"Mir, kamu biasanya ML berapa kali sehari sama suamimu?" Tanyanya.
"Ih ngapain bahas kayak gini? Itu hal pribadi." Elakku.
"Cuma pengen sharing Mir. Aku pengen tau soal sex dari sisi perempuan. Aku pengen mengerti istriku."
"Sejak kapan kamu punya istri?" Aku balik bertanya mengejek. Aku dan teman-temanku tak pernah tau persis tentang si Fino ini. Dia berasal dari perguruan tinggi yang tidak terkenal, tapi dibawa oleh pimpinan proyek, ada yang bilang, dia itu adik angkatnya pimpro. Soal keluarganya bahkan dia persisnya tinggal dimana kami tidak pernah tau jelas. Dia selalu berpindah-pindah. Tak pernah membawa pasangan ketik acara gathering, bicara soal orang tua nya pun tak pernah.
"Punya Mir. Istriku di kampung." Jawabnya dengan suara pelan.
"Halah, bacot lu. Kampung mana?" Aku jelas tidak percaya pada anak ini.
"Di kampung B. Dia teman SMA ku. Dulu dia jualan. Waktu SMA dia pacaran dengan sahabatku. Aku pertama kali kenal sex dari mereka." Dia mulai cerita.
Aku biarkan saja dia bercerita.
"Awalnya aku sekolah di sekolah S. Kamu tau kan itu sekolah gak bener. Kapan masuk kapan pulang suka-suka kami." Aku mengangguk mendengarnya. "Aku sering diajak kawanku itu kabur dari sekolah ke kost pacarnya. Disana aku biasanya main game. Karena wifi disana cepat dan gratis. Temanku dan pacarnya itu ngewe didepanku tanpa malu-malu. Aku berusaha gak ngeliat dan fokus main game, tapi jujur aku ngaceng tiap kali mendengar bunyi kontol di memek dan desahan mereka. Dan suatu hari, aku juga gak tau kenapa, waktu mereka berdua habis ngewe, temanku bilang kami tak usah pulang ke sekolah saja. Seharian di kost pacarnya saja. Lalu dia melirik pacarnya dan pacarnya menghampiri aku dalam keadaan naked. Aku gugup waktu itu. Aku tak pernah ML sama sekali. Pacarnya mengambil hp ku dan meletakkannya diatas meja. Dia lalu mencium telingaku lalu leherku sambil tangannya membuka kancing seragamku. Hingga akhirnya aku telanjang. Penisku dia hisap sampai aku merasa nyilu kejang-kejang keenakan. Setelah itu temanku menyuruh pacarnya berbaring. Dia bilang padaku, aku boleh menikmati pacarnya sepuas-puasku hari ini, berdua dengan dia. Kami pun berebutan menjilati dari leher tubuh kaki dan memeknya, meremas
payudaranya dan menghisapnya semauku, dan menciuminya itu. Kami juga bergantian ngocok memeknya sampai berkali-kali. Keluar, capek, istirahat lalu main lagi sampai 2 hari. Karena kami main hari sabtu sampai minggi malam. Keluar hanya untuk beli makanan lalu kembali lagi. Dan seminggu sebulan setelah itu adik kelas kami itu hamil. Entah itu anakku atau anak temanku. Dia masih kelas 1 dan aku kelas 3 waktu itu. Dia tidak berani melakukan ******. Keputusan satu-satunya adalah berhenti sekolah. Tapi dia tidak pulang ke kampungnya. Orang tua temanku lumayan tajir. Dia menyewakan kost untuk pacarnya dipinggiran kota untuk menanti persalinan. Dia bilang padaku, dia akan segera menikahi pacarnya begitu selesai ujian. Dia sayang pada pacarnya. Padahal belum pasti anak siapa yang dikandung pacarnya. Tapi malangnya, kawanku kecelakaan motor ketika kami pawai kelulusan. Waktu itu usia kandungan pacarnya 5 bulan. Pacarnya shock dan masuk rumah sakit. Aku yang bingung pada waktu itu terpaksa harus mengurusi pacar temanku itu selama dirumah sakit. Sejak saat itu dia makin dekat padaku. Aku yang menemaninya disaat dia sedih. Tapi aku tak bisa menikahinya. Orang tuaku ingin aku kuliah. Akhirnya dia melahirkan tanpa menikah. Aku menemaninya saat itu. Anaknya perempuan dan sialnya sangat mirip denganku. Aku melihat foto ku saat bayi, dan benar-benar persis. Sejak saat itu, sebagai bentuk tanggung jawab, aku bekerja serabutan sambil kuliah untuk membiayai hidup mereka. Sekarang anak itu sudah 12 tahun dan yang dia tau aku adalah ayahnya walaupun dia selalu bertanya mengapa di akta kelahirannya dia tak punya ayah. Karena ibu nya memang tak pernah ku nikahi dan tak pernah menikah. Sekarang ibunya membuka warung kecil-kecilan berjualan sembako, sarapan, kopi dan kue. Jadi menurutmu, dia istriku atau bukan?" Tanyanya padaku.
Aku yang setengah mengantuk tersentak dan menjawab seadanya, "Entahlah, bingung aku."
Lalu aku buru-buru masuk ke kamar sebelum dia sempat menahanku.