Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

PENCULIKAN & PERBUDAKAN

Episode 4
Sekarang hidupku hanya berisi rutinitas mengulang-ulang peraturanku serta menegaskan kembali kedudukanku sebagai budak. Aku juga dipaksa berlatih berpindah dengan lancar dari satu posisi ke posisi berikutnya sesuai perintah. Kadang-kadang dia mengisi mangkuk anjing dengan kaldu ayam dingin. Di tengah rutinitasku, aku mencoba mengingat teman-teman dan keluargaku, tapi kalimat dan latihanku dengan mudah menenggelamkan bayangan tersebut.

Seringkali pria yang memaksaku untuk memanggilnya Tuan mengizinkanku untuk tidur, meskipun itu tidak pernah berlangsung lama dan akhir-akhir ini selalu ada rekaman suaraku yang diputar dengan lembut yang merembes ke dalam otakku. Bahkan sekarang ketika aku menunggu dia kembali, aku mendengar suaraku sendiri bergema di seluruh ruangan yang mengulangi kata-kata seperti yang Tuan perintahkan untuk aku ucapkan.

"Kau adalah budak," kata suaraku dalam rekaman itu.

"Aku adalah budak," ulangku.

"Tuanmu adalah pemilik tubuhmu."

"Tuan memiliki tubuhku."

“Kamu beruntung mempunyai Tuan yang begitu murah hati dan penuh perhatian.”

“Aku beruntung memiliki Tuan yang begitu murah hati dan penuh perhatian.”

Dan hal itu berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama. Berkali-kali, mendengar dan mengulangi setiap kata dan baris hingga menjadi bagian dari diriku. Saat aku mendengar langkah kakinya yang menginjak tangga, rasa lega menyeruak memenuhi dadaku. Dia memasuki ruangan dan aku langsung menundukkan wajahku ke lantai seperti yang dia ajarkan padaku. Aku bisa merasakan dia menatap tubuh telanjangku, matanya menembus vaginaku yang melebar.

"Kau boleh memberi salam pada Tuanmu," perintahnya.

Aku berpindah ke posisi menyapa secepat mungkin. Aku menempelkan dahiku ke permukaan karpet hijau yang berjamur, menurunkan payudara kecilku yang kokoh ke lantai, melengkungkan tulang punggungku dan mengangkat pantatku yang telanjang sebelum mengaitkan jari-jariku yang halus ke belakang punggungku yang terentang

. “Terima kasih, Tuan, telah mengizinkan budak hina ini untuk menyapa Tuannya,” kataku persis seperti yang telah diajarkan kepadaku dan telah aku latih berkali-kali di hadapannya. Dia maju selangkah dan mendorong sepatu kulit hitamnya ke bawah dahiku. Aku mengangkat kepalaku, menempelkan bibirku pada ujung Sepatu itu dan menciumnya untuk menunjukkan penundukan penuh.

“Bagus sekali” dia memujiku.”Sekarang posisi ekspos”

Aku berbalik, berguling telentang dan mengangkat kaki rampingku ke udara, meraih pergelangan kakiku dan merentangkannya hingga ke dekat telinga. punggungku melengkung dari lantai menampilkan anus kecilku yang mengerut dan lipatan halus vaginaku. Dia mengamatiku lebih jauh lekat-lekat, setiap inci tubuhku yang telanjang terlihat saat aku berbaring diam.

Dia melambaikan tangannya di depan hidungnya dan memasang wajah jijik. "Kau ini jelek sekali. Rambutmu berantakan, badanmu berbau sampah dan nafasmu dah kayak bangkai."

Kulitku terbakar. Rasa malu dan terhina mendengar kata-katanya bahkan saat dia keluar ruangan meninggalkanku dalam posisi ekspos. Aku tahu dia tidak salah. Aku tidak tahu sudah berapa lama sejak aku diculik, namun aku sangat sadar bahwa aku belum mandi sejak kejadian itu.

Dia kembali beberapa menit kemudian dengan cermin besar yang dia letakkan di lantai dekat papan tulis jauh dari jangkauanku. "lihat nih.”

Aku mengambil posisi berlutut, melebarkan pahaku dan menangkup payudaraku yang kencang dan menatap bayanganku; Aku hampir tidak mengenali diriku sendiri. Rambutku acak-acakan, mataku sembab dan merah, pipiku merah, kulitku bernoda dan tulang rusukku menonjol.

Aku terus menatap diriku sendiri selama beberapa menit sampai Tuan kembali dengan ember baja berisi air, sebatang sabun, dan sebotol sampo yang semuanya dia simpan di samping saluran pembuangan di lantai beton dingin dan keras yang menutupi lantai.

"Kesini dalam posisi berlutut" perintahnya.

Aku telah belajar bahwa ketika disuruh datang, itu berarti merangkak seolah-olah aku adalah seekor binatang. Aku merangkak seperti yang telah diajarkan padaku, melengkungkan punggungku, mengangkat pantatku dan perlahan-lahan merangkak ke depan dengan tangan dan lutut yang memerah, mengayunkan pinggulku dengan setiap gerakan ke depan hingga aku turun dari permadani dan menuju ke lantai semen yang kasar. Aku mencapai saluran pembuangan tepat ketika rantai kerahku mulai menarik leher rampingku dan aku kembali ke posisi berlutut.

“Kamu akan mandi sebersih mungkin setiap kali kamu diperintahkan melakukannya, mengerti?”

“Iya Tuan, budak akan mandi sendiri bila Tuannya memerintahkan,” jawabku.

"Sudah sana mandi. Gak usah khawatir, kerahmu tahan air.”

. Aku menuangkan sedikit air ke kepalaku yang busuk sampai rambut hitamku yang panjang basah kuyup. Aku menggunakan sampo untuk menggosok rambut aku secara menyeluruh sebelum membilasnya dengan baik, dan melanjutkan menggunakan sabun untuk menggosok tubuh kecilku. Kaki kanan aku yang kurus berkilau . kombinasi sabun dan air ketika Tuan kembali dengan sebuah kotak di tangannya yang diletakkannya di dekatku.

"Di dalam kotak Kau akan menemukan alat cukur, sikat gigi dan pasta gigi, serta sikat rambut. Kau akan memastikan bahwa tidak ada satu helai rambut di bawah kerah, termasuk di antara kedua kakimu. Ada hukuman jika kulihat satu helai rambut saja.”

“Ya, Tuan,” kataku sambil mengulangi perintahnya kembali kepadanya.

"Seperti halnya mandi, kamu harus menyikat gigi dan bercukur kapan pun aku, Tuanmu, memerintahkannya. Aku akan segera kembali dan kau harus bersih saat itu.”

"Ya Tuan, terima kasih atas kemurahan hatimu,Tuan."

Dia mengangguk dan sekali lagi meninggalkanku dalam kesendirian untuk membersihkan tubuhku dan merenungkan apa arti perkembangan terakhir ini, jika ada. Setelah membersihkan kotoran dari kulit halusku, aku menyabuni kakiku dan menggunakan pisau cukur untuk menjadikannya sehalus sutra lagi sebelum dengan hati-hati menyabuni dan mencukur di sekitar lipatan halus vagina dan perineumku hingga ke anus kecilku yang mengerut. Akhirnya aku menghilangkan sepetak rambut hitam yang menghiasi gundukan kemaluanku. Aku dengan waspada memeriksa diriku sendiri, memperhatikan betapa berbedanya penampilanku sekarang. Mau tak mau aku memikirkan tentang bagaimana tampilan Baru area kemaluanku sesuai dengan aturan nomor tigaku; budak akan menampilkan tubuhnya tanpa rasa malu. Tanpa rambut untuk menutupi atau melindungi vaginaku, penutup apa pun yang mungkin ada di antara kedua kaki aku kini telah hilang.

Setelah menggosok gigi, aku menyiram lagi tubuhku. Tetesan air menetes perlahan mengalir ke kulitku yang seketika langsung merasakan hawa dingin yang menusuk. Bahkan putingku terasa keras. Tidak ada handuk untuk mengeringkan tubuhku sehingga aku duduk diam, menarik lututku ke dada untuk menghangatkan diri.

Di saat itulah aku mulai meraskaan pemikiran aneh dalam kepalaku. Seprti tiba-tiba saja ada yang menanamkan sebuah gagaasan pada diriku. Entah itu karena aku yang kurang istirahat, atau apakah memang ada obat-obatan dalam makananku, tapi akhir-akhir ini aku merasa jauh lebih patuh, tenang dan santai. Saat aku duduk telanjang dan meneteskan air mata, aku bertanya-tanya apakah ini adalah takdir. Mungkin aku ditakdirkan untuk berada di sini dan hidup sebagai budak yang seharusnya menjadi diriku selama ini.

Hidupku terus berjalan seperti biasa. Waktuku dihabiskan dalam berbagai posisi budak, melafalkan peraturan dan mengulangi serangkaian kalimat tetapi dengan tambahan perintah mandi yang diberikan sesekali.

Akan tetapi setelah beberapa hari kemudian, aku mulai merasakan hal yang aneh. Aku merasakan tenggorokanku terasa sangat sakit seperti ada duri yang mengganjal. Tidak lama setelah itu, hidungku mulai meler dan mataku mulai berair.

Aku tahu aku sedang sakit, tetapi bagaimana aku bisa menyampaikan hal itu kepada Tuanku sedangkan aku tak mungkin bicara tanpa mendapatkan izin darinya. Akankah dia menyadarinya sendiri dan bahkan jika dia menyadarinya, bagaimana jika ada yang akan dia lakukan? Entah kenapa doktrin perbudakan itu telah meresap dalam diriku hingga bahkan aku lebih takut untuk melanggar aturan dibandingkan dengan kondisi tubuhku yang makin kritis.

Kondisiku terus memburuk hingga aku hampir tidak bisa menggerakkan tubuhku yang diliputi rasa sakit. Setiap persendian di tubuhku terasa tertekan, kepalaku berdebar-debar, dan aku merasa seolah-olah kulitku terbakar. Ketika aku tidur, aku akan meringkuk menggigil di atas permadani lembut dan ketika aku bangun, demam mencengkeramku sehingga sulit untuk membuka mata, fokus atau bahkan mematuhi Tuan. Akhirnya tubuh kecilku yang telanjang ambruk dan pingsan. Segalanya menjadi gelap dan sebelum aku kehilangan kesadaran, aku bertanya-tanya apakah ini akan menjadi akhir dari diriku.
 
Nice update....
Awesome mind break, bro
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd