Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Panggilnya Teteh Aja, Jangan Tante..

Seru euy asa nonton film bokep campur preman pensiun... Lanjut atuh egi..
 
Aku terbangun pukul setengah sepuluh pagi.. rasanya gerah sekali. Tambah perutku lapar keroncongan. Bau rokok sudah mengudara di kamar kosan. Aku bangkit menuju kamar mandi. Barulah ku sadar teh Esih juga rupanya sudah bangun, ia terduduk membelakangiku di pojok kamar, menunduk memandangi sesuatu. Tetap memakai selimut sebagai bawahannya.

“Teh? Lagi ngapain?”, tanyaku padanya.

Si Teteh membalik badan, memperlihatkan hapenya. “Lagi liat hape A”. Suaranya bindeng suara khas orang bangun tidur. “Ehm!.. ini hapenya lowbat terus jadi harus sering dichas..”

“Ooh..”, aku lanjut ke WC sambil melirik hapenya. Tapi yang kutangkap dalam lirikanku bukan cuma hapenya, tapi pemandangan paha mulus plus CD nya yang menggembung. Si Teteh boleh saja memakai selimut sebagai bawahan, tapi duduknya yang mengangkang memperlihatkan sesuatu yang selalu didambakan oleh para pria. Tititku langsung bereaksi lagi. Sewaktu kembali dari WC, si Teteh sudah membalik menghadap kasur. Kini tertutup sudah selangkangannya.



Aku memakai celana panjangku.

“Mau kemana A’?”

“Beli makanan ah.. lapar. Teteh mau apa? Yang jualan ada apa aja ya?”

“Ga tau..”, jawabnya sambil menggeleng. ”A? beliin ini ya?”, tambahnya sambil mengetuk bungkus rokok dihadapannya. Aku mengangguk sambil mengingat jenis rokoknya.

“Eh iya.. Egi lupa..”

Si Teteh berkerut memperhatikanku. Aku membuka dompet, menghitung-hitung, dan mengeluarkan dua lembar uang seratusan. Aku berjongkok mendekat kearah tubuh mulus itu.

“Teh.. maaf ya Teh.. ini Egi punyanya segini dulu.. maaf nanti kalo udah punya lagi, Egi tambahin..”. Si Teteh makin mengkerut keningnya, tapi dari pandangannya ke uang yang aku pegang, kelihatan dia senang. Basa-basi aja deh dia, pura-pura ga butuh, hehe.. khas orang Sunda.

“Makasih ya A’..”, diambilnya uang itu malu-malu. Wajahnya bergerak hendak menciumku, aku mendekat pula bereaksi hendak menyedot bibirnya, tapi lagi-lagi dia hanya memberikan pipinya. Aku ciumi pipi mulus itu terus menyusur ke kuping, hendak menuju ke leher.. sampai..

“A? hayu ih.. Teteh lapar ini.. ih”. Aku terkejut dibuatnya, malu, meminta maaf dan buru-buru berjalan keluar mencari makanan. Didalam kamar kudengar si Teteh meringis tertawa.



“Adanya nasi uduk Teh.. bubur ayam udah ga ada, udah kesiangan katanya..”. Kataku ketika sudah kembali ke kamar. Teh Esih sedang berjongkok membuka-buka tas milik pamanku, ia tak lagi memakai selimut. Hanya pakai CD saja yang sejak kemarin selalu kupandangi.

Ia mengambil satu kaos milik pamanku. Dilihatnya, lalu ia berdiri membuka u can see yang sedang dia pakai sekarang. Bergoyanglah sedikit dua payudara putih miliknya.

“Gerah A’.. pinjem dulu punya si Mamang ah..”, katanya polos. Aku terpana memandang tubuh menggiurkan itu.

“Aw..!”, jeritku tertahan ketika kontolku menegang cepat dan terjepit diantara ketatnya jeansku. Aku membetulkan sedikit letaknya. “hihihih..”, terdengar teh Esih menertawaiku.

Aku memandanginya. “Kegedean itu sih bajunya.., carinya yang bagus atuh Teh..”.

Tak disangka, ia langsung membuka lagi baju itu, dan mulai mencari-cari lagi kedalam tas pamanku. Topless. Tak dipedulikannya pandangan nafsu merana dariku.

Ada perempuan dewasa, cantik, mulus, ramping, berjongkok dihadapanku hanya memakai celana dalam saja. Di pikir-pikir, memang masih bodoh aku pada waktu itu, kalau sekarang ini, sudah aku tarik paksa, kulumati, kumandikan dia dengan jilatanku dan kuhunjamkan keras kontolku pada memeknya.



Akhirnya ketemu kaus biru muda bagus yang agak kecil. Pas memang sama dia yang berbadan kecil. Dia bergerak membuka bungkusanku yang dari warung. Menata bungkusan nasi uduk dihadapanku dan dirinya. Mengangkat bungkusan rokok dan berkata “Makasih ya Aa ganteng..”. Kemudian berdiri mengambil sendok dan botol kemasan minum untuk aku dan dia.

Dia bersila dihadapanku mengangkat suap pertamanya. Dari tadi aku hanya terdiam memandangi lekuk tubuh bawahnya yang hanya dibalut celana dalam.

“Hayu A’, makan..? mau disuapin..?”, candanya.

Aku pun mengangkat sendok yang sudah kuisi nasi, dan menyodorkan sendok itu ke selangkangannya.

“Nih Egi suapin..”.

“Ahahaha.. “, Ia menutupi CD nya yang bagian tembus pandang warna hitam itu. Aku menepiskan tangan yang menutupinya itu. “Jangan ditutup..”.



Aku membuka celana jeansku yang membuat sesak si Otongku ini,

“Iiiih mau ngapain..?”, si Teteh terkejut.

“Mau makan..”, kataku. “Emang mau ngapain..?’, tanyaku balik.

“Ooooooh kirain.. hehehe, abisnya itunya kejepit terus ya?, hahaha”. Si Teteh bergerak menunjuk, kemudian menekan tititku yang sudah keras itu dengan telunjuknya.



“Aah!”, kataku kaget dan keenakan.

“Hahahaha..”

Aku membalas dengan merabai paha mulusnya yang bagian dalam. Jempolku kugesekan pada bagian itilnya yang menggembung hitam.

“Eiyh..!’, teh Esih tersentak pantatnya, ia tertawa. Kemudian ia malah mundur menjauhiku sambil membawa piring nasinya. Ia makan dari jauh sambil senyum-senyum. Aku bingung.

“Naha..(kenapa)?”, tanyaku.

“Iih hihih bahaya tangannya udah pinter.. hehaha..”

Aku cemberut.

“Tega amat sih Teteh.. ngasih liat yang kayak gitu, terus akunya diacuhkan..?”

“Ah hahaha.. kan udah kemaren..”

“Yah kalo dikasih liat lagi ya jadi minta lagi dianya.. ehehe..”

Tanganku menunjuk tititku. Teh Esih pura-pura melotot,

“Makan sana..! huuuu.. ”. Ia meneruskan makannya sambil berhenti tertawa.



Aku melihat ke sekeliling,

“Kamana ieu si Mamang (kemana ini si paman)? Ko ga pulang-pulang? Katanya mau nganter..?”, tanyaku sendiri. Si Teteh memandangiku.

“Eh iya.. si Mamang gak bisa, dia pulangnya malem.. “, dia berpikir sejenak dan berkata pelan dan ragu, “Nanti Teteh aja yang nganter kamu katanya..”

“Oooh gitu?, Teteh tau jalannya kan?”

“Tau atuh.. pake angkot”

“Jam berapa mau berangkat Teh..?”

“Terserah.. tutupnya jam berapa?”

“Sore.. tutupnya mah jam 3..”

“Ooooh iya atuh santai..”, ia menatapku lagi. “Aa ga malu kan..?”

“Malu gimana..?”, tanyaku tak mengerti, celingukan mencari yang akan membuatku malu.

Ia duduk cemas sekarang masih sambil bersila. Punggungnya tegak. Wajahnya seperti gadis di sinetron yang sedang berantem dengan pacarnya.

“Malu.. Kalo Teteh yang nganter,,?”

Aku masih bingung, “Malu kenapa..?”

“Iyaa, sama Teteh gitu jalannya..”, Ia menatapku gundah, “Sama cewek janda dari kampung..?”, tanyanya bergetar.

Aku membelalak. “Hah..? aduh.. aku mah malah seneng dianter Teteh.. daripada sama si Mamang dianternya, ih sok bau awak manehna mah ih (ih suka bau badan dianya sih ih)..”, aku berkata sambil menutup hidungku.

Teh Esih tidak tertawa. Ia menunduk membereskan bekas makannya dan makanku. Kemudian membuangnya ke tempat sampah. Kembali ke tempat duduk kamipun masih menunduk, ia menyulut rokok dan membuka-buka hape.

Hatiku tersentuh.



“Teteh ko nanya gitu segala..? aku mah seneng dan bangga dianter sama Teteh.. dimana-mana cowo mah bakal bangga atuh Teh jalan sama cewe cantik..”, kataku jujur. Dalam hati aku bertanya-tanya, sejak kapan aku mulai menggunakan aku-aku sebgai kata-kata, kayak orang pacaran aja nih lama-lama.

Teteh Esih mengangkat kepalanya, memandangku tersenyum, kegalauan masih ada di wajahnya.

“Bener..?”, tanyanya. Aku mengangguk cepat. “Iyaa laaah…”.

Ia mendekat memelukku, mencium pipiku, aku berpaling hendak memagut bibirnya. Dia menjauh lagi.

“Yaah asal jangan begini aja dandanannya kalo mau pergi..” Aku menunjuk selangkangannya yang hanya pakai CD. ”Nanti kita disangka nu gelo (orang gila) hahhaha..”.

Kali ini diapun tertawa. Wajahnya terpancar rasa senang. Dia kembali memelukku, menciumi wajahku, hidungku, kupingku, ujung bibir terus ke leher. Tangannya menembus kedalam kaosku. Berhenti di putingku, menggosok-gosoknya.

Aku membalas menciumi pipinya, matanya semua yang bisa aku ciumi. Tanganku menjamah punggungnya, meremas pantatnya yang ranum, dadanya yang sekal sebesar buah mangga, kubuka keatas kaus yang menghalangi dadanya. Bibirku bergerak lagi hendak melumat bibirnya. Dia mencengkram wajahku.

“Diem ah..”, katanya, lalu kembali menciumi leherku, tangannya sudah menggosok-gosok kontolku dari luar celana pendekku.



Akupun diam menikmati, hanya tangan kiriku yang balas memeluknya. Dalam diam aku mendorong tangannya yang sedang mencekik kontolku dari luar celana.

“Hayu ah Teh.. kita mandi terus berangkat..”, kataku dingin.

Teteh Esih terkejut, ia berhenti melakukan semuanya. Wajahnya kaget, ia mengigit bibirnya yang basah. Dadanya yang bulat mancung masih terpampang bekas aku angkat keatas tadi.

“Hah? Kenapaa? Buru-buru bukan Aa..?”. Aku diam menatap bibir merahnya yang kelihatan lezat.

“Ya udah atuh..”, Ia menutup kembali dadanya. Tapi kemudian ia mencoba menjilat-jilat lagi sekitar rahangku.

“Nanti keburu sore kita pulang ke kota S”, kataku sambil mengelus pahanya.

Tangan si Teteh masih bermain di perutku

“Oh? Bener ga mau main lagi..? Sekali lagi ? Masih banyak waktu da A’, baru jam setengah sebelas..”.

Suaranya agak merengek manja. Tangannya menggosok-gosok pahaku. Ia melirik kontolku yang keliahatan sudah berdiri keras dan menatapku agak bingung.

Aku membalas tatapannya. Dan kemudian secepat kilat aku menerjang tubuhnya.

“Waaaw..!”, si Teteh berteriak terkejut senang.

“Bohoooong.. hehehahaha.. Hayu main lagi aja sampai subuh lagi.. biarin lah besok juga masih bisa daftarnya.. hahaha..”.



Aku menindih tubuhnya, kulumati tiap jengkal wajahnya, semua kecuali bibirnya. Terus sampai ke kuping dan menjilati tiap milinya. “Ssssshh.. aaaaah..”, si Teteh mendesah. Aku menjilati dagunya, karena ia mengangkat wajahnya ketika aku hendak mencapai bibir.

Aku berhenti, menatap wajahnya dari dekat. “Kenapa sih gak mau cium bibir? Nafas aku bau yah?”. Tanyaku mendesak. Ia mengusap-usap rambutku. Ia mengikat badanku merapatkanku ke arahnya dengan kakinya. Aku membalasnya dengan menekan kontolku ke selangkangannya. “Sssshh ahhhh..”, desahnya.



Tapi tetap aku menatap wajahnya. “Kenapa..?”

Ia tersenyum, Mengetuk pipiku dengan jarinya. “Bibir mah hanya buat cinta A.. buat pacar Aa..”, katanya mendesah berusaha membuatku lupa dan bernafsu kembali mengentotnya. Aku menggerak-gerakan kontolku di selangkangannya lagi.

“Mmmmh.. aah..”

“Egi juga cinta Teh, sama Teteh..”. Aku melempengkan badanku resmi menindih tanpa menahan. Kontolku pas diatas gembungan memeknya.

“aaaa.. ah”, ia menatapku lama dimata.

“Aku cinta kamu.. Esih, mau ga kamu jadi pacar aku? Untuk selama-lamanya? Tetap bersama sampai maut memisahkan kita..”. Aku mengutip sedikit dari film-film komedi romantic.

Ia terpana, tapi kemudian mengikik, ”Gombal..ih”.

Tapi aku tak tertawa, aku terus menatap wajahnya. Serius. Ia terkejut. Lama ia memandang wajahku. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia tersentuh. Aku tahu.



Lalu ia mengangkat kepalanya, menyentuhkan bibirnya ke bibirku. Sekali, dua kali, kemudian barulah ia mengulum bibirku. Aku membalas dengan rakus. Terus kukulumi. Lidah teh Esih mulai bermain, lidahku pun juga. Lidah nya menerobos bibrku masuk kedalam mulut sejauh yang bisa dia jangkau. Aku mengulumnya.

“Teh..?”, di sela-sela ciuman.

“Hengh..?”

“Kita jadian ga?”, dia tak menjawab hanya menciumku lagi penuh nafsu. Aku menggigit sedikit ujung bibirnya.

“Auwh..”, jeritnya manja.

“Teh tau ga? Bibir aku ini juga perjaka.. Teteh yang ngambilnya..”

Ia memegang wajahku, menatapku penuh cinta, dan kemudian tertawa.. ahhahaha. Tawa paling manis yang pernah aku dengar.



Ia menarik keras kausku keatas. “Buka..!”, tuntutnya.

Sambil tetap berusaha menindihnya, aku membuka seluruh pakaianku. Ketika Teh Esih hendak membukanya juga, aku melarangnya. “Jangan.. sama aku aja nanti pelan-pelan..”

Teh Esih menurut. Aku menciumi dadanya dari luar kaos pamanku, buru-buru kebawah menciumi perutnya yang sudah terbuka. Pusarnya kujilati. Terus menuju dadanya sambil mengangkat kausnya. Kukulum putingnya, kusedot, sambil tanganku bermain di payudara sebelahnya, bergantian kulakukan. Aku mengangkat kaus pamanku itu. Membukanya melolosi kepalanya. Tadinya hendak kusedot lagi payudara ranum itu. Tapi tangan teh Esih menahan wajahku, ia menciumi lagi bibirku, kami berciuman lama dan mesra. Tanganku bergerak membuka celana dalamnya. Kusentuh-sentuh belahan memeknya. Tapi teh Esih malah tak mau melepaskan bibirku.



“Teh..?”, kataku lagi di sela-sela ciuman panjang. “Hmmh?”, jawabnya mesra.

“Bisa-bisa Egi keluar lagi sekarang gara-gara ciuman bibir Teteh nih..”, kataku.

“Ah hahaha.. masa?”

Bibirku bergerak lagi ke arah perutnya. Kuciumi terus kujilati tiap inchi menyusur kebawah. Kubersihkan sela-sela jembutnya dengan lidahku, lama belum sampai memeknya. Kini ku menyusuri kedua paha dalamnya. Si Teteh dari tadi mendesah-desah saja. Barulah sampai di belahan oval bibir memeknya. Kusentuh dengan jari, ku buka-buka sedikit, aku melihat ada buliran daging kecil yang menempel di bagian atas. Kusentuh sedikit.

“Aah..”, si Teteh mengerang enak, aku mainkan dengan telunjukku.

“Aaaaangg.. aaaach”, si Teteh makin keenakan.

“Ini apa sih Teh yang aku pegang..”, tanyaku pura-pura polos, tapi tak kulepas jariku padanya.

“Aaaannnggggg..”, ia melepaskan jariku dulu darinya.

“Itu namanya Itil A’..”.

“Ooooooh hehe..”. Jariku kemudian bermain lagi di daerah situ. Kemudian bibir dan lidahku menyusul mencecap-cecap itilnya.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhh.. aduuuuh.. Aa ganteeeeng”

Tanganku bermain di seputaran bibir vaginanya.

“Aaaaah pinter si Aa.. adduuuuuuh..”

Satu jariku menerobos lubangnya, “Sssssshhh aaah..”

Setelah itu dua jariku keluar masuk memeknya.. “Aaaaach.. Sssshhhh.. hhnnngggg.. aaaah”

Kemudian terasa dari dalam dan dari seluruh bagian selangkangan teh Esih berkedut sekali. Aku tetap, menyedot dan mencolok. Dan “Aaaaaahhh.. Uuuuuuuungh”, kedutan-kedutan itu datang dua kali lagi. “Uuuuuuuh ah..”



Si Teteh mendorong kepala dan tanganku. Ia berbaring beristirahat menyampingkan kedua pahanya menutupi selangkangannya. Seolah malu ia telah mengalami orgasme. Kedua tangannya diatas kepalanya. Matanya berbinar menatapku lama seolah tak percaya. Bibirnya ia basahi dengan menjilat-jilatnya terus. Aku berlutut dan tersenyum padanya.

“Hebat ih si Aa.. bohong kali perjaka..?”, katanya menuduh bercanda.

“Yeeeh ga percaya..” , aku meneruskan. “Ini berkat aku yang sekian lama rajin menonton bokep dan membaca kisah-kisah di Semprot.com”

“Ah hahaha..”

“Bapak.. Mamah..”. Aku berbicara seolah-olah kedua ortuku ada dihadapanku. “Inilah ternyata gunanya, Bapa dan Mamah selalu melarangku membuka situs-situs porno. Kini.. inilah buktinya, bekal dari situs porno itu mampu memuaskan gairah dan nafsu pacarku yang cantik..”

“Ah hahahaha..”, si Teteh tertawa terbahak-bahak. “Bisa wae (aja) si Aa mah.. hahaha”



Ia bangkit berlutut sejajar dihadapanku. Ia menciumiku langsung di teteku. Kontolku yang tegang terus dari tadi ia elus, kocok, punter dikit, dan lain-lain yang membuat nikmat. Tak lupa pula tangan kirinya bermain di kantung pelerku.

“Haduh enak enyak enyak enyak.. geulis (cantik)”, selorohku meniru bintang film bodor jaman dulu.

Kini skill sepong kontolnya ia pamerkan, seolah bila kemampuan BJnya kurang jago ia tak bisa lagi masuk audisi. Tititku seperti diselimuti oleh daging basah yang mampu menyedot, mengelap, menekan dengan lembut bergantian di seluruh permukaan sensitifnya. Wedeeew.. enak bener. Aku goyang-goyangkan pantatku mengikuti irama sedotan mulutnya.

“Diem ah..”, katanya. “Nikmatin aja..”, lanjutnya takut aku ngambek.

Kekuatan kontolku pun kupertaruhkan, tak mau aku keluar sekarang, lalu nanti aku harus mengulang lagi semuanya dari nol.. malas deh.

Kini serangan kocokan tangannya yang pernah membuat aku K.O datang. Kontolku yang sudah basah oleh sepongannya, telah menjadi pelumas bagi mesin kocokan nikmat teh Esih. Aku berdiri gagah diatas lututku. Kini serangan itu tak lagi menguatirkanku. Malah membuat tititku semakin greng, terlihat lebih tampan dari biasanya.



Wajah teh Esih sejajar dengan wajahku, tadinya aku hendak menciumnya lagi, tapi aku teringat bibirnya kan bekas hinggap di kontolku, aku jadi ragu-ragu. Tapi cuek aja deh.. di film bokep juga suka gitu, abis nyepong terus ciuman.

Baru hendak bergerak, teh Esih malah mendorong halus badanku., dua kali.

“Tiduran..” perintahnya. Kontolku pun tak dilepasnya.

Ia menyepong lagi kontolku dengan ludah yang agak banyak. Kemudian ia mengangkangiku. Kontolku masih tak lepas dari genggamannya. Ia arahkan ke memeknya.

‘Huhuy.. persis seperti bayanganku waktu coli.. Cuma biasanya aku membayangkan wanita-wanita setengah baya disekitaranku, seperti pembantuku yang sudah berhenti, tetangga rumah.. dll. Kini yang mengangkangiku jauh lebih cantik .. hihehe.

“Ah..! sakit..”, katanya ketika kepala kontolku ditekan menembus sedikit bibir vaginanya.

“Kurang basah kali ya..?”, Ia menahan dulu proses persetubuhan ini.

“Ini aja..”, kataku mengambil ludah dengan jariku dan mengoleskannya pada lubang vaginanya.

Ia menekankan selangkangannya lagi pada kontolku.

“Ouwh..!”, masuk.. masuk.. masuk dengan nikmat, sumbu kenikmatanku ada didalam tubuhnya.

Teh Esih memutarkan pantatnya, membuat kontolku terpuntir sedikit di memeknya. Terus ia maju mundurkan sambil meraba-raba tetenya. Ia keenakan sendiri. Beberapa saat ia lakukan itu. Lalu untuk menambah kenikmatan, ia melakukan gerakan selanjutnya.

Ia naik turun diatas tubuhku. “Ah.. ah.. ah.. ah.. ah.. ah..”

“Oooooooh..”, aku bersuara pula keenakan.

“Ah.. ah.. ah.. ah.. ah.. ah..”



Setelah agak kelelahan ia menyandarkan tangannya di kedua sisi badanku. Ia memompa lagi memeknya pada kontolku. Karena terlalu maju, akhirnya kontolku copot. “Uh..!”, serunya. Aku mengarahkan lagi kontolku menuju memeknya.

“Kependekan sih ya Teh?, kontol Egi kurang panjang?”

Teh Esih sibuk memaju mundurkan pantat dan selangkangannya diatas kontolku. Ia mulai lelah kelihatannya aktif terus dalam 20 menitan ini.

“Ngga sih A’, biasa aja.. Cuma kontol Aa mah keras banget..”

Aku masih menikmati goyangannya.

“Aku diatas Teh?”

“Ouh..! iyah boleh..”. Ia bergerak kesamping, diam menunggu dalam posisi nungging. Oh aku malah lupa ada posisi nungging dalam bercinta.. hihihi semua khayalanku dalam bercinta satu demi satu terlaksana.



Aku memposisikan diriku dibelakangnya, kontolku dan memeknya sudah banjir oleh pelumas dari vagina si Teteh. “Lap dulu aja A’?”, aku kebingungan mencari tisu atau sesuatu untuk mengelap. Teh Esih menyodorkan kain celana pendek pamanku lagi. Aku lap kontol dan memek si Teteh. Dia kemudian meraba-raba vaginanya.

“Udah A’.. hayu ngewe lagi..”.

Kata-kata yang sungguh memprovokasi. Aku mencari lubang yang hendak kutuju, ku raba-raba mencari, pas ketemu ku keker Otongku menuju jariku yang menjadi penanda lubang kenikmatan si Teteh.

“Aaach..”, kami berbarengan bersuara keenakan ketika kontolku menembusnya.

Kugoyang dengan perlahan, waduh.. kerasa banget ini sih.. daging memeknya terasa lebih menjepit.. enyaaaaak..aah

Kugoyang semakin cepat. Si Teteh dibawah pun terdengar keenakan.

“Uah…uah..uah..uah..uah..”

Gile.. ini gimana mau bertahan lama, enak banget.. terasa diseluruh kulit kontolku rasanya gesekan kedua kemaluan kami yang bersatu. Aku berkonsentrasi pada hal-hal lain. Jangan memikirkan memek nikmat ini pokoknya. Kugoyang lebih cepat, kuhentak lebih dalam. Biar si Teteh duluan yang keluar maksudku.. dan, untung saja.

Setelah 10 menitan si eteh menjerit. “Ouuuch.. Aa..”.

Memeknya mengedut dua kali. Aku menarik nafas.. soalnya punyaku juga udah diujung banget. Aku mencabut.. dan..

“Aaaaaaahh…, waaah huhuhuhuhhh….”

Crot crot crot crot… aah wush busyeeet.. nikmatnya.. wuhuh. Seluruh dunia seolah dalam genggaman. Waah.wah wah.. aku kehabisan nafas.

Aku langsung terduduk lemas. Si Teteh tertelungkup lelah. Kami bedua ngos-ngosan puas.



Aku mengeluh dan berbaring disamping teh Esih yang masih menelungkup telanjang. Spermaku masi terlihat berceceran dipunggungnya. Aku ambil elap celana pendek paman dan ku bersihkan kulitnya dengan itu.

Masih dengan lemas ia mencium pipiku, tapi kemudian berbaring menelungkup lagi, wajahnya menghadap dinding. Kuintip matanya terpejam. Aku juga ikut tiduran dulu aja deh sebentar.



Tak terasa waktu berjalan cepat. Sudah setengah satu lagi. Aku cepat-cepat mandi. Setelah mandi memang terasa segar lagi. Aku melihat si Teteh terbangun sewaktu aku mandi. Ia juga terkejut dengan waktu, buru-buru ia pun mandi menyegarkan diri. Aku mengajaknya makan dulu sebelum berangkat, tapi dia bilang enakan makan sekitar kampus nanti setelah selesai semuanya. Aku oke saja, paling dia nanti yang kelaparan.

Sepanjang jalan si Teteh kelihatan senang, ia katanya dulu juga pengen kuliah, tapi tak punya biayanya, ibu tirinya lah yang melarang. Aku memegang tangannya, kelihatannya aku jatuh cinta pada gadia yang lebih tua ini. Aku akan melakukan apapun untuk menyenangkannya. Di angkotpun aku tak melepaskan tangannya. Terus sampai di dalam kampuspun aku masih memegang tangannya.

Ternyata proses daftar ulangpun mudah dan cepat, aku berterimakasih pada Bapakku yang mmeriksakan dan mengingatkan dokumen-dokumen yang harus dibawa. Sehingga taka da yang tertinggal.

Kami makan didepan kampus, di bawah pohon-pohon besar yang sudah berusia ratusan tahun. Sungguh romantis sekali. Ingin rasanya aku berciuman panjang dan mesra disitu, di bawah pohon-pohon rindang. Terus kupandangi wajahnya, tak ingin waktu terus berlalu. Tapi akhirnya waktu pula yang mengingatkan agar kami pulang ke kota S, kalo sudah malam tidak ada lagi Bis.

Kami bertukar no hape, aku berjanji akan main ke rumahnya.

Didalam Bis kami berciuman terus, aku memegang-megang lagi dadanya, ia bilang ia bisa mem BJ aku disitu tapi aku melarangnya, bisa kelihatan nanti sama penumpang lainnya. Malu.. hehe

Sekian Suhu, nanti Egi main ke rumah Esih, ketemu Mamahnya, Bibi, adik dll.
Perasaan Celana pendek si mamang paling sering di sebut ada potonya hu?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd