perkosa saya, saya masih perawan” mohonnya mengiba.
“Hmm…bener nih ya, jadi ngapain aja mau kan asal ga diperawanin ?” Imron minta kepastiannya.
Ivana menganggukkan kepalanya dengan berat, dia menggigit bibir bawah sebagai rasa putus asa tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelamatkan reputasi papanya.
“Oke deh, kalau emang Non setuju ayo kita masuk ke sana untuk berunding !” Imron mengajak Ivana masuk ke poliklinik itu “Ayo tunggu apa lagi, mau ada yang liat apa !” panggilnya pada Ivana yang masih ragu memasuki ruangan itu.
Gadis itupun terpaksa menuruti perintah Imron. Di dalam ruang itu terdapat sebuah ranjang pasien, lemari berisi obat-obatan, dan beberapa perabotan lainnya. Imron menyuruhnya duduk di tepi ranjang. Jantungnya berdebar-debar karena takut dan malu menjadi korban pelecehan seksual oleh pria tidak bermoral ini.
“Rileks aja Non, kalo dinikmatin lama-lama juga asyik kok hehehe…!” ucapnya sambil memegang pundak Ivana.
“Disini gak ada siapa-siapa lagi, jadi Non ga usah malu-malu gitu” katanya lagi, tangannya mulai menggerayangi kedua buah dadanya dari balik pakaiannya “toked Non montok juga yah, ukurannya berapa nih”

Setetes air mata menetes dari matanya meleleh di hidungnya yang bangir. Itu adalah pertama kalinya dia dilecehkan seperti itu, namun tak dapat dipungkiri saat itu juga pertama kalinya dia terangsang secara seksual
“Liat dalemnya yah Non” katanya seraya memegang bagian bawah kaosnya bersiap untuk menyingkapnya.
“Jangan Pak, tolong sudah, sampai sini saja saya mohon !” katanya terisak sambil menahan tangan Imron yang mau membuka bajunya.
“Mau berubah pikiran nih ? tau akibatnya kan ?” tanya Imron
Dengan sangat terpaksa Ivana pun melonggarkan pertahanannya sehingga Imron melucuti kaosnya. Gadis itu kembali menyilangkan tangan ke dada menutupi daerah yang tinggal tertutup bra warna krem itu. Dengan mudah Imron menyingkirkan tangan Ivana yang menghalanginya, lalu cup bra itu diangkatnya sehingga payudara 34B dengan puting kemerahannya itu terekspos jelas.
“Waw…bagus banget, putih bulet gini, kenceng lagi !”
Ivana mendesis ketika kedua tangan kasar penjaga kampus itu menggerayangi kedua gunung kembarnya bersamaan, jari-jarinya bergerak liar mempermainkan putingnya sehingga benda itu mengeras. Disamping perasaan-perasan tidak enak tadi, Ivana tidak bisa menyangkal sensasi nikmat ketika pertama kalinya buah dadanya diremasi oleh tangan pria.

Kemudian Imron melepaskan sepatu dan branya dan mengangkat kakinya ke ranjang hingga tubuh mulus itu terbaring topless.
“Tiduran aja Non biar enak, biar Bapak yang kerja” katanya “udah jangan nangis terus, pokoknya asal Non nurut semuanya bakal beres” tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Ivana.
Seperti dokter dia masih berdiri di sebelah ranjang itu, lalu dia membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudara Ivana. Dilumatnya payudara itu dengan kenyotan dan gigitan-gigitan ringan. Hal itu menyebabkan Ivana menggeliat-geliat dan mengeluarkan desahan, perasaannya terombang-ambing dalam kekecewaan, ketakutan dan kenikmatan yang tak bisa dibendungnya. Hisapan pria itu pada putingnya menaikkan libidonya walaupun itu diluar kehendaknya. Ivana hanya bisa pasrah saja, tangannya meremas-remas rambut Imron karena rasa geli akibat kenyotan Imron pada payudaranya, payudara yang lain juga sedang diremasi tangan Imron, nampak jari-jarinya menggesek-gesek putingnya memanaskan birahi gadis itu. Desahannya bercampur dengan suara tangis sesegukan.

Imron kini membuka bajunya sendiri hingga yang tersisa cuma celana dalamnya saja. Ivana dapat melihat tubuh pria itu yang berisi dengan luka gores di dadanya serta sesuatu yang menggelembung di balik celana dalamnya.
“Jangan, jangan Pak, tadi kan udah janji” Ivana memelas dan merapatkan badan ke kepala ranjang sambil memeluk guling menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.
“Oh, tenang Non, tenang saya kan pengen ngerasain hangatnya badan Non aja, bukannya merawanin, kalo ga buka baju mana bisa ya kan ?” bujuknya
Dia lalu naik ke ranjang dan serta merta membujuk Ivana agar tidak panik karena baginya menikmati korban harus terlebih dulu membuatnya takluk, itulah yang menjadi kepuasannya. Dengan kata-kata halus dicampur sedikit ancaman, akhirnya gadis itu merelakan juga celana panjangnya dilucuti Imron. Paha Ivana yang putih mulus yang dulu pernah membuat Imron menelan ludah itupun kini terlihat jelas. Bulu kuduk Ivana merinding merasakan belaian tangan kasar Imron pada kulit pahanya.
“Hmmm…Non emang sempurna banget, punya body montok gini siapa yang ga ngiler” gumam Imron sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Ivana.

Keduanya kini tinggal memakai celana dalamnya saja, bulu kemaluan Ivana yang lebat itu sedikit terlihat melalui celana dalam kremnya yang tipis. Imron kembali menjinakkan Ivana, diambilnya bantal yang dipakai menutupi tubuhnya dan dibaringkannya kembali gadis itu. Lalu Imron menindih tubuhnya, dipeluknya tubuh Ivana dan diresapi kehangatan dan kemulusannya. Ivana dapat merasakan benda keras di balik celana dalam Imron bersentuhan dengan daerah kemaluannya. Ivana memalingkan wajah ketika Imron menyentuh bibirnya, tapi ruang gerak yang terbatas Imron berhasil juga melumat bibirnya.
“Mmhh…uummm !” gumamnya saat menciumi Ivana dan berusaha memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu yang masih menutup.
Ivana sendiri dapat merasakan hembusan nafas pria itu pada wajahnya, panas dan bau rokok. Dia merasa tidak enak dengan nafas Imron yang bau rokok itu tapi toh pertahanannya bobol juga karena sulit bernafas dan Imron terus merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya. Lidah Imron pun mulai bermain-main di rongga mulutnya, Ivana tidak sanggup lagi mengelak darinya karena setiap kali lidahnya bergerak yang terjadi adalah saling beradu dengan lidah Imron sehingga diapun membiarkan lidah Imron menari-nari di mulutnya. Matanya terpejam dengan air mata membasahi kelopak matanya. Percumbuan itu membuat nafasnya makin memburu, badannya bertambah panas, perasaan aneh yang baru pernah dialaminya, yang lazim disebut birahi.

Ciuman Imron lalu merambat ke dagu, leher, juga telinganya, hal ini membuat birahi Ivana makin tak terbendung saja, terlihat dari badannya yang sudah mulai rileks menikmati setiap rangsangan yang diberikan.
“Enak kan Non rasanya ?” tanya pria itu waktu menjilat telinga Ivana.
“Eengghh…sudah Pak…jangan…diterusin” Ivana mendesah antara menolak dan tidak.
Tangannya semakin liar menggerayangi tubuh gadis itu, kini sudah mulai memasuki celana dalamnya dan menyentuh permukaannya yang berbulu. Tubuh Ivana tersentak saat jari-jari Imron meraba bibir kemaluannya, seperti ada sengatan listrik yang membuatnya berkelejotan.
“Jangan Pak…jangan disana” Ivana mengiba sekali lagi
“Hushh-hush-hush tenang Non, enjoy aja, cuma pegang-pegang aja kok !” kembali Imron melumat bibir Ivana untuk membungkamnya.
Tubuh Ivana pun bergetar, dari mulutnya yang sedang dicumbu Imron terdengar desahan tertahan. Dia harus mengakui bahwa dirinya terangsang berat sekalipun nuraninya menolak, memang suatu dilema yang membuatnya bingung sehingga perasaan itu cuma bisa dicurahkannya lewat air mata.

Daerah bibir kemaluannya semakin basah seiring dengan gesekan jari-jari Imron yang semakin intens. Lidahnya tanpa sadar membalas lidah Imron yang sejak tadi mengorek-ngorek mulutnya, saling jilat dan saling beradu. Hal itu berlangsung lima menitan lamanya. Kemudian Imron duduk di ranjang dengan bersandar di kepala ranjang, tubuh Ivana yang sudah tinggal bercelana dalam itu didudukkan diantara kedua kakinya, lengan kokohnya mendekap tubuh mulus itu dari belakang. Kembali mereka pun terlibat dalam percumbuan mesra, Imron setengah paksa menengokkan wajah Ivana ke samping, dari belakang mulutnya kembali melumat bibir gadis itu yang tipis dan mungil. Sambil berciuman tangan kanan Imron memasuki celana dalam Ivana dari atas, dari luar nampak gumpalan yang bergerak-gerak pada bagian kemaluan yang masih tertutup celana dalam itu, tangan kirinya dengan liar mempermainkan payudara gadis itu. Sesekali Ivana menggeliat-geliat karena rasa geli pada pangkal pahanya itu, bagaimana tidak, Imron begitu lihai memainkan jarinya menekan, memutar-mutar, dan menggosok bagian sensitif itu, salah satu jurus andalannya dalam menaklukkan mangsanya. Lendir kewanitaannya membasahi jari Imron dan bagian tengah celana dalamnya.

Tiba-tiba terdengar suara gedoran dari jendela di samping mereka yang mengejutkan keduanya. Disana ada Pak Kahar, seorang satpam kampus yang kebetulan lewat, secara tak sengaja dia mendengar suara desahan dari dalam sehingga membuatnya penasaran dan melihat apa yang terjadi di dalam, maka dia mengambil bangku tinggi dan mengintip dari samping poliklinik lewat ventilasi diatas jendela bertirai itu.
“Hei…lagi asyik nih Pak Imron, ikutan dong !” serunya dari sana.
Imron lega ternyata yang menangkap basah itu sama bejat seperti dirinya, tapi tidak halnya dengan Ivana. Gadis itu tentu saja panik lagi, ini berarti dia harus mengalami hal yang lebih memalukan lagi.
“Tenang Non, ini diluar perkiraan kita, dia baru tau skandal Non aja, sekarang Non nurut aja ke saya, kalo Non macem-macem bisa-bisa skandal bapak Non bocor juga !” Imron membujuk Ivana.
Ivana tertegun, dia mempertimbangkan kata-kata Imron untuk melindungi ayahnya, satu-satunya cara adalah mengorbankan dirinya sendiri. Dia termenung sambil menutupi tubuhnya dengan bantal, sementara Imron turun dari ranjang membukakan pintu untuk tamu tak diundang itu.

Imron membuka pintu, tapi yang muncul disana bukan hanya Pak Kahar sendirian tapi juga ada Pak Mamad, karyawan kampus yang biasa mengurus kebun, berusia diatas 60an dan bertubuh kerempeng dengan kepala sudah hampir putih.
“Wah-wah lagi ada rejeki kok ga bagi-bagi sih Pak Imron !” kata Pak Kahar
“Hahaha…tenang aja saya juga baru pemanasan kok, jadi hidangannya masih segar !” disambut gelak tawa mereka.
Imron pun mengajak mereka masuk dan mempertemukan mereka pada korbannya. Mata keduanya memandang nanar pada tubuh mulus Ivana yang sudah setengah telanjang itu, bantal yang didekapnya hanya cukup menutupi tubuh bagian atasnya saja, dan hal ini tentu membangkitkan ketiga pria di ruangan itu. Kedua pria yang baru datang itu membuka pakaian mereka hingga bugil.
“Wah gila ini kan Ivana, anaknya dosen itu, kok bisa kaya gini sih ?” kata Pak Mamad seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.
“Udahlah ga usah banyak cingcong, pokoknya dia ridho kok digituin, nikmatin aja deh !” kata Imron.
“Bening banget nih si Non ini, duh saya jadi kesengsem berat” kata Pak Kahar.

Mereka semakin mendekati Ivana sehingga jantungnya makin berdebar-debar, belum lagi melihat kemaluan mereka yang telah mengacung tegak itu. Tubuhnya gemetar dan makin menyudut ke kepala ranjang.
“Jangan Pak…saya mohon !” mohonnya dengan suara bergetar.
“Ayo Non, santai aja, ntar juga keenakan kok !” sahut Imron sambil menarik pergelangan kaki gadis itu
Pak Kahar menarik bantal yang dipakai Ivana melindungi tubuhnya. Mata mereka seperti mau copot saja melihat keindahan tubuh Ivana dengan payudaranya yang montok. Sebentar saja tangan-tangan hitam kasar itu sudah berkeliaran di pelosok tubuh Ivana. Di tengah serbuan itu, Ivana menangis dan memohon agar mereka tidak berbuat lebih jauh. Namun percuma saja, mereka tidak peduli, sebaliknya bertambah nafsu karena rontaannya. Posisinya kini terduduk di tepi ranjang dan dikerubuti tiga pria itu. Tangan keriput Pak Mamad mengelus-elus payudara kirinya, sesekali putingnya dipencet dan dipilin-pilin dengan jarinya. Pak Kahar di sebelah kanannya juga sedang meremas payudara yang satunya sedangkan tangan lainnya membelai punggungnya. Selain itu satpam yang berkumis tipis seperti tikus itu juga mengendusi tubuh Ivana di sekitar leher dan tenguk. Harum tubuhnya yang terawat itu menyebabkan nafsu pria itu terpicu dengan cepat, kemudian lidahnya keluar menjilati telak leher jenjang itu sehingga gadis itu menggelinjang.

Imron sendiri naik ke ranjang dan mendekapnya lagi dari belakang, mulutnya menelusuri sisi lain dari leher dan pundak Ivana.
“Enngghh…ssshh !” desis Ivana merasakan kulit lehernya digigit-gigit kecil dan dihisap-hisap di kedua sisinya oleh Imron dan Pak Kahar.
Saat itu juga Ivana mulai merasa celana dalamnya dipeloroti hingga akhirnya lepas dari tubuhnya. Pak Kahar yang melihat nanar kemaluan Ivana yang tertutup bulu-bulu hitam lebat mengalihkan sasarannya, kini dia mengambil bangku di ruang itu dan duduk di depan gadis itu. Mula-mula dicium-ciumnya paha mulus Ivana disertai sedikit jilatan, kemudian mulutnya terus merambat ke kemaluan gadis itu.
“Oooh…jangan disitu !” desahnya ketika merasakan lidah pertama yang menyentuh vaginanya, tubuhnya seperti tersengat listrik merasakan sensasi itu, rasa malu dan terhina menderanya namun dibarengi juga dengan rasa nikmat.
Pak Kahar membenamkan wajahnya ke selangkangan Ivana, lidahnya dengan rakus menjilati bibir kemaluannya dan menggelikitik klitorisnya, sementara tangannya meremas buah dadanya. Tanpa terasa Ivana malah membuka lebih lebar pahanya sehingga jilatan Pak Kahar semakin terasa. Pria itu menyibak bibir kemaluan itu dengan jarinya sehingga terlihat dalamnya yang merah.

Di tempat lain Pak Mamad, pria tua itu sedang sibuk mengenyoti payudara kirinya sambil tangannya bergerilya mengelusi tubuhnya.
“Cup…cup…ssreepp !” terdengar payudara itu disedot-sedot oleh mulutnya yang sudah ompong.
Dari belakang Imron tidak henti-hentinya melumat bibir gadis itu, sudah cukup lama dia mengorek-ngorek mulut gadis itu dengan lidahnya sampai ludah mereka sudah membasahi daerah sekitar mulut. Ivana tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja apa yang diperbuat mereka padanya, dari mulutnya terdengar suara desahan yang tertahan. Setelah sepuluh menit vaginanya dijilati Pak Kahar, dia merasakan adanya suatu dorongan yang aneh, ada sesuatu yang mau keluar yang tidak bisa ditahannya. Untuk pertama kalinya dia mengeluarkan cairan cinta dari kemaluannya, cairan itu diseruput oleh Pak Kahar dengan nikmatnya.
“Emmpphh…ummm…!” erangnya tertahan sambil meremas rambut Pak Kahar.
Tubuhnya lalu melemas seperti kehilangan tenaga tapi bukan lelah, suatu perasaan aneh yang lain dari biasanya bagi pemula seperti Ivana. Pak Mamad akhirnya melepas kenyotannya pada payudara gadis itu meninggalkan sisa-sisa ludah dan bekas cupangan.

“Bagi dong Pak Kahar kayanya enak yang peju si Non ini ?” sahutnya
“Silakan Pak, masih ada kok, nih kalau mau gantian, sedap loh bener, baru nyoba rasanya memek anak kuliahan !” Pak Kahar bangkit berdiri memberi giliran pada temannya.
Pria tua itu duduk di bangku mengambil jatahnya, dijilatinya vagina Ivana yang telah basah oleh lendir akibat orgasme barusan. Belum lama lepas dari ciuman Imron, bibirnya kembali dilumat Pak Kahar, ciumannya lebih kasar dan bernafsu daripada Imron seakan-akan mau menelannya. Kini Imron menyusupkan kepalanya lewat ketiak kanan gadis itu dan mulutnya menangkap payudaranya. Rangsangan demi rangsangan yang diterima tubuhnya membuat gadis itu bagaikan berada dalam perahu hati nurani yang sudah hampir karam dihempas gelombang nafsu birahi. Tak lama kemudian mereka membaringkan tubuh Ivana di ranjang itu, dadanya nampak naik turun karena nafasnya yang sudah tak karuan, matanya sembab karena air mata dan suara isak tangis masih terdengar.
“Ayuh siapa mau duluan nih, ga sabar pengen nyoblos memeknya !” kata Pak Kahar dengan antusias.
“Apa !! Tidak…tadi kan Bapak sudah janji !” sahut Ivana mendengar kata-kata Pak Kahar itu sambil berusaha bangkit.

“Oh…maaf Non, yang janji kan saya, tapi bapak-bapak ini kan ngga, jadi ini diluar kuasa saya loh !” Imron menjawab dengan tenang sambil mengangkat bahu.
Sebenarnya kalaupun kedua orang ini tidak datangpun Imron tidak ada niat untuk memegang janjinya, itu semua hanya pancingan agar Ivana masuk dalam jebakannya dan takluk secara perlahan tapi pasti, bagi bajingan seperti dirinya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sudah bukan hal yang aneh lagi
“Tidak…tidak…lepaskan saya !” Ivana beringsut hendak menghindari mereka.
Dengan sigap Imron langsung mendekap tubuhnya hingga gadis itu tak berkutik.
“Pegangin tangannya di sana !” perintah Imron pada mereka
Pak Mamad langsung pindah ke sisi ranjang yang lain dan memegangi lengan Ivana yang satunya.
“Jangan ngelawan terus Non, ntar bukan cuma Non yang susah, tapi Bapak Non juga, inget itu !” bisik Imron di telinganya.
Mendengar itu Ivana teringat lagi apa yang menyebabkan dia mau berkorban seperti ini, kini posisinya sudah benar-benar terpojok, dia harus memilih antara dirinya atau ayahnya. Dengan sangat berat hati dia harus menegarkan hati menerima kepahitan ini karena dia memilih yang kedua, demi ayahnya, keluarga satu-satunya yang begitu menyayangi dan membesarkannya.

Dia kini pasrah saja ketika Pak Kahar naik ke ranjang dan berlutut diantara kedua pahanya. Wajah ketiga laki-laki itu sedang menyeringai mesum padanya, sepertinya mulai saat itu bayangan wajah-wajah mesum itu akan terus menghantuinya seumur hidup.
“Nikmatin aja Non, jangan ribut, kalau ada yang dateng lagi saya ga tanggung loh !” kata Imron dekat telinganya.
“Tahan yah Non, agak sakit, tapi nantinya bakal enak deh. Bapak ga bakal kasar kok kalo Non nurut, siap yah..!” sahut Pak Kahar lalu dia mulai menekan kepala penisnya yang sudah menempel di bibir vagina Ivana.
“Aahh…sakit…!! Oohh…tolong hentikan !” rintih Ivana menahan sakit sampai tubuhnya menggeliat dan dadanya terangkat hingga makin membusung, keringat mengucur membasahi tubuhnya.
“Sabar yah Non, sabar !” Pak Mamad menenangkannya sambil membelai rambut gadis itu, dia dapat merasakan genggaman tangan gadis itu yang makin erat karena telapak tangan mereka saling genggam.
“Sempit oi, enak banget !” gumam satpam itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya ke vagina Ivana.
Kepala penis yang seperti jamur itu sudah menancap di vagina Ivana, lalu Pak Kahar mendorong lebih dalam lagi.
“Aakkhh…aaaahhh !” jerit Ivana mengakhiri keperawanannya dengan tubuh makin mengejang.

“Pheeww…masuk juga akhirnya, asoy banget memek perawan nih !” kata Pak Kahar sambil menghembuskan nafas panjang.
Satpam itu membiarkan sebentar penisnya menancap di sana merasakan eratnya himpitan vagina Ivana yang baru sekali ini dimasuki benda itu. Terlihat sedikit darah menetes dari pinggir bibir kemaluannya, darah dari selaput daranya yang dia korbankan untuk menebus dosa ayahnya. Air mata yang meleleh dari matanya semakin banyak, dia merasa dirinya telah begitu kotor, saat itu juga terbayang wajah Martin, pria yang menaruh hati padanya, apakah dirinya yang telah ternoda itu masih pantas bagi pria itu, apa yang harus dijawabnya bila Martin menyatakan perasaanya padanya kelak, itulah yang berkecamuk dalam pikirannya saat itu. Dia juga tak habis pikir kenapa ketiga orang ini tega-teganya berbuat begitu padanya, padahal selama ini dia selalu baik kepada mereka. Sekarang Pak Kahar memulai gerakan memompanya.
“Uuuhh…asyik, dapet barang bagus gini gratisan, untung banget hari ini !” komentar Pak Kahar sambil terus menggenjot Ivana.

Di sebelahnya Pak Mamad kembali mengenyot payudara gadis itu sambil menggerayangi tubuhnya, pipinya sampai kempot saking bernafsunya.
“Nah…ini Non yang namanya ngentot, gimana rasanya? enak kan?” kata Imron.
Imron kemudian menunduk dan melumat payudara Ivana yang lain, gigitan dan hisapannya lebih kasar dari Pak Mamad sehingga gadis itu merasa nyeri pada putingnya. Mulut Pak Mamad mulai menjalar naik ke bahu, leher, hingga bibirnya. Bibir yang sudah berkerut itupun bertemu dengan bibir Ivana yang mungil dan segar sehingga erangannya teredam. Lidah pria itu mengaduk-aduk mulutnya, Ivana pun secara refleks menggerakkan lidahnya sehingga tanpa terasa dia malah hanyut melayani permainan lidah Pak Mamad, ini juga dikarenakan sodokan-sodokan Pak Kahar yang menimbulkan rasa nikmat yang tidak bisa disangkalnya. Satpam itu makin bersemangat menggenjot vagina Ivana sambil menggumam tak jelas.
“Okh-oohh…enak, ohh-uuuuh…udah perawan, cantik lagi uhh..!” ceracaunya sambil menikmati kontraksi dinding vagina Ivana yang memijati penisnya.
Tangan kekar Pak Kahar yang memegangi paha gadis itu membelai-belai menikmati kemulusan pahanya, sesekali juga meremasi bongkahan pantatnya. Kontras sekali pemandangannya saat itu, tubuh mulus seorang gadis jelita ditengah-tengah tubuh hitam kasar dari tiga pria bertampang seram.
Ivana merasa nyeri pada bagian vaginanya yang baru robek selaput daranya, apalagi satpam itu menyetubuhinya dengan ganas. Imron naik ke ranjang setelah Pak Mamad menyudahi ciumannya, lututnya bertumpu di sebelah kanan dan kiri leher gadis itu, maka penisnya mengacung di depan wajahnya. Ivana tertegun menyaksikan batang berurat yang menodong beberapa senti dari wajahnya itu.
“Ayo Non, kenalan dulu dong sama burung Bapak ini, dia bakal nyenengin Non nanti, tapi dia minta dimanja dulu pakai mulut Non supaya lebih seger” kata Imron dengan seringai mesumnya.
Ivana menggeleng berusaha menjauhkan wajahnya dari benda itu, tapi tidak bisa karena kepalanya di pegangi Imron.
“Jangan Pak…jangan !” katanya terengah-engah
Tanpa merasa kasihan Imron menjejali mulut Ivana dengan penisnya secara paksa, hampir muntah Ivana dibuatnya.
“Jilat pake lidah Non, jangan digigit, awas kalo coba-coba !” perintahnya.
Penis itu terasa penuh di mulut Ivana, itupun belum seluruhnya masuk karena penis Imron terlalu besar untuk mulut Ivana. Karena takut, Ivana pun mulai melakukan apa yang diminta, digerakkannya lidahnya menjilati batang penis di mulutnya, rasanya asin dan agak bau tapi dia tidak bisa menolaknya.

“Ehehhee…enak ga disepong sama si Non ini, Ron ?” tanya Pak Mamad terkekeh-kekeh sambil meremas payudaranya.
“Yahud banget, masih kaku sih, tapi gapapa bisa diajarin kok buat nanti-nanti…uuhhh !” jawab Imron yang sedang menikmati pelayanan mulut Ivana “Iyahh…gitu Non, sambil diisep biar lebih asoy !”
Desahan tertahan terdengar dari mulut Ivana yang sedang dipenuhi batang kemaluan Imron. Tiba-tiba mata Ivana membelakak, tubuhnya mengejang tanpa bisa dikendalikan, Pak Kahar yang sedang menggenjotnya pun semakin bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam sampai bibir vagina Ivana ikut tertekan. Gadis itu telah orgasme dan disusul beberapa detik kemudian oleh pemerkosanya, Pak Kahar menumpahkan spermanya yang hangat itu di dalam vagina Ivana dan genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari vaginanya nampak menetes cairan putih susu yang telah bercampur darah keperawanannya. Tubuh Ivana kembali melemas dan dia juga sedikit lega karena Imron menarik lepas penisnya dari mulutnya. Namun waktu istirahatnya tidak lama, karena Imron langsung membalikkan tubuhnya dan menyuruhnya nungging dengan bertumpu pada kedua lutut dan sikunya.

“Wah…darahnya banyak banget nih !” kata Imron sambil mengelap selangkangan Ivana dengan tissue.
“Iya tuh, perawan tulen, gua aja keluarnya lebih cepet barusan, pokoknya legit banget !” Pak Kahar menimpali.
“Bapak juga mau disepongin kaya Pak Imron tadi, ayo dong Non !” pinta Pak Mamad yang sekarang naik ke ranjang dan duduk berselonjor dengan bersandar ke kepala ranjang.
Orang tua ini mintanya lebih halus dibanding si satpam dan Imron, dia membimbing jari-jari lentik Ivana menggenggam penisnya yang keriputan dan bulunya sudah beruban itu.
“Dijilat Non, jangan cuma diliatin aja !” katanya pada Ivana yang masih jijik menatap batang di genggamannya itu.
“Heh denger gak tuh, dijilat oi, ke orang tua jangan ngelawan !” kata Imron sambil mencucukkan dua jari ke vagina gadis itu.
“Ahh…iya Pak, tolong jangan sakitin saya lagi !” jeritnya ketika dua jari itu menusuknya secara mendadak.
Ivana mulai menundukkan kepalanya dan menyibak rambut panjangnya, dia memberanikan diri melawan rasa jijik dengan menjilati kepala penis Pak Mamad yang membuat orang tua itu langsung mendesah keenakan.
“Hehehe…enak yah Pak, ati-ati loh jantungan !” canda Pak Kahar yang duduk sambil mengelap keringatnya.

“Ugghh !” Ivana melenguh pelan saat Imron memberikan gigitan ringan di pantatnya, juga dia jilati bongkahan putih padat itu.
Dia meneruskan aktivitasnya mengoral penis Pak Mamad, walau tidak nyaman dengan aromanya, dia terus melakukannya karena khawatir mereka akan semakin kasar padanya, dan yang tak kalah penting adalah skandal ayahnya. Kemudian dia mulai membuka bibirnya yang indah memasukkan penis tua itu ke mulutnya. Sungguh ironis, gadis secantik itu membiarkan penis berkerut milik seorang yang pantas menjadi kakeknya itu ke mulutnya. Kepala Ivana naik-turun mengisapi penis itu, hal ini membuat orang tua itu makin mendesah saja sambil tangannya meremas rambut Ivana.
“Hehehe…liat Ron, si Non ini cepet yah belajarnya sampai Pak Mamad kesetanan gitu !” komentar si satpam.
“Iya tuh, udah mulai ketagihan kali, dasar bakat perek, iya kan Non !” ejek Imron sambil meremas pantatnya.
Panas sekali hati dan telinga Ivana mendengar penghinaan itu, benar-benar merendahkan harga dirinya, tapi demi ayahnya dia tanggung segala hinaan itu. Juga teringat lagi dulu dia pernah menolong orang yang menghinanya itu ketika tersandung di tangga, hatinya serasa disayat-sayat sehingga membuat matanya makin sembab.

Setelah membersihan ceceran darah di selangkangan Ivana, Imron naik ke ranjang mengarahkan penisnya bersiap menyetubuhi gadis itu dalam posisi doggie. Ivana meringis ketika merasakan penis Imron menyeruak masuk ke vaginanya, dia merintih, perih, namun kali ini sudah lebih mendingan berkat cairan kewanitaan yang melicinkan vaginanya.
“Aahh…!” itulah yang keluar dari mulut Ivana saat Imron menyentakkan penisnya hingga amblas seluruhnya.
Imron mulai maju-mundur sambil tangannya berkeliaran menggerayangi pantat, punggung dan payudaranya yang menggelantung.
“Ayo Non, Isepnya terusin tanggung nih !” kata Pak Mamad menekan kepala Ivana sambil tangannya yang satu memegangi penisnya.
Kembali Ivana mengulum penis Pak Mamad sambil menerima sodokan-sodokan dari belakangnya. Pak Mamad melenguh-lenguh dengan suara parau merasakan hisapan Ivana pada penisnya, tangannya meraih payudara gadis itu dan memain-mainkan putingnya. Entah mengapa Ivana merasakan suatu gairah timbul dalam dirinya atas perlakuan ini, sebuah perasaan yang tidak bisa dia tahan, hasrat liar dalam alam bawah sadarnya mulai timbul menggusur akal sehat dan hati nuraninya.

Setelah beberapa saat Pak Mamad makin menggelinjang, orang tua itu menggumam tak jelas dan akhirnya crrt…crrt…Ivana kaget merasakan ada cairan beraroma tajam yang tiba-tiba memenuhi mulutnya, dia langsung melepas penis itu sehingga sisa cairan itu menyemprot ke wajahnya, juga membasahi tangannya.
“Ohhh…!” jeritnya kecil ketika sperma itu nyiprat ke wajahnya.
“Hehehe…itu namanya peju Non, ntar lama-lama juga doyan kok !” sahut Pak Kahar yang sudah berdiri di sebelahnya.
Jijik sekali Ivana dengan cairan kental yang baunya aneh itu sehingga dia menyeka wajahnya dengan jari-jarinya. Saat itu Pak Mamad sudah ngos-ngosan dalam kepuasannya.
“Eit…jangan dibuang gitu aja dong, mubazir !” kata Pak Kahar sambil menangkap pergelangan tangan Ivana “Nih…diminum dong, sehat kok bergizi !” dia mengelap sperma pada hidung Ivana dengan jarinya lalu menyodorkannya ke mulutnya.

Ivana menggeleng dengan mulut tertutup, tiba-tiba sebuah sodokan keras menghujamnya dari belakang.
“Ayo…diminum ! supaya biasa nantinya !” perintah Imron dari belakang.
Dengan ragu-ragu Ivana mulai menjilati sperma di jari Pak Kahar dan langsung ditelan dengan menahan jijik. Pak Kahar juga menyuruh membersihkan sisanya pada penis Pak Mamad yang sudah mengendor.
“Nah, asyik kan Pak Mamad, dah lama pasti ga nyoba yang seger-seger gini !” kata Pak Kahar pada rekannya itu.
Pak Mamad hanya terkekeh-kekeh mengiyakan semua itu. Tiba-tiba semua terdiam karena terdengar sebuah musik berasal dari tas Ivana yang tak lain adalah ponselnya. Pak Kahar mengeluarkan benda itu dari tasnya, yang menghubungi adalah ayahnya, Pak Heryawan.
“Terima Non, tau kan apa yang harus Non omongin !” kata Imron
Ivana menerima ponselnya dari Pak Kahar dan menerima panggilan itu, dia berusaha keras mengendalikan nada bicaranya agar wajar, dia harus berbohong sedang mengerjakan tugas kelompok di kost teman dekat sini, selama empat menit berbicara itu penis Imron tetap menancap di vaginanya, dan mereka terus menggerayangi tubuhnya.

Setelah telepon ditutup Imron kembali menggenjot tubuh Ivana, kali ini lebih ganas dari sebelumnya sampai ranjangnya ikut goyang, mungkin karena rasa tanggungnya tadi. Desahan Ivana bercampur bunyi tepukan pada pantatnya yang bertumbukan dengan selangkangan Imron. Pak Kahar yang nafsunya mulai bangkit lagi meremas payudara kanannya dengan gemas.
“Sakit…!” rintih gadis itu yang malah membuat mereka semakin nafsu.
Sepuluh menit lamanya dia digumuli dalam posisi itu, sodokan-sodokan Imron ditambah tangan-tangan yang menggerayanginya mendatangkan kembali perasaan aneh yang tadi dirasakannya, kembali tubuh Ivana mengejang disertai erangan panjang. Dirinya serasa terbang selama 1-2 menit, dan dia harus mengakui kenikmatannya. Gelombang orgasme yang menerpa Ivana dirasakan juga nikmatnya oleh Imron karena otot-otot vaginanya semakin menghimpit penisnya serta menghangatkannya dengan cairan yang dihasilkan. Hal ini tentu memicu Imron menggenjotnya lebih cepat lagi hingga diapun keluar tak lama kemudian, penisnya menyemprotkan sperma dengan derasnya ke rahim Ivana. Setelah mengeluarkan isinya, Imron menarik lepas penisnya, ketika dikeluarkan terlihat cairan kental belepotan di batangnya yang lalu dilapkan pada belahan pantat gadis itu.

Pak Mamad kini menggeser tubuhnya ke depan hingga berbaring telentang di bawah tubuh Ivana. Penisnya sudah mulai mengeras lagi karena sambil istirahat tadi dia memegangi tangan gadis itu agar terus mengocok penisnya.
“Yuk, Non sekarang giliran Bapak yah” katanya mengelus pipi gadis itu.
“Gini Non, saya ajarin gaya lain !” sahut Imron mendekap tubuhnya dari belakang dan mengangkatnya hingga duduk berlutut di atas selangkangan Pak Mamad “Pegang tuh kontol, arahin ke memek Non !” suruhnya.
Ivana sudah pasrah dan terlalu lelah untuk melawan sehingga dia mengikuti saja apa yang diinstruksikan mereka. Dia menggenggam penis tua dibawahnya itu mengarah ke vaginanya.
“Turunin badannya Non sampe nancap !” suruh Pak Kahar.
Pak Mamad sendiri tidak banyak tingkah seperti dua orang itu, dia cuma memegangi payudara Ivana saja sambil sesekali memberi pengarahan. Ivana mulai menurunkan tubuhnya dan penis itu melesak masuk ke dalam diiringi desahan keduanya.
“Sekarang gerakin badannya naik turun Non, pasti enak !” Pak Mamad menginstruksikannya.

“Uuuhh…eennggg !” lenguh orang tua itu merasakan gesekan penisnya dengan dinding vagina Ivana yang masih seret.
Tubuh Ivana mulai bergerak naik-turun diatas penis Pak Mamad, mula-mula dibantu Imron yang menekan-nekan tubuhnya dari belakang, tapi lama-lama tanpa disadari Ivana pun mulai bergoyang dengan sendirinya. Pak Kahar memegang buah dada kanan Ivana dan mulutnya langsung melumatnya, tangannya yang satu mengocok-ngocok penisnya sendiri. Imron yang mendekapnya dari belakang menciumi leher dan pundaknya sehingga gadis itu semakin hanyut dalam birahinya.
“Oooh…terus Non, enak banget…uuuhh…terus !” orang tua itu mendesah tak karuan
“Asyik kan Non, tuh buktinya goyangnya lebih hebat dari Inul !” kata Pak Imron dekat telinganya.
Ivana terus menaik-turunkan tubuh tanpa peduli omongan-omongan mereka yang bernada melecehkan itu, birahinya menuntut pemuasan sekalipun hatinya menolak. Pak tua itu tidak tahan lama dengan goyangan-goyangan Ivana, diapun menyemprotkan spermanya dan terengah-engah kepuasan, nafsunya memang besar tapi tenaganya sudah termakan usia.

Setelah itu, Imron mengajaknya turun dari ranjang, lalu dia duduk di sebuah kursi dan menyuruhnya duduk di atas pangkuannya dengan posisi memunggungi. Kembali Ivana memicu tubuhnya naik-turun di atas pangkuan Imron. Selain itu dia masih harus melayani penis Pak Kahar dan Pak Mamad yang berdiri di depannya. Dikulum dan dikocokinya penis itu bergantian. Dari belakangnya Imron menekan-nekan tubuhnya agar penisnya menancap lebih dalam, tangannya mendekap tubuhnya dan menggerayangi payudaranya. Ivana klimaks lagi dalam posisi demikian dan disusul Imron tak lama kemudian. Nampak sperma berlelehan di selangkangan keduanya yang masih menyatu. Pak Kahar yang masih keluar mengambil alih kendali, dia mengangkat tubuh Ivana yang masih lemas dan menelentangkannya di meja dengan kaki menjuntai. Dinaikkannya kaki Ivana ke pundaknya dan menancapkan penisnya. Selama lima belas menit Ivana disetubuhi oleh satpam itu hingga akhirnya dia mengeluarkan penisnya, isinya muncrat membasahi perut hingga permukaan kemaluannya. Untung itu tugas terakhir baginya, kalau tidak mungkin dia sudah pingsan kehabisan tenaga.

Ivana pulang dengan langkah gontai, rasa nyeri masih terasa pada selangkangannya. Sampai di rumah dia sekuat tenaga bersikap wajar seolah tidak terjadi apa-apa, karena tidak ingin merepotkan ayahnya. Ketika ayahnya menanyakan cara jalannya yang agak tertatih-tatih dia berbohong dengan mengatakan tadi terpeleset di tangga, tapi tidak parah. Yang paling berat baginya adalah tiga hari setelah peristiwa itu, yaitu ketika Martin menyatakan cintanya sewaktu mengantarnya pulang nonton. Dia merasa dirinya yang sudah kotor itu tidak pantas lagi baginya, Martin terlalu baik baginya sehingga dia tidak sanggup menerima cintanya. Martin beberapa kali membujuknya tapi tidak ada hasil, akhirnya dengan hati hancur, setelah kelulusannya tak lama kemudian, pemuda itu pergi ke luar negeri meneruskan studinya sekaligus untuk melupakan kenangan-kenangan manis yang pernah dia lalui bersama Ivana.
“Maafkan aku Martin, karena aku cinta makannya aku menolak, aku cuma bisa berdoa semoga di kemudian hari ada gadis yang lebih pantas bagimu daripada aku yang telah ternoda ini” demikian kata Ivana di sela tangisnya di dalam kamar setelah menolak cinta pemuda itu.

Ivana memulai hidup barunya sebagai budak seks Imron. Sesekali Pak Kahar dan Pak Dahlan, si dosen bejat juga mendapat kesempatan mencicipi tubuhnya. Pak Mamad berhenti kerja seminggu setelah peristiwa itu, dia merasa berdosa telah ikut memperkosa bahkan menjerumuskan gadis berhati emas itu ke lembah nista. Dua hari sebelumnya dia sempat bertemu Ivana dan meminta maaf padanya.
“Maafin Bapak yan Non, waktu itu ga tau setan apa yang nguasain Bapak sampai nyusahin Non seperti ini. Sekarang Bapak jadi dikejar-kejar dosa, makannya Bapak mau pulang kampung aja” kata orang tua itu tidak berani menatap wajah Ivana.
“Sudahlah Pak, semua sudah terjadi, Bapak cuma khilaf, ini bukan sepenuhnya salah Bapak kok, saya sudah pasrah sama nasib saya” Ivana menjawabnya dengan suara lemas.
Di mata para dosen dan teman-temannya memang Ivana masih tetap seorang mahasiswi favorit, namun di luar jam kuliah dia bak pelacur yang siap melayani nafsu si penjaga kampus bejat itu.
 
Nightmare Campus 7 : Fatal Attraction

Joanne
Jam tujuh kurang, Imron sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat, gedung fakultas ekonomi. Tangannya memegang sapu dan ceruk yang akan dia gunakan untuk menyapu ruang C-411 yang baru selesai dipakai untuk kuliah malam. Langkahnya makin mendekati ruang yang lampunya masih menyala itu. Terhenyak dirinya begitu membuka pintu dan menemukan di dalam kelas itu masih tertinggal seorang gadis. Gadis itu tersenyum manis padanya lalu meneruskan mencatat sesuatu di buku catatannya.
“Eehhmm…malam Non, kok belum pulang ?” sapanya
“Sebentar lagi Pak, nanggung lagi nyalin catatan temen, enngg…kelasnya mau dikunci yah Pak ?”

“Iya toh Non, kan udah malem !” jawab Imron dengan mata mencuri-curi pandang ke arah lekuk tubuh gadis itu.
Penampilan si gadis yang memakai kemeja kuning lengan pendek berbahan tipis yang kancing atasnya terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya serta rok mininya yang membuat pahanya yang putih mulus itu terekspos bebas tentu saja membuat Imron menelan ludah melihatnya.
“Hhmm…kalo gitu Bapak beresin kelas aja dulu, ntar kalau udah selesai kita sama-sama keluar, soalnya ini catatan mau saya kembaliin ke yang punya hari ini juga, gapapa kan Pak, saya gak ganggu kan ?” katanya dengan senyum manis.

Maka Imron pun membiarkan gadis itu meneruskan mencatat sementara dia mulai membersihkan kelas itu. Tentu ini saja Imron tidak terganggu malah sebaliknya merasa senang karena sudah kerja seharian penuh ada objek untuk refreshing sejenak. Sambil menyapu matanya hampir tidak pernah lepas dari gadis itu, diperhatikannya bentuk tubuhnya yang ideal dan membayangkan dibalik pakaiannya itu, wajahnya cantik dengan rambut rambut hitam pendek sebahu ala Maiko Yuki, artis JAV era 90′an. Mudah saja bagi Imron untuk memperkosanya saat itu juga, tapi dia paling tidak suka kalau korbannya belum takluk sepenuhnya yang biasa dia intimidasi dengan skandal-skandalnya, lagipula menyerang secara frontal begitu risikonya tinggi, bisa-bisa si korban histeris atau melaporkannya. Dalam hal ini Imron sangat berhati-hati agar jangan sampai menimbulkan kesulitan baginya kelak. Gadis itu pun sepertinya cuek saja dengan kehadiran Imron di situ, dia terus menulis tanpa menghiraukan tatapan menelanjangi Imron. Bahkan ketika Imron sedang menyapu di depannya, entah sengaja atau tidak, dia menyilangkan kakinya sehingga mata Imron makin nanar melihat pahanya yang mulus lagi jenjang itu.
“Enngg…Pak diluar sana emang udah ga ada siapa-siapa lagi yah ?” gadis itu tiba-tiba bertanya demikian.
“Iya Non, udah pulang semua, tinggal Non sendirian, ga takut apa Non ?” jawab Imron dengan terus menyapu.

“Nggalah, takut apa, sekarang kan ga sendirian, lagi ada Bapak” jawabnya tersenyum “Pak bisa tolong tutup pintunya anginnya ga enak panas, bikin gerah nih !” pintanya karena kebetulan duduk dekat pintu, dan memang cuaca hari itu tidak nyaman, panas dan berangin. Kipas angin yang menggantung di langit-langit kelas itulah yang membuat cuaca di situ lebih enak.
Imron menutup pintu itu, dia heran melihat gadis itu kok bersikap ramah bahkan cenderung menggoda padanya, tidak seperti warga kampus yang umumnya bersikap acuh tak acuh, tidak tahukah dia bahwa yang bersama dengannya di ruang itu adalah maniak pemerkosa yang sedang menghantui kampus ini. Ketika dia menyapu ke sisi lain sekitar gadis itu terlihat sedikit celana dalam yang dipakainya, warnanya hitam seperti warna branya yang terlihat melalui kemejanya yang tipis. Imron benar-benar ngiler melihat pemandangan itu, ingin rasanya dia membelai paha mulus itu, lalu meraba hingga ke pangkalnya. Saat dia menyapu lebih dekat lagi, tiba-tiba dompet gadis itu terjatuh dari meja pada bangku kuliah itu. Secara spontan Imron pun membungkuk untuk memungutinya, gerakan Imron ketika mau berdiri dan mengembalikan benda itu mendadak terhenti karena tertegun paha mulus itu telah berada dua jengkal dari pandangannya sehingga celana dalam yang tadi terlihat sekilas itu makin terlihat jelas.

“Ngeliat apa Pak ?” tanyanya dengan cuek “pegang aja daripada bengong gitu Pak !” sebelum Imron sempat menjawab karena sedang terpukau, gadis itu sudah lebih dulu meraih tangan Imron yang memegang dompet, tangan satunya mengambil dompetnya dan menaruhnya kembali di meja, lalu dia letakkan tangan Imron itu di pahanya.
Sungguh Imron tidak menyangka gadis itu memang sengaja menggodanya sehingga begitu gadis itu memberi lampu hijau padanya birahi yang sejak tadi ditahannya tercurah deras bagai bendungan bobol. Imron segera mengelusi sepanjang kaki putih mulus itu dengan gemasnya, dari betis lalu ke paha yang tertutup roknya. Gadis itu menggeliat saat tangan Imron menyentuh bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
“Hehehe…Non emang sengaja godain Bapak yah !” katanya menyeringai
“Eemmhh..iya Pak, puasin saya yah, saya tau kok Bapak dari tadi mau ngentotin saya, ya kan ?” desisnya dengan senyum menggoda.
Kata-kata itu membuat Imron makin terangsang, dia semakin berani menggerayangi tubuhnya. Tangannya yang tadi masih meraba-raba dari luar celana dalam mulai menyusupkan jarinya lewat pinggiran celana dalam itu, dirasakannya bulu-bulu dibaliknya dan juga ada basah-basah pada bibir vaginanya, gadis itu pun rupanya sudah horny sejak tadi.

Imron kemudian menarik celana dalam itu dari bagian tengahnya, gadis itu juga meluruskan kakinya membiarkan celana dalam itu melolosinya. Kemudian dia memasukkan jari tengan dan telunjuknya ke tengah vagina gadis itu, jari-jari itu mulai mengorek-ngorek vaginanya sehingga gadis itu mendesah dan menggeliat dibuatnya, kedua pahanya terkatup mengapit tangan Imron menahan rasa geli, dengan begitu Imron dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit paha itu. Tangan Imron yang satunya merambat ke atas melepaskan satu-persatu kancing bajunya hingga terbuka semua memperlihatkan bra hitam berukuran 34Bnya. Gadis itu berinisiatif melepaskan kait branya yang terletak di dada antara dua cupnya dan menyembullah payudara montok berputing merah dadu itu. Diusap-usapnya gumpalan daging kenyal itu dengan tangan kanannya, jarinya memilin-milin putingnya sehingga makin menegang, sementara tangan kirinya makin intens mengocok-ngocok vagina gadis itu. Desahan nikmat terdengar dari mulut si gadis, matanya merem-melek dan nafasnya makin memburu.
“Non suka kan diginiin hehehe !” kata Imron yang merasa berhasil mempermainkan birahi gadis itu.
“Iyah…terus Pak, terushh…!” desah gadis itu menggenggam tangan Imron yang memegang payudaranya seolah minta tangan itu menggerayanginya lebih.

Gadis itu lalu merasakan kakinya dibuka dan basah pada vaginanya. Ternyata Imron sudah membenamkan wajahnya disana. Lidahnya yang panas menjilat-jilat vaginanya disertai gerakan menyedot.
“Uuuhh…hebat banget main oralnya !” kata gadis itu dalam hati merasakan kedahyatan permainan lidah Imron.
Gadis yang sudah terangsang berat itu mengelus-elus kepala Imron seraya membuka pahanya lebih lebar, kepalanya menengadah menatap langit-langit. Namun ketika mendaki puncak gairahnya itu Imron malah menghentikan jilatannya sehingga gadis itu merasa tanggung. Ya, memang itu sengaja dilakukan Imron dengan maksud mempermainkan birahi si gadis agar secara utuh menikmati ronde berikutnya. Kini Imron berdiri di depan gadis itu memelorotkan celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengacung tegak. Sejenak si gadis terpana melihat keperkasaan penis Imron yang hitam berurat itu, lalu dia menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.
“Ohhh…Non, enak banget !” desahnya sambil membelai rambut gadis itu.

Gadis itu dengan bernafsu menjilati seluruh batang penis Imron, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambutnya yang sudah agak kusut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke mulutnya. Imron mengerang nikmat, gadis ini berbeda dari korban Imron lainnya yang umumnya pasif atau melakukannya rata-rata karena terpaksa sehingga tentu beda sensasinya. Teknik oral seks gadis ini sungguh profesional, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Imron langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada pundak gadis itu makin mengeras. Si gadis yang menyadari lawan mainnya akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Imron menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya gadis itu menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral terdahsyat yang dialami Imron sehingga membuatnya melenguh tak karuan.
“Uoohh…sedot terus Non, enak…enak…!”
Gadis itu juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang itu dia bersihkan dari sisa-sisa sperma .Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. Sungguh teknik yang sempurnya, demikian pikir Imron.

Setelah puas menikmati pelayanan mulut gadis itu, Imron menarik lengannya agar bangkit dari kursi itu dan lalu disandarkannya ke tembok terdekat. Baju dan branya telah terbuka dan rok mininya tergulung ke atas memperlihatkan organ-organ kewanitaanya.
“Non, kok Non mau berani amat berbuat gini di kampus, Non dari tadi emang udah rencana gini kan ?”
“Bapak juga dah kepengen kan daritadi ngeliatin saya terus, makannya Bapak sekarang harus muasin saya !” katanya dengan horny, tatapan mata dan nada bicaranya memperlihatkan dirinya telah dilanda birahi.
Imron menjawabnya dengan memasukkan jari ke dalam vagina gadis itu yang membuat si gadis tersentak dan mendesah. Kemudian mulutnya juga nyosor melumat payudara kanan si gadis. Dengan rakus mulutnya menyedoti payudara montok itu sesekali giginya menggigit ringan putingnya yang menggemaskan. Si gadis memejamkan mata menikmati serangan si penjaga kampus itu sambil mendesah dan meremasi rambut Imron. Imron juga mengusap-usapkan jarinya pada klitorisnya sehingga gadis itu makin diamuk birahi, membuat tubuhnya bergetar.

Tak lama kemudian si gadis merasakan jari yang mengorek kemaluannya dikeluarkan lalu berganti sebuah benda tumpul lain yang menekan-nekan belahan bibir kemaluannya. Imron mengangkat kaki kanan gadis itu hingga sepinggang, lalu pelan-pelan dia tekan masuk penisnya ke vagina yang telah becek itu.
“Uuhh…!” si gadis merintih sambil memeluk Imron lebih erat merasakan setengah dari batang itu melesak masuk ke vaginanya yang sudah tidak perawan itu “Gila keras amat, kaya dimasukin pentungan aja” katanya dalam hati.
“Enak Non ?” tanya Imron berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah si gadis yang meringis menahan nyeri.
Si gadis mengangguk dan setelah ekspresi wajahnya kembali normal, Imron mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina si gadis. Tubuhnya tersentak-sentak karena Imron dengan penuh nafsu menghujam-hujamkan batang kemaluannya dalam jepitan vagiananya, tangannya meremas bongkahan pantatnya dengan gemas. Imron lalu mendekatkan wajah hendak mencium bibir tipis si gadis. Kalau korban-korban Imron umumnya menunjukkan penolakan bila hendak dilumat bibirnya, gadis ini justru menyambut pagutan bibir Imron dengan penuh gairah. Permainan lidahnya bahkan lebih dahsyat dari Imron, mereka terlibat adu lidah yang panas sampai air liurnya menetes-netes dari bibir masing-masing. Erangan-erangan tertahan terdengar di tengah percumbuan itu.

Imron terus menggenjot gadis itu sambil terlibat dalam ciuman yang panas dan cukup lama, hampir lima menit. Begitu mereka melepas bibir, nafas mereka sudah demikian menderu-deru dan berusaha mengambil udara segar. Imron lalu mengangkat kaki si gadis yang satunya sehingga tubuhnya tidak berpijak di tanah lagi. Si gadis juga memeluknya lebih erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Imron sementara kedua pahanya disangga si penjaga kampus itu. Hujaman penis itu makin terasa dalam dalam posisi ini.
“Ohhh…terushh…terus…Pak !” gadis itu menceracau karena merasakan sudah mau mencapai puncak.
Vagina gadis itu makin basah saja sehingga penis Imron bergerak makin lancar karena cairan itu melicinkan dinding kemaluannya. Tubuh keduanya bergoyang kian liar, beradunya kedua jenis kelamin itu menimbulkan bunyi seperti suara tepukan bercampur suara kecipak akibat pengaruh cairan kewanitaan yang membasahi daerah itu. Bercak keringat nampak membasahi baju keduanya. Setelah bergumul sekitar limabelas menit, akhirnya Imron mengirimkan hentakan yang cukup keras disertai lenguhan panjang. Demikian pula halnya si gadis yang mencapai klimaks secara bersamaan, matanya membeliak dan tubuhnya berkelejotan.

Gadis itu merasakan semprotan hangat di rahimnya, sementara di selangkangannya cairan vagina itu bercampur dengan sperma Imron yang meleleh keluar. Hujaman Imron makin lemah, terlebih dulu dia turunkan pelan-pelan kaki kanan si gadis lalu yang kirinya, terakhir dia menarik lepas penisnya. Tubuh si gadis yang telah lemas melorot hingga terduduk di lantai, dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan akan pemenuhan hasrat liarnya.
“Hebat…goyangan Non bener-bener top, bikin Bapak ketagihan deh !” komentar Imron “Omong-omong Non namanya siapa kalau boleh tau, apa Non emang sengaja disini buat ginian ?”
Si gadis memperkenalkan diri sebagai Joane (20 tahun), sejak awal memang dia mempunyai niat menggoda siapapun yang masuk ke kelas itu. Seorang gadis yang termasuk hyperseks, dia telah menikmati macam-macam petualangan seks, menjual diri ke om-om, menjadi selingkuhan, menggoda dosen untuk mendongkrak nilai, semua pernah dia lakoni. Hampir semua teman-teman cowoknya pernah merasakan kehangatan tubuhnya. Malam itu, kebetulan dia ingin mencoba pengalaman baru yaitu sex with stranger dengan siapapun masuk ke ruang itu dan itu terlaksana. Semuanya dia lakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kesenangan saja, bukan seperti pelacur yang melakukannya demi desakan ekonomi, dia berasal dari keluarga berada sehingga tidak ada motif ekonomi dibaliknya. Kurangnya perhatian orangtua yang selalu sibuk dan pergaulannya yang bebas menjerumuskannya menjadi gadis yang hedonis seperti itu.

“Setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kalau ketemu anggap aja kita ga saling kenal, ok !” kata Joane datar sambil mengancingkan kembali bajunya.
Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menyisir rambutnya, dia pamit dan memberikan ciuman perpisahan di pipi Imron lalu berjalan keluar pintu.
“Nggak salah saya ketemu Bapak malam ini, makasih yah, good bye !” demikian salam perpisahannya setelah mengecup pipi pria itu.
Imron benar-benar puas malam itu, baru pernah dia ketemu yang seagresif ini, mungkin di antara budaknya yang bisa dibandingkan dengan gadis itu cuma Fanny (eps. 5), si ayam kampus, yang bersedia melakukannya juga dengan sukarela dan juga bersikap proaktif. Setelah menghabiskan rokoknya, Imronpun meneruskan tugasnya membersihkan kelas itu dan pulang dengan puas. Keesokan harinya, seperti yang telah dikatakan kemarin, Joane bersikap cuek ketika berpapasan dengan Imron. Hari ketiga, Imron bertemu lagi dengannya dekat toilet.
“Non, kita gituan lagi yuk, asyik banget yah waktu itu !” katanya terkekeh.
Joane hanya melotot padanya lalu berlalu dengan memasang sikap judes, sikapnya sekarang sungguh berbeda dari malam itu.

Hari keempat, kembali Joane berpapasan dengan Imron, kali ini di lift pada jam duabelasan yaitu saat-saat sibuk. Saat itu, Joane sedang berada di dalam lift yang juga dipenuhi mahasiswa/i lain. Di tingkat dua lift berhenti dan Imron masuk ke dalam, di tangannya memegang sapu panjang. Wajah Joane menegang melihat penjaga kampus itu memasuki lift, dia tidak sempat lagi keluar karena lift cukup ramai sementara posisinya di dekat sudut belakang. Terlebih Imron masuk dan mengambil posisi di sebelahnya. Jantung Joane semakin berdegub dan berharap lift cepat membuka jadi dia bisa segera menjauh dari pria ini karena merasa tidak nyaman terus dibayangi olehnya. Pintu lift menutup dan meneruskan perjalanannya ke atas. Tiba-tiba Joane merasa sesosok tangan kasar merabai pahanya belakangnya yang saat itu memakai rok mini dari bahan jeans longgar. Dia terkejut tapi tidak mungkin berteriak karena malah akan membuatnya malu, apalagi kalau pria ini omong macam-macam di depan orang. Ditepisnya tangan itu, namun tangan itu kembali lagi dengan serangan yang lebih berani. Dengan wajah kesal Joane menoleh ke sebelahnya, Imron pasang wajah biasa saja tapi tangan jahilnya terus beraksi, ingin rasanya Joane menamparnya tapi situasinya sangat tidak memungkinkan. Suasana di lift yang cukup padat itu riuh dengan obrolan para penumpangnya sehingga tidak ada yang memperhatikan di sudut itu sedang terjadi pelecehan seksual.

Susah payah akhirnya Joane berhasil merubah posisi badannya, dia memutar posisi badannya hingga kini menghadap Imron yang masih berdiri menyamping darinya sehingga terlepas dari tangan Imron yang merabai pahanya. Dia berpikir dengan posisi begitu Imron tidak mungkin grepe-grepe lagi, tapi dia salah, Imron malah bergeser sedikit ke samping makin memepetnya, lalu tangannya kini mendarat di paha depannya.
“Bangsat…tau gini tadi pake celana panjang !” omelnya dalam hati
Melihat korbannya yang tidak bisa berbuat banyak, tangan Imron semakin berani masuk ke dalam mengelus paha dalamnya hingga menyentuh daerah sensitif Joane yang tertutup celana dalam. Joane menggigit bibir menahan desahan ketika jari Imron mengelus bagian tengah kewanitaannya. Marah sekaligus terangsang dirasakannya saat itu, marah karena pria ini dengan tidak tahu malu meminta jatah lagi, terangsang karena sensasi aktivitas seksual di tempat umum secara sembunyi-sembunyi seperti ini yang sebelumnya hanya pernah dia lihat di film. Matanya menatap tajam pada Imron seolah menyuruhnya berhenti, tapi Imron tetap berlagak bego seolah tak terjadi apa-apa.
“Sialan kenapa malah terus !” omelnya dalam hati lagi ketika lift ternyata tidak berhenti di lantai berikutnya, perjalanan ini terasa panjang baginya karena harus menahan siksa birahi, wajahnya melihat sekeliling dengan hati was-was berharap tidak ada yang melihat.

Jari-jari itu menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan mengusap bibir vaginanya sehingga tentu saja dia makin tersiksa, matanya sampai terpejam-pejam sambil susah payah bertahan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Syukurlah di lantai empat/ lantai terakhir gedung itu, lift membuka, semua keluar termasuk Joane dan Imron. Joane seharusnya masuk ke kelas, namun dia mengikuti Imron yang menuju ke sebuah kelas kosong yang mau dibersihkannya, dia mau menegur pria itu atas tindakannya yang kelewatan itu. Imron bukannya tidak tahu gadis itu mengikutinya dan dia memang berharap begitu, karenanya dia terus saja berjalan santai ke tempat tujuannya.
“Kenapa Non, kok ngikutin saya terus, masih kurang emang !” sahut Imron cengengesan sambil menggulung kabel OHP.
“Heh, Pak saya kan udah bilang yah kalau hubungan kita tuh cuma malem itu aja, kalau ketemu jaga dong sikap Bapak, ngerti ga sih !” Joane dengan marah menuding padanya.
“Lho, kan Non katanya puas banget sama Bapak waktu itu, Bapak kan cuma mau muasin Non lagi, gitu aja kok” Imron dengan santainya meneruskan pekerjaannya “Ayo dong, Non, Bapak juga seneng banget pelayanan Non jadi pengen lagi nih, boleh kan ?”

“Pak, saya peringatin yah, jangan udah dikasih hati minta jantung, atau saya laporin Bapak supaya dipecat !” gertak Joane yang darahnya sudah mendidih.
“Tapi Non seneng kan !” ledeknya “nih buktinya lendir siapa yah ini ?” sambil menunjukkan dua jarinya yang masih basah bekas mengelus-elus bibir kemaluan barusan.
“Emmmhhh…enaknya, manis kaya orangnya !” dengan gaya menjijikkan Imron menjilati menjilati jarinya yang berlumur cairan Joane itu.
Joane memandang jijik tingkah pria itu, lalu membalikkan badan dan keluar dari ruang itu dengan marah, tadinya dia sudah mau membanting pintu ruang itu, tapi karena di sekitar situ masih ada orang lain dia mengurungkan niatnya, tangannya terkepal keras menahan emosi sambil berjalan ke kelasnya. Dia tidak terlalu konsen mengikuti kuliah hari itu karena masih kesal memikirkan hal yang barusan, namun tak dapat disangkal kejadian di lift tadi sempat dia nikmati juga sehingga pikirannya kini agak melayang. Kuliahnya selesai jam setengah dua. Ketika berjalan di koridor hendak menuju ke lift, sekali lagi dia bertemu Imron yang berjalan dari arah berlawanan.
“Uh…maaf Non, maaf !” Imron pura-pura meminta maaf saat setelah dengan sengaja menyerempet Joane.

Selain menyerempet, ternyata Imron juga dengan cekatan menyelipkan kertas kecil yang berisi catatan ke tangan Joane.
‘Saya tunggu di toilet pria di ujung lantai ini, ada yang perlu kita bicarakan, sesudah ini saya nggak akan mengganggu Non lagi’ demikian tulisnya.
Joane mendengus kesal dan meremas-remas kertas itu lalu membuangnya. Dia memutuskan lebih baik menemuinya saja supaya bisa pria itu puas dan tidak mengganggunya lagi, paling-paling toh yang dimintanya hubungan badan lagi, berikan saja lah sekali lagi dengan syarat ini yang terakhir kalinya, pikirnya. Maka dia tidak jadi ke lift turun dan berbalik menuju toilet yang dimaksud. Letaknya di sudut lantai ini sehingga agak terasing dan jam-jam segini sudah tidak banyak yang lewat situ. Di depan pintunya sudah terpasang plang ‘MAAF SEDANG DIBERSIHKAN’ yang telah dipasang Imron. Dengan jantung berdebar-debar Joane membuka pintu itu, di dalamnya Imron telah menunggu sambil bersandar dari tembok.
“Aahh, Non dateng juga akhirnya yah !” dia menghampiri Joane yang langsung membuang muka darinya.
“Cepat Pak, saya mau pulang, ini yang terakhir kalinya yah, kalau sampai Bapak ganggu saya lagi, awas !” hardik Joane sambil menundingkan jari pada Imron “Asal tau aja, malam itu tuh Bapak cuma saya anggap mainan tau” katanya dengan pedas.

“Hehe, ini kan salah Non juga yang bikin Bapak ketagihan sama servisnya, pokoknya sekarang kalau Bapak minta Non harus siap yah !” kata Imron sambil cengegesan.
“Jangan ngelunjak yah, Pak, emang Bapak ini siapa hah, dasar gak tau diri !” Joane makin marah mendengar kata-kata Imron itu, didorongnya tubuh Imron yang baru mendekapnya.
“Saya punya ini Non, kalau Non ga nurut Bapak bakal orbitkan Non jadi bintang bokep di kampus ini !” kata Imron sambil mengeluarkan ponselnya, lalu dia menyetel video klip yang ternyata berisi rekaman selama tigapuluh detik yang menampilkan adegan Joane sedang mengemut penisnya.
Kaget bukan main gadis itu melihat dirinya ada dalam rekaman itu, dia tidak menyadari bahwa dirinya direkam dengan kameraphone ketika sedang oral seks malam itu tanpa diketahuinya. Dalam rekaman itu jelas sekali wajahnya yang horny sedang mengulum sebatang penis hitam, kalau saja adegan itu tersebar terbayang olehnya apa yang terjadi. Walau bukan gadis suci tapi ini menyangkut reputasi dan privacy, tentu ini sangat merisaukannya.
“Kurang ajar !!! kesiniiin !” Joane menjerit dan berusaha merebut benda itu dari tangan Imron.

Imron dengan gesit berkelit dan menepis tangan gadis itu, bahkan…plak ! plak ! dua kali tamparan dia daratkan di pipi gadis itu.
“Awww !!” jeritnya memegang pipinya yang nyeri kena tamparan.
Belum sempat mengangkat kepala, Imron sudah mencengkram lehernya dan memepetnya ke tembok.
“Heh, awas ya kalo teriak, habis lu !” ancamnya “mau rekaman ini nyebar yah !”
“Jangan…tolong, Bapak mau apa sebenernya ?” katanya gemetar.
“Dasar cewek nakal, pelacur kampus, sok jual mahal banget sih padahal udah kotor juga hah !” kata Imron dekat wajah gadis itu.
“Ampun Pak, saya-saya…” wajahnya mulai memelas karena takut
“Apa hah, saya-saya…heh tau gak yang jadi mainan itu bukan saya, tapi Non tau, mulai sekarang Non itu udah jadi budak seks saya ngerti !” sambil meremas keras payudara kanan gadis itu.
“Aduhhh…sakit…iya…iya…lepasin Pak, tolong !” rintihnya kesakitan.
“Baik sekarang denger, kalo Bapak lagi pengen ngentot Non harus apa ?” tanyanya dengan memelankan nada bicaranya dekat telinga Joane.
“Harus…harus…ngasih” jawabnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca.
“Nah, bagus kalo nggak gimana ?” tanyanya lagi

Joane menggeleng tidak tahu harus menjawab bagaimana, sebutir air mata menetes di wajahnya yang cantik.
“Hei…kalo ditanya jawab yah !” Imron mengeraskan lagi cengkeramannya pada payudara gadis malang itu.
“Ahhh…aduhh-duh…ga tau terserah Bapak aja !” rintihnya
“Hehehe…gitu dong baru anak baik, eh bukan, perek baik !” tawa Imron mengejek
Dilepaskannya cengkeraman pada leher Joane, tangannya merayap ke bawah menyelinap ke balik rok mininya lalu masuk lagi ke celana dalamnya.
“Gini enak kan Non ?” kata Imron meraba-raba kemaluan Joane.
“Enak ga !? Kok malah nangis sih !” Imron mulai kesal dengan sikap Joane yang tidak bergairah seperti malam itu.
Dengan kasar didorongnya tubuh gadis itu ke dekat wastafel hingga dia menjerit kecil. Imron meraih tubuhnya dan menarik pinggang rampingnya hingga menungging, tangan gadis itu bertumpu pada meja wastafel yang di depannya ada cermin besar itu. Tangan Imron bergerak cepat menyingkap rok itu dan memeloroti celana dalam pink yang dipakainya hingga selutut. Kini pantat Joane yang membulat padat itu terpampang jelas di hadapan Imron.

“Pantat yang bagus, bentuknya juga sempurna !” komentar Imron sambil menepuk-nepuk salah satu pantatnya.
Joane dapat melihat dengan jelas wajah menjijikan pria itu sedang mengagumi pantatnya melalu pantulan cermin di hadapannya, juga terlihat Imron dengan terburu-buru membuka celananya sendiri, mengeluarkan senjatanya yang siap ditembakkan
“Plak…” sebuah tamparan keras pada pantatnya membuatnya kaget dan menjerit.
Disusul sebuah benda tumpul memasuki vaginanya dari belakang, benda itu masuk dengan agak kasar lalu dihentakkan sehingga membuatnya tak bisa tak mengerang. Rasa nikmat sekonyong-konyong mulai menjalari tubuhnya. Tubuh Joane terguncang-guncang karena Imron begitu ganas menggenjotnya dari belakang. Joane sendiri terus terang juga merasakan nikmatnya, lebih dari malam itu, karena kali ini lebih kasar dan bernafsu. Tangan Imron menyusuk lewat bawah kaos hitamnya dan menyingkap sebuah cup branya, disana jari-jari kasar itu memilin-milin puting susunya. Dengus nafas Joane makin memburu, nampak dari wajahnya dia akan segera mencapai puncak. Tak lama kemudian, Joane merasa tubuhnya mengejang tanpa bisa ditahan lagi, cairan kewanitaannya meleleh membasahi daerah selangkangannya.

Pluk…Imron menarik lepas penisnya dari vagina Joane, lalu dijenggutnya rambut gadis itu sehingga membuatnya merintih. Joane disuruh berlutut dan mengulum penisnya yang sudah belepotan cairan vaginanya.
“Ayo Non, servis mulutnya, yang enak yah kaya waktu itu !” perintahnya
Joane yang berpikir biar cepat selesai mulai menjilati penis itu dengan sapuan lidahnya yang profesional. Kemudian setelah melakukan cleaning service, digenggamnya batang itu dan diarahkan ke mulutnya. Imron mengerang nikmat merasakan hisapan-hisapan Joane pada penisnya, gadis ini memang sungguh ahli menyenangkan pria, gelitikan lidahnya pada kepala penisnya yang bersunat membuatnya menceracau minta terus dan lebih. Sekitar tiga menitan saja Imron sudah mengeluarkan maninya di dalam mulut Joane.
“Sedot…iyah gitu…ohhh !” lenguhnya sambil meremas rambut gadis itu.
Seperti malam itu, Joane kembali mempertunjukkan keahliannya mengisap penis yang klimaks, nampak dia berkonsentrasi menelan setiap tetes sperma yang keluar agar tidak tersedak atau meluber keluar mulut. Imron memejamkan mata meresapi klimaksnya, hisapan Joane serasa mengirimnya ke sorga. Joane pun akhirnya mengeluarkan batang itu dari mulutnya setelah tidak ada lagi cairan yang keluar. Dia sedikit terbatuk begitu melepas benda itu dari mulutnya.

Setelah gelombang orgasme reda, Imron menaikkan lagi celana panjangnya. Menyangka telah selesai, Joane juga ikut berdiri dan menaikkan kembali celana dalamnya yang nyangkut di lutut.
“Hei-hei, siapa yang suruh beres-beres !” sahut Imron
“Lho, udah dong Pak hari ini, kan udah keluar !” protes Joane dengan wajah cemberut.
‘Plak !’ kembali telapak tangan Imron mendarat di pipinya “Masih berani protes ?!”
“Saya mau keluar dulu sebentar, Non tunggu disini aja, awas ya kabur !” ancamnya “Aahh…saya tau supaya mastiin Non ga kabur !” seringai licik terkembang di wajahnya sambil berjalan mendekati Joane yang memegangi pipinya yang terasa panas.
Dengan setengah paksa Imron mempreteli pakaian Joane satu-persatu hingga di badannya hanya tersisa sepatu hak, arloji, dan gelang kakinya saja. Kemudian Imron meninggalkannya di ruang itu dengan membawa serta pakaian dan tas gadis itu.
“Tunggu yah, kecuali kalau emang Non berani keluar dengan kondisi gitu hehehe !” pesan Imron sebelum keluar.

Tidak ada jalan keluar, Joane menjatuhkan dirinya terduduk di lantai di ujung toilet itu, kedua telapak tangannya menutupi wajah dan menangis terisak-isak. Tidak pernah disangkanya kalau keisengannya malam itu menjerumuskannya sedalam ini, dulu waktu di masih SMA memang dia pernah melakukan hal serupa dengan satpam sekolahnya, tapi si satpam itu tidak punya cameraphone yang bisa digunakan untuk memerasnya. Dia lalu mengangkat wajah melihat sekeliling, toilet itu memang bersih, lantai dan dindingnya berlapis marmer dan klosetnya juga masih bagus karena memang ruang ini baru saja direnovasi dua bulan yang lalu. Dia berdiri dan melihat ke cermin bayangan dirinya tanpa busana. Diperhatikannya payudara kanannya nampak agak merah, masih terasa sakit dan nyut-nyutan akibat remasan brutal Imron tadi. Dibukanya kran air untuk mengambil air membersihkan vaginanya yang lengket sisa persetubuhan juga untuk berkumur menghilangkan aroma sperma yang masih terasa di mulutnya. Kemudian dia duduk meringkuk di tempat tadi memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya angin dari ventilasi menerpa tubuh polosnya. Benar-benar bingung memikirkan apa yang harus dilakukan saat itu, di ruang itu tidak ada satupun benda yang bisa dipakai menutupi tubuhnya, tidak mungkin dia bisa kabur dengan keadaan polos begitu, dia hanya berharap Imron secepatnya kembali dan melepaskannya.

Tiba-tiba pintu terbuka dan Imron masuk sambil senyum-senyum.
“Mana barang-barang saya Pak, kapan saya boleh pulang ?” tanya Joane melihat Imron tidak membawa baju yang tadi disitanya.
“Tenang, sabar aja Non, ntar juga Bapak kembaliin kok” kata Imron sambil menyingkirkan tangan Joane yang menyilang menutupi dadanya “maaf yah nunggu lama, Non pasti kedinginan yah”
Imron mendekap tubuh Joane dari belakangnya, tangannya memijat-mijat payudaranya dan tangannya yang lain turun ke bawah mengelusi kemaluannya. Joane merasa pelukan Imron ditambah sentuhan-sentuhan erotisnya menghangatkan tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman, Imron juga menjulurkan lidahnya menjilat daun telinganya sehingga nafsu gadis itu mulai naik lagi
“Udah hangat kan Non, enak ?” tanya Imron dekat telinganya yang dijawab gadis itu dengan mengangguk “Kalau mau lebih hangat Bapak juga udah siapin kok Non, Oiii…masuk !!”
Seruan itu membuat Joane yang sudah terbuai hingga matanya terpejam terkejut dan membelalakan matanya karena pintu terbuka lagi dan masuklah beberapa orang pria, yang satu berpakaian satpam dan empat lainnya berpakaian lusuh dan salah satunya bertopi pet.

Yang berpakaian satpam itu tidak lain adalah si satpam kampus yang pernah ikut memperkosa Ivana bersama Imron (eps. 6), sedangkan empat lainnya adalah tukang-tukang becak yang biasa mangkal di sekitar kampus. Rupanya barusan Imron keluar untuk mengajak si satpam berbagi kenikmatan, dan kebetulan saat itu dia sedang main catur dan ngobrol-ngobrol dengan tukang becak yang sedang mangkal, maka sekalian juga dia ajak mereka sekalian memberi hukuman pada Joane karena lancang mengatakannya hanya sekedar mainan, ajakan itu langsung disambut antusias oleh mereka. Mata mereka semua seperti mau copot melihat keindahan tubuh Joane.
“Wah-wah Ron lu emang pinter milih barang, gua bisa awet muda kalau lu kasih ginian terus” kata Pak Kahar.
“Uhuy, mimpi apa gua semalem bisa dapet yang bagus gini !”
“Gile tuh cewek, cakep banget, mana bodynya seksi gitu, liat tuh jembutnya lebat gitu !”
“Akhirnya gua bisa juga dapet kesempatan ngentot anak kuliahan nih !”
Mereka begitu kegirangan dan berkomentar macam-macam mendapat kesempatan langka seperti itu. Joane jadi panik dan tegang membayangkan dirinya akan segera menjadi bulan-bulanan orang-orang kasar seperti mereka, dia meronta berusaha melepaskan diri tapi dekapan Imron terlalu kuat mengunci dirinya.

“Pak, apa-apaan ini, lepaskan saya, tolong !” ucapnya panik sambil meronta.
“Hehehe, soalnya saya kasian Non tadi kedinginan, makannya saya bawain mereka buat ngehangatin Non, sekalian supaya Non tau kalau lain kali berani macem-macem gini hukumannya !” kata Imron dekat telinganya.
“Jangan…jangan, lepasin saya Pak !” suara Joane makin bergetar melihat kelima pria itu makin mendekati dan mengerubunginya, beberapa diantaranya mulai melepas bajunya.
Imron mengangkat kedua tangan Joane ke atas dan memegangi kedua pergelangan tangannya, dengan begitu dadanya kelihatan makin membusung.
“Toked yang montok, gua suka yang gini, udah padat empuk lagi !” sahut Pak Kahar sambil meremas payudaranya.
Salah seorang tukang becak yang giginya tonggos meraih payudara sebelahnya dan menghisapinya, si tonggos itu dengan gemas menyentil-nyentilkan lidahnya pada puting Joane sambil sesekali digigit dengan giginya yang nongol itu. Enam pasang tangan-tangan kasar itu mulai menggerayangi tubuh mulus gadis itu, belaian dan remasan dirasakan terutama di dada, paha, dan pantatnya, ada yang memasukkan jari dan mengorek-ngorek vaginanya, ada yang berjongkok sedang menjilati pahanya, Imron sendiri dari belakangnya sedang mengerjai daerah leher dan telinga, rambutnya yang pendek memudahkan Imron menjilati dan mencupang leher jenjangnya, sapuan lidah Imron pada telinganya sungguh menggoda libidonya.

Joane memang sempat ketakutan, namun kini dia mulai terangsang karena daerah-daerah sensitifnya tidak ada yang luput dari jamahan mereka. Bibirnya mulai terbuka dan membalas lumatan bibir Pak Kahar, lidahnya beradu saling beradu dengan panas dengan si satpam itu. Imron sudah melepaskan pergelangan tangannya setelah yakin gadis ini sudah takluk dan tidak berontak lagi. Tangan gadis itu kini sedang memijati penis salah satu tukang becak yang bertubuh gempal. Selesai berciuman dengan Pak Kahar, tukang becak tonggos di sebelahnya menarik wajahnya dan langsung melumat bibirnya sebelum dia sempat mengambil udara segar. Tiba-tiba dia merasakan ada basah dan geli di vaginanya, rupanya di bawah sana ada seorang tukang becak sedang berjongkok dan menjilati vaginanya. Dia menaikkan pahanya ke pundak tukang becak berumur 40-an itu sehingga pria itu lebih leluasa menyedot vaginanya.
“Oohhh…!” desahan menggoda terdengar dari mulutnya, matanya terpejam menikmati setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya.
Gangbang, memang bukan pertama kalinya bagi Joane karena dia pernah merasakannya di pesta-pesta pribadi dengan temannya, namun baru kali ini dia melakukannya dengan orang-orang kasar dan kelas bawah seperti mereka. Tidak seperti teman-temannya yang biasa bermain lembut, gaya para tukang becak ini sangat primitif, mereka seperti binatang lapar yang baru mendapat makanan lezat sehingga mainnya lumayan kasar, ,misalnya seorang tukang becak yang mengenyot kuat-kuat dan menggigit putingnya sehingga membuatnya meringis dan meninggalkan bekas gigitan di kulit putih itu.

Pak Kahar menarik pinggang Joane dari belakang hingga menungging lalu mulai menjejali penisnya ke vaginanya. Disaat yang sama, tukang becak yang bertubuh gempal itu menyuruhnya mengoral penisnya. Kini posisi Joane sedang disodok dari belakang sambil menunduk sembilan puluh derajat dan mengulum penis si tukang becak gempal di depannya, dia memakai tangannya melingkari pinggang lebar pria itu untuk menyangga tubuhnya.
“Wah, liat nih susu gantung oi, pengen minum dari susu gantung ah !” sahut seorang tukang becak kerempeng berkumis tipis seraya meraih buah dada Joane yang bergelayutan lalu mengisapnya dengan gemas, persis seperti anak sapi menyusu dari induknya.
Setelah sekitar sepuluh menit menyetubuhi Joane, Pak Kahar merasa sudah mau keluar. Dia makin ganas menyodok-nyodokkan penisnya hingga tubuh Joane makin terguncang, badannya lalu menegang dan sambil mengerang nikmat, dia berejakulasi di rahim Joane.
“Uuhh…asli uenak, jaminan mutu !” kata Pak Kahar terengah-engah “ayo, siapa nih sekarang !” dia mencabut penisnya dan memberi giliran pada teman-temannya.
Sebelum didului yang lain, tukang becak gemuk yang dioral Joane segera melepaskan penisnya dari mulut gadis itu lalu mengangkat dan mendudukkannya di meja wastafel marmer itu.

“Aahh…!” erang Joane saat si gemuk itu menanamkan penisnya yang tidak terlalu besar namun diameternya lebar.
Si tukang becak itu mulai mengocok vagina Joane sambil berdiri. Gadis itu merem-melek merasakan tusukan-tusukan keras pada vaginanya serta tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya. Akhirnya dia tidak tahan lagi, tubuhnya mengejang menandakan klimaks sambil mengeluarkan desahan panjang. Si tukang becak gemuk juga menyusul tak lama kemudian, pria itu menggeram dan menekan penisnya lebih dalam ke vagina Joane, spermanya menyembur di dalam sampai meluap keluar membasahi tepi meja wastafel yang diduduki gadis itu. Ketika sedang menikmati orgasmenya, tiba-tiba seseorang maju mengambil giliran berikutnya, orang itu adalah si tukang becak tonggos, dia sudah nafsu sekali karena mendengar desahan gadis itu dan menonton goyangannya.
“Turunin aja ke lantai Mat, biar bisa bareng-bareng makenya !” sahut salah seorang dari mereka.
Si tonggos yang mereka panggil Mat itu pun lalu selonjoran di lantai, diaturnya tubuh Joane yang masih agak lemas menduduki penisnya. Dia memegang batang penisnya agar terarah ke liang vagina Joane dan dia bimbing gadis itu menurunkan tubuhnya hingga penisnya amblas dalam vaginanya.

“Ah, enak Non, hangat dan seret biar udah ga perawan” katanya menikmati penisnya tertelan vagina Joane.
Si tonggos itu memulai dulu dengan menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga Joane tidak tidak bisa tak mendesah.
“Ayo Non, ngebornya dong !” perintahnya.
Joane mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas penis si tonggos, sesekali dia melakukan gerakan memutar sehingga batangan itu mengaduk vaginanya, payudaranya juga ikut bergoyang-goyang seirama goyangannya. Pria lainnya juga berdiri mengelilingi dirinya, ukuran penis mereka yang besar-besar dan hitam itu sempat membuatnya terpana. Penis-penis itu mengacung padanya menanti dikocok, dielus dan dioral. Walaupun situasinya tidak menguntungkan tapi terus terang dia juga merasakan sensasi yang lain dari biasanya, disini dia bisa mengekspresikan hasrat terliar dalam dirinya. Tanpa malu-malu lagi, dia menggenggam penis salah seorang tukang becak berumur tigapuluhan yang cukup panjang, dijilatinya penis itu pada kepalanya sehingga pemiliknya blingsatan, tangan satunya juga meraih penis lain dan mengocoknya perlahan
“Wahh…gila jilatannya kaya surga !” komentar pria yang sedang dijilati kepala penisnya itu.
“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, hoki banget bisa main sama anak kuliahan nih” timpal yang satunya yang kerempeng dan berusia setengah baya itu.

Selama lima menitan dia melayani penis-penis yang ditodongkan padanya secara bergantian dengan mulut dan tangannya, dua orang diantaranya memuntahkan isi senjatanya karena sudah tidak tahan, yang satu muncrat di dalam mulutnya namun meluber keluar karena sempat tersedak, orang yang lainnya menyemprot dalam kocokan tangannya sehingga cairan itu membasahi pipi kanan dan lehernya.
“Oi-oi gua bosen ngerasain tangannya aja, tuh kan lubang satunya masih nganggur, permisi dong !” sahut si tukang becak yang bertopi pet.
Kemudian dia meminta Joane berhenti sejenak dan dinaikkannya sedikit pantatnya agar bisa menyerang secara anal.
“Pelan-pelan Pak, saya takut !” kata Joane yang agak tegang waktu pria itu akan menganalnya.
“Sabar Non, tahan dikit, ntar kesananya enak kok !” kata pria itu sambil menekan penisnya ke anus Joane.
Rintihan terdengar dari mulutnya saat proses penetrasi, akhirnya masuk juga berkat bantuan cairan kewanitaan dan ludahnya. Kedua pria itu mulai menggenjotnya lagi, desahan Joane makin menjadi karena dua lubangnya digarap dalam waktu bersamaan. Dari bawahnya si tonggos juga mempermainkan payudaranya sambil menikmati enaknya pijatan vaginanya.

Tiba-tiba seseorang menjambak rambutnya dan dengan setengah paksa menjejali mulutnya dengan penis, Joane menggerakkan bola matanya ke atas dan melihat orang itu adalah Imron.
“Hehehe…asyik kan Non main keroyokan kaya gini !” ejeknya sambil menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut gadis itu.
Tubuh Joane makin basah bukan hanya karena keringatnya sendiri tapi juga keringat para pria yang menggumulinya ditambah ludah dan sperma.
“Eemmhh…mmm…nggg !” suara erangan Joane tertahan oleh penis Imron sementara tubuhnya menggeliat-geliat merasakan sodokan-sodokan kedua penis pada dua lubang bawahnya.
Si tonggos makin ganas meremasi payudaranya karena sudah diambang klimaks.
“Uhh…uuhh…!” desahnya merasakan penisnya makin berdenyut-denyut di antara jepitan vagina Joane “Uaahh…asiikk !” desahnya lebih panjang sambil menyentakkan pinggulnya ke atas dan menyemburkan spermanya dalam rahim gadis itu.
Si tonggos mencabut penisnya dan menyusup keluar lewat bawah. Di selangkangan Joane nampak berlelehan cairan putih susu yang sudah memenuhi vaginanya. Sementara si tukang becak bertopi juga menyusul tiga menit kemudian, sempitnya dubur Joane yang jarang dipakai anal mempercepat klimaksnya. Pria itu mencabut penisnya dan menyemprotkan isinya membasahi pantat gadis itu.

Demikian selanjutnya keenam pria itu bergiliran menggarap Joane selama lebih dari sejam. Mereka berpesta-pora dengan tubuh mulus gadis itu yang mereka anggap ‘berkah’ yang tidak mudah didapat, sehingga harus dinikmati sepuas-puasnya. Joane sendiri dengan pasrah melayani nafsu bejat mereka, bahkan bisa dibilang menikmatinya, berkali-kali pula gelombang orgasme melandanya. Ketika dia sudah hampir pingsan kelelahan, Imron mengambil ember berisi air dari salah satu toilet disitu dan menyiramkan padanya. Air dingin itulah yang memberinya sedikit kesegaran dan mengembalikan kesadarannya sekaligus membersihkan tubuhnya yang sudah lengket-lengket. Mereka kembali menggarapnya selama beberapa saat ke depan lagi, setelah semuanya kenyang dengan santapan birahi, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkannya terbaring bugil dengan tubuh basah kuyup di lantai marmer. Imron kembali tak lama kemudian membawa pakaian dan barang-barangnya. Dia lemparkan selembar handuk lusuh padanya.
“Nih, lap badan sana, pulang istirahat, lain kali kalo diajak nurut yah kalau ga mau dikerjain rame-rame kaya tadi hehehe !” kata Imron sambil tertawa sinis “Jangan lupa matiin lampu yah kalau mau pergi, Bapak pergi dulu mau beresin kerjaan di bawah !” ingatnya sebelum keluar dari ruang itu.
Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Joane berusaha bangkit walau rasa perih dan pegal masih mendera tubuhnya. Dia lalu membersihkan noda-noda sperma yang menyiprat di tubuhnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang diberikan Imron.

Setelah membenahi diri dan mengenakan kembali pakaiannya, diapun bergegas keluar dari tempat itu. Hari sudah sore saat itu dan jam sudah menunjukkan jam lima kurang duapuluh menit. Dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi itu menuju ke lift. ‘Ting !’ lift tiba dan membuka pintunya, ternyata di dalamnya sudah ada dua orang, satu berpakaian satpam dan satunya berpakaian tidak terlalu rapi dengan handuk kecil tergantung di lehernya.
“Ah, kita belum terlambat ternyata, ini kan orangnya Cep ?” tanya pria yang lehernya berhanduk itu pada satpam bernama Encep itu.
“Iya, iya pasti ga salah lagi kata si Kahar juga rambut pendek, ga terlalu tinggi” jawabnya pada temannya.
Sebelum menyadarinya, tiba-tiba mereka menarik paksa gadis itu ke dalam lift, setelah pintu lift menutup si satpam memencet tombol stop hingga lift itu berhenti. Di dalam lift, Joane kembali ditelanjangi dan dipaksa melayani nafsu bejat kedua orang yang adalah satpam yang menggantikan Pak Kahar berjaga selama mengerjainya tadi, sedangkan satunya adalah tukang becak yang disuruh menjaga becak rekan-rekannya yang baru selesai berpesta. Joane sudah terlalu lelah untuk melawan, dia terpaksa pasrah saja melayani mereka dan memberikan pelayanannya yang terbaik agar mereka cepat puas dan dirinya segera bebas.

Hari itu Joane diperkosa total oleh delapan orang, satu pengalaman tergila sepanjang kehidupan seksnya. Sampai di rumah dia langsung merendam tubuhnya di bathtub, kepenatan tubuhnya berangsur-angsur reda, air hangat memberi kenyamanan baginya setelah seharian penuh digilir oleh delapan pria secara brutal. Sebutir air mata menetes dari pinggir matanya yang indah sebagai ekspresi dari perasaan campur aduk yang dialaminya. Siang tadi barulah awal petualangannya menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat yang masih akan berlanjut, nampaknya dia harus membiasakan diri menikmati kehidupan barunya itu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd