Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Perasaan Manusia (True Story)

LockerKavyJones

Kakak Semprot
Daftar
9 Nov 2016
Post
177
Like diterima
1.674
Lokasi
Jawa Barat
Bimabet
Chapter satu

Malam minggu ini terasa sepi, hanya suara jangkrik dan desau angin malam yg menemani. Gemuruh awan dengan sesekali cahaya kilat mewarnai langit, namun hujan tak kunjung turun, padahal sekitar sepuluh menit yg lalu rintik gerimis tipis sempat jatuh, namun tak sampai sepupuh menit gerimis itu hilang. Aku duduk diteras rumahku, sambil kubakar sampoerna mild menemaniku menikmati malam. Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari, namun aku tak juga bisa terlelap. Sejujurnya, libidoku sedang tinggi, namun kepergian istriku, Sulistiawati (29) kerumah ibunya membuat malamku jadi pahit. Sudah satu minggu ini dia menginap disana. Bukan, kami bukan bertengkar, ini karena kehamilan istriku yang sudah mendekati waktu kelahiran anak kedua kami, jadi dia memilih pulang supaya ada yang berjaga bila ketubannya pecah. Fathan, putra kecilku yang masih berusia dua tahun pun turut ikut kerumah neneknya, jadi ya hanya tinggal aku sendiri disini. Duduk diteras sambil merokok jadi pilihan untuk mengusir kegusaran akibat tidak adanya pelampiasan birahi. Yah meski pemandangan yang kulihat hanya penampakan rumah-rumah subsidi tetanggaku yang berjejer, namun itu lumayan menghiburku. Mengamati pagar rumah tetangga yang estetik sambil menimbang-nimbang bentuk tembok pagar rumahku jadi pengalih mujarab buat libido yang hangat ini. Maklum rumah subsidiku belum ada pagar, hanya kanopi atap yg melindungi rumah kami dari terik matahari yg baru kupasang. Untuk sementara hanya tanaman-tanaman hias yg jadi pagar alami dirumahku, memang ini inisiatif istriku. Tanaman ini jadi hobby barunya saat kami menikah. Yah, semoga nanti ada rejekinya untukku membuat pagar tembok agar rumah kami semakin terjamin kenyamanan dan keamanannya, lagian Fathan sudah mulai hobby lari sana-sini, kasihan istriku, sudah lagi hamil, masih harus mengejar2 Fathan yang aktif luar biasa. Membuat pagar jadi opsi untuk mengamankan putra kecil kami ini.
Sedang asyik aku mengkhayalkan bentuk pagar impian tiba-tiba ponselku berdering, ada pesan whatsapp, siapa ini?
TEH WIRDA. Hmm? Kakak iparku mengirim pesan dijauh malam begini, ada apa ya?
"Dan, si sulis lagi nginep dirumah mamah?"
Isi pesan dari kakak iparku.
"Iya teh, kenapa gitu?" Balasku. Langsung centang biru, teh Wirda sedang mengetik. Gercep sekali, aku jadi penasaran ada hal apa sampai teh wirda bertanya hal yang bisa saja dia tanyakan besok, tapi mesti chat aku malam-malam begini. Ting! Notif lagi dari teh Wirda.
"Besok kamu dirumah ga?"
"Ada kok teh, kenapa?"
"Aku mau mampir, ada perlu sama kamu"
"Ohiya teh, jam berapa kira-kira?"
"Pagi, jam 9 lah"
"Ok kalo gitu.. Tapi bukannya kang Yusri masih di Kendari? Besok kesini sama siapa teh?"
Satu menit, dua menit, tiga menit, sampai sepuluh menit tak ada balasan. Ada apa ya kira-kira? Jarang sekali keluarga kakak iparku main kerumah. Memang kami masih satu kota, hanya beda kelurahan dan kecamatan saja, ditambah setauku suami beliau kang Yusri juga sudah dua minggu ini ada di Kendari. Ah yasudahlah, liat besok pagi saja.
Rokok sudah terbakar habis, karena besok pagi-pagi kakak iparku mau bertamu, sebaiknya aku tidur, supaya sempat membelikan sarapan dan makanan untuk disajikan besok.
 
Chapter dua

Namaku Ardi (32), kehidupanku ya biasa-biasa sajalah. Pekerjaanku PNS, istriku guru IPA disebuah yayasan pendidikan islam, dikaruniai seorang putra yang lucu, dan semoga Ilahi mengijinkan calon putri kami dan istriku selamat dan sehat melewati proses persalinan yang semakin dekat. Aku selalu bersyukur atas hidupku.
Pagi ini setelah ibadah shubuh, aku bergegas sikat gigi lalu mengayuh sepeda gowes ke warung bi Inah untuk membeli sarapan dan kue-kue.
Jam 09.45 Teh Wirda sampai. Setelah bersusah payah memarkirkan suzuki ignisnya dijalanan perumahan subsidi yang lumayan sempit agar tidak menghalangi pengguna jalan lain, beliau kupersilahkan masuk. Aku menyambut kedatangan beliau seramah mungkin sambil menyajikan teh hangat dan sepiring kue. Masih diselimuti penasaran, ada apa gerangan Teh Wirda tak biasanya mampir pagi cuma untuk menemuiku. Kalau ketemu adiknya wajarlah, tapi menemuiku? Pasti ada sesuatu.
Wirdasari (33) nama aslinya. Wajahnya manis dengan lesung pipit, bentuk mukanya bundar dengan hidung agak hemat oksigen khas sunda. Hehehe.. mirip-mirip Desy ratnasari muda lah. Tambah manis dengan gamis hijau muda dan pashmina kuning yang dia kenakan pagi ini. Teh wirda ini orang yang ramah dan baik sekali, supel dan ringan tangan dalam membantu orang. Tanya saja ke keluarga besar istriku, beliau ini paling rajin membantu, dari biaya sampai tenaga, dari saudara yang berakhlak sampai tak tahu diri pun dia bantu. Makanya aku segan dengannya. Sudah delapan tahun pernikahnnya dengan kang Yusri namun Ilahi belum mengijinkan mereka memiliki keturunan. Aku dan istri beserta semua keluarga besar selalu menyelipkan doa agar teh wirda bisa segera hamil.
"Apakabar teh? Sehat?" Tanyaku ramah sambil menyungging senyum. Namun sayangnya teh Wirda membalasku dengan senyuman getir. Bikin janggal saja.
"Sehat di. Gimana sulis? Udah bulannya ya, kapan kira-kira?"
Aku sama Sulis sehat teh. Iya, kira-kira minggu depan lah. Mohon doanya teh"
"Iya pasti aku doain Di.."
"Kang yusri gmn teh? Kapan pulang?"
"Sehat juga kok si akang. Semoga tengah bulan depan ya bisa pulang"
"Diminum teh"
Teh wirda tersenyum, lalu meraih cangkir dan menyeruput pelan teh manis hangat yang aku sajikan.
"Ini ngomong-ngomong ada apa ya teh? Tumben loh, teh Wirda sengaja mampir buat ketemu sama aku.." aku memang tak suka lama berbasa-basi, lebih suka cepat to the point. Teh Wirda terdiam, menghela nafas, namun tampaknya baru beliau mau buka mulut matanya tertuju ke foto pernikahan aku dan istriku, mulutnya mengatup kembali, dan kulihat matanya agak berkaca-kaca. Aku jadi merasa tak enak dan tersiksa, ini sebenarnya ada apa sih? Apa yang mau beliau ini bicarakan sebenarnya. Apa beliau ada masalah? Lagu bertengkar sama suaminya? Baru aku mau buka mulut untuk mengulang pertanyaanku teh wirda sudah bicara.
"Di, bisa gak kita ngobrolnya jangan dirumah mu. Kita keluar yu"
Ya ampun. Aku hanya bisa menghela nafas, tapi mau menolak tak enak. Aku mengiyakan ajakan beliau.

*****

Aku terduduk kaku disebelah kemudi, teh Wirda kekeuh tak mau aku supiri. Aku hanya bisa manut, ikut saja. Suasana sepanjang jalan agak kaku penuh basa-basi, sebenarnya kami memang gak akrab-akrab banget namun ya disuasana inilah kami terjebak.
Dua puluh menit kami tiba restoran yang terletak disebuah hotel. Teh Wirda memilihnya karena dia bilang ini tempat favoritnya. Tak lama kami duduk dimeja yang letaknya paling ujung, tersembunyi diantara tanaman hias dan kolam kecil. Suara air mengalir terdengar sangat jelas, menyembunyikan alunan musik jazz yang diputar diresto. Setelah memesan minuman aku mengulang pertanyaanku lagi.
"Ada apa sih teh? Lagi ada masalah?"
Teh Wirda kembali diam, dia memejamkan mata sejenak sebelum bicara.
"Di, kamu mau bantuin aku?"
 
Chapter tiga

Sejujurnya, hubungan antara aku dan istriku dengan teh wirda dan suami sedang tidak terlalu baik. Dalam artian damai, tapi kering. Aku merasakannya saat hari raya beberapa bulan yang lalu. Kang yusri yang biasanya cair dan baik jadi dingin dan tampak menghindariku. Wajahnya jadi semakin tak menyenangkan bila saudara mengobrol tentang kehamilan istriku, makanya aku hanya menjawab sekenanya dan langsung mengalihkan ke obrolan lain, demi menjaga perasaan kakak iparku, pun dengan istriku yang tak mau terlalu mengumbar kehamilan kedua ini. Dia juga ingin menjaga perasaan kakaknya. Namun apalah daya mulut manusia, setelah menyelamati dan membahas kehamilan sulis mereka langsung beralih menanyakan hal yang paling dibenci dihari raya.
"Kapan? Kapan? Kapan?"
Kali ini sasarannya adalah kakak iparku si pejuang garis dua. Terlihat jelas teh wirda dan kang yusri hanya tersenyum kecut sambil menjawab sekenanya. Aku dan istriku jadi semakin tak enak hati. Dan dengan dalih ada tamu sore nanti, mereka berdua pamit lebih awal. Yang paling kentara kang yusri yang dingin dan tak menatapku sama sekali saat pamit. Aku dan istrikua hanya bisa sabar dan maklum. Namun kejadian itu berbuah panjang.

*****

Pagi ini di restoran setelah teh wirda bertanya kesanggupanku membantunya dia bercerita panjang lebar. Setelah hari raya itu, mereka berdua jadi sering bertengkar, hal sepele saja bisa jadi besar. Pernah katanya teh wirda lupa memberikan minuman saat suaminya makan, kang yusri langsung marah-marah. Atau saat mereka mencari kunci mobil diakhiri dengan saling menyalahkan siapa yg paling teledor dan tidak rapih. Yang paling membuat hati teh wirda sesak adalah sebulan lalu, saat kang yusri menolak diajak hubungan pasutri.
Kang yusri hanya bilang, "Aku capek, mau tidur. Lagian juga percuma"
Setelah kejadian itu mereka tak saling bicara sampai saat ini.
Memang kejam terkadang lisan ini, maksud hati menyemangati dan memotivasi, atau sekedar basa-basi, namun yang terjadi malah melukai hati. Padahal kedua mertuaku serta kedua orangtua kang yusri tidak pernah mencampuri urusan rumah tangga mereka serta tidak mempermasalahkan belum hadirnya momongan ke teh wirda, namun pedangnya ternyata hadir dari sepupu, dan paman bibi dari masing-masing keluarga.
Aku ikut sedih dan simpati mendengar cerita dari teh wirda, dibalik senyumnya yang manis ternyata dia menyembunyikan kesedihan dan luka. Matanya yang berkaca-kaca akhirnya basah. Untung saja kami duduk diujung, jadi tak terlalu terlihat oleh pengunjung resto yang lain. Perlahan beliau mulai terisak.
"Udah cerita ke mamah sama abah teh?" Tanyaku
"Udah di, tapi mereka juga ga bisa apa-apa selain minta aku sabar dan berdoa"
"Coba ke dokter aja lagi teh"
"Udab bertahun-tahun aku ikut program di.. sampai sekarang belum juga berhasil. Padahal aku sama kang yusri dinyatakan sehat sama dokter"
Teh wirda semakin basah matanya, air mata mulai membanjir.
"Berdoa aku setiap waktu, setiap malam, aku kurang sabar apa di?" Sambung teh wirda.
"Lantas aku bisa bantu apa ya teh? Teteh mau aku ngobrolin apa sama kang yusri?"
Teh wirda menunduk, dia masih menyeka air matanya, lalu menatapku tajam, seperti ada sesuatu yang agak berat diucapkan. Perlahan teh wirda mengambil nafas panjang sambil memejamkan mata, tampak membulatkan tekad hingga mulutnya terbuka dan..
"Kamu mau nyoba bantuin aku supaya hamil di?"
"Gimana mbak?"
"Iya, aku mau minta tolong ke kamu buat hamilin aku"
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd