shillouette
Kakak Semprot
- Daftar
- 23 Mar 2012
- Post
- 180
- Like diterima
- 3
Rondain ahhhh........
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG Pelangi di Sudut Sumatera
- Thread starter rotitawar
- Start date
- Status
Ninja turtels
Suhu Semprot
- Daftar
- 22 Aug 2016
- Post
- 3.394
- Like diterima
- 2.719
Ayo update suhu
astradjingga
Kakak Semprot
dorong lagi... biar naikk.. ceritanya seruuu..
rotitawar
Semprot Holic
Malam kedua aku mengamen berjalan cukup lancar. Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa bernyanyi dihadapan orang. Aku banyak belajar dari teman-teman baru ku, baik cara bermain gitar, cara bernyanyi atau cara menghilangkan rasa gugup.
Jam 10 malam lewat ketika aku diantar Bonar pulang tadi. Rasa lelah dan letih yang kurasakan seolah tak terasa, sebanding dengan pengalaman baru yang kudapat. Sampai dirumah aku melihat ada plastik hitam yang digantung di pintu rumah. Plastik hitam berisi kue sebagai oleh-oleh dari Bulek Nita. Saat ditaman tadi Bulek Nita mengirimkan sms kepadaku, mengabarkan bahwa dia sudah pulang dan meletakkan kue di dekat pintu.
"Lang ada rokok gak" tanya Ratna yang tiba-tiba saja masuk kedalam rumah.
"woy maen nyelonong aja, ketok pintu dulu kenapa! gimana kalo saya lagi telanjang" kataku sambil melemparkan rokok keatas meja.
"ah kan udah pernah liat sih" jawabnya santai. Menyalakan rokok lalu mengintip isi plastik oleh-oleh dari Bulek Nita.
"dari Bulek Nita ya" tanya Ratna
"iya. Makan aja"
"gak ah. Saya juga di kasih kok. Udah ya makasih rokoknya" ucap Ratna sambil ingin pergi.
"eeh Rat ntar dulu. Mau kemana sih buru-buru amat"
"pulang lah"
"nanti sih, saya mau curhat nih.. "
"males ah saya lagi 'dapet' "
"curhat beneran Rat, curhaatt... bukan yang laen"
"oh curhat? Curhat apaan?" ucap Ratna lalu duduk dihadapanku.
"becek aja otak kamu. Saya pengen denger pendapat dan masukan kamu dari sudut pandang sebagai seorang cewek"
"hmm yaudah cerita"
"bikinin kopi dulu Rat, biar enak ngobrolnya"
"enak aja! Tamu malah disuruh-suruh, yang butuh siapa..."
"tolong sih, sama tetangga aja itungan"
"iya iya! Ntar saya gak boleh numpang nonton TV lagi"
"kopinya satu sendok setengah, gulanya sesendok aja. Ngaduknya 18 kali kearah kanan."
"bawel!"
Setelah Ratna selesai membuat kopi, aku mulai menceritakan kegalauanku tentang Jenni kepada Ratna. Awalnya tidak yakin sih mau curhat dengan dia, tapi bagaimana lagi. Kurang tepat jika aku curhat kepada Bonar, walaupun kadang-kadang saran darinya memang tepat. Tapi saat ini aku benar-benar butuh sudut pandang dari seorang cewek. Aku tidak punya teman cewek yang bisa kuajak curhat, ya cuma Ratna. toh kami sudah saling mengenal bahkan sampai ke dalam-dalam.
Kuceritakan semuanya dari awal kepada Ratna. tentang semua sikap Jenni, tingkah polahnya, perkataannya, kejadian malam ketika dia menangis, pengakuan dari Endang, tentang Andi dan juga Mala. Ratna hanya diam dan fokus mendengarkan ceritaku tanpa memotongnya. Ratna menunjukkan wajah serius sambil menghisap rokok dan sesekali menyeruput gelas kopi. Gelas kopi ku karena Ratna hanya buat segelas saja. Aku menyelesaikan ceritaku sambil mematikan puntung rokokku dan melirik gelas kopi yang tinggal ampasnya.
"gitu ceritanya Rat. Gimana menurut kamu" tanyaku
"oke, kita fokus aja ke si toket gede ya, masalah Dian Sastro gak usah kita bahas. Atau jangan malem ini deh. Kita fokus ke satu aja dulu" kata Ratna
"Jenni namanya Rat.. " ucapku meralatnya.
"ya Jenni. Kamu kenal sama dia sejak kapan"
"dari kecil lah Rat, dulu sering mandi ujan bareng"
"selain mandi ujan bareng? kapan kamu ketemu atau main sama dia"
"paling ngaji bareng. kalo maen bareng sih gak pernah Rat. Dia sukanya maen boneka sama masakan, saya sukanya maen bola sama dokter-dokteran. Jadi kita gak pernah maen bareng"
"maksudnya berinteraksi gitu... Karena menurut pandangan saya prosesnya itu panjang dan gak sebentar. Ada tipe cewek yang mudah jatuh cinta, tapi ada juga tipe cewek yang susah jatuh cinta. Mungkin dari dulu ada hal-hal atau perbuatan kamu yang udah tertanam dihatinya, sedikit demi sedikit tanpa disadari jadi perasaan sayang. Terlepas dari setelah kamu besar sekarang ternyata ya cuma begini doang."
"dari awal omongan kamu bagus Rat, terakhirnya kok menohok amat"
"realita itu Lang. Makanya kadang ada orang yang komentar, kok bisa sih dia suka sama si itu. Atau si cewek mikir, kok bisa ya saya suka sama dia. Itu kasus yang terjadi sama kamu. Tanpa disadari kayak gitu, walaupun banyak cowok yang deketin, bahkan lebih keren, lebih ganteng, lebih kaya, lebih baik-baik."
"kalimat terakhir kamu lagi-lagi gak enak Rat"
"jawab aja pertanyaan saya.. "
"hampir tiap sore kan saya maen bola Rat, lapangan bolanya depan rumah dia. Bapaknya juga suka maen bola dulu, sekarang sih sok-sok jadi pelatih gitu. Jadi dari dulu kalo abis maen bola atau mau tanding bola kumpulnya dirumah dia, tujuannya sih pengen minum aer es. Jaman dulu susah kulkas Rat, cuma dia yang udah punya"
"bisa jadi itu salah satunya. Mungkin memang udah dari dulu perasaan itu muncul, pelan tanpa disadari. Selama berinteraksi pasti ada hal-hal yang manis atau yang berkesan buat dia"
"apaan ya? Biasa aja kayaknya Rat. Malah saya sering gangguin dia dulu, nyumputin sendalnya sama narik-narik kerudungnya waktu ngaji. Kadang juga nakut-nakutin dia jadi ninja pake sarung"
"kecilan kamu pecicilan juga ya"
"cuma ama dia aja kok, dia lucu sih kalo di isengin" sambil aku mengingat masa kecilku dulu saat mengganggu Jenni. Dia tidak pernah melaporkan kepada orangtuanya, sehingga membuatku semakin berani mengganggunya. Saat kecil Jenni termasuk anak yang cengeng dan manja. Sudah besar ini saja dia jadi galak, tapi manjanya masih tetap tidak hilang.
"itulah cowok. Cowok pada umumnya, kamu pada khususnya. Gak peka, gak sensitif! Menganggap semua biasa aja, gak ada something special. Beda dengan cewek, hal kecil aja bisa bikin tersentuh, berkesan dan membekas dihati. Kami para cewek selalu mengutamakan perasaan, gak seperti kalian cuma ngandalin logika!“
"gak perlu berapi-api gitu Rat. Ini saya yang curhat, bukan kamu yang curhat. Kok malah ngeluarin uneg-uneg kamu, masalah cowok kamu nanti aja ya sesi kedua. Ini masalah saya dulu. Lagian apa spesialnya sih gangguin dia waktu kecil dulu"
"haah..! sama aja begitu intinya begitu. Kamu harus lebih peka, lebih perhatian, punya inisiatif. Kamu harus tanggap kalo cewek udah ngasih kode, jangan cengengesan aja"
"jadi kesimpulannya gimana"
"kesimpulannya dia suka sama kamu, gak tau kamunya suka gak ama dia"
"tapi kok galak sama saya, sering marah. Apa dia mau balas dendam ya sama saya karna dulu sering saya gangguin. Tapi kadang-kadang dia manis sih. Perhatian juga walau lagi marah. Kayak tadi masih sempet ngambilin saya asbak. Asbaknya ditarok dimeja, bukan dilemparin ke muka saya"
"itu karena dia jengkel alias sebel sama kamu. Wajarlah dia begitu, siapa yang betah ngadepin cowok gak peka, gak sensitif, gak paham-paham. Ditungguin juga gak ada langkah sama tindakan, sementara cowok lain lebih berani dari kamu. kalo saya jadi dia malah udah saya anggep gak ada kamu, saya anggep udah mati"
"kalimat terakhir kamu masih tetep gak enak Rat"
"iyalah, kamu pikir aja sendiri"
"jadi saya harus gimana dong"
"melangkah ke jenjang berikutnya"
"menikah?"
"huft.. Saya jadi salut sama tuh cewek, betah bener dia ngeladenin kamu. Bukan nikah lah, ya ke langkah selanjutnya. Tembak, jadian, pacaran, ciuman, pelukan, kuda-kudaan, ya gitulah"
"oh gitu, kalo ditolak gimana Rat. Itu salah satu yang bikin saya gak berani nembak dia, takut ditolak trus dia ngejauh"
"90% diterima menurut saya"
"10% nya?"
"rasa jengkel dia udah mentok."
"oke deh Rat, gak nyangka saya. Ternyata pandangan kamu tentang masalah saya ini bener-bener udah ngebuka pikiran saya. Saran kamu juga bakal saya laksanakan segera mungkin, tapi liat situasi dan kondisinya nanti. Ternyata bener ya kata orang, cewek dengan toket besar memang punya otak yang pola pikir yang cemerlang. Terlepas dari kenceng atau gak nya itu toket"
"dimana mana orang kalo abis ngasih solusi itu di ucapin terima kasih atau dapet bayaran, bukan di hina! "
"iya makasih ya tetanggaku yang seksi hehe... Tapi satu lagi pertanyaan saya"
"apaan?"
"kamu beneran lagi 'dapet'? "
"iyalah! Mau liat neh!" kata Ratna sambil membuat gerakan ingin membuka celananya.
"iya iya percaya, tapi saya lagi pengen banget nih. Udah lama gak dikeluarin. takutnya beku, jadi odol ntar. Jepit di toket aja ya" kataku merayu dengan tampang memelas.
"lagi males ah, gak mood"
"di emut? Oke! " jawabku sambil menurunkan celana sekaligus celana dalamku.
"hmm ni anak, maksa amat. yaudah sini" kata Ratna sambil merubah posisi duduknya.
***
Teeleleleeett... Teeleleleeett...
Suara alunan gitar dari Slash sebagai nada dering membangunkanku dari mimpi indah. Mimpi indah ku bersama Mala yang sedang naik perahu bebek-bebekan di danau. Dengan mata masih terpejam dan menahan kantuk aku menjawab panggilan.
"iya bu, 5 menit lagi.. "
"bangun oy, jam berapa ini!" suara Bonar diseberang sana. Kulihat jam di layar hapeku menunjukkan 09.38, ah sial aku kesiangan. Kuperhatikan sekitar ku mencari keberadaan Ratna, tapi tidak ada. Mungkin dia sudah pulang kerumahnya tanpa membangunkanku. Semalam sehabis memberikan service dengan mulutnya, aku dan Ratna melanjutkan obrolan kami sampai menjelang pagi. Dan karena sudah sudah sangat larut, maka Ratna tidak pulang dan tidur dirumahku
"kesiangan coy, baru bangun neh" kataku santai. Aku tidak mau bereaksi berlebihan seperti langsung bangun atau berlari ke kamar mandi. Jika bangun dengan mendadak atau kaget, kepalaku pasti akan pusing. Jika sudah seperti itu maka bisa seharian kepalaku sakit, Tidak ada yang bisa kulakukan toh sudah pasti terlambat pikirku.
"tau gitu saya juga gak sekolah. Eh tadi kamu dicariin kata anak-anak" kata Bonar.
"cariin siapa?"
"guru agama, hari ini kan ada praktek agama"
"oh iya lupa saya"
"udah bisa belum prakteknya, apa alasan aja gak sekolah karna belum bisa"
"masih lupa-lupa sih, makanya bantuin ya"
"ya gak bisa, mana saya ngerti"
"bisa, tenang aja. Cuma bantuin jadi bahan praktek aja"
"emang praktek apa sih"
"sholat mayat"
"bedebah! Laknat! Dasar anak..." maki Bonar. Langsung kumatikan telpon tak menghiraukannya.
Setelah menutup telpon dari Bonar, rasa kantuk ku sudah hilang dan tidak bisa tidur lagi. Setelah mandi aku memutuskan untuk kerumah bulek Nita menemuinya, lama tak melihatnya membuatku merindukannya.
"assalamualaikum.." aku mengucapkan salam didepan pintu samping rumah bulek Nita yang terbuka.
"wa' alaikumssalam.." jawab bulek Nita dan suaminya berbarengan. Tampak mereka berdua sedang duduk diruang samping rumah.
"masuk Lang. loh gak sekolah kamu" tanya om Haryono
"gak om, kesiangan" jawabku sambil duduk dihadapan mereka.
"makanya jangan begadang" Bulek Nita berkata sambil tersenyum. Senyuman manis yang lama tak kulihat. Bulek Nita masih memakai baju tidur tanpa lengan dan tampak belum mandi.
"makasih ya om, bulek oleh-olehnya. kuenya enak"
"iya sama-sama, tuh masih ada dibelakang kalo mau" kata bulek Nita sambil mengikat rambutnya yang sepundak. Tampak ketiaknya yang putih mulus. Rupanya dia sudah mencabut atau mencukur bulu ketiaknya.
"iya makasih bulek" jawabku masih terpesona memandang ketiaknya.
"sudah makan belum? Bulek mu udah masak tuh" kata om Haryono membuyarkan lamunan jorok ku.
"udah makan kue tadi om, makasih"
"sering-sering maen sini Lang, temenin om ngobrol. Sepi disini gak ada kawan ngobrol" kata om Haryono
"ya mana cocok mas, Gilang ngobrol sama kamu" kata Bulek Nita. Masih sibuk dengan mengikat rambutnya. Sepertinya sengaja di perlama untuk memamerkan ketiaknya padaku. Rupanya dia sudah tau salah satu kelemahanku.
"hehehe ya bisa disesuaikan topiknya. Sekalian ngajarin Eko belajar, suka bingung saya kalo Eko minta ajarin ngerjain PR" jelas om Haryono.
"gampang itu om, bisa diatur" jawabku.
"yaudah mas lanjutin ngobrol, adek mau mandi dulu. Mau jemput Eko" ucap Bulek Nita.
"jam berapa ini dek, gak sempet kalo kamu mandi dulu. Keburu pulang gurunya, biar mas aja yang jemput" kata om Haryono.
"saya aja om yang jemput Eko pulang sekolah" aku menawarkan bantuan.
"oh gak usah. Soalnya mau sekalian bayar SPP nya Eko. Tadi mau dibawain uangnya sama Eko, tapi takut ilang. Kamu nyantai aja dulu disini" kata om Haryono.
"iya, makan aja dulu dibelakang. Cuma makan kue mana kenyang" kata Bulek Nita. Entah dia memang benar menawari aku makan atau apa. Tapi aku merasa Bulek Nita seperti ingin menahanku tetap disana.
"ok deh kalo dipaksa, lumayan rejeki gak boleh ditolak haha.. "
"yaudah mas berangkat dulu ya dek. Lang om tinggal dulu ya" kata om Haryono berpamitan pada kami. Mengambil kontak motor diatas TV lalu pergi dengan sepeda motornya meninggalkan kami. Meninggalkan istrinya yang mempesona dengan aku seorang pemuda yang haus kasih sayang. Setelah melihat motornya menghilang tak terlihat lagi. Aku bangkit dan mendekati Bulek Nita, lalu duduk disampingnya. Bulek Nita hanya tersenyum melihatku duduk disampingnya.
"saya kangen Bulek.. " kataku sambil memandangi wajahnya.
"kangen apa kangen.." godanya.
"beneran kangen..."
"kangen apanya.. "
"Semua yang ada di Bulek buat saya kangen"
"alah ngerayu. Sana jangan deket-deket, bulek belum mandi" katanya sambil ingin mendorong dadaku. Aku langsung memegang tangannya yang menyentuh dadaku.
"gak papa Bulek, malah keliatan seksi kalo begini. Bikin nafsu"
"tuh kan ternyata kangen yang lain.. "
"emangnya bulek gak kangen juga.." tanyaku sambil mengusap tangannya yang masih diatas dadaku.
Bulek Nita tidak menjawab, hanya menatapku dengan tatapan genit. Kudekatkan wajahku perlahan untuk mengecup bibirnya, bulek Nita hanya pasrah lalu menyambut kecupanku. Kecupan yang tidak lama karena langsung berubah menjadi lumatan yang penuh nafsu. Rasa rindu dan nafsu yang terakumulasi sekian lama membuat kami langsung lupa diri dan seolah kesetanan. Lidah kami saling membelit dan mengusap, bibir kami saling melumat, saling bertukar air liur yang membasahi mulut kami. Tidak kami hiraukan beberapa kali gigi kami yang beradu karena terlalu menggebu-gebu.
Kutuntun tangannya turun dari dadaku, kuarahkan menuju selangkanganku. Bulek Nita hanya menurut, mengelus dan meremas kontolku dari luar celana. Tanpa melepaskan lumatan kami, aku menyentuh dan meremas payudaranya. Payudara dengan ukuran sedang yang lama tak kusentuh. Kuremas dan kuacak-acak dadanya dengan keras. Bulek Nita hanya melenguh dan sesekali menggelinjang menahan rasa geli.
"mm.. aach.. " Bulek Nita melepaskan tautan mulut kami, hanya sepersekian detik langsung kukejar mulut itu dan melumatnya lagi tanpa memberinya kesempatan bernafas. Menghisap kuat-kuat lidahnya dan menarik dengan gemas bibirnya.
"mm.. ach.. uhh.." bulek Nita kembali melepaskan ciuman kami, sambil mendorong kepalaku dan melepas remasannya pada selangkanganku. kembali aku menyerbunya lagi. Tapi kali ini leher jenjangnya yang jadi sasaranku. Aroma tubuh yang belum mandi dan bercampur dengan keringat yang mulai keluar membuatku semakin terbuai dan bernafsu. Aroma tubuhnya seolah bagai doping yang membuatku justru makin menggila dan tak terkendali.
"ohh.. mmph.. Pintunyaa bbelum.. ach.. belumm di.. tutup" ucap bulek Nita.
"biarin aja bulek, kacanya kan gelep. Gak keliatan dari luar" jawabku lalu kembali menyerang lehernya, menjilat dan mengecup ringan disana. Aku tidak mau meninggalkan bekas merah disana, takut jika terlihat suaminya nanti.
"hmp.. ach.. Jangan lama-lama, keburu suami bulek pulang.. " kata Bulek Nita sambil mengusap rambutku.
Mendengar itu aku langsung menghentikan seranganku. membuka pakaian bawahku dengan cepat dan hanya menyisakan bajuku bagian atas. Sementara bulek Nita kulihat membuka semua pakaiannya hingga polos bugil. Bulek Nita lalu memposisikan tubuhnya tiduran diatas sofa dan memasang pose yang menggoda. Wajahnya sangat binal dengan mulut agak terbuka dan tatapan mata genit. Tangan kanannya terangkat memamerkan ketiak mulusnya, tangan kirinya meremas dadanya dan sesekali memilin pentilnya. Kedua kakinya terbuka mengangkang lebar mempertontonkan memeknya yang kemerahan tanpa sehelai bulu. Sangat imut dan menggemaskan, rupanya bulek Nita telah mencukur habis bulu jembutnya.
"wah.. si tembem sekarang gundul ya.. " kataku sambil mengusap dan mengelus permukaan mulus memeknya.
"iya, hihihi.. suka gak" tanya Bulek Nita genit.
"suka bulek, suka banget" jawabku.
Tidak tahan melihat pesona keindahan didepan mataku. Aku langsung menyerbu dan menindih tubuhnya. Sasaran pertamaku adalah ketiak indahnya. Kuangkat kedua tangannya dan bergantian menghisap dan menghirup dalam-dalam aromanya. Setelah merasa cukup menikmati ketiaknya aku menurunkan kepalaku kearah sepasang dadanya. Sepasang dada yang sekarang menjadi sasaran dari seranganku. mulutku melumat dan menghisap dadanya dengan rakus, sesekali menggigit kecil pentilnya. Sementara tanganku terus meremas dengan keras dan memilin pentilnya.
"ouch.. ssshh ahh.. mmph.. " bulek Nita mendesis keenakan.
Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama mencumbu tubuh indahnya, tapi karena waktu yang tidak memungkinkan aku terpaksa menahan hasratku. Aku lalu bangkit dan berdiri, kutuntun bulek Nita untuk bangkit dan duduk dikursi nya. Mengetahui maksudku, bulek Nita langsung menggenggam dan mengocok perlahan kontol tegangku. Mengecup kepalanya dan sesekali menghisap buah zakarku. Kembali karena waktu yang mepet, sambil menatap binal kearahku bulek Nita membuka lebar mulutnya dan secara perlahan memasukkan kontolku kedalam mulutnya. Dengan nafsu membara dan mungkin rasa rindu, bulek Nita tampak bersemangat dan meresapi kegiatannya. Sesekali dia bahkan melakukan deepthroat, rasanya sungguh nikmat dan penuh sensasi. Ditambah dengan ekspresi binal dan suara tenggorokannya yang tertumbuk kepala kontolku. Aku merasa pertahananku akan jebol, langsung kulepaskan kontolku dari cengkraman mulutnya.
"cepet sayang, masukin cepet. Memek bulek udah gatel.. " kata bulek Nita sambil menyandarkan tubuhnya dan membuka lebar selangkangannya. Tangannya menepuk nepuk memeknya yang telah basah. Memek gundulnya yang imut dan menggemaskan membuatku pesimis bisa bertahan lama menggempurnya. Langsung kuarahkan kepala kontolku kearah memeknya. Ku pukul-pukulkan diatas gundukan memeknya. Lalu kugesek sepanjang garisnya dan berhenti tepat di itilnya, menggeseknya perlahan hingga menambah becek memeknya.
"ohh mpphh.. " bulek Nita lalu dengan tergesa dan tidak sabar lalu menarik kontolku dan mengarahkannya kearah mulut memeknya. Menancapkannya dan menarik pantatku kearahnya agar kontolku masuk sedalam-dalamnya. Bulek Nita lalu menggoyangkan pinggulnya mencari kenikmatan masih sambil menahan pantatku. Memeknya yang basah dan hangat terasa mencengkram kuat kontolku. Terasa berkedut dan menghisap. Kugoyang dan menggenjotnya, perlahan dan kemudian makin cepat.
"ach.. ach.. ohh yaa.. " bulek Nita terus meracau. Tangannya meremasi dan memilin pentilnya sendiri. Goyangannya semakin cepat seolah berusaha mencapai kenikmatannya. Kuimbangi setiap gerakannya, menghujamkan kontolku dalam-dalam hingga mentok. Kepalanya mendongak dengan mata terpejam dan mulut terbuka lebar.
"ach ach.. ssshh ach ohh ohh terrusss.. yang cepet.. yang cepet.. ohh ohh kelluaaaarr" bulek Nita agak berteriak saat menyambut orgasmenya. Pinggulnya bergetar dan mengejat menyemburkan cairan. Kucabut kontolku dan menggesek lubang memeknya, menyambut semburannya. memek bulek Nita terlihat makin basah kuyub. Karena nafsu yang belum tersalurkan, aku lalu membalikkan tubuh bulek Nita. Dengan tubuh yang masih lemas, bulek Nita menuruti kemauanku bertumpu pada kedua tangan dan mengangkat pantatnya menungging.
Bongkahan pantat yang bulat dan mengairahkan membuatku tak membuang waktu dan langsung menancapkan kontolku sedalam mungkin dengan satu tusukan keras.
"aww..!" bulek Nita berteriak dan mendongakkan kepalanya karena kaget dengan serangan mendadakku. Langsung kujambak rambutnya dari belakang dan menggenjot dengan cepat. Suara beradunya tubuh kami dan desahan memenuhi ruangan ini. Saat sedang berusaha menggapai klimaks, aku mendengar samar-samar suara orang berbicara dan berjalan. Aku menoleh kebelakang dan melihat ada dua orang pria yang sedang berjalan dan akan melewati samping rumah bulek Nita. Masih dengan kontol yang menancap, aku memegang kedua lengan bulek Nita dan menariknya. Hingga dia saat ini dalam posisi tegak dan pantat menungging. Kuajak bulek Nita berjalan kearah depan kaca jendelanya yang lebar. Kulepaskan tangannya hingga dia berpegangan pada kusen jendelanya. Posisi kami menghadap kehalaman rumah dimana kedua pria itu sedang berjalan menuju samping rumah.
"aadaa orrang.. " ucap bulek Nita. Tapi herannya dia tidak menghentikan goyangan pantatnya, malah makin mempercepatnya.
"iya bulek, ada orang. Liat bapak-bapak itu. Gimana kalo mereka tau kita lagi ngentot" bisikku ditelinganya tanpa menghentikan tusukanku.
"ohh.. ach ach ach ach... " bulek Nita makin mempercepat gerakan pantatnya menyambut sodokan kontolku dibelakang. Aku lalu mempercepat sodokan ku berusaha mencapai orgasmeku yang akan sampai. Tangan kiriku meremas keras dadanya, sedangkan tangan kananku menutup mulutnya.
"Plak. Plak.. Plak.. Plok.. Plok.. Plok.. " suara beradunya tubuh kami yang berpacu mengejar kenikmatan tertinggi.
"aahhh.. saya keluar buleeekk..." bisikku.
"hmmp.. hmmpp.." suara bulek Nita yang tertahan tanganku dimulutnya. Matanya tampak memandang kearah dua orang pria yang sudah berada sangat dekat dengan posisi kami. Kondisi kaca yang gelap membuat kami tidak terlihat dari luar, tapi aku tidak yakin jika suara kami tidak terdengar sampai keluar. Aku lalu mencapkan dalam-dalam kontolku yang menyemburkan sperma kentalku. Kucengkram dengan keras dadanya dan menggigit pundak bulek Nita untuk meredam suaraku yang keluar. Disaat yang bersamaan bulek Nita pun menekankan keras pantatnya kebelakang menyambut serangan terakhirku. Memeknya berdenyut dan menghisap kuat kontolku, menyemburkan cairan yang keluar membasahi paha dan kaki kami.
"aaahhh..!" teriak bulek Nita agak keras begitu aku melepaskan tanganku pada mulutnya. Sepintas aku melihat kedua pria itu sempat menoleh kearah rumah bulek Nita. Ah untung saja mereka hanya menoleh dan tetap melanjutkan perjalanan mereka.
Kucabut kontolku yang mulai mengecil, bulek Nita lalu membalikkan badan menghadap kearahku. Kami lalu berciuman dengan berpelukan erat.
"nikmat ya bulek" ucapku membelai rambutnya.
"iya, banget! Seru.. Hehe tapi kayaknya mereka tadi tau ya" jawabnya tersenyum.
"kayaknya sih gitu bulek, untung mereka cuma lewat ya"
"iya kalo mereka masuk gimana ya. Bisa diperkosa bulek sama mereka.. " ucapnya sambil membayangkannya.
"uhh.. memek bulek ngenyut bayanginnya. Hehe.. udah yuk bersih-bersih keburu pulang suami bulek" lanjutnya.
Kami lalu memakai kembali pakaian kami yang berserakan. Aku langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan pusaka ku yang telah bekerja keras. Sementara bulek Nita membereskan dan membersihkan bekas pertempuran kami tadi. Setelah selesai aku lalu meninggalkan rumah bulek Nita. kuberikan bulek Nita ciuman mesra dan mendalam sebagai tanda perpisahan kami.
***
Setelah pertempuran dengan bulek Nita tadi aku kembali kerumahku. mandi wajib dan makan untuk mengisi tenagaku yang terkuras. Menu makan ku siang ini adalah indomie goreng pake telor dua, dan tidak lupa sepiring nasi. Orang Indonesia belum akan kenyang kalo belum makan nasi. Setelah kenyang aku malah ketiduran dan baru bangun saat sudah jam 2 siang. Aku lalu bersiap untuk pergi ke Plaza membeli topi. Mumpung ingat dan ada waktu pikirku.
Saat sedang memilih dan mecoba-coba topi yang ingin kubeli, aku dikejutkan suara seorang wanita.
"gak cocok, malah kayak copet!" kata suara itu mengejek.
Aku hanya melirik kearah suara itu. Suara itu ternyata dari Jenni yang entah sejak kapan ada disebelahku. Matanya memandang kearah jejeran topi yang terpajang seperti sedang ikut memilih.
"berisik" balasku
"udah ah, nanti aja yuk" ucapnya sambil menarik bajuku untuk mengikutinya.
"mau kemana?"
"nyari kain bahan. Saya mau buat kebaya"
Aku lalu berjalan bersama dengan Jenni, dari satu toko ke toko lainnya. Hampir setiap toko yang dilalui pasti akan dimasukinya. Memilih milih sebentar, bertanya kepada pelayan toko lalu pergi lagi. Seperti itu terus disetiap toko. Aku menghitung mungkin sudah ada sekitar 20 toko yang kami masuki, itu tidak dihitung toko yang kami masuki sampai 2 atau 3 kali. Jenni tampak bersemangat dan lincah berjalan kesana kemari, belum menunjukkan rasa lelahnya sedikitpun. Sementara aku sudah mulai kepayahan mengikutinya bahkan beberapa kali aku harus tertinggal jauh dibelakang.
"cepet.. Lambat bener jalannya" kata Jenni menungguku yang berjalan tertatih tatih.
"tadi kamu bilang mau beli kain bahan, tapi kenapa semua toko kita masukin ya. Toko baju, toko sepatu, toko boneka, tas, aksesoris.. "
"ya memang mau beli bahan kain. Tapi kan sekalian liat-liat yang lain siapa tau ada yang bagus"
"gak bisa ya kita langsung aja ke toko kain? "
"bisa. Tapi mampir dulu ketoko itu kayaknya bagus rok yang dipajang itu" ucapnya yang tanpa menunggu lagi jawaban dariku langsung berjalan meninggalkanku.
Benar-benar kegiatan yang melelahkan dan menguras kesabaran menurutku. Aku baru tau ternyata Jenni orang yang iseng dan kurang kerjaan, masuk toko sana-sini tapi gak ada yang dibeli. Dia selalu menanyakan barang yang tidak ada. Iseng banget kan. Dan yang paling menyebalkan adalah Jenni selalu melibatkan aku dalam aksinya. Seperti bertanya pendapatku mengenai barang yang dilihatnya, sesuatu yang percuma menurutku. Aku katakan percuma karena apapun jawabanku tetap tidak akan dipakainya dan malah akan menyalahkan aku.
"ini bagus gak" tanya Jenni kepadaku sambil menunjukkan sebuah rok pendek warna biru.
"bagus, cocok buat kamu" jawabku main aman
"asal jawab aja, kayak gini kok bagus. Ada tali rumbai-rumbai gitu, kayak rok biduan" oceh Jenni. Aku hanya pasrah mendengar ocehannya sambil meratapi nasib.
"kalo yang ini bagus gak? " tanya Jenni menunjukkan sebuah rok warna abu-abu. Aku yang tidak mengerti tapi berpura-pura memperhatikan rok itu, menelitinya dengan seksama.
"jelek! Kayak rok sailormoon. Bahannya juga kasar, kayak murahan" jawabku sok mengerti.
"masa' sih? Kayaknya gak deh. Tapi yaudah lah gak jadi mbak" ucap Jenni dan menjadikan aku kambing hitam. Sekarang giliran si mbak pelayannya yang cemberut padaku.
"kita ke toko depan itu, tadi saya liat ada sepatu lucu" kata Jenni
"lucuan juga srimulat.. " gumamku.
"biasa aja dong intonasinya..."
"saya nunggu disana aja ya" kataku sambil menunjuk sebuah kerumunan.
"ngapain disana!? "
"liat kapal otok-otok di baskom"
"otok-otok muter di baskom kamu tontonin!"
Mendengar jawaban dari Jenni membuat aku harus memendam hasrat ku melihat kapal otok-otok. Aku lalu mengikutinya dari belakang sambil cemberut seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Sampai di toko yang menurut Jenni ada sepatu lucunya aku langsung ngedeprok duduk dipojokan, kaki pegalku langsung ku selonjorkan sambil menyedot es teh didalam plastik. Pelayan toko sempat heran melihatku, sementara Jenni hanya melihatku tanpa ekspresi.
"biasa mbak, ngambek minta beliin kapal otok-otok" kata Jenni pada mbak pelayan toko.
Jenni lalu mulai melihat lihat sepatu yang ada disana, sedangkan sepatu yang menurutnya lucu tadi hanya dilihatnya sepintas. mungkin tidak terlalu lucu jika dilihat dari jarak dekat. Beberapa sepatu di cobanya dan diperiksa dengan teliti, Jenni lalu seperti biasa mulai menanyakan hal yang tidak-tidak.
"gak ada yang warna biru ya mbak?" tanya Jenni
"ada gak yang tingginya 5 centi aja"
"kalo yang pitanya kecil aja gak ada? atau talinya yang belakang kecil aja"
"yang modelnya begini tapi bahan kulit ada?"
Aku hanya mendengarkan obrolan mereka sambil berdoa semoga siksaan ini cepat berakhir. Sudah hampir satu jam kami berkeliling, hampir semua toko kami masuki tapi belum ada satupun barang yang dibeli. Aku jadi ragu apakah Jenni punya uang atau tidak, jangan-jangan dia tidak punya uang. Tidak berniat beli tapi hanya lihat-lihat.
"wah mahal amat mbak, apa gak bisa kurang!?" suara Jenni agak meninggi. Setelah cukup lama bernegosiasi Jenni lalu menghampiriku di pojokan, merebut plastik es ku dan menyedotnya habis. Huh aku kan masih haus!
"ayolah kita ke toko lain aja, disini mahal" kata Jenni sambil mengembalikan plastik ku yang sudah habis.
"emang biasanya berapa" tanyaku putus asa.
"biasanya lebih murah sepuluh ribu" jawabnya enteng.
"saya tambahin aja deh sepuluh ribu, gak papa pake duit saya" ucapku memberikan solusi. Lebih baik aku rugi sepuluh ribu daripada harus menemaninya berkeliling lagi. Tapi rupanya niat baik ku malah jadi boomerang buatku sendiri. Jenni tak henti-hentinya memarahiku sepanjang jalan. Tidak sayang uang lah, jangan mau dibodohi pelayan toko lah, harus teliti dan tau kualitas baranglah.
Satu jam berikutnya aku masih mengikuti Jenni yang kesana kemari seperti tak kenal lelah, sementara aku semakin terseok-seok dibelakangnya. Jenni membeli beberapa baju, sepasang sendal boneka untuk dikamar, dan sebuah blazer yang akan dipakainya saat kuliah nanti. Hmm masih lama kali..! Sebenarnya dalam hati aku berharap Jenni akan membeli pakaian dalam juga, selain untuk cuci mata dan menambah semangat, aku juga ingin tau ukuran dan selera jenis pakaian dalam Jenni. Aku pasti akan dengan sukarela memberikan pendapat walaupun tanpa diminta. Setelah dia merasa cukup, akhirnya kami sampai juga di toko kain yang ingin dibeli Jenni. Aku menjadi sedikit tenang ketika Jenni bilang bahwa ini adalah toko langganannya dan memang toko yang paling lengkap dan murah disini. Berarti tidak akan lama pikirku.
"bagus warna apa ya" tanya Jenni. Aku hanya pura-pura tidak mendengarnya, aku tidak mau berkomentar karena aku sudah berpengalaman dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
"jawab dong jangan diem aja"
"terserah. warna apa aja pasti bagus kalo kamu yang pake"
"tetep aja harus nentuin pilihan, Jadi cowok itu harus punya pendirian"
"yang pasti disesuain sama umur, jadi warna-warna yang lembut. putih gak mungkin, kayak penganten. Biru muda bagus juga kesannya lembut dan sejuk. Pink ngasih kesan imut dan gemesin. kuning ngasih kesan cerah bikin kulit kamu makin bersinar. atau bisa warna emas, keliatan lebih elegan. Tapi harus disesuain juga sama kain bawahan yang mau kamu pake warna apa" jelasku panjang lebar. Jenni dan mbak pelayan cuma melongo dengernya.
"mas nya ngomong apa sih mbak" tanya si mbak pelayan
"gak tau, suka ngelantur memang dia" jawab Jenni menyebalkan.
Aarrrgghh.. Mereka berdua lalu tampak sibuk memilih dan melihat kain tanpa menghiraukan aku. Tidak apalah setidaknya aku bebas dan tidak perlu repot dimintai pendapat lagi.
"ugh.. Berat ya.. " keluh Jenni yang menenteng plastik belanjaan. Ternyata Jenni membeli cukup banyak bahan kain. untuk dia, mama, si mbak, sepupu, tante dan sepupu tantenya.
"sini saya bawain" aku menawarkan bantuan. Hahaha aku sekarang sudah peka dan tanggap kode. Dengan cekatan aku membawakan belanjaannya, aku juga bersikeras membawakan tas nya tapi ditolak. Mungkin takut ku copet dompetnya.
"cari makan yuk, tapi kamu aja yang makan. Saya lagi diet" kata Jenni.
"saya juga gak ah. Belum laper" jawabku
"beneran belum laper? Ntar sakit kalo gak makan. Kalo kamu sakit, nanti saya nyakitin siapa" kata Jenni dengan senyum jahat.
"hah? Gak ah males makan sendiri" kataku sambil ngeri membayangkan ucapannya.
"yaudah kalo gak mau"
Hah? Udah begitu aja? Gak dipaksa gitu? Sebenarnya bukan karena aku belum lapar sih, tapi karena aku ingin dipaksa. Setelah aku yang berusaha menjadi peka, kenapa sekarang malah Jenni yang jadi tidak peka. Rupanya begini rasanya menghadapi orang yang tidak peka dan tidak paham kode.
"tadi beli es dimana" tanya Jenni.
"tuh dideket toko baju yang tadi udah kita masukin 5 kali" jawabku sambil menyindir. Jenni hanya melirik sinis.
"saya beliin ya. Kamu nunggu disini atau gimana" tanyaku. Dia pasti haus makanya bertanya seperti itu. Gimana? Sudah peka kan aku sekarang.
"gak mau. Maunya limun aja"
"hah limun!? Taun berapa ini Jeeen? Ini bukan jaman tipi item putih lagi!"
"bodo'. Maunya limun rasa sarsaparila..." kata Jenni memasang wajah merajuk.
"iya iya. Mukanya jangan gitu, jadi gak bisa nolak saya" kataku sambil pergi. Pergi tanpa tujuan entah kemana.
"ikuuuutt... " teriak Jenni manja di belakangku.
Aku dan Jenni lalu berkeliling mencari limun yang menurut pendapatku pabriknya pun pasti sudah tutup. Hampir seluruh bagian Plaza sudah kami datangi, setiap toko dan tempat makan kami masuki, tapi tidak juga kami dapatkan minuman langka itu. Jenni akhirnya menyerah dan mau menggantinya dengan es teh setelah ku bujuk. Saat sudah selesai memesan es teh, Jenni tampak kesulitan saat akan membuka dompetnya. Entah karena resleting dompetnya yang macet atau apa. Maka sebagai cowok yang tanggap dan peka, aku langsung membayarinya. Hmm keren kan.
"beli topi dulu" kataku mengingatkan Jenni.
"ini kan emang mau ke toko topi. Jangan di emperan tempat kamu tadi, sekalian yang bagus"
"sama aja lah, tetep topi"
"bedalah. selera kamu rendah banget sih"
"tapi kalo masalah cewek selera saya tinggi" kataku sambil dengan sengaja menyentuhkan lenganku ke lengannya. Kulitnya terasa sangat lembut dan halus menggesek lenganku. Jenni tidak berusaha menghindari lenganku dan hanya tersenyum sambil memanyunkan bibirnya. Hmm kuncir juga neh bibir!.
Akhirnya aku mendapatkan sebuah topi yang akan kupakai nanti malam. Topi yang dipilihkan khusus oleh Jenni. Sebenarnya ada satu topi yang kusukai, tapi Jenni bilang norak dan memaksa untuk tetap memilih sesuai pilihannya. Topi pilihan Jenni yang menurutnya keren dan desainnya bagus. Sebuah topi hitam polos dengan inisial huruf J warna putih ditengahnya. Huft siapa sih yang mendesain topi ini!. Awalnya aku yang ingin membayar dan menolak Jenni yang ingin membayari. Tapi kemudian Jenni marah dan mulai membanding bandingkan dirinya dengan Mala.
"sama dia mau dibeliin! Sama saya gak mau! waktu sama dia saya yakin kamu gak nolak waktu dibayarin! bla bla bla.. " aku hanya diam tak berani melihat wajahnya, aku hanya memandangi bapak pemilik toko yang pura-pura menyibukkan diri menata pajangan topinya. Padahal dari matanya aku tau dia menaruh belas kasihan padaku. Dan itu terbukti dengan diskon lima ribu yang diberikannya saat Jenni membayar.
Saat di perjalanan pulang tadi aku menceritakan tentang kegiatan baru ku pada Jenni. Tanpa ku duga ternyata reaksinya positif. Dia antusias dan mendukungku, asal tidak menggangu sekolah sih katanya. Dia bahkan berniat untuk kapan-kapan melihatku mengamen dan dia juga meminta ku untuk berjanji akan menyanyikan sebuah lagu khusus untuknya nanti. Hmm lagu apa ya?
"Biar kamu tau susahnya cari uang gimana" katanya. Huft emangnya kamu tau susahnya cari duit!.
"jadi kamu bisa lebih menghargai uang" katanya lagi. Emangnya siapa yang boros, suka belanja yang gak penting!
"yang terpenting adalah kamu suka. Karena kebahagiaan itu kita yang nentuin" lanjutnya. Lah terus kenapa tadi ngelarang waktu aku mau nonton kapal otok-otok?.
Hari sudah mulai gelap ketika kami sampai dirumah Jenni. Hal itu dikarenakan saat akan pulang tadi, Mama Jenni menelpon Jenni dan memintanya untuk membelikan pempek yang antriannya seperti antrian sembako murah. Ketika sampai didepan rumahnya, Jenni tidak langsung membuka pintu. Dia hanya berdiri didepan pintu lalu berbalik menghadapku.
"makasih ya untuk hari ini.. " ucapnya lembut.
"saya yang makasih" ucapku sambil menurunkan belanjaan ditanganku dan berjalan mendekatinya. Sangat dekat hingga hanya tinggal satu jengkal jarak antara kami, aku bahkan dapat mendengar dan merasakan hembusan nafasnya. Aku lalu menatap matanya dalam-dalam. Jenni tampak gugup menggenggam plastik pempek ditangannya, dia bahkan tidak berani untuk menatap mataku.
"Jen.. " panggilku lembut.
"hmm.." dia mengangkat wajahnya menatap mataku. Aku sempat terhipnotis menatap keindahan bola matanya. Aku lalu menurunkan pandanganku, menatap hidung bangirnya, lalu menatap ke bibir tipisnya, bibir mungil yang tampak sangat indah menggemaskan. Dengan masih menatap bibirnya, aku lalu menggerakkan kepalaku maju secara perlahan. Sedikit demi sedikit hingga bibirku menyentuh hangat bibirnya. Terasa sangat lembut sekali. Kubiarkan sejenak bibirku merasakan sensasi dan menikmati sentuhan bibirnya. Jenni hanya diam mematung tidak bereaksi, tubuhnya serasa kaku. Kukecup dengan lembut dan perlahan.
Kuangkat bibirku dari atas bibirnya secara perlahan sambil menatap mata sendunya. Bibirnya tampak sedikit terbuka, aku lalu mendekatkan lagi kepalaku. Mengecupnya lagi dan meraih bibirnya. Jenni masih belum merespon, bola matanya tampak berputar-putar seperti sedang merasai sesuatu. Tubuhnya sudah lebih rileks dan tidak tegang lagi. Kedua tanganku lalu bergerak menyentuh kedua lengannya, menyentuh kulit halusnya dan mengusapnya. Aku merasakan bibir Jenni tampak sedikit bereaksi terhadap bibirku. Pegangan tangannya pada plastik pempek terlepas, menjatuhkan plastik pempek ke lantai. Jenni lalu menggerakkan kedua tangannya kearah pinggangku, memegang pinggangku dan meremas bajuku. Bibirnya lalu mulai bergerak menyambut gerakan bibirku.
Jenni tampak memejamkan matanya dan meresapi moment ini. Bibir kami terus saling mengecup dan menghisap satu sama lain. Bibirnya yang terasa manis membuatku tak ingin mengakhirinya, tak kulewatkan sedikitpun setiap bagian bibirnya. Sungguh suatu sensasi yang baru pertama kali kurasakan, tubuhku serasa hangat dan bergejolak. Tak ada nafsu disana, hanya ada perasaan sayang yang tulus. Kami lalu melepaskan ciuman, saling memandang tanpa melepaskan sentuhan tangan kami masing-masing. Jenni tampak tersipu malu, wajahnya tampak memerah. Otak ku serasa beku dan tak dapat berpikir.
Setelah cukup lama saling memandang, kami yang sadar masih dalam posisi sangat dekat dan setengah berpelukan lalu melepaskan pegangan kami. Terasa sangat kikuk dan tak tahu harus berkata apa. Jenni masih tampak tersipu malu dan sesekali melirikku. Aku hanya salah tingkah cengengesan sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"mmm.. " Jenni tampak bingung ingin berkata apa.
"Jen.." panggilku
"hmm.. " Jenni menatapku malu.
"mmm.. gak jadi" kataku juga malu.
"hihihi... "
"Jen..." panggilku lagi.
"apa.. " jawabnya
"kamu pipis di celana ya"
"gak, kenapa" tanyanya heran.
"kok kaki saya basah ya" kataku.
Kami lalu sama-sama melihat kebawah, melihat ke lantai yang sudah basah dengan genangan cairan kental berwarna merah kehitaman. Kemudian kami kembali saling memandang. Wajah Jenni sedikit demi sedikit mulai berubah, matanya tampak menyipit, pipinya pun mulai mengembung. Aku sudah sangat sangat sangat hapal dengan raut wajah itu. Maka layaknya seorang pramuka teladan yang baik, aku mulai melakukan ancang-ancang untuk balik kanan.
"cuka pempeknya tumpaaah!" teriak Jenni. Bersamaan dengan itu aku langsung balik kanan dan mengeluarkan ilmu meringankan tubuhku. Berlari secepat mungkin dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Jenni diteras rumahnya yang berteriak-teriak kesal kepadaku.
***
Jam 10 malam lewat ketika aku diantar Bonar pulang tadi. Rasa lelah dan letih yang kurasakan seolah tak terasa, sebanding dengan pengalaman baru yang kudapat. Sampai dirumah aku melihat ada plastik hitam yang digantung di pintu rumah. Plastik hitam berisi kue sebagai oleh-oleh dari Bulek Nita. Saat ditaman tadi Bulek Nita mengirimkan sms kepadaku, mengabarkan bahwa dia sudah pulang dan meletakkan kue di dekat pintu.
"Lang ada rokok gak" tanya Ratna yang tiba-tiba saja masuk kedalam rumah.
"woy maen nyelonong aja, ketok pintu dulu kenapa! gimana kalo saya lagi telanjang" kataku sambil melemparkan rokok keatas meja.
"ah kan udah pernah liat sih" jawabnya santai. Menyalakan rokok lalu mengintip isi plastik oleh-oleh dari Bulek Nita.
"dari Bulek Nita ya" tanya Ratna
"iya. Makan aja"
"gak ah. Saya juga di kasih kok. Udah ya makasih rokoknya" ucap Ratna sambil ingin pergi.
"eeh Rat ntar dulu. Mau kemana sih buru-buru amat"
"pulang lah"
"nanti sih, saya mau curhat nih.. "
"males ah saya lagi 'dapet' "
"curhat beneran Rat, curhaatt... bukan yang laen"
"oh curhat? Curhat apaan?" ucap Ratna lalu duduk dihadapanku.
"becek aja otak kamu. Saya pengen denger pendapat dan masukan kamu dari sudut pandang sebagai seorang cewek"
"hmm yaudah cerita"
"bikinin kopi dulu Rat, biar enak ngobrolnya"
"enak aja! Tamu malah disuruh-suruh, yang butuh siapa..."
"tolong sih, sama tetangga aja itungan"
"iya iya! Ntar saya gak boleh numpang nonton TV lagi"
"kopinya satu sendok setengah, gulanya sesendok aja. Ngaduknya 18 kali kearah kanan."
"bawel!"
Setelah Ratna selesai membuat kopi, aku mulai menceritakan kegalauanku tentang Jenni kepada Ratna. Awalnya tidak yakin sih mau curhat dengan dia, tapi bagaimana lagi. Kurang tepat jika aku curhat kepada Bonar, walaupun kadang-kadang saran darinya memang tepat. Tapi saat ini aku benar-benar butuh sudut pandang dari seorang cewek. Aku tidak punya teman cewek yang bisa kuajak curhat, ya cuma Ratna. toh kami sudah saling mengenal bahkan sampai ke dalam-dalam.
Kuceritakan semuanya dari awal kepada Ratna. tentang semua sikap Jenni, tingkah polahnya, perkataannya, kejadian malam ketika dia menangis, pengakuan dari Endang, tentang Andi dan juga Mala. Ratna hanya diam dan fokus mendengarkan ceritaku tanpa memotongnya. Ratna menunjukkan wajah serius sambil menghisap rokok dan sesekali menyeruput gelas kopi. Gelas kopi ku karena Ratna hanya buat segelas saja. Aku menyelesaikan ceritaku sambil mematikan puntung rokokku dan melirik gelas kopi yang tinggal ampasnya.
"gitu ceritanya Rat. Gimana menurut kamu" tanyaku
"oke, kita fokus aja ke si toket gede ya, masalah Dian Sastro gak usah kita bahas. Atau jangan malem ini deh. Kita fokus ke satu aja dulu" kata Ratna
"Jenni namanya Rat.. " ucapku meralatnya.
"ya Jenni. Kamu kenal sama dia sejak kapan"
"dari kecil lah Rat, dulu sering mandi ujan bareng"
"selain mandi ujan bareng? kapan kamu ketemu atau main sama dia"
"paling ngaji bareng. kalo maen bareng sih gak pernah Rat. Dia sukanya maen boneka sama masakan, saya sukanya maen bola sama dokter-dokteran. Jadi kita gak pernah maen bareng"
"maksudnya berinteraksi gitu... Karena menurut pandangan saya prosesnya itu panjang dan gak sebentar. Ada tipe cewek yang mudah jatuh cinta, tapi ada juga tipe cewek yang susah jatuh cinta. Mungkin dari dulu ada hal-hal atau perbuatan kamu yang udah tertanam dihatinya, sedikit demi sedikit tanpa disadari jadi perasaan sayang. Terlepas dari setelah kamu besar sekarang ternyata ya cuma begini doang."
"dari awal omongan kamu bagus Rat, terakhirnya kok menohok amat"
"realita itu Lang. Makanya kadang ada orang yang komentar, kok bisa sih dia suka sama si itu. Atau si cewek mikir, kok bisa ya saya suka sama dia. Itu kasus yang terjadi sama kamu. Tanpa disadari kayak gitu, walaupun banyak cowok yang deketin, bahkan lebih keren, lebih ganteng, lebih kaya, lebih baik-baik."
"kalimat terakhir kamu lagi-lagi gak enak Rat"
"jawab aja pertanyaan saya.. "
"hampir tiap sore kan saya maen bola Rat, lapangan bolanya depan rumah dia. Bapaknya juga suka maen bola dulu, sekarang sih sok-sok jadi pelatih gitu. Jadi dari dulu kalo abis maen bola atau mau tanding bola kumpulnya dirumah dia, tujuannya sih pengen minum aer es. Jaman dulu susah kulkas Rat, cuma dia yang udah punya"
"bisa jadi itu salah satunya. Mungkin memang udah dari dulu perasaan itu muncul, pelan tanpa disadari. Selama berinteraksi pasti ada hal-hal yang manis atau yang berkesan buat dia"
"apaan ya? Biasa aja kayaknya Rat. Malah saya sering gangguin dia dulu, nyumputin sendalnya sama narik-narik kerudungnya waktu ngaji. Kadang juga nakut-nakutin dia jadi ninja pake sarung"
"kecilan kamu pecicilan juga ya"
"cuma ama dia aja kok, dia lucu sih kalo di isengin" sambil aku mengingat masa kecilku dulu saat mengganggu Jenni. Dia tidak pernah melaporkan kepada orangtuanya, sehingga membuatku semakin berani mengganggunya. Saat kecil Jenni termasuk anak yang cengeng dan manja. Sudah besar ini saja dia jadi galak, tapi manjanya masih tetap tidak hilang.
"itulah cowok. Cowok pada umumnya, kamu pada khususnya. Gak peka, gak sensitif! Menganggap semua biasa aja, gak ada something special. Beda dengan cewek, hal kecil aja bisa bikin tersentuh, berkesan dan membekas dihati. Kami para cewek selalu mengutamakan perasaan, gak seperti kalian cuma ngandalin logika!“
"gak perlu berapi-api gitu Rat. Ini saya yang curhat, bukan kamu yang curhat. Kok malah ngeluarin uneg-uneg kamu, masalah cowok kamu nanti aja ya sesi kedua. Ini masalah saya dulu. Lagian apa spesialnya sih gangguin dia waktu kecil dulu"
"haah..! sama aja begitu intinya begitu. Kamu harus lebih peka, lebih perhatian, punya inisiatif. Kamu harus tanggap kalo cewek udah ngasih kode, jangan cengengesan aja"
"jadi kesimpulannya gimana"
"kesimpulannya dia suka sama kamu, gak tau kamunya suka gak ama dia"
"tapi kok galak sama saya, sering marah. Apa dia mau balas dendam ya sama saya karna dulu sering saya gangguin. Tapi kadang-kadang dia manis sih. Perhatian juga walau lagi marah. Kayak tadi masih sempet ngambilin saya asbak. Asbaknya ditarok dimeja, bukan dilemparin ke muka saya"
"itu karena dia jengkel alias sebel sama kamu. Wajarlah dia begitu, siapa yang betah ngadepin cowok gak peka, gak sensitif, gak paham-paham. Ditungguin juga gak ada langkah sama tindakan, sementara cowok lain lebih berani dari kamu. kalo saya jadi dia malah udah saya anggep gak ada kamu, saya anggep udah mati"
"kalimat terakhir kamu masih tetep gak enak Rat"
"iyalah, kamu pikir aja sendiri"
"jadi saya harus gimana dong"
"melangkah ke jenjang berikutnya"
"menikah?"
"huft.. Saya jadi salut sama tuh cewek, betah bener dia ngeladenin kamu. Bukan nikah lah, ya ke langkah selanjutnya. Tembak, jadian, pacaran, ciuman, pelukan, kuda-kudaan, ya gitulah"
"oh gitu, kalo ditolak gimana Rat. Itu salah satu yang bikin saya gak berani nembak dia, takut ditolak trus dia ngejauh"
"90% diterima menurut saya"
"10% nya?"
"rasa jengkel dia udah mentok."
"oke deh Rat, gak nyangka saya. Ternyata pandangan kamu tentang masalah saya ini bener-bener udah ngebuka pikiran saya. Saran kamu juga bakal saya laksanakan segera mungkin, tapi liat situasi dan kondisinya nanti. Ternyata bener ya kata orang, cewek dengan toket besar memang punya otak yang pola pikir yang cemerlang. Terlepas dari kenceng atau gak nya itu toket"
"dimana mana orang kalo abis ngasih solusi itu di ucapin terima kasih atau dapet bayaran, bukan di hina! "
"iya makasih ya tetanggaku yang seksi hehe... Tapi satu lagi pertanyaan saya"
"apaan?"
"kamu beneran lagi 'dapet'? "
"iyalah! Mau liat neh!" kata Ratna sambil membuat gerakan ingin membuka celananya.
"iya iya percaya, tapi saya lagi pengen banget nih. Udah lama gak dikeluarin. takutnya beku, jadi odol ntar. Jepit di toket aja ya" kataku merayu dengan tampang memelas.
"lagi males ah, gak mood"
"di emut? Oke! " jawabku sambil menurunkan celana sekaligus celana dalamku.
"hmm ni anak, maksa amat. yaudah sini" kata Ratna sambil merubah posisi duduknya.
***
Teeleleleeett... Teeleleleeett...
Suara alunan gitar dari Slash sebagai nada dering membangunkanku dari mimpi indah. Mimpi indah ku bersama Mala yang sedang naik perahu bebek-bebekan di danau. Dengan mata masih terpejam dan menahan kantuk aku menjawab panggilan.
"iya bu, 5 menit lagi.. "
"bangun oy, jam berapa ini!" suara Bonar diseberang sana. Kulihat jam di layar hapeku menunjukkan 09.38, ah sial aku kesiangan. Kuperhatikan sekitar ku mencari keberadaan Ratna, tapi tidak ada. Mungkin dia sudah pulang kerumahnya tanpa membangunkanku. Semalam sehabis memberikan service dengan mulutnya, aku dan Ratna melanjutkan obrolan kami sampai menjelang pagi. Dan karena sudah sudah sangat larut, maka Ratna tidak pulang dan tidur dirumahku
"kesiangan coy, baru bangun neh" kataku santai. Aku tidak mau bereaksi berlebihan seperti langsung bangun atau berlari ke kamar mandi. Jika bangun dengan mendadak atau kaget, kepalaku pasti akan pusing. Jika sudah seperti itu maka bisa seharian kepalaku sakit, Tidak ada yang bisa kulakukan toh sudah pasti terlambat pikirku.
"tau gitu saya juga gak sekolah. Eh tadi kamu dicariin kata anak-anak" kata Bonar.
"cariin siapa?"
"guru agama, hari ini kan ada praktek agama"
"oh iya lupa saya"
"udah bisa belum prakteknya, apa alasan aja gak sekolah karna belum bisa"
"masih lupa-lupa sih, makanya bantuin ya"
"ya gak bisa, mana saya ngerti"
"bisa, tenang aja. Cuma bantuin jadi bahan praktek aja"
"emang praktek apa sih"
"sholat mayat"
"bedebah! Laknat! Dasar anak..." maki Bonar. Langsung kumatikan telpon tak menghiraukannya.
Setelah menutup telpon dari Bonar, rasa kantuk ku sudah hilang dan tidak bisa tidur lagi. Setelah mandi aku memutuskan untuk kerumah bulek Nita menemuinya, lama tak melihatnya membuatku merindukannya.
"assalamualaikum.." aku mengucapkan salam didepan pintu samping rumah bulek Nita yang terbuka.
"wa' alaikumssalam.." jawab bulek Nita dan suaminya berbarengan. Tampak mereka berdua sedang duduk diruang samping rumah.
"masuk Lang. loh gak sekolah kamu" tanya om Haryono
"gak om, kesiangan" jawabku sambil duduk dihadapan mereka.
"makanya jangan begadang" Bulek Nita berkata sambil tersenyum. Senyuman manis yang lama tak kulihat. Bulek Nita masih memakai baju tidur tanpa lengan dan tampak belum mandi.
"makasih ya om, bulek oleh-olehnya. kuenya enak"
"iya sama-sama, tuh masih ada dibelakang kalo mau" kata bulek Nita sambil mengikat rambutnya yang sepundak. Tampak ketiaknya yang putih mulus. Rupanya dia sudah mencabut atau mencukur bulu ketiaknya.
"iya makasih bulek" jawabku masih terpesona memandang ketiaknya.
"sudah makan belum? Bulek mu udah masak tuh" kata om Haryono membuyarkan lamunan jorok ku.
"udah makan kue tadi om, makasih"
"sering-sering maen sini Lang, temenin om ngobrol. Sepi disini gak ada kawan ngobrol" kata om Haryono
"ya mana cocok mas, Gilang ngobrol sama kamu" kata Bulek Nita. Masih sibuk dengan mengikat rambutnya. Sepertinya sengaja di perlama untuk memamerkan ketiaknya padaku. Rupanya dia sudah tau salah satu kelemahanku.
"hehehe ya bisa disesuaikan topiknya. Sekalian ngajarin Eko belajar, suka bingung saya kalo Eko minta ajarin ngerjain PR" jelas om Haryono.
"gampang itu om, bisa diatur" jawabku.
"yaudah mas lanjutin ngobrol, adek mau mandi dulu. Mau jemput Eko" ucap Bulek Nita.
"jam berapa ini dek, gak sempet kalo kamu mandi dulu. Keburu pulang gurunya, biar mas aja yang jemput" kata om Haryono.
"saya aja om yang jemput Eko pulang sekolah" aku menawarkan bantuan.
"oh gak usah. Soalnya mau sekalian bayar SPP nya Eko. Tadi mau dibawain uangnya sama Eko, tapi takut ilang. Kamu nyantai aja dulu disini" kata om Haryono.
"iya, makan aja dulu dibelakang. Cuma makan kue mana kenyang" kata Bulek Nita. Entah dia memang benar menawari aku makan atau apa. Tapi aku merasa Bulek Nita seperti ingin menahanku tetap disana.
"ok deh kalo dipaksa, lumayan rejeki gak boleh ditolak haha.. "
"yaudah mas berangkat dulu ya dek. Lang om tinggal dulu ya" kata om Haryono berpamitan pada kami. Mengambil kontak motor diatas TV lalu pergi dengan sepeda motornya meninggalkan kami. Meninggalkan istrinya yang mempesona dengan aku seorang pemuda yang haus kasih sayang. Setelah melihat motornya menghilang tak terlihat lagi. Aku bangkit dan mendekati Bulek Nita, lalu duduk disampingnya. Bulek Nita hanya tersenyum melihatku duduk disampingnya.
"saya kangen Bulek.. " kataku sambil memandangi wajahnya.
"kangen apa kangen.." godanya.
"beneran kangen..."
"kangen apanya.. "
"Semua yang ada di Bulek buat saya kangen"
"alah ngerayu. Sana jangan deket-deket, bulek belum mandi" katanya sambil ingin mendorong dadaku. Aku langsung memegang tangannya yang menyentuh dadaku.
"gak papa Bulek, malah keliatan seksi kalo begini. Bikin nafsu"
"tuh kan ternyata kangen yang lain.. "
"emangnya bulek gak kangen juga.." tanyaku sambil mengusap tangannya yang masih diatas dadaku.
Bulek Nita tidak menjawab, hanya menatapku dengan tatapan genit. Kudekatkan wajahku perlahan untuk mengecup bibirnya, bulek Nita hanya pasrah lalu menyambut kecupanku. Kecupan yang tidak lama karena langsung berubah menjadi lumatan yang penuh nafsu. Rasa rindu dan nafsu yang terakumulasi sekian lama membuat kami langsung lupa diri dan seolah kesetanan. Lidah kami saling membelit dan mengusap, bibir kami saling melumat, saling bertukar air liur yang membasahi mulut kami. Tidak kami hiraukan beberapa kali gigi kami yang beradu karena terlalu menggebu-gebu.
Kutuntun tangannya turun dari dadaku, kuarahkan menuju selangkanganku. Bulek Nita hanya menurut, mengelus dan meremas kontolku dari luar celana. Tanpa melepaskan lumatan kami, aku menyentuh dan meremas payudaranya. Payudara dengan ukuran sedang yang lama tak kusentuh. Kuremas dan kuacak-acak dadanya dengan keras. Bulek Nita hanya melenguh dan sesekali menggelinjang menahan rasa geli.
"mm.. aach.. " Bulek Nita melepaskan tautan mulut kami, hanya sepersekian detik langsung kukejar mulut itu dan melumatnya lagi tanpa memberinya kesempatan bernafas. Menghisap kuat-kuat lidahnya dan menarik dengan gemas bibirnya.
"mm.. ach.. uhh.." bulek Nita kembali melepaskan ciuman kami, sambil mendorong kepalaku dan melepas remasannya pada selangkanganku. kembali aku menyerbunya lagi. Tapi kali ini leher jenjangnya yang jadi sasaranku. Aroma tubuh yang belum mandi dan bercampur dengan keringat yang mulai keluar membuatku semakin terbuai dan bernafsu. Aroma tubuhnya seolah bagai doping yang membuatku justru makin menggila dan tak terkendali.
"ohh.. mmph.. Pintunyaa bbelum.. ach.. belumm di.. tutup" ucap bulek Nita.
"biarin aja bulek, kacanya kan gelep. Gak keliatan dari luar" jawabku lalu kembali menyerang lehernya, menjilat dan mengecup ringan disana. Aku tidak mau meninggalkan bekas merah disana, takut jika terlihat suaminya nanti.
"hmp.. ach.. Jangan lama-lama, keburu suami bulek pulang.. " kata Bulek Nita sambil mengusap rambutku.
Mendengar itu aku langsung menghentikan seranganku. membuka pakaian bawahku dengan cepat dan hanya menyisakan bajuku bagian atas. Sementara bulek Nita kulihat membuka semua pakaiannya hingga polos bugil. Bulek Nita lalu memposisikan tubuhnya tiduran diatas sofa dan memasang pose yang menggoda. Wajahnya sangat binal dengan mulut agak terbuka dan tatapan mata genit. Tangan kanannya terangkat memamerkan ketiak mulusnya, tangan kirinya meremas dadanya dan sesekali memilin pentilnya. Kedua kakinya terbuka mengangkang lebar mempertontonkan memeknya yang kemerahan tanpa sehelai bulu. Sangat imut dan menggemaskan, rupanya bulek Nita telah mencukur habis bulu jembutnya.
"wah.. si tembem sekarang gundul ya.. " kataku sambil mengusap dan mengelus permukaan mulus memeknya.
"iya, hihihi.. suka gak" tanya Bulek Nita genit.
"suka bulek, suka banget" jawabku.
Tidak tahan melihat pesona keindahan didepan mataku. Aku langsung menyerbu dan menindih tubuhnya. Sasaran pertamaku adalah ketiak indahnya. Kuangkat kedua tangannya dan bergantian menghisap dan menghirup dalam-dalam aromanya. Setelah merasa cukup menikmati ketiaknya aku menurunkan kepalaku kearah sepasang dadanya. Sepasang dada yang sekarang menjadi sasaran dari seranganku. mulutku melumat dan menghisap dadanya dengan rakus, sesekali menggigit kecil pentilnya. Sementara tanganku terus meremas dengan keras dan memilin pentilnya.
"ouch.. ssshh ahh.. mmph.. " bulek Nita mendesis keenakan.
Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama mencumbu tubuh indahnya, tapi karena waktu yang tidak memungkinkan aku terpaksa menahan hasratku. Aku lalu bangkit dan berdiri, kutuntun bulek Nita untuk bangkit dan duduk dikursi nya. Mengetahui maksudku, bulek Nita langsung menggenggam dan mengocok perlahan kontol tegangku. Mengecup kepalanya dan sesekali menghisap buah zakarku. Kembali karena waktu yang mepet, sambil menatap binal kearahku bulek Nita membuka lebar mulutnya dan secara perlahan memasukkan kontolku kedalam mulutnya. Dengan nafsu membara dan mungkin rasa rindu, bulek Nita tampak bersemangat dan meresapi kegiatannya. Sesekali dia bahkan melakukan deepthroat, rasanya sungguh nikmat dan penuh sensasi. Ditambah dengan ekspresi binal dan suara tenggorokannya yang tertumbuk kepala kontolku. Aku merasa pertahananku akan jebol, langsung kulepaskan kontolku dari cengkraman mulutnya.
"cepet sayang, masukin cepet. Memek bulek udah gatel.. " kata bulek Nita sambil menyandarkan tubuhnya dan membuka lebar selangkangannya. Tangannya menepuk nepuk memeknya yang telah basah. Memek gundulnya yang imut dan menggemaskan membuatku pesimis bisa bertahan lama menggempurnya. Langsung kuarahkan kepala kontolku kearah memeknya. Ku pukul-pukulkan diatas gundukan memeknya. Lalu kugesek sepanjang garisnya dan berhenti tepat di itilnya, menggeseknya perlahan hingga menambah becek memeknya.
"ohh mpphh.. " bulek Nita lalu dengan tergesa dan tidak sabar lalu menarik kontolku dan mengarahkannya kearah mulut memeknya. Menancapkannya dan menarik pantatku kearahnya agar kontolku masuk sedalam-dalamnya. Bulek Nita lalu menggoyangkan pinggulnya mencari kenikmatan masih sambil menahan pantatku. Memeknya yang basah dan hangat terasa mencengkram kuat kontolku. Terasa berkedut dan menghisap. Kugoyang dan menggenjotnya, perlahan dan kemudian makin cepat.
"ach.. ach.. ohh yaa.. " bulek Nita terus meracau. Tangannya meremasi dan memilin pentilnya sendiri. Goyangannya semakin cepat seolah berusaha mencapai kenikmatannya. Kuimbangi setiap gerakannya, menghujamkan kontolku dalam-dalam hingga mentok. Kepalanya mendongak dengan mata terpejam dan mulut terbuka lebar.
"ach ach.. ssshh ach ohh ohh terrusss.. yang cepet.. yang cepet.. ohh ohh kelluaaaarr" bulek Nita agak berteriak saat menyambut orgasmenya. Pinggulnya bergetar dan mengejat menyemburkan cairan. Kucabut kontolku dan menggesek lubang memeknya, menyambut semburannya. memek bulek Nita terlihat makin basah kuyub. Karena nafsu yang belum tersalurkan, aku lalu membalikkan tubuh bulek Nita. Dengan tubuh yang masih lemas, bulek Nita menuruti kemauanku bertumpu pada kedua tangan dan mengangkat pantatnya menungging.
Bongkahan pantat yang bulat dan mengairahkan membuatku tak membuang waktu dan langsung menancapkan kontolku sedalam mungkin dengan satu tusukan keras.
"aww..!" bulek Nita berteriak dan mendongakkan kepalanya karena kaget dengan serangan mendadakku. Langsung kujambak rambutnya dari belakang dan menggenjot dengan cepat. Suara beradunya tubuh kami dan desahan memenuhi ruangan ini. Saat sedang berusaha menggapai klimaks, aku mendengar samar-samar suara orang berbicara dan berjalan. Aku menoleh kebelakang dan melihat ada dua orang pria yang sedang berjalan dan akan melewati samping rumah bulek Nita. Masih dengan kontol yang menancap, aku memegang kedua lengan bulek Nita dan menariknya. Hingga dia saat ini dalam posisi tegak dan pantat menungging. Kuajak bulek Nita berjalan kearah depan kaca jendelanya yang lebar. Kulepaskan tangannya hingga dia berpegangan pada kusen jendelanya. Posisi kami menghadap kehalaman rumah dimana kedua pria itu sedang berjalan menuju samping rumah.
"aadaa orrang.. " ucap bulek Nita. Tapi herannya dia tidak menghentikan goyangan pantatnya, malah makin mempercepatnya.
"iya bulek, ada orang. Liat bapak-bapak itu. Gimana kalo mereka tau kita lagi ngentot" bisikku ditelinganya tanpa menghentikan tusukanku.
"ohh.. ach ach ach ach... " bulek Nita makin mempercepat gerakan pantatnya menyambut sodokan kontolku dibelakang. Aku lalu mempercepat sodokan ku berusaha mencapai orgasmeku yang akan sampai. Tangan kiriku meremas keras dadanya, sedangkan tangan kananku menutup mulutnya.
"Plak. Plak.. Plak.. Plok.. Plok.. Plok.. " suara beradunya tubuh kami yang berpacu mengejar kenikmatan tertinggi.
"aahhh.. saya keluar buleeekk..." bisikku.
"hmmp.. hmmpp.." suara bulek Nita yang tertahan tanganku dimulutnya. Matanya tampak memandang kearah dua orang pria yang sudah berada sangat dekat dengan posisi kami. Kondisi kaca yang gelap membuat kami tidak terlihat dari luar, tapi aku tidak yakin jika suara kami tidak terdengar sampai keluar. Aku lalu mencapkan dalam-dalam kontolku yang menyemburkan sperma kentalku. Kucengkram dengan keras dadanya dan menggigit pundak bulek Nita untuk meredam suaraku yang keluar. Disaat yang bersamaan bulek Nita pun menekankan keras pantatnya kebelakang menyambut serangan terakhirku. Memeknya berdenyut dan menghisap kuat kontolku, menyemburkan cairan yang keluar membasahi paha dan kaki kami.
"aaahhh..!" teriak bulek Nita agak keras begitu aku melepaskan tanganku pada mulutnya. Sepintas aku melihat kedua pria itu sempat menoleh kearah rumah bulek Nita. Ah untung saja mereka hanya menoleh dan tetap melanjutkan perjalanan mereka.
Kucabut kontolku yang mulai mengecil, bulek Nita lalu membalikkan badan menghadap kearahku. Kami lalu berciuman dengan berpelukan erat.
"nikmat ya bulek" ucapku membelai rambutnya.
"iya, banget! Seru.. Hehe tapi kayaknya mereka tadi tau ya" jawabnya tersenyum.
"kayaknya sih gitu bulek, untung mereka cuma lewat ya"
"iya kalo mereka masuk gimana ya. Bisa diperkosa bulek sama mereka.. " ucapnya sambil membayangkannya.
"uhh.. memek bulek ngenyut bayanginnya. Hehe.. udah yuk bersih-bersih keburu pulang suami bulek" lanjutnya.
Kami lalu memakai kembali pakaian kami yang berserakan. Aku langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan pusaka ku yang telah bekerja keras. Sementara bulek Nita membereskan dan membersihkan bekas pertempuran kami tadi. Setelah selesai aku lalu meninggalkan rumah bulek Nita. kuberikan bulek Nita ciuman mesra dan mendalam sebagai tanda perpisahan kami.
***
Setelah pertempuran dengan bulek Nita tadi aku kembali kerumahku. mandi wajib dan makan untuk mengisi tenagaku yang terkuras. Menu makan ku siang ini adalah indomie goreng pake telor dua, dan tidak lupa sepiring nasi. Orang Indonesia belum akan kenyang kalo belum makan nasi. Setelah kenyang aku malah ketiduran dan baru bangun saat sudah jam 2 siang. Aku lalu bersiap untuk pergi ke Plaza membeli topi. Mumpung ingat dan ada waktu pikirku.
Saat sedang memilih dan mecoba-coba topi yang ingin kubeli, aku dikejutkan suara seorang wanita.
"gak cocok, malah kayak copet!" kata suara itu mengejek.
Aku hanya melirik kearah suara itu. Suara itu ternyata dari Jenni yang entah sejak kapan ada disebelahku. Matanya memandang kearah jejeran topi yang terpajang seperti sedang ikut memilih.
"berisik" balasku
"udah ah, nanti aja yuk" ucapnya sambil menarik bajuku untuk mengikutinya.
"mau kemana?"
"nyari kain bahan. Saya mau buat kebaya"
Aku lalu berjalan bersama dengan Jenni, dari satu toko ke toko lainnya. Hampir setiap toko yang dilalui pasti akan dimasukinya. Memilih milih sebentar, bertanya kepada pelayan toko lalu pergi lagi. Seperti itu terus disetiap toko. Aku menghitung mungkin sudah ada sekitar 20 toko yang kami masuki, itu tidak dihitung toko yang kami masuki sampai 2 atau 3 kali. Jenni tampak bersemangat dan lincah berjalan kesana kemari, belum menunjukkan rasa lelahnya sedikitpun. Sementara aku sudah mulai kepayahan mengikutinya bahkan beberapa kali aku harus tertinggal jauh dibelakang.
"cepet.. Lambat bener jalannya" kata Jenni menungguku yang berjalan tertatih tatih.
"tadi kamu bilang mau beli kain bahan, tapi kenapa semua toko kita masukin ya. Toko baju, toko sepatu, toko boneka, tas, aksesoris.. "
"ya memang mau beli bahan kain. Tapi kan sekalian liat-liat yang lain siapa tau ada yang bagus"
"gak bisa ya kita langsung aja ke toko kain? "
"bisa. Tapi mampir dulu ketoko itu kayaknya bagus rok yang dipajang itu" ucapnya yang tanpa menunggu lagi jawaban dariku langsung berjalan meninggalkanku.
Benar-benar kegiatan yang melelahkan dan menguras kesabaran menurutku. Aku baru tau ternyata Jenni orang yang iseng dan kurang kerjaan, masuk toko sana-sini tapi gak ada yang dibeli. Dia selalu menanyakan barang yang tidak ada. Iseng banget kan. Dan yang paling menyebalkan adalah Jenni selalu melibatkan aku dalam aksinya. Seperti bertanya pendapatku mengenai barang yang dilihatnya, sesuatu yang percuma menurutku. Aku katakan percuma karena apapun jawabanku tetap tidak akan dipakainya dan malah akan menyalahkan aku.
"ini bagus gak" tanya Jenni kepadaku sambil menunjukkan sebuah rok pendek warna biru.
"bagus, cocok buat kamu" jawabku main aman
"asal jawab aja, kayak gini kok bagus. Ada tali rumbai-rumbai gitu, kayak rok biduan" oceh Jenni. Aku hanya pasrah mendengar ocehannya sambil meratapi nasib.
"kalo yang ini bagus gak? " tanya Jenni menunjukkan sebuah rok warna abu-abu. Aku yang tidak mengerti tapi berpura-pura memperhatikan rok itu, menelitinya dengan seksama.
"jelek! Kayak rok sailormoon. Bahannya juga kasar, kayak murahan" jawabku sok mengerti.
"masa' sih? Kayaknya gak deh. Tapi yaudah lah gak jadi mbak" ucap Jenni dan menjadikan aku kambing hitam. Sekarang giliran si mbak pelayannya yang cemberut padaku.
"kita ke toko depan itu, tadi saya liat ada sepatu lucu" kata Jenni
"lucuan juga srimulat.. " gumamku.
"biasa aja dong intonasinya..."
"saya nunggu disana aja ya" kataku sambil menunjuk sebuah kerumunan.
"ngapain disana!? "
"liat kapal otok-otok di baskom"
"otok-otok muter di baskom kamu tontonin!"
Mendengar jawaban dari Jenni membuat aku harus memendam hasrat ku melihat kapal otok-otok. Aku lalu mengikutinya dari belakang sambil cemberut seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Sampai di toko yang menurut Jenni ada sepatu lucunya aku langsung ngedeprok duduk dipojokan, kaki pegalku langsung ku selonjorkan sambil menyedot es teh didalam plastik. Pelayan toko sempat heran melihatku, sementara Jenni hanya melihatku tanpa ekspresi.
"biasa mbak, ngambek minta beliin kapal otok-otok" kata Jenni pada mbak pelayan toko.
Jenni lalu mulai melihat lihat sepatu yang ada disana, sedangkan sepatu yang menurutnya lucu tadi hanya dilihatnya sepintas. mungkin tidak terlalu lucu jika dilihat dari jarak dekat. Beberapa sepatu di cobanya dan diperiksa dengan teliti, Jenni lalu seperti biasa mulai menanyakan hal yang tidak-tidak.
"gak ada yang warna biru ya mbak?" tanya Jenni
"ada gak yang tingginya 5 centi aja"
"kalo yang pitanya kecil aja gak ada? atau talinya yang belakang kecil aja"
"yang modelnya begini tapi bahan kulit ada?"
Aku hanya mendengarkan obrolan mereka sambil berdoa semoga siksaan ini cepat berakhir. Sudah hampir satu jam kami berkeliling, hampir semua toko kami masuki tapi belum ada satupun barang yang dibeli. Aku jadi ragu apakah Jenni punya uang atau tidak, jangan-jangan dia tidak punya uang. Tidak berniat beli tapi hanya lihat-lihat.
"wah mahal amat mbak, apa gak bisa kurang!?" suara Jenni agak meninggi. Setelah cukup lama bernegosiasi Jenni lalu menghampiriku di pojokan, merebut plastik es ku dan menyedotnya habis. Huh aku kan masih haus!
"ayolah kita ke toko lain aja, disini mahal" kata Jenni sambil mengembalikan plastik ku yang sudah habis.
"emang biasanya berapa" tanyaku putus asa.
"biasanya lebih murah sepuluh ribu" jawabnya enteng.
"saya tambahin aja deh sepuluh ribu, gak papa pake duit saya" ucapku memberikan solusi. Lebih baik aku rugi sepuluh ribu daripada harus menemaninya berkeliling lagi. Tapi rupanya niat baik ku malah jadi boomerang buatku sendiri. Jenni tak henti-hentinya memarahiku sepanjang jalan. Tidak sayang uang lah, jangan mau dibodohi pelayan toko lah, harus teliti dan tau kualitas baranglah.
Satu jam berikutnya aku masih mengikuti Jenni yang kesana kemari seperti tak kenal lelah, sementara aku semakin terseok-seok dibelakangnya. Jenni membeli beberapa baju, sepasang sendal boneka untuk dikamar, dan sebuah blazer yang akan dipakainya saat kuliah nanti. Hmm masih lama kali..! Sebenarnya dalam hati aku berharap Jenni akan membeli pakaian dalam juga, selain untuk cuci mata dan menambah semangat, aku juga ingin tau ukuran dan selera jenis pakaian dalam Jenni. Aku pasti akan dengan sukarela memberikan pendapat walaupun tanpa diminta. Setelah dia merasa cukup, akhirnya kami sampai juga di toko kain yang ingin dibeli Jenni. Aku menjadi sedikit tenang ketika Jenni bilang bahwa ini adalah toko langganannya dan memang toko yang paling lengkap dan murah disini. Berarti tidak akan lama pikirku.
"bagus warna apa ya" tanya Jenni. Aku hanya pura-pura tidak mendengarnya, aku tidak mau berkomentar karena aku sudah berpengalaman dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
"jawab dong jangan diem aja"
"terserah. warna apa aja pasti bagus kalo kamu yang pake"
"tetep aja harus nentuin pilihan, Jadi cowok itu harus punya pendirian"
"yang pasti disesuain sama umur, jadi warna-warna yang lembut. putih gak mungkin, kayak penganten. Biru muda bagus juga kesannya lembut dan sejuk. Pink ngasih kesan imut dan gemesin. kuning ngasih kesan cerah bikin kulit kamu makin bersinar. atau bisa warna emas, keliatan lebih elegan. Tapi harus disesuain juga sama kain bawahan yang mau kamu pake warna apa" jelasku panjang lebar. Jenni dan mbak pelayan cuma melongo dengernya.
"mas nya ngomong apa sih mbak" tanya si mbak pelayan
"gak tau, suka ngelantur memang dia" jawab Jenni menyebalkan.
Aarrrgghh.. Mereka berdua lalu tampak sibuk memilih dan melihat kain tanpa menghiraukan aku. Tidak apalah setidaknya aku bebas dan tidak perlu repot dimintai pendapat lagi.
"ugh.. Berat ya.. " keluh Jenni yang menenteng plastik belanjaan. Ternyata Jenni membeli cukup banyak bahan kain. untuk dia, mama, si mbak, sepupu, tante dan sepupu tantenya.
"sini saya bawain" aku menawarkan bantuan. Hahaha aku sekarang sudah peka dan tanggap kode. Dengan cekatan aku membawakan belanjaannya, aku juga bersikeras membawakan tas nya tapi ditolak. Mungkin takut ku copet dompetnya.
"cari makan yuk, tapi kamu aja yang makan. Saya lagi diet" kata Jenni.
"saya juga gak ah. Belum laper" jawabku
"beneran belum laper? Ntar sakit kalo gak makan. Kalo kamu sakit, nanti saya nyakitin siapa" kata Jenni dengan senyum jahat.
"hah? Gak ah males makan sendiri" kataku sambil ngeri membayangkan ucapannya.
"yaudah kalo gak mau"
Hah? Udah begitu aja? Gak dipaksa gitu? Sebenarnya bukan karena aku belum lapar sih, tapi karena aku ingin dipaksa. Setelah aku yang berusaha menjadi peka, kenapa sekarang malah Jenni yang jadi tidak peka. Rupanya begini rasanya menghadapi orang yang tidak peka dan tidak paham kode.
"tadi beli es dimana" tanya Jenni.
"tuh dideket toko baju yang tadi udah kita masukin 5 kali" jawabku sambil menyindir. Jenni hanya melirik sinis.
"saya beliin ya. Kamu nunggu disini atau gimana" tanyaku. Dia pasti haus makanya bertanya seperti itu. Gimana? Sudah peka kan aku sekarang.
"gak mau. Maunya limun aja"
"hah limun!? Taun berapa ini Jeeen? Ini bukan jaman tipi item putih lagi!"
"bodo'. Maunya limun rasa sarsaparila..." kata Jenni memasang wajah merajuk.
"iya iya. Mukanya jangan gitu, jadi gak bisa nolak saya" kataku sambil pergi. Pergi tanpa tujuan entah kemana.
"ikuuuutt... " teriak Jenni manja di belakangku.
Aku dan Jenni lalu berkeliling mencari limun yang menurut pendapatku pabriknya pun pasti sudah tutup. Hampir seluruh bagian Plaza sudah kami datangi, setiap toko dan tempat makan kami masuki, tapi tidak juga kami dapatkan minuman langka itu. Jenni akhirnya menyerah dan mau menggantinya dengan es teh setelah ku bujuk. Saat sudah selesai memesan es teh, Jenni tampak kesulitan saat akan membuka dompetnya. Entah karena resleting dompetnya yang macet atau apa. Maka sebagai cowok yang tanggap dan peka, aku langsung membayarinya. Hmm keren kan.
"beli topi dulu" kataku mengingatkan Jenni.
"ini kan emang mau ke toko topi. Jangan di emperan tempat kamu tadi, sekalian yang bagus"
"sama aja lah, tetep topi"
"bedalah. selera kamu rendah banget sih"
"tapi kalo masalah cewek selera saya tinggi" kataku sambil dengan sengaja menyentuhkan lenganku ke lengannya. Kulitnya terasa sangat lembut dan halus menggesek lenganku. Jenni tidak berusaha menghindari lenganku dan hanya tersenyum sambil memanyunkan bibirnya. Hmm kuncir juga neh bibir!.
Akhirnya aku mendapatkan sebuah topi yang akan kupakai nanti malam. Topi yang dipilihkan khusus oleh Jenni. Sebenarnya ada satu topi yang kusukai, tapi Jenni bilang norak dan memaksa untuk tetap memilih sesuai pilihannya. Topi pilihan Jenni yang menurutnya keren dan desainnya bagus. Sebuah topi hitam polos dengan inisial huruf J warna putih ditengahnya. Huft siapa sih yang mendesain topi ini!. Awalnya aku yang ingin membayar dan menolak Jenni yang ingin membayari. Tapi kemudian Jenni marah dan mulai membanding bandingkan dirinya dengan Mala.
"sama dia mau dibeliin! Sama saya gak mau! waktu sama dia saya yakin kamu gak nolak waktu dibayarin! bla bla bla.. " aku hanya diam tak berani melihat wajahnya, aku hanya memandangi bapak pemilik toko yang pura-pura menyibukkan diri menata pajangan topinya. Padahal dari matanya aku tau dia menaruh belas kasihan padaku. Dan itu terbukti dengan diskon lima ribu yang diberikannya saat Jenni membayar.
Saat di perjalanan pulang tadi aku menceritakan tentang kegiatan baru ku pada Jenni. Tanpa ku duga ternyata reaksinya positif. Dia antusias dan mendukungku, asal tidak menggangu sekolah sih katanya. Dia bahkan berniat untuk kapan-kapan melihatku mengamen dan dia juga meminta ku untuk berjanji akan menyanyikan sebuah lagu khusus untuknya nanti. Hmm lagu apa ya?
"Biar kamu tau susahnya cari uang gimana" katanya. Huft emangnya kamu tau susahnya cari duit!.
"jadi kamu bisa lebih menghargai uang" katanya lagi. Emangnya siapa yang boros, suka belanja yang gak penting!
"yang terpenting adalah kamu suka. Karena kebahagiaan itu kita yang nentuin" lanjutnya. Lah terus kenapa tadi ngelarang waktu aku mau nonton kapal otok-otok?.
Hari sudah mulai gelap ketika kami sampai dirumah Jenni. Hal itu dikarenakan saat akan pulang tadi, Mama Jenni menelpon Jenni dan memintanya untuk membelikan pempek yang antriannya seperti antrian sembako murah. Ketika sampai didepan rumahnya, Jenni tidak langsung membuka pintu. Dia hanya berdiri didepan pintu lalu berbalik menghadapku.
"makasih ya untuk hari ini.. " ucapnya lembut.
"saya yang makasih" ucapku sambil menurunkan belanjaan ditanganku dan berjalan mendekatinya. Sangat dekat hingga hanya tinggal satu jengkal jarak antara kami, aku bahkan dapat mendengar dan merasakan hembusan nafasnya. Aku lalu menatap matanya dalam-dalam. Jenni tampak gugup menggenggam plastik pempek ditangannya, dia bahkan tidak berani untuk menatap mataku.
"Jen.. " panggilku lembut.
"hmm.." dia mengangkat wajahnya menatap mataku. Aku sempat terhipnotis menatap keindahan bola matanya. Aku lalu menurunkan pandanganku, menatap hidung bangirnya, lalu menatap ke bibir tipisnya, bibir mungil yang tampak sangat indah menggemaskan. Dengan masih menatap bibirnya, aku lalu menggerakkan kepalaku maju secara perlahan. Sedikit demi sedikit hingga bibirku menyentuh hangat bibirnya. Terasa sangat lembut sekali. Kubiarkan sejenak bibirku merasakan sensasi dan menikmati sentuhan bibirnya. Jenni hanya diam mematung tidak bereaksi, tubuhnya serasa kaku. Kukecup dengan lembut dan perlahan.
Kuangkat bibirku dari atas bibirnya secara perlahan sambil menatap mata sendunya. Bibirnya tampak sedikit terbuka, aku lalu mendekatkan lagi kepalaku. Mengecupnya lagi dan meraih bibirnya. Jenni masih belum merespon, bola matanya tampak berputar-putar seperti sedang merasai sesuatu. Tubuhnya sudah lebih rileks dan tidak tegang lagi. Kedua tanganku lalu bergerak menyentuh kedua lengannya, menyentuh kulit halusnya dan mengusapnya. Aku merasakan bibir Jenni tampak sedikit bereaksi terhadap bibirku. Pegangan tangannya pada plastik pempek terlepas, menjatuhkan plastik pempek ke lantai. Jenni lalu menggerakkan kedua tangannya kearah pinggangku, memegang pinggangku dan meremas bajuku. Bibirnya lalu mulai bergerak menyambut gerakan bibirku.
Jenni tampak memejamkan matanya dan meresapi moment ini. Bibir kami terus saling mengecup dan menghisap satu sama lain. Bibirnya yang terasa manis membuatku tak ingin mengakhirinya, tak kulewatkan sedikitpun setiap bagian bibirnya. Sungguh suatu sensasi yang baru pertama kali kurasakan, tubuhku serasa hangat dan bergejolak. Tak ada nafsu disana, hanya ada perasaan sayang yang tulus. Kami lalu melepaskan ciuman, saling memandang tanpa melepaskan sentuhan tangan kami masing-masing. Jenni tampak tersipu malu, wajahnya tampak memerah. Otak ku serasa beku dan tak dapat berpikir.
Setelah cukup lama saling memandang, kami yang sadar masih dalam posisi sangat dekat dan setengah berpelukan lalu melepaskan pegangan kami. Terasa sangat kikuk dan tak tahu harus berkata apa. Jenni masih tampak tersipu malu dan sesekali melirikku. Aku hanya salah tingkah cengengesan sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"mmm.. " Jenni tampak bingung ingin berkata apa.
"Jen.." panggilku
"hmm.. " Jenni menatapku malu.
"mmm.. gak jadi" kataku juga malu.
"hihihi... "
"Jen..." panggilku lagi.
"apa.. " jawabnya
"kamu pipis di celana ya"
"gak, kenapa" tanyanya heran.
"kok kaki saya basah ya" kataku.
Kami lalu sama-sama melihat kebawah, melihat ke lantai yang sudah basah dengan genangan cairan kental berwarna merah kehitaman. Kemudian kami kembali saling memandang. Wajah Jenni sedikit demi sedikit mulai berubah, matanya tampak menyipit, pipinya pun mulai mengembung. Aku sudah sangat sangat sangat hapal dengan raut wajah itu. Maka layaknya seorang pramuka teladan yang baik, aku mulai melakukan ancang-ancang untuk balik kanan.
"cuka pempeknya tumpaaah!" teriak Jenni. Bersamaan dengan itu aku langsung balik kanan dan mengeluarkan ilmu meringankan tubuhku. Berlari secepat mungkin dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Jenni diteras rumahnya yang berteriak-teriak kesal kepadaku.
***
gltgizou
Suhu Semprot
rotitawar
Semprot Holic
Silahkan suhu..Yes Pertamax
Ijindulu gan
afterperona
Suka Semprot
- Daftar
- 25 Nov 2016
- Post
- 17
- Like diterima
- 0
Kok gak beli topi berlogo inter suhu heheh , 
forzainter 
forzainter 
Ninja turtels
Suhu Semprot
- Daftar
- 22 Aug 2016
- Post
- 3.394
- Like diterima
- 2.719
Mantap suhu..momentnya udah pas tuh pdhl buat di tembak si jenni
morzeikahadas
Guru Besar Semprot
- Daftar
- 5 Dec 2013
- Post
- 2.150
- Like diterima
- 2.056
yah harus balik ke pasar beli kuah lagi dong......
- Status
Similar threads
CERBUNG
Semua ini Karena Dia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
