Sewaktu Fathar menelepon Leman, kata Leman pada Fathar juga demikian. Besok pagi Bu Diah baru dijemput oleh anak dari kakaknya.
"Nginep saja, Thar... nanti habis berapa biaya hotelnya, nggak usah malu-malu ngomong saja..." kata Leman.
Fathar mengantar Bu Diah ke sebuah losmen. Fathar masuk terlebih dahulu ke losmen itu untuk memesan kamar. Setelah Fathar mendapat kamar, Fathar kemudian baru membawa Bu Diah ke kamar.
Bu Diah tidak mempersoalkan ia tidur sekamar dengan Fathar. Bu Diah sudah sangat bersyukur jika ia bisa sampai ke Semarang dengan selamat dan besok ia akan bertemu dengan kakaknya yang sudah 3 tahun tidak bertemu.
"Ibu gak mau mandi dulu sebelum tidur...?" tanya Fathar melepaskan kaos dan celana panjang jeansnya.
"Dingin, Nak Fathar." jawab Bu Diah.
"Kalau gitu Ibu tidur duluan saja kalau sudah ngantuk," kata Fathar. "Aku mau mandi."
Bu Diah pun berbaring di kasur masih memakai jilbab dan gamis, tetapi sudah tidak memakai celana panjang dan kaos kaki. Celana panjang dan kaos kaki Bu Diah sudah dilepas tadi sewaktu kakinya dipijit Fathar dan Bu Diah tidak memakai kembali celana panjang dan kaos kakinya.
Selesai Fathar mandi, dengan handuk membalut di pinggangnya, Fathar datang ke tempat tidur mencium kaki Bu Diah.
"He.. he.. Nak Fathar..." kata Bu Diah tertawa kikuk.
Fathar memanjat tempat tidur memeluk Bu Diah dari belakang yang berbaring miring. "Apa bisa kita mulai sekarang, Bu...?" tanya Fathar.
"Jangan Nak Fathar, Ibu bukan lawanmu, Ibu sudah tua..."
"Sepanjang perjalanan tadi aku membayangkan Ibu, sampai disini Ibu nolak aku, aku kecewa berat, Bu..." jawab Fathar melepaskan handuknya.
Lalu Fathar menarik tangan Bu Diah ke batang kemaluannya. Ternyata Bu Diah mau memegang batang kemaluan Fathar.
"Mau ya, Bu..." kata Fathar menggenggam tetek Bu Diah dari luar gamis Bu Diah. "Mmmhh.... besar banget, Bu Diah..."
"Hee... he..."
"Bagaimana, Bu Diah...? BISA...?"
Lama dirayu, benteng pertahanan Bu Diah pun runtuh. Bu Diah merubah posisi berbaringnya dari miring menjadi terlentang, lalu membiarkan Fathar menaiki tubuhnya, menyingkapkan gamisnya dan mengarahkan kontol tegangnya ke selangkangannya yang siap pakai.
Sebentar saja kontol Fathar sudah terjepit di bibir memek Bu Diah. Fathar kemudian mulai secepatnya menarik dan mendorong penisnya keluar-masuk di lubang memek Bu Diah yang seret.
Kocokan demi kocokan dilakukan kontol Fathar terhadap lubang memek lawan jenisnya itu. Bu Diah hanya bisa berbaring pasrah merasakan lubang memeknya dijorok-jorok oleh kontol lain, kontol seorang anak muda yang berumur 35 tahun.
Bangga juga Bu Diah di usianya yang sudah setengah abad ini masih ada juga laki-laki muda yang mencintainya. Sedangkan penghormatan Fathar pada Bu Diah sudah tidak ada lagi diganti dengan napsu.
Fathar terus menggenjot lubang memek Bu Diah. Fathar tidak tau berapa lama ia menyetubuhi Bu Diah, air mani Fatharpun muncrat di dalam liang sanggama Bu Diah.
Fathar mencabut kontolnya, Bu Diah bangun pergi ke kamar mandi. Kembali ke tempat tidur, Bu Diah seperti sapi yang digiring ke pejagalan.
Tubuh Bu Diah yang sehari-hari tertutup rapat, kini telanjang bulat di depan Fathar. Fathar melepaskan pakaian Bu Diah.