Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pacar Ukhti Berkerudung Syar'i - CHAPTER 1 (No Sara)

Status
Please reply by conversation.

Faylyne445

Suka Semprot
Daftar
9 Apr 2018
Post
12
Like diterima
120
Bimabet
Pacar Ukhti Berkerudung Syar'i - CHAPTER 1
"Manusia Sampah"



“Laki laki yang baik tidak lain adalah untuk perempuan yang baik dan sebaliknya, laki laki yang buruk adalah untuk perempuan yang buruk”

-

Dari kecil aku selalu percaya akan kalimat itu. Itu selalu menjadi patokanku dalam mencari perempuan yang sesuai dengan sifat yang aku miliki. “Kalau aku baik, nanti aku dapet perempuan yang baik. Kalo aku buruk, nanti aku dapat perempuan yang buruk juga kali ya”, pikirku dalam menjabarkan kalimat diatas yang selalu aku dengar tak henti hentinya dari ibuku.

Namaku Gilang. Setidaknya Begitulah kerabat serta orang-orang disekitarku memanggilku. Umurku dua puluh tujuh tahun dan aku saat ini bekerja untuk salah satu perusahaan terbesar di kotaku. Gajiku sangat cukup untuk menghidupiku dan perlahan lahan, sebagian aku tabung untuk modal nikah nanti. Tentu saja aku ingin sekali menikah. Dengan usiaku yang sudah cukup dan kebutuhkan ekonomi yang sudah memungkinkan, aku ingin sekali segera menikah. Aku sudah bosan kalau harus terus terusan coli sambil membayangkan orang lain mengulum kontolku. “Aku pingin yang beneran, bukan imajinasi lagi”, gumamku.

Awalnya memang seperti itu,

Sampai pada waktu dimana aku mengencani Isma, putri tertua dari seorang pemilik pesantren kecil di desanya. Isma masih sangat muda, umurnya baru saja mencapai dua puluh satu tahun dan dia masih menempuh pendidikan di universitas yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya. Isma adalah pribadi yang sangat tertutup dari berbagai aspek, entah itu busana, maupun sifat. Sehari hari, dia selalu menggunakan pakaian yang sesuai dengan aturan islam (Syar’i). Kepalanya ditutupi dengan kerudung segi empat panjang dan lebar sampai ke perut yang menutupi setengah bagian dari badanya. Bajunya pun panjang dan tidak ketat, benar benar tidak menunjukan lekukan badanya sama sekali.


Kulitnya putih, ditambah dengan parasnya cantik dan manis membuat semua orang betah didekatnya. Bentuk badanya pun cukup ideal. Tubuhnya tergolong dalam kategori slim dengan berat badan 51kg dan tinggi badan 159cm. Sesekali aku melihat bagian dadanya menonjol dari balik kerudung lebarnya itu. Sama sekali tidak besar. Dia tergolong memiliki dada yang kecil (tocil), namun ukuranya sangat pas dengan genggaman tangan pria dewasa. Meskipun sebelumnya aku belum melihat secara langsung, namun aku yakin bagian ketiak dan bawahnya pun masih mulus tanpa rambut karena Isma merupakan pribadi yang sering membersihkan badanya.

Sifatnya sangat ramah dan Isma mudah sekali tersenyum. Itu yang menjadikanya mudah mendapatkan segalanya. Selain sedang menempuh pendidikan di universitas, karena keramahanya saat ini Isma juga dijadikan guru (ustadzah) mengaji di pesantren milik ayahnya. Sudah sekitar tiga tahun Isma mengajar di pesantren itu dan penghasilan serta pencapaianya cukup baik.

“Gimana sih? Katanya Syar’i. Ustadzah kok pacaran?”, itulah yang biasa kami dengar dari mulut orang orang yang sering kali menegur kami ketika kami sedang berduaan. Aku rasa aku juga memiliki tanggung jawab penuh dalam menjelaskan perkara ini.

Aku bertemu Isma pertama kali di Bank ketika dia akan melakukan pembayaran kuliahnya dan aku ingin memasukan dana ke rekeningku. Singkat cerita saat dia menghitung uang, ternyata jumlahnya kurang untuk meunasi tagihan kampusnya itu. Melihat dia yang nampak panik itu, aku meminjamkan uang yang akan aku tabung itu kepadanya, toh ingin aku tabung juga karena tidak begitu terpakai, jadi lebih baik aku kasih pinjam saja ke Isma waktu itu. Dari situ kami mulai dekat dan bertukar nomor WhatsApp untuk tetap keep in contact karena saat itu, Isma belum bisa mengembalikan uang yang ia pinjam dariku walaupun aku sudah bilang “Udah gapapa, ambil aja”.

Lambat laun, kami saling menumbuhkan perasaan dan akupun sudah merasa cukup dan pantas untuk menikahi Isma. Namun pada saat itu, kami masih malu untuk bertemu satu sama lain. Jangankan berhubungan sex, sekedar bersentuhan kulitpun dia tidak mau. Jadi mau tidak mau, sehari hari harus kita habiskan dengan video call atau hanya sekedar telfon biasa untuk memastikan keadaan satu sama lain.

Rencananya, tahun ini kami akan menikah. Aku dan Isma sudah berkomitmen untuk menjalin hubungan sehidup semati dalam ikatan rumah tangga yang nanti akan kita rasakan. Tapi apa daya manusia hanya bisa berencana, tapi tuhan yang menentukan. Tiga hari setelah aku datang ke rumah Isma dan melamarnya, kasus Corona tiba tiba booming dan peraturan untuk tidak mengadakan pesta atau perkumpulan seperti itupun dikeluarkan.

Awalnya kami memang mau tetap menikah, dengan catatan hanya keluarga saja yang datang, namun pamanku yang merupakan seorang polisi berkata sebaiknya jangan. Jadi kami batalkan acara pernikahan tahun ini dan diundur sampai tahun depan, atau secepatnya seteah pandemik ini berakhir atau mereda.

Kamipun kembali kepada kesibukan masing masing. Aku kembali bekerja, sedangkan Isma kembali belajar di kampusnya dan bekerja sebagai ustadzah di pesantren milik ayahnya.

Batal menikah sejujurnya membuatku agak sedikit stress. Aku yang sudah membayangkan akan merasakan lubang surga milik Isma pada malam pertama kami menikah harus kecewa karena kondisi yang tidak memungkinkan kami untuk menggelar acara pernikahan. Karena stress, sehabis pulang kerja, aku jadi sering onani sambil membayangkan pejuhku tumpah di wajah dan kerudung syar’i miliknya itu.

Seperti yang sedang kulakukan saat ini,

.

.

.

.

Tengah malam, dikamarku yang terkunci dengan rapat. Untuk yang kesekian kalinya, aku onani menggunakan foto miliknya yang tersimpan di gallery hpku.

“Ngghh...Ahhh, Ismaa...”, kataku sambil terus mengocok batang kontolku yang sudah mengeras dari lima menit yang lalu, membayangkan sedang menggenjot Isma dari belakang. Tak lama kemudian, akupun mencapai klimaks ku dan memuncratkan air mani dalam jumlah yang banya ke kain yang sudah aku siapkan di tangan kananku untuk menutup kontolku agar muncratnya ai maniku ini tidak kemana mana. “Ahh... Coba aja kalo di muka dia”, gumamku dalam hati.

Akupun terdiam sejenak, menghela nafas dan mengatur detak jantungku agar normal kembali. Sembari istirahat, aku memikirkan apakah Isma juga sebenarnya sering masturbasi ya memikirkan aku? Apakah sifat agamisnya itu cuma merupakan topeng belaka karena dia sudah terlanjur dipandang sebagai Ustadzah anak dari pemilik pesantren di desanya itu? “Sange gak ya dia sekarang?”, pikirku.

“Ahhh engga engga, gamungkin lah haha. Yakali dia kayak gitu sifatnya. Dia kan masih suci. Lagipula mana ada waktu juga sih dia buat mikirin gituan, orang sehari harinya dia baca qur’an atau gak sibuk belajar. Parah banget sih aku sampemikirin dia kayak gitu haha”, ucapku kepada diriku sendiri di cermin.

“Gilang, kamu ngomong sama siapa?!”, teriak ibuku yang terdengar dari lantai bawah rumahku.

“Eh...Engga bun, ini lagi nelfon”, jawabku.

Ahhh sial sekali aku. Batal menikah, dan sekarang harus terus menerus bermain dengan tangan kiriku lagi. Ditambah besok aku harus kembali menjalani rutinitas yang membuatku jenuh itu. Bekerja, mengantar Isma ke pesantren untuk mengajar, pulang, onani. Setiap hari seperti itu.

Memikirkanya saja membuatku lelah. Selesai dari kursiku, aku pun kembali memakai celanaku dan langsung tidur di kasurku.

-

Esok hari tiba,

Seperti biasa, aku menjalani rutinitas pagiku dengan bangun tidur dan mandi. Tentu saja onani tak terlewatkan. Setelah selesai sarapan, akupun bersiap untuk berangkat bekerja, namun sebelum itu, aku sempat mendapatkan pesan WhatsApp dari Isma.

“Bi (karena panggilan sayangku Abi dari dia), Sore aku nggak ngajar, soalnya gantian papah katanya yang mau ngajar. Mamah juga lagi di rumah nenek, jadi Isma sendiri. Temenin di rumah ya, bantu ngurus kucing”, tulisnya.

Aku pribadi juga sudah sering ke rumah dia, namun pada saat orang tuanya ada di rumah, tidak seperti nanti sore, kosong katanya. “Kesempatan?”, ujarku dalam hati. Merasakan peluang yang sangat besar untuk berzinah denganya, akupun dengan semangat membalas pesanya “OKE! NTAR SECEPATNYA DATANG!”, sampai lupa kalau capslock hpku terus on. Dengan kondisi hati yang membara, aku menjalani pekerjaanku di kantor dengan rasa semangat dan bahagia yang menjadi satu. “Akhirnya kesempatan ini dateng juga”, gumamku sambil mengerjakan pekerjaanku.

“Wih, hari ini produktif banget tumben lang”, ujar Budi, teman kantorku.

“Iye nih bud, gue lagi semangat banget nih hari ini”, jawabku.

“mantab”, sambungnya.

Jika pekerjaan diiringi dengan rasa semangat, waktupun menjadi tak terasa. “Gila dah sore aja”, kataku sambil melihat ke jendela kantor. Jam empat, tanda waktu bekerja sudah berakhir. Sesegera mungkin aku mengemasi barang barangku dan langsung tancap gas menuju rumah Isma. Sesampainya didepan rumahnya, aku mengetuk pintu dan Isma membukakan pintunya lalu mempersilahkan aku masuk.



Ahh, bahkan di rumah pun dia masih tetap menggunakan pakaian syar’i nya itu ya, salut aku. Akupun duduk di ruang tamu sambil terus menahan agar adik kecil di celanaku ini tidak terus terusan berdiri tegak. “Mau minum apa bi?”, tanyanya dari arah dapur. “Apa aja dek (Panggilan sayangku ke dia Cuma Adek), air putih dingin juga gapapa”, jawabku. Beberapa menit kemudian, isya datang dengan membawakan air putih yang aku minta.

Kami berdua pun duduk di ruang tengah sambil berbincang bincang ringan.

“Tumben bapak yang ngajar di pesantren dek? Kamu kenapa emangnya?”, tanyaku membuka obrolan.

“Gatau nih bi, adek dari kemaren kemaren stress terus nih”, jawabnya sambil membasuh muka dengan tangan kosongnya.

“Hah? Apa jangan jangan kondisi dia sama kayak aku ya? Gara gara batal nikah, dia jadi gampang stress? Apa iya pikiranku semalem bener? Gara gara itu dia berubah jadi sangean gitu? Apa sekarang dia manggil aku kesini pas rumah kosong juag karena lagi sange ya? Pasti sih, gamungkin yang lain. Pasti pingin banget ngewe nih anak”, gumamku dalam hati.

”W..Waah, stress kenapa? Cerita sama abi”, tanyaku.

“Jadi kan sebenernya karena Isma dulu per-“

Ucapan Isma seketika langsung aku potong. “Karena batal nikah kan?”, potongku.

Isma nampak kaget dan kebingungan. Dia terdiam sejenak sambil menatapku dengan wajah kebingungan “Abi? Engga bukan karena itu kok...”, ujarnya.

“Alah gausah bohong, Kamu stress juga kan gara gara batal nikah? Terus kamu jadi sangean terus setiap malem colmek sambil bayangin aku kan? Ngaku ajalah dek”, bentak ku.

“Astagfirullah abi ngomong apa kamu ?! Istighfar Abi, kotor banget bahasanya. Kamu kenapa?! Colmek colmek gitu apa maksud kamu bilang gitu?!”, sambung Isma dengan nada marah.

“Alah munafik aja bisanya kamu, sok suci, sok syar’i, sangean kan sebenernya kamu? Makanya kamu nyuruh aku kesini pas sepi, karena pingin ngewe kan kamu?!”, bentakku balik sambil berdiri.

Isma kemudian menutup mulutnya. Air matanya berlinang keluar dengan deras. “Astagfirullah Abi... Kok kamu kayak gitu... Isma udah lupain tentang batalnya pernikahan kita dari lama,... Isma juga nyuruh abi kesini karena butuh bantuan ngurus kucing, kandangnya rusak, butuh tenaga cowok, Isma gak bisa memperbaiki sendiri.... Kok Abi sampe berfikir kayka gitu sama Isma...”, ujarnya dicampur dengan isak tangis.

Eh apa ini? Kok jadi seperti ini? Jadi dia sebenarnya sudah tidak memikirkan tentang batalnya pernikahan kita. Dia bahkan tidak stress gara gara itu. Dia memanggilku kesini juga bukan karena ingin berhubungan intim tapi karena butuh bantuan untuk membenarkan kandang kucingnya yang rusak.

Astaga apa apaan aku? Aku benar benar sampah. Aku benar benar terlalu berharap yang macam macam dari dia. Ya tuhan bagaimana ini. Semangatku mendadak hilang begitu saja.Ternyata selama ini hanya aku yang terjebak dalam pemikiran stressku sendiri.

Kamipun terdiam sejenak. Isma masih terus menangis sambil terus berdzikir. Mendengarnya menangis tersedu sedu seperti itu membuatku semakin stress. “Diem. Berisik, gausah cengeng”, ujarku. Namun Isma tidak mempedulikan perkataanku dan terus menerus menangis.

Aku benar benar kesal mendengar tangisanya. Ditambanh dengan lagi lagi aku gagal bersetubuh dengan Isma hari ini Membuatku semakin kesal. “Apa aku perkosa aja kali ya?”, kata jahatku dalam hati.

Aku sudah tidak tahan lagi. “Diem atau mulut kamu aku masukin kontol aku hah?!”, bentakku sambil bersiaga membuka sabuk dan kancing celanaku. Isma nampaknya semakin ketakutan. Dia terdiam sejenak sambil menahan isak tangisnya. “Oh iya ya... Kita kan gagal malam pertama dulu. Gimana kalo gantinya hari ini aja?”, tanyaku sambil membuka sabuk dan kancing celanaku didepan Isma yang terduduk sambil menangis di sofa sebelahku. “Engga!...Abi jangan bi....”, tolaknya sambil menutup wajahnya dengan kedua tanganya itu. Setelah kuturunkan celana dalamku, kini kontol besar dan kerasku sudah berdiri tegak didepan wajah Isma yang tertutupi tanganya. “Ayolah, kamu gapernah liat kan kontol cowok kayak gimana hah? Masa gamau liat punya abi ini”, ujarku sambil berusaha menyingkirkan kedua tanganya yang menutupi wajahnya itu.

Badanya meronta ronta berusaha melepaskan genggaman tanganku, tapi apalah daya. Kekuatan nafsuku lebih kuat dibandingkan iman yang dia punya. Aku berhasil menyingkirkan tanganya dari mukanya. Dia nampak memejamkan matanya dan terus menangis sambil berkata “Abii...Jangaaaannn”.

Aku kemudian mendorong bagian kepalanya dan menempelkan ujung kontolku didepan mulut Isma.

“Berisik banget ya, sini buka mulut kamu!”, paksaku.

Mulutnya tetap tertutup dengan rapat. Aku kemudian memberikan sedikit dorongan pada kontolku agar langsung masuk menerobos bibir mungkilnya itu ditambah dengan dorongan tanganku dibelakang kepalanya memberikan hasil yang memuaskan. Kini kontolku sudah berada dalam mulutnya.

“Mmmffhh Abi! Ngghh mmffff!!”. Isma dengan sekuat tenaga berusaha mencabut kontolku dari dalam mulutnya dengan mendorong dorong badanku dan tanganku agar tidak terus menyentuk kepalanya. Namun lagi lagi. Sia sia.

“Nggh? Enak kan? Isep dong sayang”, ujarku. Dia tidak bisa membalas perkataanku karena mulutnya dipenuhi dengan kontol besarku. Tangisanya terus terdengar. Aku dengan paksa mendorong dorong kontolku maju dan mundur agar terasa seperti sensasi blow job yang sesungguhnya. “Ngghh benak banget... Makan nih, biar tau rasa gamau ngewe sama gua”, ujarku sambil terus menyodok.

Badanya sudah terasa sangat lemas. Walaupun dia terus menangis, tapi tak ada tenaga lagi yang dia hasilkan untuk menjauhkan kontolku dari mulutnya Keringatnya bercucuran membasahi kerudung dan baju syar’i milikna itu.

Akupun sudah hampir mencapai klimaks.

“Ngghh... Shh.. Maaa, aku crot di dalem aja ya? Aku udah mau keluar nih... sshh”, tanyaku sambil terus merasakan kenikmatan mulut ustadzah yang satu ini.

Kesadaran Isma kembali bangkit. Dia menggeleng gelengkan kepalanya tanda tak mu smabil kembali berusaha mendorong badanku. Yasudah, tak apa,

Sedetik sebelum aku mencapai klimaks, aku mengeluarkan kontolku dari mulut isma dan mengarahkanya ke muka miliknya.

“Ngghhh ahhhh... Sshhh makan nihh!... ngghhhh”

*Crroott croott crooottt*

Pejuhku yang begitu banyak dan kental akhirnya tumpah dan membasahi kerudung dan baju syar’i miliknya. “Ahh gila mantep banget service nya bu ustadz”, ujarku yang sudah merasa puas. Isma terlihat merangkul tubuhnya dan menutup wajahnya dan kembali menangis. Dia tidak mengatakan apa apa.

*Bip Bip* tiba tiba jam tanganku menunjukan bahwa sekarang sudah jam lima sore, tandanya ayahnya sebentar lagi akan pulang. Aku ingin menjamahnya lebih lanjut, aku belum melepas keperawananya itu. Namun waktu berkata tidak. Mungkin lain waktu saja.

Aku segera memakai kembali celanaku dan langsung berbisik ke telinga Isma sebelum aku pulang. “Awas ya kamu dek kalo bilang ke siapa siapa, apalagi papahmu itu, aku gak akan tanggung tanggung lagi sama kamu. Ngerti?!”, tanyaku sambil membentaknya.

Tanpa pamit, akupun langsung meninggalkanya yang masih shock dan menangis ketakutan.

.

.

.

Apa apaan hari ini? Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Aku sama sekali tidak tau. Dasar aku manusia sampah. Aku benar benar sudah merusak kesucianya itu.

Mungkin kedepanya, aku akan benar benar merampas keperawananya tanpa ampun.

- END OF CHAPTER 1 -

NEXT UPDATE:
Chapter 2 : Murid (Coming Soon)
Chapter 3 : Nikmat (Coming Soon)
Chapter 4 : Teman Kantor (Coming Soon)

Chapter 5 : Aku dan Isma (Coming Soon)
Kemungkinan update mungkin selang beberapa hari sekali ya~
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd