Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Petualangan Dosen Muda

Ternyata Ceritanya Cukup Menantang Om....Dilanjutin Om
 
Lanjutken suhuu,
Apa mgkn perkukiahan libur karna korona?
 
Tender Kampus (Bagian 2)



Di Sabtu pagi, beberapa hari setelah pengumuman bahwa R Printing sebagai pemenang tender, tiba-tiba ada WA dari Bu Hanifa,

Bu Hanifa : “Kalau Pak Angga tidak ada kesibukan, nanti malam saya tunggu di rumah saya.”

Wah, bakalan weekend di rumah Bu Hanifa ini. Gw masih belum kebayang, bakal seperti apa nantinya.

Gw : “Oke Bu Hanifa, nanti sekitar jam 7, saya meluncur ke rumah Bu Hanifa”



Sekitar jam 7, gw meluncur ke rumah Bu Hanifa dengan motor gw. Gw sengaja bawa motor, biar kalo gw nginep di rumah Bu Hanifa, orang tidak begitu curiga. Kalo gw bawa mobil, bakal keliatan mobil parkir semaleman di depan rumah, takutnya, warga sekitar curiga. Kalau motor, masih bisa dibawa masuk garasi, untuk menghilangkan kecurigaan warga.

Nyampe di rumah Bu Hanifa, gw parkir motor gw di halaman rumah Bu Hanifa. Ketika gw masuk ruang tamu, gw lihat Bu Hanifa memakai baju tidur yang 2 piece, kemeja lengan pendek dan celana panjang, tapi tidak memakai jilbab. Gw bakal bohong kalau gw bilang Bu Hanifa cantik. Yang jelas gw cuma bisa bilang, kulit nya putih mulus, dan mungkin efek tidak pakai jilbab yang memperlihatkan rambutnya terurai, dan kemeja lengan pendeknya yang memperlihatkan kulit tangannya yang putih, membuat Bu Hanifa jadi agak berbeda dibandingkan biasanya yang tertutup agak rapat.



Sebagai formalitas ketika sedang bertamu, gw bawa oleh-oleh untuk Bu Hanifa, sebuah anggur putih, tidak beralkohol.

Bu Hanifa : “Maaf, saya tidak minum alkohol”

Gw : “Ini tidak beralkohol koq bu, coba dilihat botolnya”

Setelah melihat botolnya ada tulisan non-alcohol, akhirnya Bu Hanifa ambil 2 buah gelas, membuka tutup botol anggur, dan menuang anggur ke gelas. Gw sih berharap, walau tidak beralkohol, efek minum anggur bikin badan seger, aliran darah lancar, dan biasanya sih, minum anggur bisa bikin mood jadi enak.



Setelah basa-basi sedikit, sepertinya kita sama-sama bingung siapa yang mau memulai, gw akhirnya ambil inisiatif, gw berjalan ke belakang Bu hanifa yang sedang duduk di kursi ruang tamu. Gw arahkan tangan gw ke pundak Bu Hanifa sambil memberi pijatan-pijatan di pundaknya.

Gw bisa merasakan, otot-otot Bu Hanifa yang agak kaku di pundaknya. Mungkin Bu Hanifa lagi tegang banget dan agak bingung mau apa. Setelah gw beri pijatan-pijatan di pundaknya, sepertinya badan nya mulai rileks, dan bisa jadi, efek anggur putih nya mulai kerasa.

Gw bisikin dari belakang, “Pindah ke kamar saja yuk”

Bu Hanifa mengangguk.



Kita berdua menuju kamar, setelah menutup pintu kamar, tak lupa gw matikan lampu kamar, kemudian menuju ke ranjang dan duduk di samping ranjang. Walaupun gelap tanpa lampu, tapi remang-remang cahaya dari jendela kamar masih memberi sedikit penerangan ke dalam kamar.



Bu Hanifa duduk membelakangi gw, kaki sebelah kiri bu Hanifa naik ke Ranjang dengan posisi sila, dan kaki sebelah kanan masih di lantai. Dari belakang bu Hanifa, gw melanjutkan pijatan-pijatan pelan ke pundak bu Hanifa, sambil pelan-pelan, mengurut ke bawah. Lalu setelah Bu Hanifa kelihatan rileks banget, gw coba buka satu per satu kancing kemeja tidur Bu Hanifa. Baru 1 kancing gw buka, sepertinya Bu Hanifa berinisiatif sendiri membuka kemejanya.

Setelah membuka kemeja, terlihatlah bra berenda Bu Hanifa. Dan gw cukup kaget juga melihat payudaranya Bu Hanifa yang ukurannya ternyata cukup besar.



Beberapa hari sebelumnya, gw sudah mantap berkeyakinan, apabila nanti ketika gw mau ekse dengan Bu Hanifa dan ternyata gw gk ereksi melihat body Bu Hanifa saat telanjang, gw bakal pejamin mata dan membayangkan sophia latjuba bugil, tapi ternyata kenyataan berkata lain.

Ketika gw lihat Bu Hanifa hanya memakai bra, dan melihat ukurannya yang cukup besar, tiba-tiba penis gw otomatis mengencang sendiri. Padahal gw lihat dengan mata kepala sendiri, di body Bu Hanifa ada lipatan-lipatan lemak walau tidak banyak, tapi tetap saja, ereksi penis tidak bisa berbohong, gw pelan-pelan jadi terangsang setelah melihat payudara Bu Hanifa.



Gw buka pengait bra berenda nya, dan ketika pengaitnya lepas, dari belakang, gw masukkan pelan-pelan kedua tangan gw ke balik bra Bu Hanifa, dan kemudian meraih payudara Bu Hanifa.

“Ssshh...”

Bu Hanifah mendesah dan agak sedikit kaget ketika tangan gw mulai meremas-remas lembut kedua payudara Bu Hanifa dari belakang. Dari belakang, gw mulai meransang dengan ciuman-ciuman di tengkuknya. Parfum Bu Hanifa yang harum tapi tidak menyengat bener-bener membuat gw semakin terangsang untuk terus mencumbu Bu Hanifa. Bu Hanifa pun mulai mendesah-desah di setiap cubitan-cubitan kecil gw di payudaranya dan putingnya, di saat yang sama, Bu Hanifa melepas tali bra dari lengannya dan melepas bra dari tubuhnya



Setelah beberapa saat gw remas-remas payudara Bu Hanifa, gw coba rebahkan bu Hanifa ke ranjang. Di saat Bu Hanifa berbaring, gw coba buka pelan-pelan celana panjang tidurnya. Bu Hanifa pun mengangkat pinggangnya untuk mempermudah membuka celana panjangnya. Saat celana panjangnya terbuka, gw coba melanjutkan foreplay dari payudara Bu Hanifa yang sudah terbuka.

Jujur, walaupun cukup besar, bentuk payudara Bu Hanifa sudah tidak kencang lagi. Apalagi ketika bra sudah tidak lagi menopang payudara, kelihatan sekali payudara Bu Hanifa sudah kendor dan jatuh. Tapi, payudara tetap payudara, bentuk nya kecil atau besar, kenceng atau kendor, tetap bikin terangsang, lagipula, kulit Bu Hanifa ini, selain putih, muluusss banget, jadi pengen jilat-jilat terus Payudara Bu Hanifa.

Akhirnya jilatan-jilatan di payudara gw lanjutin ke ciuman-ciuman pelan-pelan dari payudara melewati lipatan lemak di perutnya terus menuju mekinya Bu Hanifa. Setiap kecupan gw, sepertinya memunculkan desahan-desahan oleh Bu Hanifa. Akhirnya setelah sampai mendekati mekinya, gw tarik celana dalamnya pelan-pelan. Bu Hanifa pun kembali mengangkat pinggangnya untuk mempermudah membuka celana dalamnya. Tapi setelah celana dalamnya terlepas, reflek kedua kakinya menutup selangkangan. Mungkin reflek, karena malu mekinya terpapar di depan gw.

Gw kasih kecupan-kecupan di sekitar pahanya, biar rileks, pelan-pelan, kakinya melebar, dan selangkangannya terbuka.



Dengan pelan, tangan kanan gw mulai menggesek clitoris nya Bu Hanifa. Ketika pertama kali tangan gw menempel ke clitorisnya, Bu Hanifa sempat agak sedikit shock, mungkin sudah lama banget clitorisnya tidak diraba-raba. Tapi tidak butuh waktu lama, setelah gw gesek-gesek pelan, Bu Hanifa mulai terbiasa dan mulai menikmati gesekan di clitorisnya.



Tanpa buang waktu, gw mulai jilat clitorisnya dengan lidah gw, dan masukkan jari tengah gw ke lubang mekinya. Terus terang, untuk seorang wanita yang sudah berumur, meki nya tidak berbau. Walau jembinya lebat sekali, sepertinya tidak pernah dicukur. Rasanya agak gatal-gatal sedikit di muka saat muka menempel ke jembinya, tapi jadi ada sensasi yang beda.



Jari tengah gw masukkan pelan-pelan ke dalam mekinya, dan meraba-raba dimana letak G-Spot nya. Biasanya, kalau jari kita sudah sampai di titik tepat G-Spotnya, akan ada reaksi dari tubuhnya. Dan disaat jari tengah sudah tepat di titik G-Spot, gw mulai percepat jilatan lidah gw di clitorisnya, serta dengan lembut, gw kasih sentuhan-sentuhan di G-Spotnya. Tidak terlalu lama kemudian, Bu Hanifa mendesis panjang dan agak keras.

“SSSHhh....... Aaahh..... “

Bu Hanifa mencapai Orgasme. Gw coba liat sebentar raut mukanya saat orgasme. Tiba-tiba Gw kaget, gw melihat Bu Hanifa malah sedikit menangis sesenggukan setelah orgasme.



Gw, secara spontan, dengan maksud ber-empati, menghentikan permainan, dan berbaring di sebelah Bu Hanifa yang sedang menangis pelan.

Sambil berbisik pelan,

Gw : “Mohon maaf, Bu, kenapa menangis?”

Bu Hanifa : “Maaf, ... tadi setelah pak Angga jilat-jilat dibawah, ... saya tiba-tiba teringat suami saya. Suami saya juga suka jilat-jilat seperti yang barusan pak Angga lakukan, dan pas saya tadi dapet, ... tiba-tiba, tanpa saya sadar, mata saya meneteskan air mata. Maaf ya...”

Agak kaget juga dengar Bu Hanifa memohon maaf, karena selama ini, orangnya suka ceplas-ceplos dan marah-marah, tapi tiba-tiba saja, barusan terlihat lemah lembut.



Setelah gw lihat Bu Hanifa sudah berhenti sesenggukan, gw segera bangun, melepas kaos, celana panjang, serta celana dalam gw. Tadi selama foreplay, gw masih pakaian lengkap. Setelah melepas celana dalam, gw ambil sebuah kondom di tas kecil gw dan gw pasang di penis gw.

Gw mendekat lagi ke Bu Hanifa, memposisikan tubuh gw dengan posisi merangkak, di atas bu Hanifa. Kemudian, dengan suara lirih,

Gw : “Saya lanjut ya Bu?”

Bu Hanifah mengangguk pelan.



Gw mulai mengarahkan penis gw ke meki Bu Hanifa. Perlahan, gw main-mainkan sebentar penis gw di bibir meki nya, sambil merangsang penis gw agar penis gw tegang sempurna. Jujur ketika gw ML, biasanya penis gw stabil ereksi nya. Sedangkan mungkin karena sekarang sedang ML dengan STW, penis jadi perlu di main-mainin dulu biar bisa tegang.

Setelah penis tegang sempurna, gw coba masukkan pelan-pelan, penis gw ke dalam meki Bu Hanifa. Hanya saat pertama masuk, lagi-lagi, sepertinya ada sedikit shock di raut muka Bu Hanifa, tapi sejenak setelah itu, saat gw coba masukkan ke dalam sampai mentok, Bu Hanifa terlihat sudah terbiasa.



Terus terang, pada awalnya gw tidak berharap banyak dari meki seorang wanita yang berumur 50 tahun. Tapi ternyata, setelah penis gw masuk ke meki Bu Hanifa, jujur nih ya, ... menurut gw tidak terlalu jauh beda dengan yang berumur 25 an. Bisa jadi karena Bu Hanifa belum pernah melahirkan, atau mungkin karena perawatan yang lain, gw nggak tahu. Tapi, grip di mekinya menurut gw lumayan, meski tidak rapet-rapet banget seperti yang umur 25an, tapi gw rasa jepitannya masih kerasa bikin penis gw nyut-nyutan.

“aahh... aaahh.. ahhh”

Bu Hanifa mendesah lirih saat penis gw mengocok mekinya. Kocokan gw awali dari kocokan pelan lanjut ke kocokan cepat. Dan setelah sekitar 5 menit, tiba-tiba, tangan Bu Hanifa memeluk gw dengan erat, kedua kaki nya juga menjepit erat paha gw, dan seluruh badan Bu Hanifa seperti meregang, ... melepaskan Orgasme nya yang ke dua.



Nafasnya memburu, dan terlihat jelas di raut mukanya, ada sedikit rasa lelah, mungkin karena sudah berumur. Sebagian hati gw pengen berhenti, tapi koq rasanya nanggung. Dan entah angin darimana, tiba-tiba gw pengen bermain sedikit kasar hari itu. Padahal, selama ini ketika ML, gw ndak pernah sekalipun bermain kasar. Ketika ML, gw selalu bermain se-soft mungkin.

Mungkin dari alam bawah sadar gw ingin sedikit memberi pelajaran ke Bu Hanifa yang selama ini memiliki peringai yang keras dan cenderung kasar kepada orang lain. Sehingga, tanpa beri aba-aba, gw lanjutin saja sodokan penis gw ke mekinya Bu Hanifa.

Bu Hanifa terlihat agak kaget ketika gw lanjut lagi, karena belum sempat ambil nafas, sudah di hajar lagi. Terlihat bingung antara mau berhenti karena letih, tapi di sisi lain masih pengen terus karena ke enakan.

“Stooopp du... lu....”

Pinta Bu Hanifa saat gw mulai kocok lagi mekinya, tapi tidak gw hiraukan, gw terus lanjut meski Bu Hanifa yang meminta gw untuk berhenti. Setelah beberapa saat, gw merasa sudah mulai ada tanda-tanda mau keluar. Gw cabut penis gw, dan dengan sedikit memaksa, gw coba balik posisi Bu Hanifa untuk tengkurap ke kasur, setelah tengkurap, gw coba tarik pinggangnya kebelakang agar posisi Bu Hanifa seperti posisi merangkak. Dan dari belakang, gw paksakan posisi doggy style ke Bu Hanifa.



Bu Hanifa agak menolak dan sempat teriak, “Jangan di Anus!!!”

Namun setelah penis gw ternyata masuk ke meki nya, bukan ke anusnya, Bu Hanifa tidak menolak lagi, bahkan, entah mengapa, sepertinya Bu Hanifa malah menikmati permainan agak kasar gw. Setiap hentakan-hentakan keras gw ke mekinya, yang seolah-olah penuh emosi (agak cenderung seperti amarah) di setiap hentakan, Bu Hanifa malah terlihat menikmati hentakan tersebut. Dan akhirnya, setelah puluhan hentakan-hentakan keras, satu hentakan gw paling keras dan gw mengerang panjang.

“Aahhhhh.......”

“Croottt.... Crooott... Crooottt”

Gw orgasme. Gw cabut penis gw, dan di saat yang sama, gw melihat Bu Hanifa di posisi merangkak agak sujud, juga meregang-regang tubuhnya, ... Orgasme juga ... entah yang keberapa kalinya.



Gw langsung membaringkan diri di sebelah Bu Hanifa, yang juga sudah balik dari tengkurap. Nafas kita berdua masih terpacu karena habis orgasme. Belum sempat gw mau minta maaf karena gw main agak kasar,

Bu Hanifa : “Kamu luar biasa Angga, belum pernah saya diperlakukan seperti tadi, tapi entah kenapa, saya benar-benar menikmati permainan kamu, luar biasa rasanya”

Gw sempat kaget saat Bu Hanifa malah memuji permainan gw dan menikmatinya. Tapi di sisi lain gw bersyukur kalau ternyata Bu Hanifa malah menikmatinya, setidaknya, gw tidak memiliki rasa bersalah saat tiba-tiba bermain agak kasar tadi.

Gw juga agak kaget saat Bu Hanifa memanggil gw Angga, sepertinya batas-batas formal antara gw dan Bu Hanifa sudah hilang, paling tidak, Bu Hanifa sudah merasa begitu dengan memanggil gw nama langsung, tanpa sebutan pak Angga seperti biasanya.

Dan setelah itu tiba-tiba, Bu Hanifa mengecup kening gw, seperti layaknya ucapan terima kasih, dari orang yang lebih tua ke yang lebih muda, terus mengucap,

“Nanti sebelum subuh, saya mau lagi yang kayak tadi. Sekarang istirahat dulu”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd