Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Petualangan Dosen Muda

Tender Kampus (Bagian 3)


Sejak kejadian antara gw dengan Bu Hanifa, Bu Hanifa sepertinya mengalami perubahan yang signifikan di peringainya sehari-hari. Tiba-tiba Bu Hanifa tidak lagi berbicara dengan keras, melainkan cara bicaranya sekarang jadi lebih lembut terhadap lawan bicaranya. Kebiasaan marah-marah Bu Hanifa terhadap kesalahan-kesalahan mahasiswa, juga tiba-tiba hilang. Bahkan, pernah Bu Hanifa mendapati dosen lain lagi merokok di dekat taman kampus, Bu Hanifa hanya berhenti, menyapa dosen tersebut, kemudian meninggalkan dosen yang merokok tersebut begitu saja. Padahal dosen tersebut sudah takut setengah mati bakal di damprat habis-habisan oleh Bu Hanifa, namun kemarahan tersebut tidak terjadi.


Bunga juga sempat menanyakan ke gw mengenai Bu Hanifa,

Bunga : “Pak Angga, Bu Hanifa kenapa ya? Koq tiba-tiba di kelas sekarang ndak pernah marah-marah, jadi lemah lembut, dan ngajarnya jadi lebih enak.”

Gw : “Wah, bagus dong, kan enak kalau dosennya jadi baik gitu”

Bunga : “Iya sih, cuma ngerasa aneh aja, koq tiba-tiba gitu. Tapi kata pak Aman, tukang kebun, dulu sebenarnya Bu Hanifa ya seperti sekarang ini, orang nya lemah lembut, tidak pernah marah-marah, bahkan termasuk dosen favorit mahasiswa.

Bunga : “Kata pak Aman, sejak suaminya meninggal, tidak lama kemudian, perlahan-lahan, Bu Hanifa mulai berubah, jadi suka marah-marah”


Kecurigaan gw sebelumnya, mengenai, apa motivasi Bu Hanifa mengorbankan kesepakatan dengan BM printing, dan menggantinya dengan meminta gw menemaninya di ranjang, mulai terjawab. Sepertinya Bu Hanifa sudah lama sekali memiliki hasrat sex yang tidak tersalurkan. Entah mungkin karena posisinya sebagai dosen, Bu Hanifa memiliki keterbatasan untuk menemukan partner untuk melepaskan hasrat sex nya. Laki-laki cenderung menjauh, melihat perempuan yang lebih berpendidikan. Apalagi, usia Bu Hanifa yang mendekati 50, menjadikan kondisi yang tidak ideal untuk Bu Hanifa menemukan pasangan untuk menyalurkan hasrat sex nya.

Dan saat ini, gw menjadi satu-satunya orang di kampus, yang mengetahui penyebab mengapa Bu Hanifa tiba-tiba berubah 180 derajad tersebut. Gw adalah laki-laki yang menjadi pelepas hasrat sex terpendam Bu Hanifa selama ini, dan memang, pelepasan hasrat sex tersebut, efeknya ternyata luar biasa, dapat mengubah perangai seseorang menjadi berbeda.


Entah kenapa, gw tiba-tiba merasa, ada beban berat di pundak gw mengenai keadaan ini. Gw merasa, apabila gw biarkan saja keadaan Bu Hanifa, suatu saat, bila Bu Hanifa tidak memiliki pelepasan hasrat sex, perangai Bu Hanifa akan kembali ke sifat-sifat sebelumnya, suka marah-marah, dan tidak disukai semua orang. Jujur, gw tidak berniat jadi pahlawan kesiangan, tapi gw sepertinya tidak ada pilihan, gw harus menemukan solusi tentang keadaan ini.


Banyak orang akan berpikiran bahwa, solusi terbaik keadaan ini adalah, gw menjadi pemuas hasrat sex Bu Hanifa. Setiap Bu Hanifa butuh sex, gw sebagai penyalur hasrat sex nya. Ini seolah sebuah win-win solution.

Tapi gw merasa kurang pas dengan solusi seperti itu. Secara umum, gw tidak memiliki ketertarikan khusus dengan orang yang jauh lebih tua dari gw. Gw tidak memiliki fantasi khusus, untuk ML dengan STW. Yang gw lakukan selama ini adalah, sebagai bentuk rasa ingin tahu, dan menambah pengalaman di dunia lendir, bagaimana rasanya ML dengan wanita yang lebih tua. Sehingga, pengalaman 1-2 kali saja gw rasa sudah cukup. Jujur, kalau gw harus berkali-kali melakukan itu, gw akan berpikir 1000 kali. Kecuali, wanita STW nya MILF kayak Sophia Latjuba.


Gw harus menemukan solusi lain mengenai keadaan ini. Gw harus menemui Bu Hanifa.

Gw : “Pagi Bu Hanifa”

Bu Hanifa : “Wah, pagi mas Angga, tumben pagi-pagi mampir ruangan saya, saya buatkan minum ya, kopi apa teh?”

Bener-bener beda nih Bu Hanifa, suara nya jadi lembut, dan ramah banget.

Gw : “Sudah bu, tadi pagi saya sudah ngopi”

Bu Hanifa : “Ya sudah, kalau begitu saya buatkan teh dulu”

Gw tak kuasa menolak, gw menunggu sebentar Bu Hanifa menyeduh teh buat gw.

Bu Hanifa : “Ini teh nya mas Angga, monggo di minum, mumpung masih hangat”

Gw : “Iya bu, terima kasih”


Setelah melihat gw selesai meminum beberapa teguk teh nya, Bu hanifa bertanya,

Bu Hanifa : “Ada apa pagi-pagi begini menemui saya, mas Angga”

Gw : “Jadi begini Bu hanifa, Jujur saya gembira sekali, saya mendapat berita dari teman-teman dosen, dan banyak juga dari mahasiswa, kalau Bu Hanifa banyak mengalami perubahan yang positif beberapa hari ini.”

Bu Hanifa terlihat tidak terkejut dengan perkataan gw, malah seperti terlihat bersemangat.

Gw : “Dan sepertinya, saya dan Bu Hanifa sama-sama tahu penyebab semua ini”

Bu Hanifa masih diam dan mencoba menerka apa maksud pembicaraan gw pagi itu.

Gw : “Saya ingin menunjukkan sesuatu ke Bu Hanifa, mungkin Bu Hanifa tertarik”

Gw serahkan HP gw yang di layar HP gw sudah ada website toko online yang menyediakan bermacam-macam sex toys.

Raut muka Bu Hanifa agak risih dan secara reflek mencoba memalingkan muka akan tetapi mata masih sempat melirik ke layar HP gw. Beberapa saat kemudian Bu Hanifa memberikan kembali HP gw ke gw dengan buru-buru.

Bu Hanifa : “Apa itu mas Angga? Saya koq risih melihatnya”

Gw harus menyadari bahwa Bu Hanifa termasuk orang-orang generasi tua, yang boleh jadi merupakan generasi yang masih ortodok dan men-tabu-kan pendidikan sex. Hal-hal yang jauh dari kesan normal, dalam hal ini, pemenuhan kebutuhan sex mandiri, sangat mereka hindari. Padahal, pengetahuan-pengetahuan seputar sex yang tepat, bisa menghindarkan dari hal-hal yang kurang baik. Salah satu contoh adalah yang sedang di alami Bu Hanifa. Tidak tersalurkannya hasrat sexual, membuat kondisi psikologi yang negatif dan berimbas pada kualitas hidup yang kurang baik.

Gw : “Sebelumnya saya mohon maaf kalau yang saya tunjukkan membuat Bu Hanifa risih. Saya hanya berniat untuk membantu Bu Hanifa. Saya sangat senang dengan perubahan positif Bu Hanifa beberapa hari ini. Tapi, yang saya takutkan adalah, suatu saat, bisa jadi, Bu Hanifa kembali lagi ke kondisi sebelum ini”

Gw : “Saya harap, Bu Hanifa mempertimbangkan usulan saya”

Gw akhirnya pergi meninggalkan ruangan Bu Hanifa.


Sepertinya Bu Hanifa butuh waktu agak lama memikirkan usulan gw karena baru sekitar seminggu kemudian Bu Hanifa mengirim pesan WA,

Bu Hanifa : “Oke Mas Angga, saya pertimbangkan usulan Mas Angga. Tapi saya minta tolong, Mas Angga yang belikan barang-barang tersebut, nanti uang nya saya ganti”

Gw : “Oke Bu Hanifa”


Hari itu juga, gw pesankan 1 buah vibrator dan 1 buah dildo ukuran standar. Perkiraan pengiriman ekspedisi dari Jakarta membutuhkan waktu sekitar 2 hari.

Ketika barang sudah nyampe kontrakan gw, gw langsung kirim WA ke Bu Hanifa,

Gw : “Bu Hanifa, barang pesanannya sudah sampai.”

Agak lama pesan yang gw kirim cuma di baca, tapi akhirnya ada balasan dari Bu Hanifa,

Bu Hanifa : “Oke mas Angga. Saya boleh minta tolong? Saya belum pernah mengoperasikan barang-barang tersebut. Mas Angga bisa tolong saya mengajari cara mengoperasikan barang-barang tersebut? Terima Kasih.”

Bu Hanifa mungkin malu-malu mau minta tolong ke gw.

Gw : “Baik Bu Hanifa, saya akan bantu, kira-kira kapan Bu Hanifa bisa nya”

Bu Hanifa : “Oke, kalau nanti malam, bisa mas Angga?”

Gw : “Bisa bu, nanti malam sekitar jam 7 saya ke rumah Bu Hanifa”


Malam itu gw meluncur ke rumah Bu Hanifa dengan membawa pesanan dari Bu Hanifa. Sesampainya di rumah Bu Hanifa, gw dipersilahkan masuk ke ruang tamu. Dan ternyata di meja ruang tamu sudah terdapat anggur putih non-alkohol.

Bu Hanifa : “Ini saya beli khusus buat mas Angga”

Gw : “Ndak usah repot-repot Bu.”

Bu Hanifa : “Ayo diminum dulu”

Setelah minum beberapa teguk dan sedikit basa-basi, gw mulai membuka kardus pesanan Bu Hanifa. Setelah gw keluarkan semua barang-barang dari kardus,

Bu Hanifa : “Ini dicoba sekalian, mas Angga?”

Gw : “Ya baiknya sih dicoba dulu, biar misal ada kerusakan bisa kita komplain minta ganti rugi”

Bu Hanifa : “Harus sekarang ya?”

Gw bingung mau jawab apa,

Bu Hanifa : “Ya sudah, di kamar aja ya”


Gw ngikuti Bu Hanifa ke kamar. Sampai di kamar,

Bu Hanifa : “Saya harus bagaimana?”

Gw : “Bu Hanifa rebahan aja, ini saya buka-buka dulu dari kemasannya”

Setelah gw buka, gw ambil tisu basah, gw usap semua permukaan vibrator dan dildonya pake tisu basah biar steril. Bu Hanifa sambil rebahan, melihat dengan seksama apa yang sedang gw lakukan. Entah kenapa, gw berasa jadi sales vibrator lagi mau prospek pelanggan.

Gw : “Mmm... celana panjangnya boleh dibuka bu?”

Waktu itu Bu Hanifa memakai Baju Tidur Piyama, terlihat ragu-ragu mau melepas celana panjangnya, tapi akhirnya, pelan-pelan dilepas juga celananya. Dan berikutnya, sambil menutup mata, mungkin karena sedikit malu, Bu Hanifa melepas celana dalamnya.

Sebelum gw mulai, gw minta izin ke Bu Hanifa untuk mengatur posisi Bu Hanifa biar lebih nyaman.

Gw : “Saya atur posisi kakinya Bu Hanifa dulu ya Bu”

Bu Hanifa sambil menutup mata menahan malu, mengangguk pelan.

Gw posisikan kaki Bu Hanifa seperti mau melahirkan, biar selangkangannya terbuka lebar. Sengaja gw ambil posisi di samping Bu Hanifa biar Bu Hanifa tidak terlalu malu untuk membuka selangkangan, kalau gw pas di depan mekinya, takut orangnya malah tegang, tidak rileks.

Gw : “Saya mulai ya Bu?”

Bu Hanifa lagi-lagi cuma mengangguk pelan.

Pas gw nyalain vibrator nya, ada semacam bunyi getar pelan dari vibrator. Bu Hanifa sempat mengintip sedikit, tapi kemudian menutup matanya lagi. Dan pas pertama kali vibrator gw tempelin ke clitorisnya Bu Hanifa, mungkin karena kaget, secara reflek, paha Bu Hanifa langsung menjepit tangan gw, dan kedua matanya terbuka dengan cepat mengarah ke gw seperti menunjukkan kekagetan yang amat sangat.

Gw : “Ambil nafas bu, jangan tegang, rileks saja”

Pelan-pelan, gw buka lagi paha Bu Hanifa yang menjepit tangan gw. Kemudian, pelan-pelan gw tempelkan lagi vibrator ke clitorisnya, sempat sedikit ada reflek dari pahanya, tapi tidak sampai menjepit tangan gw. Dan setelah itu, getaran vibrator mulai bekerja, dan mulai keluar desahan-desahan pelan dari Bu Hanifa. Bu Hanifa mulai rileks dan menikmati getaran vibrator di clitorisnya. Desahan yang awalnya pelan, makin lama makin memburu. Dan setelah 5 menit kemudian, pahanya lagi-lagi menjepit tangan gw, dan Bu Hanifa seperti sedang menahan regangan tubuhnya, dan seluruh tubuh Bu Hanifa tiba-tiba bergetar hebat, ... Orgasme.


Setelah Bu Hanifa orgasme, gw beranikan diri memposisikan gw di depan meki Bu Hanifa untuk mencoba dildonya. Awalnya, pas gw mainkan vibrator dan duduk disamping Bu Hanifa, penis gw masih normal-normal saja. Tapi pas posisi meki menganga di depan gw, tiba-tiba, penis gw mengeras. Gw sempat bingung juga dengan penis gw yang mengeras, tapi gw sadar, niat gw kesini ingin membantu Bu Hanifa, tidak ada niatan yang lain, sehingga, betapa tegangnya penis gw saat itu, gw harus menahan hasrat gw.

Sebelum gw masukkan dildo ke meki Bu Hanifa, Dildo sempat gw olesi sedikit lubricant biar lancar masuk meki Bu Hanifa. Tanpa aba-aba, gw masukkan pelan-pelan dildo ke meki Bu Hanifa. Pas pertama dildo baru masuk sedikit saja, Bu Hanifa membuka mata lagi seperti terbelalak, ada sesuatu yang besar, masuk ke mekinya, dan kedua tangannya seperti memberi kode untuk berhenti.

Gw berhenti sejenak di posisi dildo baru masuk seperempat sambil menunggu Bu Hanifa terbiasa,

Gw : “lanjut Bu?”

Bu Hanifa mengangguk pelan.

Gw masukkan lagi pelan-pelan, sekitar setengah dildo. Lagi-lagi tangan Bu Hanifa seperti memberi kode untuk menahan pergerakkan gw memasukkan dildo. Setelah tanganya turun, gw langsung maju mundurkan dildo dengan kecepatan pelan dan posisi cuma separuh masuk.

Sebenarnya gw dengan sengaja untuk mainin dildo nya pelan-pelan, dan dildo nya juga cuma masuk cuma separuh karena tiba-tiba gw ada ide ngisengin Bu Hanifa, gw pengen tahu, tahan berapa lama Bu Hanifa dengan dildo kecepatan pelan dan masuk cuma separo ini.

Dan setelah 5 menit, dengan hanya mendesah-desah pelan,

Bu Hanifa : (dengan lirih malu-malu) “Yang kenceng, Angga”

masih dengan nada yang sama, Bu Hanifa : “Dalemin dikit masukinnya”

(dalam hati gw), “Hahahaha, kena juga Bu Hanifa gw kerjain”, sudah ngerasain enaknya Dildo, memohon-mohon deh, untuk di kencengin, dan di dalemin masukinnya. Padahal seminggu yang lalu, pas gw tunjukkin gambar di HP gw, masih risih-risih gitu. Dasar orang tua.

Akhirnya gw kencengin kocokan dildonya, dan gw masukkan agak dalam dildo ke mekinya. Bu Hanifa akhirnya mendesah-desah keras,

Bu Hanifa : “Eeehh... Eeuuhh... iya, iya .... lagiii, lagii... , Eehh... “

Dan akhirnya Bu Hanifa orgasme yang kedua. Di saat ini, sepertinya sudah waktunya untuk Bu Hanifa bisa melakukan sendiri, masturbasinya,

Gw : “Bu Hanifa coba sendiri ya, Dildonya, biar bisa makenya sendiri”

Bu Hanifa akhirnya bangkit dari rebahan, dan mulai mencoba memasukkan sendiri dildo ke mekinya. Tidak butuh waktu lama, Bu Hanifa sudah terbiasa dengan bagaimana memainkan dildo di mekinya. Gw bener-bener melihat liveshow STW lagi masturbasi di depan mata gw.

Melihat Bu Hanifa sudah tahu cara menggunakan dildo nya, gw akhirnya pelan-pelan izin meninggalkan kamar yang masih melakukan pemenuhan kebutuhan sex mandirinya.

Gw : “Sepertinya Bu Hanifa sudah tahu cara-caranya, silahkan dilanjutkan dulu, saya tinggal ke ruang tamu ya Bu.”

Bu Hanifa sempat menghentikan kocokan dildonya, sepertinya sungkan mau neruskan masturbasinya,

Gw : “Santai aja bu, dilanjut aja ndak papa, saya minum-minum anggur dulu di ruang tamu”

Setelah sekitar 30 menit, akhirnya Bu Hanifa keluar kamar, menuju ruang tamu, dengan wajah agak berkeringat, dan sedikit malu-malu. Sepertinya habis orgasme lagi, sampai keringetan begitu wajahnya. Akhirnya, setelah minum-minum sedikit dan basa-basi, gw pamit balik ke kontrakan.


Beberapa hari berikutnya, gw dapat pesan WA dari Bu Hanifa.

Bu Hanifa : “Mas Angga, sudah saya transfer ke rekening mas Angga, untuk keperluan beli online yang kemarin”

Gw : “Oh iya, terima kasih Bu Hanifa”

Bu Hanifa : “Saya yang harusnya berterima kasih, ... itu Batang, sama penggetarnya, ... luarr biasaa...”

Gw : “Hahaha, sama-sama Bu”

Pas gw iseng cek ke online banking gw, ternyata transferan Bu Hanifa jauh lebih gede dari harga beli dildo dan vibratornya. Saking gedenya, bisa buat bayar cicilan mobil. Gw yang asalnya cuma berniat untuk membantu Bu Hanifa, malah dapat tambahan rejeki nomplok. Bahkan, yang gw tidak sangka-sangka dan gw tidak sadari sebelumnya, ternyata Bu Hanifa adalah orang yang cukup berpengaruh di Kampus gw. Sejak gw membantu Bu Hanifa dengan pemenuhan hasrat sexualnya, banyak hal-hal yang terkait dengan karir gw di kampus, banyak dibantu dan dipermudah oleh pengaruh Bu Hanifa di kampus gw.
 
Aku kira tadi bu hanifa udah jarang marah2 karena pita suaranya sakit abis kesodok pipa gede hekekek. Trus bu hanifa cuma bantu2 di karir aja Hu? Ga bantuin petualangannya?

Lanjut lagi pa dosen
 
Bimabet
Aihh. Kalau ane jadi Bu hanifa, harus angga yg bisa muasin.. gak mau vibrator.
Hehehe..

Makasih upnya suhuu..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd