Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA PERJALANAN.

CHAPTER 4​

Handphoneku berdering. aku mengambilnya dari kantong celanaku dan melihat nama tante Fia memanggil... aku angkat panggilan itu, ternyata ia sudah berada di stasiun menunggu aku menjemputnya. Segera aku kenakan jaket dan keluar rumah, memasuki mobil dan menjemput tante Fia ke stasiun.

Sudah berapa lama aku tidak melihatnya? Satu tahun? Dua tahun? Ahhh... aku tidak mengingat berapa lama kami tidak bertemu, yang aku ingat hanyalah momen saat kami bersama. Kami dulu sangat dekat, begitu dekat bahkan tidak ada penghalang apapun diantara kulit kami yang bersinggungan satu sama lain. Tidak ada, bahkan tidak sehelai benangpun.

10 Tahun lalu...​

Masa-masa setelah malam memuaskan waktu itu tidak terjadi lagi. Om juri sering berada di rumah, aku tidak tahu kenapa ia jarang pergi bekerja. Aku pun sudah di sibukkan dengan praktek-prakter kuliah yang membuatku terkadang pulang pada malam hari dengan kondisi lelah. Tante Fia juga bersikap normal seperti tidak terjadi apapun. Ia juga sibuk mengurus Dio yang sudah masuk pre-school, usianya sudah 4 tahun.

Tidak terasa enam bulan sudah berlalu semenjak kejadian malam itu. Entah kenapa momentum yang tepat terjadi di kala itu, aku sedang liburan panjang kuliah selama tiga bulan, sedangkan Om Juri sedang keluar kota untuk menemui paman tertua dari keluarga bapak, istrinya meninggal sehari sebelumnya.

Pagi itu dihari minggu, tante Fia membangunkanku untuk mandi dan sarapan. Aku segera bergegas mandi dan sarapan bersama tante Fia dan Dio yang juga sudah rapi berpakaian seperti hendak bepergian. Pintu kamar tante Fia terbuka dan aku tidak melihat Om Juri dimana-mana.

“Om Juri kemana tante?” tanyaku penasaran.

“melayat ke rumah Om Jarwo, istrinya meninggal kemarin.”

“innalilahiwainnailaihi roji’un, meninggal kenapa tante?” tanyaku lagi

“emang sudah tua man, itukan pamanmu yang paling tua, usianya aja udah kaya bapak sama anak kalo di banding sama Om Juri. Mana istrinya 3 tahun di atas dia lagi. Oh ya, kamu kok ya ga ikutan kesana tadi ya, lupa tante ngingetin Oom-mu buat ngajak.”

“ga usah tante, Arman ga kenal. Arman belum pernah ketemu keluarga bapak kecuali Om Juri. Kemarin pas mereka dateng kesini itu, baru pertama Arman lihat wajah-wajah keluarga bapak. Selama ini juga bapak ga terlalu banyak cerita. Tante sendiri ga ikutan kesana?”

“ga bisa man, besok Dio masih sekolah. Oom-mu disana sampe hari selasa katanya. Masih ada urusan sama keluarga lain.” Kata tante Fia.

Aku melirik sedikit ke arah tante Fia... akhirnya momen dimana aku bisa memperhatikan dia secara seksama tanpa takut dilihat oleh Om Juri. Wajahnya memang cantik dan manis jika tidak mengenakan dandanan, sungguh aku suka wajahnya yang natural itu. Tante Fia mengenakan bluse berwarna biru muda dan celana setengah tiang berwarna krem yang longgar, khas ibu-ibu muda yang mengantar anaknya sekolah.

Aku mencoba untuk mendekatkan kakiku ke kaki tante Fia di bawah meja, aku letakkan telapak kakiku di atas punggung kakinya. Sedikit aku geser pelan seperti mengelus kakinya dengan kakiku. Tate Fia tidak merespon dan hanya melanjutkan sarapan.

“maa, tambah.” Kata Dio menyodorkan piringnya, tante Fia pun segera mengambilkan nasi goreng yang ada di wadah nasi, menu sarapan kami hari itu. “pelan-pelan ya dek.. kan kita mau jalan keluar, nanti adek ga kuat jalan, mama udah berat gendong adek.” Kata tante Fia sambil tersenyum. Dio hanya menanggapi dengan senyuman lebar.

Selama itu kakiku tidak berhenti mengelus punggung kaki tante Fia, kemudian aku coba melakukan itu sambil mengajak tante Fia ngobrol.

“hari ini mau jalan-jalan keluar tante?” tanyaku sambil kaki kananku mulai mengelus naik ke atas betis kaki kiri tante Fia.

“iya, mau belanja juga. Baju Dio udah banyak yang kekecilan. Sambil cari peralatan buat kegiatan sekolah besok.” Katanya santai seolah tidak ada kejadian apapun di bawah meja.

“ooh... Besok ada kegiatan apa Dio?” tanyaku beralih menanyakan Dio. Tak lupa kakiku terus merambat naik.. kugeser celananya yang longgar agar kakiku terus naik sampai mengelus-elus lututnya. Celananya sangat longgar seperti rok rumbai, namun dalam bentuk celana, jadi tidak ada halangan untuk menyingkap celananya agar kakiku bisa terus melancarkan aksinya.

“Besok dio main pramuka kak, main baris-berbaris.. main ikat tali, sama main camping.” Katanya.

“emang Dio berani camping?” tanyaku.. sambil kakiku memanjang lurus mengarah ke paha tante Fia. Aku usap-usap pahanya dengan punggung kakiku yang sudah kujulurkan maksimal. Sayangnya tidak mencapai pangkal paha tante Fia, hanya mencapai pahanya saja.

“di dalem ruangan man.” balas tante Fia, masih seperti tidak terjadi apapun. “main camping-campingan di kelas aja, nanti ada tenda-tenda kecil buat mereka main di dalam ruangan.” Ujarnya sambil tersenyum cantik. “Nanti buat tenda juga ya nak ya?” tante Fia menoleh ke arah Dio, Dio hanya mengangguk dengan ceria.

Aku masih kurang puas mengelus elus paha tante Fia dengan kakiku. Dengan berpura-pura tidak sengaja, aku menjatuhkan sendok ke bawah meja. Kemudian aku melirik sedikit, menunduk dan merangkak ke bawah meja untuk mengambilnya. Saat di bawah bukannya mengambil sendok aku langsung menjulurkan tanganku menyingkap celana tante Fia dan mengelus elus betis sampai ke lututnya. Tidak lama elusanku kuteruskan sampai ke pangkal paha kirinya dengan kedua tanganku.

Tante Fia nggeser kursinya dan merapatkan tubuhnya ke arah meja. Spertinya agar Dio tidak bisa melihat aksiku. Merasa tante Fia mendukung, akupun merajalela. Aku jilati lututnya yang putih. Aku masukkan kedua tanganku mengelus-elus paha kirinya. Kemudian tangan kiriku menyelip ke bagian celana dalamnya dan masuk meremas remas vaginyanya.

Tante Fia sibuk mengajak Dio mengobrol nanti mau beli apa saja di mall. Nadanya sedikit tertahan, sepertinya ia juga menahan rasa yang sama sepertiku saat ini. Namun sikapnya normal saja. Akupun terus menggila, tanganku meremas-remas vaginanya degan gemas. Kurasakan vaginanya sedikit becek, kemudian aku gesek gesek dengan ritme yang lebih cepat. Sambil mulutku mencium dan menjilati paha mulusnya.

Tak lama setelah itu Dio berkata dia sudah selesai dan Tante Fia tiba-tiba menggeser kursi kebelakang dan menarik kakinya dari pelukanku, ia merapihkan meja makan dan membawa piring kotor ke westafel cuci piring. “Arman cepetan makannya biar tante cuci sekalian piringnya.” Kata tante Fia santai. Aku kembali duduk di kursi dan menghabiskan nasi goreng sarapan tadi.

Setelah makan aku mengambil piring dan memberikan ke tante Fia yang sedang mencuci piring dan peralatan masak lain di westafel. Aku memberikan piring sambil bersender disebelah tante Fia. Posisiku menghadap ke arah Dio yang membelakangi kami. Aku lihat Dio sibuk memainkan hotwheel mobil mainan kecil disana. Aku melirik ke Tante Fia sedikit, kemudian tangankupun mulai nakal lagi, tangan kananku kujulurkan ke arah selangkangannya, kamudian kuelus-elus kemaluannya dari luar celana.

“kamu ikut jalan ya man, biar nanti sekalian tante belikan baju.” Kata tante Fia tiba-tiba mengagetkanku.

“boleh tante..” kataku sambil tersenyum. “tapi kan Arman bisa belanja sendiri.”

“eleh, duitmu apa cukup man? Kan di kurangin uang sakumu sama Oom. Mending kamu simpen aja buat nanti kalo mau jalan sama temen-temen.” Katanya sambil menoleh ke arahku.

Aku tersenyum sedikit, kemudian aku beranikan mengecup bibirnya. Aku nikmati bibirnya agak lama, namun tante Fia tidak membalas dan hanya mendiamkanku saja. Tangannya berhenti mengusap piring cuciannya. Tanganku masih meremas remas selangkangannya dari luar. Kaki tante Fia juga sedikit bergetar menerima remasan tanganku.

“Dio juga beli baju baru ya!” kata Dio secara tiba-tiba. Kami terkaget dan menoleh ke arah dio. Aku melepaskan genggamanku dari selangkangan tante Fia. Ternyata Dio tidak menoleh kemari, hanya berbicara menanggapi perkataan mamanya tadi. “iyaa sayangg...” kata tante Fia membalas.

Aku beranjak dari situ dan menuju Dio yang sedang asik. Aku gendong ia dari kursinya dan bertanya.. “mau beli baju apa beli mainan?” tanyaku sambil mencium pipinya yang cubby. “beli baju sama mainan.” Katanya lucu.

“ga bisa dong... pilih salah satu.” Kataku lagi.

“ummm” Dio berpikir sejenak. “hari ini beli baju, minggu depan beli mainan.” Katanya mantap.

“iyaaa.” Kata tante Fia selesai mencuci piring dan menghampiri kami seraya mencium pipi Dio juga. Dio memang tidak rewel dan pintar. Mudah dekat dengan orang lain dan tidak malu mengutarakan yang dia inginkan.

Kami berjalan cukup lama di mall. Pertama mencari beberapa peralatan sekolah Dio, dari mulai tali tambang mainan, sampai pisau mainan untuk kegiatan besok. Kemudian kami melanjutkan ke pusat wahana anak-anak dimana banyak arcade untuk bermain anak seusia Dio. Disana Dio sangat senang bermain mobil-mobilan dan beberapa game fps. Aku juga dengan senang hati menjadi musuh mainnya dan sering kali mengalah agar dia tidak kecewa. “yeaayyy Dio menang lagii” katanya. Kami bertiga hanya tertawa bersama-sama.

Saat memilih baju Dio mulai ngantuk dan tidak kuat berjalan lagi. Maka setelah kami memilih baju untuknya dia hanya terkulai di gendonganku dan kami memilih baju untuk tante Fia dan aku dengan kondisi aku menggendong Dio kesana kemari.

“berat nggak man? Dio udah 30-an kilo itu.. gemuk dia. Tante aja udah ga kuat gendong dia lama-lama.” Kata tante Fia menanyakan sambil memilih baju.

“lumayan tante.” Kataku sambil tertawa tipis. “kita pilih bajunya langsung aja tante, nanti kita coba sama-sama.” Kataku. “biar cepet.”

“iyasih... yaudah, kamu udah ada bajunya?”

“udah nih..” aku berikan dua buah kaos ke tante Fia agar dia membantu membawakan, karna tanganku sibuk menahan berat badan Dio.

“udah kaos aja? Kamu ga mau beli kemeja atau celana panjang gitu?”

“nanti aja tante. Pas mau lebaran kita belanja lagi.” Kataku..

Kami berjalan menuju ruang coba pakaian. Aku melihat tante membeli sebuah gaun panjang seperti daster dan sebuah baju kemeja oversize yang biasa di kenakan anak-anak muda jaman sekarang. Kami berjalan memasuki ruang ganti bersama-sama. Orang-orang sekitar pasti mengira kami satu keluarga. Karena memang usia tante Fia yang tidak terpaut jauh denganku membuat kami terlihat seperti sepasang suami istri.

Ruang ganti ini benar-benar tertutup rapat, walau penutupnya hanya sekat dan apabila terlau berisik maka orang yang berada di ruang ganti sebelah pasti mendengarnya. Sesampainya di dalam tante Fia langsung mencoba gaun yang dibelinya tanpa melepaskan pakaian. Ia masukkan saja dari bawah seperti mengenakan sarung. Aku sedikit kecewa karena aku mengharapakan melihat pemandangan lain.

“gimana?” kata tante Fia bertanya padaku.

“bagus tante, tapi apa nggak kebesaran? Kan nanti ga pake baju kayak gini dalemannya.” Jawabku sambil bertanya balik.

“enggak lah, kan emang cari yang longgar. Buat tiduran ini man...” katanya sambil merapikan bahu gaunnya dan melihat ke arah kaca.

Tante Fia kemudian melepas gaun tersebut dan mulai melepas bluse-nya untuk mencoba kemeja yang ia beli. Ahhh.. kesempatan... kataku dalam hati. Namun belum aku melancarkan aksi untuk meremas buah dadanya, ia sudah cepat mengenakan kemeja yang akan dibeli. Posisiku pun sedikit sulit karena aku menggendong Dio. Ia berbalik ke arahku dan kembali menanyakan pakaian itu. Aku hanya menjawan dengan “cantik..” sambil tersenyum kepadanya.

“kamu ga coba kaosnya? Sini gantian tante gendong Dio.” Katanya selesai mengganti kembali bajunya. Sebenarnya kaos ini sudah pasti pas untukku namun karena aku memiliki misi lain maka aku coba juga sekalian.

Aku lepaskan kemeja yang kupakai dan membiarkan tante Fia melihat tubuhku sebentar. Aku tau dia belum pernah melihatnya, tidak seperti aku yang sudah beberapa kali bahkan mengemut buah dadanya. Saat memakai kaos tersebut aku juga menanyakan kepadanya, “gimana tante?” dia hanya mengancungkan jempol sedikit karena kedua tanganya harus menopang tubuh Dio yang berat.

Aku mengalihkan pandangan ke cermin.. aku juga memegang bahu tante Fia untuk berdiri di hadapanku di cermin. Kini posisiku ada di belakang tante Fia yang sedang menggendong Dio dan sama-sama melihat kearah cermin.

“cocok ga tante?” kataku bertanya lagi.

“cocok, bagus kok.” Jawab tante Fia.

“bukan bajunya tante.” Kataku sambil separuh berbisik dan mencium rambut halusnya. “tapi kita.” Tanganku sembari merangkul pinggulnya. Aku usap usap perutnya di balik bluse tipis yang ia kenakan. Tante Fia hanya diam sambil memejamkan mata. Kedua tanganku perlahan masuk kedalam celananya dan mengelus elus selangkangannya. Kepala dio terbaring di sebelah kanan, maka kepalaku mencium leher tante Fia dari sebelah kiri. Kuselipkan tangan kananku kedalam celana dalam tante Fia dan ku remas-remas lagi vagina tante Fia.

“baju satunya ga di coba man?” kata tante Fia pelan sambil tetap menutup matanya. “ ga usah tante kurannya sama kok.” Kataku membalas sambil terus menjelajah vaginanya yang mulai lembab.

“yuk bayar, terus pulang.” Kata tate Fia sambil memalingkan badan. Tanganku otomatis terlepas dan keluar dari celananya. Aku perhatikan celananya agak turun karena ulahku tadi. Sambil menghadap ke arahnya aku benahi posisi celananya ke tempat semula. Kemudian aku sedikit merunduk dan memberikan kecupan ke bibirnya. Aku merasakan tante Fia sedikit membalas ciumanku. Ahh... akhirnya dalam hatiku. “ganti lagi bajunya, biar di bayar.” Kata tante Fia dengan sedikit tersenyum.

“ini gantian tate ga kuat.” tante menyerahkan Dio yang sedikit terbangun karena berpidah dari pelukan tante Fia ke pelukanku. Kami keluar ruang ganti dan lekas membayar pakaian yang sudah kami coba. Kemudian langsung pulang.

Sesampainya di rumah Dio aku tidurkan di kamarnya. Sebenarnya penisku sudah cenat-cenut tidak tahan sejak pagi tadi. Ingin rasanya aku menerkam tante Fia sekarang, karena kondisi sudah aman di rumah. Tidak ada Om Juri dan Dio sudah tertidur. Tante Fia pun sudah terang-terangan menerima perlakuanku. Walau ia terus berlagak tidak terjadi apa-apa. Aku mencari tate Fia, namun ia sepertinya sudah masuk ke kamarnya.

“tantee...” aku memanggilnya.

“iya, kenapa Arman?” kata tate Fia mengeluarkan kepalanya di pintu kamarnya.

“oooh nggak tante, Arman kira pergi kemana.”

“tante mau mandi dulu, gerah..” katanya sambil masuk ke dalam kamar lagi. Pintu kamarnya tidak ditutup lagi dan dibiarkan terbuka sedikit. Aku perhatikan tate Fia mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi yang ada di kamarnya.

Aku berpikir sejenak... aku ingin menunggu tante Fia selesai mandi tapi sepertinya gairahku sudah sampai di ubun-ubun. Aku beranikan masuk ke kamar tante Fia dan menuju pintu kamar mandinya. Ketuk, atau tidak? Pikirku. Masa bodoh. Kemudian aku mencoba memutar handle pintu kamar mandi, dan terbuka. Ternyata tidak di kunci. Aku pun merasa tate Fia memang mengundangku untuk masuk menemaninya.

Cepat kulepaskan semua pakaianku sampi ke celana dalamku. Penisku berdiri tegang dan besar. Aku masuk ke kamar mandi, pintunya kubuka secara perlahan agar tante Fia tidak kaget. Ternyata posisi tate Fia juga sedang bertelanjang bulat membelakangiku sambil bermadi shower. Tangannya ke atas memijat kepala dengan rambutnya yang panjang sebahu.

Aku yang tidak tahan lagi cepat menuju ke arahnya dan kupeluk ia dari belakang. Kuciumi lehernya dan tanganku meremas-remas buah dadanya dengan sangat keras. Penisku menempel di pantat tante Fia yang kenyal. Tabte Fia sedikit kaget dan berbalik ke arahku. Kemudian ia melepaskan pelukanku dan berjalan ke arah pintu. Aku terdiam dan mengira tante Fia sudah muak dengan tingkahku dan mulai marah, sedikit takut.

Sesampainya di depan pintu tante Fia bukannya ke luar kamar mandi, malah menutup pintu yang tadi lupa aku tutup karena terbawa suasana. Kamudian ia berbalik dan duduk di lantai menghadapku sambil merenggangkan selangkangannya.. tangan kirinya menahan tubuhnya sedikit menyender kebelakang, tangan kanannya di arahkan ke vaginanya. jarinya mengusap-usap kemaluannya dan membuka lebar belahan vaginanya. Aku terbengong.

“sini sayang kok malah bengong.” Katanya sambil tersenyum lebar ke arahku. Aku langsung telungkup di lantai dengan kepala mengarah ke selangkangannya. Kutahan kedua pahanya sebagai pegangan dan mulutku mulai menjilati pahanya dari kiri, kanan, menuju pangkal ke liang vaginanya. Kemudian mulutku mulai mengecup dan menyedot-nyedot vagina tante Fia. Tangan tante Fia kini keduanya menyanggah tubuhnya yang mulai menggeliat kebelakang. Aku jilat dan sedot terus vagina tante Fia seperti menikmati sepotong kue yang tidak habis-habis. Tubuh kami basah terkena cipratan shower yang dari tadi masih menyala.

“ahhhhhh... ahhhhh... enak sayang, terus sayang.” Tante Fia merancu dengan nada keras, sepertinya kini ia benar-benar melepaskan hasratnya. Tidak lagi berpura-pura tidak tahu seperti biasanya. “ummmhhhh... terus sayang” katanya sambil satu tanganya mengusap-usap rambutku dan mengarahkannya sedikit keatas. “itu itil tante juga, sedot yang..” katanya mengerang.

Aku ikuti keinginannya dan terus menjiat di bagian atas belahan vaginanya. Tak lupa aku sedot sedot terus. Ada bagian menonjol di bagian atas vaginanya, bagian klitoris yang aku main-mainkan dengan lidahku. Vaginanya sudah basah tak karuan campuran antara air kemaluan dan air shower yang masih basah. Aku sedot sedot terus sambil memegang pantatnya yang mulai terangkat-angkat.

“ummhh... ahhh.. ahhh.. ahhhhhhhhhh.” Tante Fia menjerit. Kedua tangan tante Fia beralih memegang kepalaku dan dibenamnkan dalam ke selangkangannya. Badannya terguling ke belakang dan kakinya naik melingkari leherku. Pinggulnya juga ikut terangkat naik keatas diiringi air kemaluannya yang muncrat meluber luber membasahi seluruh permukaan wajahku. Kemudian ia lemas terlentang dan tangannya terlepas di renggangkan. Ia terkulai lemas di lantai kamar mandi yang basah.

Aku kemudian duduk dan membasuh wajahku dengan air shower. Ku tarik kedua kakinya melingkar di pinggangku. Kudekatkan kemaluanku dengan kemaluannya yang masih kurasakan cenat cenut. Aku gesek-gesekkan penisku di belahan vagina tante Fia, tak lupa sedikit ku sundul klitorisnya dengan kepala penisku.

“tante aku masukin boleh?” kataku sambil sedikit mengoyang goyang pahanya maju mundur agar seirama dengan gesekan penisku ke vaginanya. “bentar ya sayang, tante istirahat dulu.” Katanya sambil balik mengelus elus pahaku yang berada di sebelah tubuhnya yang masih tergeletak.

“kamu suka banget sama memek tante kayanya ya, dari kemaren mau ngentot tante kok ga jadi sih?” katanya sambil menengok ke arahku.

“suka banget tante, udah dari lama aku pengen, tapi susah cari lobang memek tante. Ga tau masukinnya kemana.” Kataku sambil tertawa.. tante Fia juga ikut tertawa.

“emang belum pernah?” tanyanya lagi. “tante yang pertama dapet perjaka kamu dong.” Kata tante Fia sambil menaikan tubuhnya dan mulai duduk di hadapanku dengan posisi kaki merangkul pinggangku. Kakinya berada di atas kakiku, penisku dan vaginanya masih saling bergesekan.

Tante Fia kemudian naik ke pangkuanku. Satu tangannya memegang pundakku dan tangan satunya lagi memegang penisku yang sangat tegang dan diarahkan ke lubang vaginanya. Dimasukkannya kepalaku sedikit kedalam liang vaginanya yang licin, namun rapat. Penisku terasa cenat cenut di sedot kedalam vagina tante Fia.. kemudian blessss

“ahhhhmmmmm...” tante Fia kembali menjerit dan menggigit bibir bagian bawahnya. “kontol kamu gede banget sayang. Udah di tahan dari kapan ini mau ngentot tante ga jadi-jadi.” Ia sedikit mengejekku sambil tersenyum manis, mengarahkan kepalanya ke kepalaku. Dan mecium bibirku. Kali ini dia yang mengambil inisiatif dengan menyedot-nyedot lidahku. Tak lama dari itu aku merasakan penisku yang tak tahan menahan mani.

Aku lepaskan ciuman dan memeluk tante Fia erat erat. Aku rasakan kedua buah dadanya di pipiku. “tante tahan, tante aduh... uhhhmmm.” Kataku sambil menahan maniku untuk keluar. Melihat tingkahku tante Fia malah tertawa dan sedikit menaik tuurunkan pantatnya dan peniskupun dipilin sedikit keluar masuk vaginanya. “ahhhhhhh.... tante, tante, ahhhh,.......” aku kejang-kejang sambil memeluk erat tubuh tante Fia. Tangan tante Fia juga memeluk kepalaku dan di benamkan diantara kedua payudaranya. Pinggulku sedikit kuangkat membuat penisku menghujam masuk ke bagian terdalam vagina tante Fia. Maniku muncrat dengan sangat kuat membasahi rahim tante Fia.

“iihh kok udah keluar baru juga dua menit.” Goda tante Fia. Sambil mencium ujung hidungku dan sedikit menjilat dengan lidahnya.

“abis memek tante enak banget... “ jawabku dengan kondisi masih lemas terduduk di lantai.

Tante Fia hanya tersenyum dan kemudian berdiri untuk membersihkan badannya di shower. “ayok sini mandi bareng.” Kata tante Fia menjulurkan tangannya. Aku menyambut tangan tante Fia dan berdiri, lalu kami mandi bersama. Tante Fia membersihkan badannya dan badanku dengan sabun. Tak lupa bagian kemaluan kami yang juga basah oleh campuran air mani masing-masing juga diusap hingga kesat oleh tante Fia.

Sehabis mandi dan mengeringkan tubuh, tante Fia keluar kamar mandi masih bertelanjang bulat. Aku yang masih mengenakan handuk pun mengikutinya keluar. Dan meninggalkan handuk di kamar mandi. Kami berdua bertelanjang bulat di kamar tante Fia. Ia kemudian mengenakan gaun yang dibelinya tadi tanpa mengenakan pakaian dalam apapun. Tampaklah putingnya yang sedikit mengecap.

“pake itu doang tante?” tanyaku masih dalam kodisi bertelanjang bulat.

“iya... males pake pakean dalem paling bentar lagi juga kamu lepas ini pakean.” Katanya sambil tersenyum dan berjalan kearahku.

Tangannya memegang penisku dan sedikit mengelus-elusnya. Perlahan namun pasti penisku sedikit tegang, walau belum keras seperti tadi namun sudah mulai naik. Kemudian tante Fia mendekatkan penisku ke perutnya, aku sedikit menekuk kakiku turun kebawah agar penisku selaras dengan selangkangannya. Ia gesek-gesekan penisku di selangkangannya yang tertutup gaun. “emang kontol kamu udah loyo? Memek tante masih siap loh... Ga mau ronde ke dua?” katanya sambil mencium daguku.

“masih kuat tante!” kataku sambil meremas pantatnya dan menyodok-nyodok penisku ke selangkangan tante Fia.

“nanti ya, tante mau masak dulu. Nanggung Dio pasti bentar lagi bangun dan laper.” Katanya sambil mengecup bibirku dan melepaskan tanganku dari pantatnya. Ia kemudian berjalan keluar kamar sambil menolehku dan mengangkat gaunnya sampai di pinggang. Ia goyang sedikit pantatnya yang tidak mengenakan celana dalam. Bibirnya sedikit melet dan matanya mengedip ke arahku.

Aku hanya terkulai lemah. Kurebahkan tubuhku ke kasur tante Fia. Masih dalam kondisi telanjang. Saat nafasku sudah kembali normal... pikiranku masih menikmati kejadian di shower tadi, aku mencoba memejamkan mata, namun tiba-tiba penisku kembali tegang dan mengeras ke atas. Masih belum cukup.
 
Terakhir diubah:
edan crot, ceritanya beda sama yang lain ey.
ini penulis pasti orangnya puitis sekali, kalimatnya dan alur ceritanya tertata rapih.
lancrot hu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd