Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT PPKM (Perempuan Pelayan Kakek & Mamang)

Bntr lg injek rem yak..mau the end wkwkwk

Thx brooo. Udh 3 vote pada minta season 2

Nope, I designed Hana to be an extra ordinary in season 2, 180 degrees from her character right now

Eh emg kbb msh berlanjut ?

Thx berooh, jgn lupa 2 minggu lagi finale nya
Kira-kira endingnya Hana bakal hamil ga Hu? 😂😂😂
 
Sabar Gan Sabar

Vertigo gw kambuh, baru mendingan
Ada yg tau obatnya gk sh? Males nanya dokter, mahal wkwkwk

Home (Index Halaman)
Episode 6 : Silsilah Keturunan Mesum

Episode 7a : Patungan Air Mani





Hana Di Kamar Mandi


“heemm….hheemmm…heemmm”, senandungku sambil fokus melakukan apa yang sedang kukerjakan.
“naah.. kalau gini kan rapiih…”, ucapku sebelum memberikan kecupan pada ‘kuncup pink’ yang ada di depanku.
“Hehehe…makasih, Mah…udah di bantuin cukur jembut Udin…”. Yap, aku tadi sedang fokus mencukur rambut kemaluan anak tiriku (masih calon).
“Kan udah tugas Mamah…ngerawatin anaknya hihihi….”.
“Eeh, Mah…Udin pengen kencing”.
“Yaudah, biasanya juga langsung pipis aja…”. Refleks, aku membuka mulutku lebar-lebar dan benar saja, cairan hangat berwarna kuning langsung menerpa wajahku. Sambil sedikit tersenyum, Udin terus memenuhi mulutku dengan air kencingnya, setelah mulutku sudah tidak bisa menampung lagi, dia langsung mengarahkan semburan air seni nya ke wajah, leher, dada, perut, dan terakhir daerah selangkanganku. Usai habis air seni dari sumbernya, aku langsung menelan semua yang masih tertampung di mulutku dan langsung mengilik lubang kencing Udin dengan lidahku dan mengemut-emut kepala ular miliknya agar tidak ada air kencing yang tersisa di situ.
“emm…udah gede…masih aja ngencingin Mamahnya…”.
“abisnya Mamahnya suka siih”, balas cabul Udin.
“hehehe…iya juga”, balasku
“udah sana…pakai baju…”.
“beresss, Mah….”. Udin keluar kamar mandi sementara aku tentu harus mandi untuk membersihkan tubuhku karena habis dimandikan dengan air seni oleh (calon) anak tiriku sendiri.




Udin Menyiapkan Calon Ibu Tirinya Jadi Tempat Kencing



Waaw, opening yang luar biasa ya? Hayoo…yang ngaceng siapa?? Punya kelainan berarti kyk aku....hihihi. Ya, beginilah kehidupanku saat ini. Seorang siswi gadis SMA kelas 3 yang baru saja lulus tanpa ujian. Kok bisa? Ya iyalah, aku termasuk yang di sebut angkatan lulus karena Corona. UN terpaksa ditiadakan dan menggunakan sistem penilaian lainnya untuk meluluskan para muridnya karena si Corona ini. Dengan adanya PSBB ini, masyarakat susah sekali untuk berpergian. Mana orang tuaku juga saat pandemi ini mulai sedang keluar negeri karena ada urusan bisnis dengan keluarga Pak Aryo, jadinya sangat susah untuk pulang. Ya sudah, aku memutuskan untuk ‘mengungsi’ saja sekalian ke rumah Pejantan Lansiaku ini alias Bang Jae. Daripada nanti area kewanitaanku nganggur dan ‘jamuran’, mending di ‘setor’ kepada yang berhak agar bisa digunakan sebaik-baiknya yang tak lain dan tak bukan adalah Bang Jae dan tak ketinggalan ‘wakil pemilik’ tubuhku yakni Pak Udin. Meski di masa pandemi ini, Bang Jae untungnya tidak diberhentikan dan tetap bekerja menjaga sekolahku (eh mantan sekolah deh) meskipun tidak ada kegiatan mengajar. Dari ceritanya sih, makin serem saja sekolah karena sepi 24 jam. Hiiihh…membayangkannya saja sudah merinding.

Dan kami bertiga telah mencapai kesepakatan untuk panggilan. Aku memanggil Bang Jae dengan sebutan Papah, dan Udin hanya dengan nama saja karena agak ‘rumit’ kondisi kami. Hehehe. Bang Jae pun memanggilku Mamah, sementara Udin juga memanggilku Mamah karena aku berfungsi sebagai 2 peran untuk Udin. Jika ada Bang Jae, aku berperan sebagai Ibu dari Udin, jika sedang tidak ada, langsung ganti peran menjadi istrinya. Pokoknya 2 peran itu untuk memberi Udin kehangatan baik dengan perhatianku maupun dengan tubuh putih mulus nan ranumku. Udin pun sudah tak segan dan sudah menganggapku sebagai alat pemuas nafsu juga sama seperti ayahnya. Ya karena memang diajari oleh ayahnya yang cabul itu kalau tugas utamaku itu untuk menjadi ‘sarung’ untuk penis mereka sekaligus ‘wadah’ berjalan yang siap sedia kapanpun diisi baik sperma maupun air seni.
Aku yang merangkap sebagai sosok istri & ibu sekaligus budak seks tentu senang saja dianggap seperti itu apalagi karena liang senggamaku, rectumku, dan mungkin tenggorokanku sudah ‘tercetak’ dengan detail setiap mili dari batang penis mereka. Dan soal di ‘suntik’ air mani jangan ditanya, karena Bang Jae itu satpam sekolahku tentu dia tahu kalau aku sudah lulus SMA dan langsung menagih janjiku. Yap, sudah full seminggu ini, Bang Jae selalu buang di dalam rahimku berkali-kali karena sudah tak sabar ingin menghamiliku karena aku ‘bibit unggul’ jadi untuk memperbaiki sekaligus meneruskan keturunan katanya.

Tentu, aku yang memang berfantasi juga dihamili oleh kakek tua renta seperti Bang Jae tak keberatan dan Bang Jae selalu mengganjal pantatku dan mengangkat kakiku tinggi-tinggi ke atas, bahkan sampai menyumpal lubang vaginaku dengan tisu untuk memastikan benih-benihnya tidak meninggalkan ‘medan pertempuran’ dan bahu-membahu untuk menjebol sel telurku. Yang Bang Jae tidak tahu, kalau dia sedang tugas dan aku sedang menjalankan peranku sebagai istri Udin, aku perbolehkan juga calon anak tiriku yang sudah bangkotan itu untuk membuang benihnya juga di dalam rahimku.
Siapa tahu karena dari silsilah yang sama, benih-benih mereka berdua yang di dalam rahimku saling bantu untuk mengebor sel telurku yang masih kuat karena pemiliknya yang masih belia ini. Atau mungkin akan saling bertarung untuk memperebutkan haknya untuk membuahi sel telurku. Siangnya diluberi oleh benih si ayah, malamnya ditambal dengan benih si anak, lucu juga. Hihihi.

Sementara di luar sana, berita makin seram karena semakin banyak yang terjangkit virus ini, kehidupanku saat ini hanya berkutat antara keringat, ludah, kontol, pejuh, dan juga air kencing dari bapak-anak yang sangat menggandrungi tubuh beliaku yang ranum ini.
Usai mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku ke kamar, dimana Udin sudah rapih dan mengenakan baju
“Maah…ngolong dooong…”, pintanya manja. Jijik juga sih dengernya, udah bapak-bapak bernada manja seperti itu.
“iih kamu mah…baru aja Mamah bilas, masa mau dikasih jigong lagi.
“kan biasa, Mah…sebelum berangkat…hehehe”.
“Iya iya…”, ucapku tersenyum sambil geleng-geleng. Dengan sangat bersemangat, dia langsung tidur di atas kasur dan aku pun langsung naik ke atas badannya, memposisikan vaginaku di atas wajahnya dan langsung kududuki wajahnya.
“hmm…hari ini wangi kopiii….”.
“hihihi….”.

Tubuhku langsung mulai bergetar-getar perlahan begitu calon anak tiriku yang sudah paruh baya ini mulai mengecup, dan menggelitik ‘celah’ sempitku dengan lidahnya.
“Nanti dapat pelanggan dimana?”, tanyaku santai tapi tetap sambil menikmati gocekan lidah Udin di selangkanganku. Seolah sudah jadi tradisi sebelum pergi dan berganti ‘shift’ dengan ayahnya untuk memainkan tubuhku, Udin selalu meminta untuk ku ‘bekap’ dengan kemaluanku.
Meski sama-sama menganggapku sebagai mainan untuk melepas nafsu dan fantasi mereka, tapi Udin terasa lebih memujaku sedangkan ayahnya, Bang Jae, sesuai misinya saat ini hanya melihatku sebagai rahim untuk melanjutkan garis keturunannya yang terhenti di Udin.
“nggak apa-apa, yang penting bisa ngokop selangkangan Mamah yang wangi ini…”. Aku hanya bisa tersenyum selagi mulai menggelinjang kecil karena ciuman, jilatan, dan tiupan Udin di ‘kolong’ku yang semakin intens.

Tanpa sadar, aku memegangi kepala Udin selain sebagai ‘pegangan’ juga sebagai penahan agar Udin tidak berhenti.
“mmm…hhhh…enak….Udin….sayang….”, lirihku pelan merasakan nikmatnya sapuan lidah yang mengulik manja masuk ke dalam ‘goa’ milikku sebelum akhirnya aku melepaskan apa yang harus dilepaskan.
“sssrppp…ssrrpp…”, bunyi seruput begitu kencang dari bawah tubuhku yang menandakan Udin sedang asik menyeruput ‘kuah’ dari vaginaku.
Termasuk Sheila, sudah 5 orang yang melepaskan ‘dahaga’nya dengan menggunakan cairan cintaku.
“Udaah..yaa…nanti Mama lemes pas Papa kamu dateng….”, ujarku seraya menjauhkan kemaluanku dari jangkauan lidah Udin karena kalau tidak, bakalan ‘dikuras’ berkali-kali olehnya seperti biasa.
“Mmm…enak…manis asinnya pas….”, ucapnya sambil menggerakkan lidahnya memutar mulutnya seakan sehabis minum air kelapa yang begitu segar.

Masih pagi, tapi area kewanitaanku sudah basah kuyup air liur saja, yah walaupun aku tak keberatan sih, hehehe.
“Udin pergi dulu ya, Mahh….ccppphh….”, dia pun melumat habis bibir tipisku. Tentu, kubalas juga pagutan dan belitan lidahnya. Sedikit bisa kurasakan cairan vaginaku sendiri yang mungkin masih ada tertinggal di sedikit rongga mulut calon anak tiriku ini, hari ini rasanya agak mirip minuman P*Cari Sw*at hihihi.
“eiits…mau ngapain….”, ku tangkap tangannya yang mau mengarah ke ‘bagasiku’.
“Hehehe…mau ngobel Mamah…ketauan…”.
“Udah sana…pokok !!”, ku tabok pantatnya.
“Iya iya, Mahh..”.
“hati-hati ya lagi begini…”.
“Siaap..”.

Begitu Udin keluar, aku langsung mengunci pintu agar aman. Ku lanjutkan dengan bersih-bersih rumah, menyapu, mengepel, cuci piring dan baju. Dan pasti kulakukan tanpa busana sedikitpun.
“hmm…tinggal luar yaa…”.
Tak mau ambil resiko, aku pun mengenakan pakaian yang sebenarnya hanya ‘formalitas’ ku bawa yakni sleveless shirt dan celana pendek atau biasa dipanggil celana gemes karena bisa buat ‘gemes’ yang melihatnya. Karena posisi habis cuci piring, aku pun membersihkan belakang rumah dulu, sebelum akhirnya menyapu di teras rumah. Mau buru-buru, takut tidak bersih.
Untungnya rumah Bang Jae agak jauh dari jalanan gang nya jadi ketika ada orang yang ingin menuju ke arah rumah, aku bisa melihatnya terlebih dahulu. Aku langsung ngacir ke rumah ketika ku melihat ada seorang bapak-bapak yang sepertinya menuju ke rumah ini.
“Jae ! Jae !! Samlekom !!! Jae…oh iye..jam segini belom balik dia…yaudah ntar lagi dah…”.
“huft….ampir aja…”, usapku seraya mengelus dada.

Begitu yakin orangnya tidak balik lagi, aku melanjutkan menyapu bagian luar rumah.
“nggghh….”, aku merenggangkan tubuhku setelah selesai menyapu di luar.
Masih sekitar 1 jam lagi sebelum sang pemilik tubuhku pulang, aku memutuskan untuk menelpon ibuku.
“halo, Maah…”.
“halo sayang…”.
“Mamah lagi apa?”.
“ini…mamah lagi masak pesenannya temennya Bu Dewi....kamu udah makan belum?”.
“belum, Mah....belum laper…”. Andai saja ibuku tahu kalau aku sudah ‘kenyang’ karena disuapin sperma dan air seni dari calon anak tiriku itu.
“lancar berarti bisnis, Mah?”, tanyaku.
“iya...kenalan Bu Dewi ternyata emang kelas atas semua. Kadang Mamah suka minder kalau lagi kumpul bareng…”.
“hihihi…berarti Mamah sekarang sosialita dwoong?”, candaku.
“Masa ibu-ibu warung jadi sosialita”, jawabnya.
“Ya kan naik kelas berarti…hihihi…”.
“oh iya..bapak kamu titip pesen…kita minta maaf lagi masa pandemi gini…malah ninggalin kamu sendiri…mau pulang juga nggak boleh…dilarang keluar masuk lewat bandar katanya…”.
“iya, Mah…nggak apa-apa…tenang aja…Hana kan udah gede…hehehe…”.
“yaudah atuh….kamu makan dulu sana….”.
“iya, Mah…beres…tenang aja….jangan lupa…kalau sempet…bikin adek buat Hana….hihihihi….”.
“iish kamu…sembarangan…udah tua begini..capek kalau Mamah hamil lagi…”.
“hihihi..iya, Mah..cuma becanda kok…”.

Ibuku tidak tahu saja kalau setiap hari, rahim anaknya yang semata wayang ini selalu disuntik dengan air mani lansia & anaknya yang ngebet ingin memperbanyak keturunan karena kebetulan ada rahim dari bibit unggul milik gadis muda yang siap untuk menjadi ‘pabrik’ bayi untuknya.
Setelah melepas kangen dengan ibuku lewat telpon, aku bersantai sejenak dengan menonton tv. Memang dasarnya sudah terlalu terbiasa tidak mengenakan apapun, aku merasa gerah dan langsung meloloskan semua pakaian yang menempel di tubuh putih mulusku, tapi tidak kutaruh jauh-jauh karena takut-takut tiba-tiba ada orang nanti.
“Neng !! Papah Pulang !!”.





Hana Menyambut Bang Jae



Aku langsung bergegas ke pintu, bugil. Karena memang ketika Bang Jae melihatku di dalam rumah, aku harus dalam keadaan bugil. Salah satu instruksi dari si lansia untuk budak seksnya yaitu aku.
“udah pulang, Pah ?”, tanyaku sambil menutup pintu.
“Ini dia…tempat kontolnya Abang…”, ucapnya sambil menarikku ke pelukannya dan langsung melumat bibirku habis-habisan. Sebagai budak seks, aku sudah mendapat panggilan julukan tentunya. Tapi dibanding dengan Pak Karso, Kek Wiryo, dan Bang Jae. Yang paling vulgar ya Bang Jae ini. Sarung kontol, gentong peju, sama ember kencing merupakan panggilan ekstrim Bang Jae untuk tubuhku.
Anehnya, aku merasa terhina namun sungguh menyulut api nafsuku seakan tubuh putih mulus nan ranumku yang diidam-idamkan oleh banyak lelaki ini hanya menjadi tempat sodok penis oleh Bang Jae.

“kooakh..cuhhh !!”.
Aku menelan ludah yang dibuang Bang Jae ke mulutku dengan senang hati. Ludah, air kencing, dan tentu saja terutama sperma baik dari Bang Jae & Udin harus kuterima dengan baik tanpa pilih-pilih sebagai budak seks mereka. Untungnya, belum sampai harus ‘mengunyah’ apa yang keluar dari pantat mereka sih.
“bentar ya, Pah....”.
Aku kembali dengan segelas teh manis hangat kemudian kembali lagi dengan sebaskom besar air hangat.
“Ini, Pah...”. Aku menyerahkan handuk yang sudah kurendam dengan air hangat.
“makasih Hana sayang…”.
Aku duduk bersimpuh depan Bang Jae, aku mulai membuka sepatu dan kaos kakinya.
“Bau nggak, neng?”. Kudekatkan kedua kakinya ke hidungku, kuendus-endus aroma kaki Bang Jae.
“bau…tapi Hana suka…”, ucapku seraya mulai menciumi, menjilati, dan mengemut jari kaki Bang Jae satu per satu.
Bang Jae pun tersenyum melihatku yang sudah memiliki mental sebagai budak seks seutuhnya, tanpa perlu disuruh, aku menggunakan lidahku untuk membersihkan kakinya dengan senang hati.

Lalu kuletakkan kedua kakinya di baskom air hangat yang kubawa. Kubasuh dan ku gosok perlahan untuk membersihkan kaki Bang Jae secara seksama.
“Aduuh…emang bener-bener istri idaman...”.
Aku hanya tersenyum manis. Kemudian, aku gunakan kedua payudaraku sebagai ‘handuk’ untuk mengeringkan kakinya.
Urutan ‘penyambutan’ pulang Pak Jae yaitu tentu saja juga membersihkan bagian kejantanannya yang merupakan bagian favoritku.
Bang Jae berdiri dan dengan sigap, aku membuka celana beserta celana dalamnya. Kemudian dia duduk kembali dan melihat hpnya lagi, benar-benar seperti raja yang sedang di ‘bersihkan’ oleh budaknya.
“hmm….”, eluhku manja seraya mengusel-ngusel wajahku ke selangkangan Bang Jae.

Terbiasa menjadi budak seks lelaki tua membuatku begitu ‘nyaman’ dengan aroma kejantanan kakek-kakek seperti Bang Jae. Kutempelkan hidungku dan kuhirup nafasku dalam-dalam di sekitar kantung zakarnya. Aroma khas yang begitu jantan membuat tubuhku yang sudah ‘settingan’ khusus pria renta ini semakin bergairah.
Bang Jae tersenyum puas melihatku mencumbui batang keperkasaannya sampai kantung zakarnya dengan penuh seksama, setiap sentinya tidak ada yang terlewat dari ciuman-ciuman mesra dan jilatan-jilatan nakalku.
Kulakukan dengan penuh penjiwaan sambil terus menatap matanya agar ia tahu kalau aku melakukannya dengan senang hati, bahkan sangat menyukai ketika aku harus membersihkan daki-daki dan aroma tak sedap dari selangkangannya karena seharian tertutup celana dalam menggunakan lidahku.
Karena penisnya lah aku merasa hidupku bergairah lagi sepeninggal Kek Wiryo, jadi setidaknya aku membalasnya dengan berdedikasi sebagai ‘sarana’ pembersih bagi selangkangannya, baik sebagai ember pejunya, pembersih daki & aroma tak sedap, ataupun sebagai toilet berjalannya.

Sebenarnya Udin hanya ketiban untung saja karena Bang Jae menyuruhku melayaninya sebagai ibu sekaligus istrinya juga, meskipun Udin memang lebih ‘lembut’ kepadaku ketimbang Bang Jae. Tapi entahlah, aku merasa begitu bergairah ketika Bang Jae benar-benar memperlakukanku seenaknya. Tapi satu yang pasti, rahimku ini memang sudah di dedikasikan untuk Bang Jae & Udin. Terbayang olehku, ke depannya, setiap tahun, akan keluar Bang Jae junior dari rahimku. Kemudian jika sudah bosan denganku, rahimku akan dipindah tangan kan ke anaknya Udin untuk menambah jumlah cucunya.
Ohhh, makin gila rupanya otakku membayangkan aku benar-benar menjadi pabrik bayi sekaligus mainan seks bagi Bang Jae & anaknya ini. Dan mungkin, kalau sudah bosan bapak & anak ini, aku akan dijual ke temannya dan dijadikan mainan seks beramai-ramai. Arrgghhh !! Gila, memikirkan itu membuatku malu sendiri. Bukan malu kenapa-kenapa tapi lebih ke malu ke diri sendiri, udah nggak beres otakku soalnya.

“Eeitt berenti dulu, neng...”, ucapnya menahan kepalaku saat baru mau ‘kukeringkan’ dengan cara dikulum setelah aku selesai menjilati penisnya, lalu membasuhnya dengan air hangat.
“kenapa, bang? Biasa paling nagih diemut ama Hana...”, godaku nakal
“makanya ntu…nggak tahan abang..kalau neng Hana udah mulai ngemut..soalnya abang ada surprise buat neng...”.
“surprise apa?”.
“udah neng tunggu aja…”.
Bang Jae masuk ke dalam kamar kemudian kembali membawa ‘peralatan’ku. Tali, tali dan kalung kekang anjing, butt plug, dildo panjang 15cm, dan 3 buah vibrator kecil.
Aku tahu ini bukan kejutanya, karena aku sudah cukup sering ‘dipasangkan’ berbagai macam alat ini. Alat penyiksaku yang entah Udin dapatkan darimana, pokoknya dia punya alat-alat aneh dan berbagai macam underwear dan kostumku berasal dari Udin seakan semenjak memiliki tubuhku yang bisa dimainkan sesukanya, Udin langsung ‘gila’ dan membawakan semuanya untuk dicoba padaku.




Kalung Kesayangan Hana



“nnggh….Bang….”, tentu saja aku melenguh karena butt plug yang sudah ditanam pada anusku dan dildo yang ditancapkan ke vaginaku. Kedua tanganku sudah terikat, dan kalung leherku pun sudah terkekang ke besi dekat pintu masuk.
“Rrrr….emmm…”, aku juga tak kuasa menahan rasa geli menggelitik dari dua vibrator di putingku dan satu di clitorisku yang ditempel menggunakan selotip oleh Bang Jae.
“Iih….bang…jangan ditinggal gini Hana….eehmm….”, aku mengeluh namun tak kuasa menahan birahi yang menggelitikku karena semua ‘peralatan’ ini. Yah meskipun aku sudah pernah juga ditinggal semalaman dengan keadaan begini di kamar ketika Bang Jae jaga malam dan Udin sedang tidak bisa datang dan tentu hasil akhirnya aku pingsan karena berkali-kali orgasme, tapi tetap saja aku belum terbiasa.

“hehehe…kan biasa neng…biar neng Hana nggak kesepiaan…”.
“Iih Bang…..”, aku tak bisa protes keras karena semua titik sensitifku sedang dirangsang mainan-mainan seks ini. Dalam keadaan tangan dan kaki terikat, leher yang terkekang ke besi, aku hanya bisa melenguh dan mengerang sendirian di rumah karena tubuhku yang sedang di ‘gelitik’ oleh mainan seks. ‘Mainan seks’ dimainkan oleh mainan seks.
Hadeuuh…masalahnya dildo yang sedang mengisi relung vaginaku itu yang bisa bergerak-gerak sehingga benar-benar cukup menganggu birahiku seakan penis sungguhan yang sedang mengulik-ulik liang senggamaku.
“Emmppphhh !!!”, orgasme pertamaku karena alat bantu seks yang sedang terpasang di tubuhku ini.
Sudah pagi-pagi, aku mengejang nikmat karena digeluti calon anak tiriku sampai beberapa kali orgasme, sekarang aku harus ‘dipaksa’ mencapai puncak kenikmatan yang tidak tahu sampai berapa kali akan kudapatkan karena menunggu Bang Jae pulang.
Bisa-bisa mati lemas aku. Eh, kalau sampai pingsan, aku sudah pernah, tapi bisa nggak ya mati karena terlalu banyak orgasme ? Hmmm…

Aku sengaja berpikir yang agak berat untuk mengalihkan fokusku dari alat-alat yang terpasang di tubuhku tapi tetap saja tidak bisa karena tubuhku menjadi lebih sensitif karena habis orgasme, alhasil tubuhku pun semakin aktif berkedut-kedut dan mengejang-ejang kecil diiringi lenguhanku sendiri sambil berharap Bang Jae segera pulang.
“Abang pulang…”.
“Baang..hhh…”, ucapku lemas setelah 3x dipaksa orgasme oleh alat-alat ini.
“hehehe…lemes ya neng?”.
“Bang Jae…jahat….”, ucapku lemah ketika Bang Jae mulai melepaskan alat-alat yang menyiksaku satu per satu.
Kemudian, dia menggendongku dan membantuku di sofa.
“nih minum, neng….”, Bang Jae kembali dengan minuman. Glek glek glek, langsung kuteguk habis minuman karena memang tenggorokanku terasa sangat kering.
“Bang…Jae..hhh…dari…mana…sih…??”, tanyaku yang agak kesulitan mengatur nafas.
“Dari luar, neng…maaf ya neng…abis kalau ngeliat neng…bawaannya pengen mainin body neng sampe lemes…nafsuin banget…hehehe”. Aku hanya tersenyum ya karena memang itulah fungsi tubuhku di rumah ini, untuk jadi mainannya yang bisa diapain saja olehnya.
“Neng lemes kan?”.
“iya…lah, Bang..hh...ditinggalin…nya…dipakein….begituan….”, protesku sedikit.

“Hehehe..yaudah tidur dulu yuk…Abang juga ngantuk…nanti sore…baru gaspol bikin adek buat si Udin….kontol Abang kedinginan dari malem….hehehe”.
“ntar..sore…Hana..bales dendam…liatin aja….pokoknya…Hana bakal kuras…semua peju Abang biar…pindah ke sini…”, ucapku mengelus-elus perutku.
“Aduuh…emang istriku ini tau banget…ngomong jorok yang bikin tambah nafsu….Abang juga bakal sodok neng Hana sampe susah jalan kayak biasanya pokoknya…hahahaha”.
Dia pun menggendongku ke kamar layaknya boneka seks yang digunakan untuk menemani tidur.
Kami pun tidur berdua, dia pun mendekap tubuhku yang bugil dan masih ada lengket-lengket di selangkanganku karena orgasmeku sendiri dan mengkekep tubuhku layaknya guling saja tanpa memperdulikanku yang nyaman atau tidak, tapi karena memang tubuhku ini memang kepunyaanya sih jadi bisa difungsikan sebagai apapun sesuai keinginannya ditambah aku yang sudah terbiasa dan dalam keadaan lemas sehingga aku tetap bisa tertidur.

“enng…”, terasa mulutku seperti digesek-gesek dan dipukul-pukul sesuatu. Ku buka mataku, ternyata Bang Jae sudah bangun duluan dan sedang ‘membangunkanku’ dengan penisnya ini.
Hap, langsung saja kucaplok ‘umpan daging’ yang ada di dekat mulutku ini.
“Hehehe…langsung nyambar aja ikannya…”.
“kan..ewmang…umpan…fav..orit..Hana…”, jawabku dengan kepala penis Bang Jae yang sudah kurengkuh erat dengan bibir tipisku.
“hehehe....udah waktunya bikinin Udin adek, neng…”.
“siap, Abangku sayang…tapi Hana mandi dulu ya…biar wangiii…”.
“oh yaudah, mandi bareng aja yuk...”.
“Bang Jae mandinya ntar aja…Hana lebih suka kalau Bang Jae…ada bau amis-amis tapi jantan…hehehe…”.
“Ya ampun…emang binal banget kamu, Hana…tau banget mancing nafsu cowok…”.
“Hana gitu loooh…hihihihi…yaudah tunggu sebentar ya suamiku sayang…”.
“Plokk !!!”, dia menampar pantatku cukup keras.
Dengan gerakan cepat, aku pergi ke kamar mandi untuk membuat tubuhku wangi layaknya seorang istri yang sedang semangat-semangatnya menjadi tempat pelampiasan nafsu sang suami karena ingin dihamili.

Selesai membuatku tubuh wangi agar Bang Jae puas menggeluti tubuhku, aku langsung keluar dengan handuk membalut ketat tubuhku. Sambil bersenandung pelan, aku berjalan ke kamar dan melihat Bang Jae berdiri menyambutku dengan ‘itu’nya yang juga sudah berdiri.
“kok udah diri bang si jago ?”, tanyaku seraya mulai mengelus-elus kuncup si ‘jago’.
“udah ngebayangin mulusnya body kamu Hana…hehehe…sini udah nggak tahan kalau liat kamu…bawaannya pengen nelanjangin aja…”.
Aku berputar-putar agar handuk yang melilit tubuhku bisa ditarik Bang Jae.
“moga hari ini berhasil...”, ucap Bang Jae.
“iya abangku sayang…semoga memek Hana…nggak cuma jadi tempat buang peju Bang Jae…tapi bisa juga buat nerusin keturunan Bang Jae…hehehe”, ucapku mesra seraya mencium mulut kakek tua ini.
Yah, meski memang Bang Jae sering memperlakukanku layaknya alat pelampiasan nafsu saja, tapi kalau lagi menyangkut masalah menghamiliku, dia bisa menjadi sangat mesra karena aku dan dia juga sama-sama sudah sangat mengharapkan buah hati kami dari rahimku.

Ternyata memang tak semudah yang seperti kubayangkan, meski kami begitu intens setiap hari dan sperma yang disuntikkan ke kemaluanku cukup banyak setiap harinya, belum bisa membuatku hamil bahkan sudah ‘dibantu’ oleh Udin pun, masih tetap tak jebol.
Padahal, aku sudah sangat ingin memberikan bukti cintaku kepada Bang Jae dan memfungsikan vaginaku sebagaimana mestinya yakni untuk produksi anak & juga cucu bagi Bang Jae sampai akhir hayat, jadi vaginaku tak hanya sekedar berfungsi alat kocok penis & tempat buang peju saja bagi Bang Jae & Udin.
Aku langsung bersimpuh di depan kekasih tuaku yang merupakan pemilik keseluruhan tubuh beliaku yang sedang ranum-ranumnya ini.
“Oohh”, dengusnya begitu aku mulai mencumbui mesra dan menggerakkan lidahku di setiap jengkal kemaluan Bang Jae.
Aroma khas selangkangannya tentu tercium tajam di hidungku. Mungkin kebanyakan wanita akan jijik, tapi ini justru semakin membangkitkan birahiku.




Benang Cinta Hana & 'Tuan Kecil'nya



Sudah sering diberi ‘makan’ berupa air mani & ‘minuman khas’ berupa air seni dari ‘selang panjang’ milik Bang Jae ini tentu membuat rasa jijikku hilang sehingga mau bagaimana aromanya atau tampilannya pun, aku akan tetap bernafsu untuk melumat habis si ‘pentungan’ ini seakan hidupku bergantung pada penis Bang Jae dan tujuan hidupku adalah untuk membuat benda tumpul milik Bang Jae ini mengeras hanya kepadaku dan memastikan tidak ada air mani tertinggal di kantung zakarnya setiap harinya sehingga tidak akan kepikiran cewek lain dan hanya bernafsu untuk melepaskan nafsu binatangnya kepadaku.
Kecuali, jika aku sudah ‘dioper’ ke Udin, tentu akan kubuat juga Udin tak perlu menderita lagi mengenai penisnya yang ‘tidak’ di urus istrinya itu.


“ooh…emang paling…jagoo…nyepongnya..kamu….”, pujinya begitu menikmati ciuman, jilatan, dan emutanku pada ‘alat kawin’nya itu.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Spontan, aku kaget dan melihat ke arah pintu kamar.
“Eh kamu…Din…ngagetin aja…”, ucapku dengan kepala penis Bang Jae yang masih menempel di bibirku.
“tumben…udah…pulang ??”, lanjutku yang kini sedang ‘mengempeng’ kepala penis Bang Jae.
Setelah beberapa detik, aku asik mengemut-emut kepala penis Bang Jae yang membuat sang pemilik menggelinjang keenakan, aku menengok ke belakang untuk melihat Udin sedang apa karena Udin belum menjawab pertanyaaanku.
Ternyata, Udin juga sudah telanjang, dengan penis tebalnya itu sudah mengacung tegak.
“Eeh…apa niih….”, jawabku mulai merasa ‘terancam’.
“Hehe…kita ada surprise buat jablay cantik kita”, jawab Bang Jae.
Udin pun mendekatkan penisnya ke wajahku juga, jadilah terpampang dua batang kejantanan di depan wajahku yang membuatku merasa ‘ditodong’ di waktu bersamaan.

Secara otomatis, tanganku meraih juga penis Udin sehingga sekarang kedua tangan putih mulusku sedang mengocok manja si ‘burung panjang’ dan si ‘burung gendut’ yang ada di hadapanku ini seraya memandang ke atas melihat wajah Bang Jae dan Udin.
Aku merasa benar-benar tak berdaya dan ‘pasrah’ setelah di sodori 2 penis di dekat wajahku sambil menunggu ‘nasib’ ku dari jawaban mereka.
Apakah ini yang dirasakan bintang porno ketika harus beradegan melayani 2 pria sekaligus? Merasa benar-benar tak berdaya seperti ini? Gimana kalau yang harus melayani lebih dari 2 ? Pasti merasa begitu ‘kecil’ di antara para lelaki dengan masing-masing senjata mereka.
“itung-itung memperat hubungan antara Abang & Udin sebagai bapak sama anak…jadi kita mau pake body neng Hana biar kita makin solid…hehehe…Udin juga udah lama nggak bantuin abang…”.
“Iya, Mah…karena Mamah juga nafsuan…Udin dari dulu pengen ngerasain rasanya ngewein cewek 2 lawan 1…mau ya, Mah?”, tanya Udin.
“hmmm…”, aku menggigit bibir bawahku.
Aku genggam kedua batang yang ada di tanganku dan memperhatikannya dengan seksama. Oh ya ampun, tak kusangka fantasiku tentang diintimi 2 pria sekaligus akan terwujud secepat ini, setelah baru beberapa minggu aku lulus SMA.

“Bang Jae sama Udin….mau tau jawaban Hana?”.
“iya…”, jawab mereka serempak. Wuih, belum apa-apa udah satu suara aja, mentang-mentang ini berhubungan dengan ‘penggunaan’ tubuhku.
“cppphh..ccupphh..”, aku cium mesra kedua ‘helm daging’ mereka dengan mesra & penuh kelembutan.
“dari dulu…Hana juga penasaran…rasanya disodok depan belakang barengan kayak gimana…hehehe”, jawabku binal.
Tentu mereka langsung sumringah. Kuelus-eluskan kedua penis ini ke pipiku sendiri karena aku memang sangat ‘sayang’ dengan dua benda tumpul ini.
Aku beri tahu kalian, para lelaki yang membaca ceritaku ini. Karena sebenarnya perempuan itu yang paling merasa keenakan saat bersenggama dan terkadang susah untuk mendapatkan orgasme (kecuali aku yah, yang memang sangat gampang orgasme kalau digumuli pria-pria berumur lanjut), para perempuan sebenarnya sering berfantasi disetubuhi lebih dari 1 pria di saat bersamaan.

Apalagi perempuan sepertiku, yang 3 lubangnya sudah sering di ‘kontoli’ lelaki, pasti sering berfantasi jika harus melayani lebih dari 1 pria di saat yang bersamaan.
Kalaupun ada perempuan yang sudah sering berhubungan intim dan mengaku puas hanya dengan 1 penis, percayalah ada ‘hasrat terpendam’ yang bahkan mungkin tak ia sadari sendiri kalau tubuhnya mendambakan lebih dari 1 penis untuk menggasak-gasak lubang-lubang di tubuhnya.
“Oh iya…Abang mau bilang…kita juga udah minum kuat, khasiatnya 4 jam…”.
“hmm..curang....”, protesku manja.
“udah mau ngeroyok Hana...pake obat kuat juga....”, tambahku seraya cemberut.
“Hehehe…biar neng Hana nya juga enaknya poll…”, jawab Bang Jae.
“Iya Mah…biar Mama juga enak sampe lemes....”.
“Wuu dasar…bapak sama anak sama aja mesumnya....”, jawabku sambil mengurut manja kedua batang penis yang ada di genggaman tanganku ini.
“Ya lagian neng....cantik nya kebangetan...Udah gitu mulus n bahenol....bener-bener diciptain buat muasin lelaki sih...”.
“bisa aja gombalnya...”.

“Nggak keberatan kan, Mah?”.
“iya iya…”, jawabku tersenyum manis.
“Itung-itung…syukuran kecil...”.
“syukuran apa neng?”.
“ya..syukuran...keluarga baru kita...”.
“ini suami tercinta Hana...”, tambahku dengan mengetuk lembut kepala penis Bang Jae dengan telunjukku.
“nah ini…anak kesayangannya Mamah…”, ucapku seraya mengetuk penis Udin dengan telunjukku juga untuk menunjukkan kalau aku, gadis muda yang baru lulus SMA ini, mengakui penis Bang Jae yang merupakan seorang kakek-kakek sebagai suamiku dan penis Udin yang merupakan pria baru baya sebagai anakku yang sama-sama harus diberikan ‘kasih sayang’ dan kehangatan secara adil.
“uughh..Mamah bener-bener tau banget…caranya mancing nafsu kita...”, ujar Udin.
“Iya nih…jadi nggak sabar pengen hantam memek sama pantat neng Hana....”.
“Eeh sabar...emang pada nggak mau di manjain pake ini ??”, godaku sambil menunjuk ke lidahku yang menjulur keluar.
“ya mau lah.....wong sepongan neng Hana...bikin merem melek…enak banget…hehehe”, jawab langsung Bang Jae.
“eh tapi...Hana punya syarat...”.
“eh apa syaratnya?”.

“karena Hana…juga udah nggak sabar pengen punya dedek bayi...dan sekarang lagi masa subur Hana....Hana pengen Bang Jae semprotin memek Hana pake peju yang banyak...”, jawabku yang begitu menggambarkanku sebagai gadis binal yang sudah siap dihamili kakek-kakek.
“Oh pasti lah, neng....nggak usah disuruh itu mah.....hehehe”.
“Eh tapi, Hana mau Udin juga crot di dalem....judulnya kan emang anak yang lagi bantuin bapaknya....”, ucapku menatap wajah Bang Jae.
“tapi, neng....”, meskipun menguasai tubuhku, dia paling lemah kalau sudah berbicara tentang menghamiliku.
“ya kan...ini sama ini...sama aja…dari silsilah yang sama”, ucapku dengan kedua penis mereka ada di telapak tanganku yang sengaja kutengadahkan ke atas seolah sedang membandingkan ‘terong besar’.
“itung-itung...nambah jumlah tenaga di dalem rahim Hana, Bang....”, bujukku.
“hmm..oke deh…Din...lo denger kan? Lo boleh buang peju di memek si cantik ini...”.
“Beneran, Pak?”.
“kan lo denger sendiri tadi....emang lo nggak mau ngerasain buang peju ke dalem memek ibu tiri lo yang cantiknya nggak ketolongan ini?”.
“Mau lah, Pak..mau banget...”.
“tapi lo buang pejunya harus abis gue ye..kalo gue udah crot di memek ibu tiri lo ini..baru lo boleh…abis itu gue lagi…baru lo lagi…”.
“Siap, Pak...pokoknya biar peju bapak selalu di depan...”.
“nah cakep.....nah, neng..udah siap belepotan peju belom?”.

“pokokya Jae & Udin junior yang lagi berenang nggak jelas di dalem ini...”, ucapku seraya menggengam lembut kantung zakar mereka.
“harus kosong dan udah masuk semuanya di dalem badan Hana....terserah lewat mana”, ucapku dengan nada menggoda.
“kalau bisa...bikin sel telur Mamah nggak bisa bertahan dengan benih-benih suami & anakku ini”, tambahku semakin terangsang.
“siap laksanakan !!!”, jawab mereka mau.
“pokoknya sore ini, Mamah mau ngerasain mabok peju tuh kayak gimana…hap !!”.
Kubuka lebar mulutku agar muat kedua penis ini masuk bersamaan ke dalam mulutku.
Tapi, mulut mungilku tentu tak bisa mengakomodir dua penis ini, hanya kepalanya saja yang bisa masuk dan tentu kugunakan lidahku sebaik-baiknya sebagai ‘panitia penyambut’ bagi kedua tamu penting yang sedang berkunjung ke mulutku ini yang spontam membuat pemiliknya bergidik kegelian nikmat karen kukilik-kilik lubang kencing mereka bergantian.

Usai ‘menyambut’ si kepala dengan lidahku, aku membuka mulutku lebar-lebar. Bang Jae sebagai penjantan alfa ku yang sudah seringkali merengkuh kenikmatan dari tubuhku langsung tahu apa yang harus dilakukan, dia langsung memegangi kepalaku dan sodok !.
“Eegh…ggh…ghh..”.
“Ooh !! Mantaaphh !!.
Aku yang sudah hilang ‘gag refleks’ ku (kecendurangan untuk muntah ketika ada sesuatu yang masuk agak dalam ke kerongkongan), dengan santai menerima hujaman-hujaman penis Bang Jae yang penuh tenaga pada mulutku yang tak ubahnya menjadi ‘alat kocok’ penuh kehangatan untuk penisnya saat ini.
Aku pun memandangnya sambil tersenyum untuk menunjukkan kalau aku tidak ‘tersiksa’, dan tangan kananku pun tidak tinggal diam, kubelai lembut dan kokocok manja batang penis anak tiriku ini dan sesekali kuremas-remas serta kugelitik kantung zakarnya.
“aahh…hhh…”, aku mengatur nafasku setelah Bang Jae puas merojoki tenggorokanku dengan penisnya dan mencabutnya keluar, terlihatlah batangnya yang basah karena liurku.
“Udin mau juga, Mah...”.




Todongan 2 'Senjata' Mengarah ke Hana



Tentu sesuai dugaanku, anak tiriku ini tidak mau melewatkan mencekokiku dengan benda tumpulnya juga.
“kkggh..kkggh…”, diriku agak kewalahan karena penis Udin yang tebal.
Padahal, ‘tongkat’ Bang Jae yang panjangnya sampai pangkal tenggorokanku saja, aku cukup ‘nyaman’, tapi karena ketebalan kejantanan Udin, aku jadi harus lebih lebar membuka mulutku agar mulutku bisa menjadi pengocok penis yang baik bagi anak tiriku ini.
Ketika sedang dicekoki batang kejantanan oleh anaknya, sekelebat aku bisa melihat si ayah pun menggelar tikar, sepertinya sudah tak sabar ingin beraksi dan mencolok tubuh istrinya yang masih belia ini dengan tongkat sodoknya.
“ah..hh..hh..”, aku mengatur nafas.
“enak banget, Mah....”.
“iya…tapi pegel nih Mamah mulutnya....punya kamu…tebel banget....”.
“hehehe....kan biar mama kenyang....”.
“Ayo sini Hana sayang....”, bujuk Bang Jae sudah menyuruhku menaikinya yang sudah tidur terlentang dengan batang mengacung tegak seakan memanggil vaginaku untuk melahapnya.
“langsung nih, Bang ?”.
“iya...kereta jug gijag gijug nya udah siap....”.
“hihihi...ada pegangannya juga ya....”.
“iya..biar yang naik nggak jatuh...hehehe...”.

“Hihihi…numpang ya keretanya...”, ucapku seraya memposisikan batang Bang Jae untuk ‘mencium’ belahan bibir vaginaku.
Tak kan bosan ku merasakan sensasi penis Bang Jae menyeruak masuk ke dalam liang senggamaku. Dan tentu kemaluanku juga begitu lancar ‘melahap’ burung Bang Jae senti demi sentinya karena memang sudah sering bertamu setiap hari, hanya terkecuali jika aku sedang mens, pantatku lah yang ketempuan.
“Ooh…anget....sempit...Manteeep emang memek kamu sayang....”.
“kontol Abang juga enaakhh....ampe mentok...hehehe..”, jawabku. Gemes deh rasanya kalau Bang Jae sedang mesra seperti ini karena biasanya langsung main sodok, genjot, terus crot, tubuhku tak ubahnya seperti alat bantu masturbasi saja, meskipun aku malah senang sih diperlakukan seperti itu, terasa lebih di ‘kuasai’ soalnya. Hihihi.
Tapi memang, kalau aku bilang sedang masa subur, dia langsung berubah mesra membuat persetubuhan kami benar-benar terasa seperti suami-istri, bukan sekedar pria tua dengan budak seksnya yang masih muda.

Usai meresapi sebentar batang kejantanan Bang Jae yang sudah sepenuhnya ‘tenggelam’ di kemaluanku, aku pun memajukan tubuhku, menyodorkan kedua payudaraku untuk disantap suamiku ini.
Bagai harimau ketemu daging, langsung disambarlah kedua daging kembarku ini.
“hmm..mmhh....”, pilinan Bang Jae di putting kiriku dan sapuan lidahnya di putting kananku membuatku mulai menggelinjang nikmat.
Apalagi saat dia mengempeng ‘pucuk susu’ milikku ini bergantian.
“nanti kalau udah keluar susu dari sini...bagi juga ya buat Abang...”.
“pasti Abangku sayang...nanti buat anak kita dulu....terus nanti Bang Jae sama Udin juga bantuin habisin ASI Hana....biar Hana makin banyak ASInya buat dedek bayi....”.
“kalau gitu...biar nanti kita jualin aja sekalian...ASI dari cewek cantik kayak kamu…pasti enak....nanti Abang jadiin kamu sapi perah, susu murni dari Hana....”.
“hihi…boleh aja....”, langsung terbayang kalau aku sudah mengeluarkan ASI, berarti peranku bertambah. Tidak hanya sebagai ‘sarana’ pelepas nafsu dan tempat produksi keturunan bagi Bang Jae & Udin, mungkin aku juga akan jadi ‘sapi perah’ yang akan dijual ASInya seperti yang Bang Jae bilang barusan dan mungkin lama kelamaan, Bang Jae akan menawarkan opsi untuk minum dari ‘sumber’nya bagi yang berminat…hmm..apa muncul penyimpangan baru lagi nih gue?.

“Mah....udah boleh sundul belum nih?”, tanya Udin.
“eh iya…Mamah lupa…ada satu kontol lagi yang belum masuk lobangnya hihihi..”, aku pun semakin merunduk ke depan, mudah-mudahan saja Bang Jae tidak ‘ketimpa’ payudaraku yang bulat besar ini.
Aku rekahkan lubang anusku sendiri dengan melebarkan pantatku.
“ayo nak...sini ikutan kayak Papah kamu.... kontol di dalem badan Mamah....”, undangku begitu cabul.
Dengan semangat 45, Udin pun menyiapkan pucuk penisnya dan mencium lubang rectumku.
“pelan-pelan ya anakku sayang....baru kali ini Mamah dikeroyok kayak gini....”, pintaku karena aku merasa begitu deg-degan sekaligus penasaran dan ‘excited’ karena fantasiku untuk dikeroyok pria akan terwujud.
“Udin masukkin ya, Mah....”, izinnya. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
“hahkk..engg....mm....stop....”, pintaku merasakan begitu ngilu.

Gila, ternyata begini rasanya, sungguh sesak di bawah sana, terasa begitu penuh, ngilu, dan terasa seperti akan terbelah dua.
“i..ini...Sempit banget, Mah....”.
“Iya, Din..***ra-gara ada kontol Bapak di depan...jadinya pantat Ibu lo ngenceng ke belakang....kan biasanya kita sodok pas depan kosong....”, Bang Jae bantu menjawab karena melihatku dengan ekspresi menahan sakit sekaligus ngilu.
Tapi, aku tak mau menyerah, tak mau menyerahkan peranku sebagai ‘perawat’ penis bagi Bang Jae & Udin karena ini pastilah tak akan terelakkan karena ada seorang gadis muda yang tinggal serumah dan pasrah diapain saja oleh dua pria berumur yang bebas bebas menggunakan tubuh sang gadis muda untuk melampiaskan nafsu pastilah ujung-ujungnya si gadis muda akan dalam keadaan ‘terhimpit’ seperti sekarang yang aku alami saat ini karena pada dasarnya, manusia suka melakukan hal yang baru.
Karena mereka berdua sudah sering menjadikan tubuhku sebagai ‘mainan’ untuk mewujudkan fantasi-fantasi mereka mulai dari menggunakan vagina, mulut, dan pantatku untuk ‘alat kocok’ kemaluan mereka, menyuapiku dengan air mani mereka, sekedar menjadikanku sebagai furnitur, mencekokiku dengan ludah mereka, dan juga membuatku minum serta mandi dengan air seni merek, tentulah yang tersisa hanyalah threesome yang mana aku juga berfantasi untuk ini.




Sundulan Udin Membuat Hana Perih di Anusnya



“Majuin lagi, Din....”, pintaku yang sudah merasa agak ‘mendingan’.
‘’heeghh....”, setiap penisnya didorong maju, tubuhku terasa seperti ditusuk ke depan namun juga ditahan oleh penis Bang Jae.
Sungguh rasa kontras yang bahkan tak pernah kuimpikan rasanya seperti ini.
“sakit ya, sayang ?”, tanya Bang Jae.
“ii..yaa..ngilu…perih....kayak mau kebelah dua...”.
“nggak jadi aja apa, Mah?”, tanya Udin ragu.
“Nggak apa-apa sayang....demi keluarga baru kita....”.
Bang Jae pun menciumku lembut untuk memberi semangat. Aku tak kuasa menahan ‘beban’ sakit bagian bawah tubuhku sehingga aku ambruk dan keseluruhan berat badanku menimpa Bang Jae. Nampaknya Bang Jae tidak merasa berat kutindih, dia malah mendekapku dan bahkan membantu melebarkan pantatku demi kemaluan anaknya bisa agak lebih leluasa ‘membelah’ rectumku untuk bisa masuk ke dalam.
Selang beberapa lama, lenguhan sakit dan ngilu yang keluarkan, akhirnya penis Udin amblas semuanya di dalam anusku.
“Ooh..gilakkk..sempit banget, Mah....kayak dijepit terus nggak boleh keluar....”.
“hehe..hehe..hehe”, jawabku sekadarnya.

Dan akhirnya, beginilah kondisiku, terhimpit di antara ayah dan anak yang sama-sama gemar mendulang kenikmatan dari tubuh ranumku dan sekarang sedang mempererat hubungan mereka dengan cara menghangatkan batang kejantanan mereka menggunakan dua lubang di tubuhku di waktu yang bersamaan.
Tak kusangka, begitu fantasiku menjadi kenyataan, kondisiku malah begitu tak terbayangkan karena kalau dipikir-pikir, cukup jarang terjadi dimana ada 2 kemaluan pria dari 2 generasi berbeda dan dalam silsilah keturunan yang sama alias ayah & anak yang berada di dalam tubuh seorang gadis belia sepertiku sehingga seolah menjadikan tubuhku melalui lubang-lubangku sebagai tempat ‘silaturahmi’ dan temu-kangen antara mereka, sang ayah & anak.
Biasanya kan, kalau ayah sedang kangen dengan anaknya dan ingin bertemu, tinggal datang ke rumah sang anak untuk bercengkrama, ini malah menggunakan tubuh seorang gadis muda sebagai ‘sarana’ untuk temu-kangen dengan anaknya bahkan mengajari anaknya untuk juga menggasak si gadis muda alias diriku untuk melampiaskan nafsu serta bisa difungsikan juga untuk ‘pabrik anak’ nantinya.

“Abang mulai ya neng....”, izin Bang Jae yang nampaknya memperhatikan ekspresi wajahku yang mulai keliatan relaks dari sebelumnya. Aku mengangguk pelan.
“hhengg…”, aku bisa merasakan penis Bang Jae yang mulai ditarik keluar dan vaginaku juga ‘terbawa’ karena saking eratnya cengkraman bibir vaginaku terhadap batang penis Bang Jae sementara penis tebal Udin memaksa pantatku terdiam di tempatnya, benar-benar terasa begitu tak berdaya aku.
Serasa aku tak punya kuasa atas tubuhku sendiri karena dua penis berbeda tekstur yang ‘nyantol’ begitu kencing di dua lubangku.
“Mm..mm.....”, perlahan tapi pasti, rasa ngilu sedikit demi sedikit memudar tapi tetap rasa penuh sesak kurasakan di bagian bawah tubuhku.
“Din....coba goyang juga....”, pintaku.
“siap, Mah....”.
“Awh..awh....”.
“Eh sakit, Mah ?”.
“nggak, udah nggak begitu sakit...cuma ngilu...”.
“Din..coba barengin..gue sodok, lo juga sodok..pelan-pelan”, instruksi Bang Jae.
“Oke, Pak....”.

Begitu perlahan mereka menyesuaikan ritme hujaman penis mereka masing-masing di lubang tubuhku dimana ‘mereka’ bersarang karena mereka pasti tak ingin membuatku kesakitan apalagi sampai terluka, kalau tidak, siapa nanti yang akan jadi sasaran perbuatan cabul mereka nantinya?.
Tubuhku ikut terdorong ke depan saat mereka mendorong masuk penis mereka ke dalam tubuhku secara berbarengan dan ketarik ke belakang saat mereka menarik penis mereka.
Kurasa inilah rasanya yang bintang porno alami ketika digenjot dua lelaki sekaligus, merasa tak berdaya dan pasrah mengikuti gerakan pinggul si kedua lelaki, tak punya kuasa atas tubuhnya sendiri dan hanya bisa bergantung kepada gerakan penis si kedua lelaki yang sedang mengisi relung tubuhnya dari depan dan belakang.
“hmm…mulai....enaak..hhh…”, kicauku.
“emang nggak salah pilih bini....emang mantep buat di ewe gimana aja...hehehe”, sepertinya Bang Jae mengomentari adaptasiku yang begitu cepat dengan kondisi ‘himpitan’ ayah & anak ini.
“beneran...udah..nggak sakit, Mah?”.
“Iyaa....bisa genjot lebih kenceng...”, senyumku nakal.
“Mantaap”.

Mendapat izin dari empunya lubang yang sedang mereka gasak, mereka berdua pun mulai menaikkan tempo hantaman-hantaman penis mereka
“Aahh…oohhh.....hennnmnnhhh.....terusshh....genjot Hana.....”, lenguhku yang sudah mulai merasakan betapa nikmatnya gosokkan 2 penis sekaligus di vagina & anusku.
“hhhooo…ookkhh....”, ayah & anak ini pun juga mengerang keenakan saat menggunakan vagina & anusku berbarengan untuk mengocok penis mereka karena dan memuji betapa sempit dan hangatnya lubangku.
Selain vagina & anusku yang memang sudah membentuk ‘cetakan’ bagi penis mereka sehingga bisa lebih kencang menggenggam penis mereka, keadaanku yang terhimpit dari depan belakang seperti ini membuat kedua lubang menyempit lebih dari biasanya.
Tak ada suara lain selain eluhan & desahan kami yang saling bersahut-sahutan, bunyi tubrukan antara selangkangan mereka dengan bagian bawah tubuhku serta deruan nafas penuh nafsu kami bertiga mengisi kamar yang panas ini.

Tentu kami sudah berpeluh dan bermandikan keringat tapi tentu tak mengganggu aktifitas kami yang begitu sedang sama-sama dilanda birahi. Sesekali, Bang Jae mencumbuku dengan sangat beringas dan Udin meremas-remas payudaraku penuh nafsu dari belakang.
“Mah…dikit..lagi…oookhhh !!!”.

Kurasakan penis Udin mulai berdenyut-denyut, disusul Bang Jae menandakan akan orgasme.
“Buang pejunya…yang banyaak..”, ucapku menyemangati mereka namun dengan suara lemas karena aku sendiri sudah 2x orgasme.
“UUUGGHHHH !!!!”, teriak Udin.
“OOOWWKHHH !!!”, disusul Bang Jae.
“HMMMHHH !!!”, tak disangka begitu merasakan tembakan sperma di pangkal vagina & pangkal rectumku, aku mendapatkan orgasmeku yang ketiga.

Tubuhku berkedut-kedut mendapatkan orgasmeku seraya menerima tembakan demi tembakan sperma di dalam tubuhku sehingga liang senggama & anusku terasa hangat bersamaan.
“Hhh..hh..hh..”, nafasku sungguh tersengal-sengal.
“ganti posisi ya sayang...kasian Udin pegel posisi gitu....”, ucap Bang Jae.
“nn..nggak..hh..istirahat dulu ?”, tanyaku karena biasanya setelah orgasme, penis Bang Jae akan setengah lemas.
“neng lupa....kan kita pake obat kuat..bakalan ngaceng teruss..hehehe..”.
“hh..hhaa ?”, aku baru ingat, 4 jam aku bakalan digasak begini? Haduh..beneran bakal pingsan gue.
Selagi berpikir itu, Bang Jae sudah memposisikan diriku tidur menyamping menghadap dirinya dan menggunakan tangan kanannya untuk menyangga kakiku di atas dan tanpa permisi lagi, Udin langsung menjejalkan penisnya lagi ke anusku.
“aahhh…”, pekikku kecil menerima tusukan penis Udin di pantatku secara tiba-tiba.

“Bapak mau buang peju lagi di memek Ibu tiri lo, Din....abis itu baru lo ya...”, ucap Bang Jae kepada Udin seakan tak menganggapku ada padahal vagina & anusku lah yang sedang akan di ‘sulam’ lagi oleh mereka.
“maaf ya, Din...kebagian pantat lagi....”, ucapku sedikit menengok ke belakang.
“nggak apa-apa, Mah....lobang Mamah kan enak semua....hehehe”. Aku cuma sempat tersenyum sebentar karena mereka mulai menggenjotku lagi tapi sekarang dengan irama yang berlawanan.
Saat Bang Jae mendorong masuk ke dalam, Udin menarik keluar seakan mereka sudah sering melakukannya.
“Ooohhh….sssshhhh..uummhh...”, ternyata sensasinya lebih nikmat lagi ketika berlawanan seperti ini.
Selama 3 setengah jam, aku akan menjadi alat kocok penis mereka seperti ini. Ooh, bakalan mati lemas aku.
Bang Jae & Udin pun menggunakan lubang-lubang di tubuhku dengan sebaik-baiknya. Vagina, anus, dan mulutku mereka gasak selalu berbarengan dengan kompak.

Dan sesuai janji Bang Jae, dia mengizinkan Udin untuk ikut ‘patungan’ di rahimku. Bang Jae menebar benihnya 3x di rahimku sementara Udin 2x. Aku yakin sel telurku sedang kewalahan menerima serbuan jutaan sperma Bang Jae & Udin secara bersamaan. Aku tak tahu apakah sel sperma ayah & anak ini bekerja sama atau malah saling bersaing untuk mengebor pertahanan sel telurku agar bisa masuk dan membuahi sel telurku, yang pasti aku tujuan mereka yakni untuk membuahi sel telurku yang sedang dalam keadaan sangat ‘matang’ ini.
Tiba-tiba terbayang olehku kalau sampai sperma Bang Jae & Udin bersatu membuahi sel telurku, akankah nanti jadi anak kembar? Bukankah jadi aneh anak kembar yang satu mirip Bang Jae sementara satu lagi mirip Udin..hmmm hihihi.
Yah pokoknya, intinya aku berharap sel telurku sudah tidak jual mahal lagi karena lebih banyak ‘kecebong’ daripada biasanya di rahimku yang sedang berusaha menerobos masuk karena aku sendiri pun sudah ingin meningkatkan statusku dari ‘fasilitas’ pembuangan air mani bagi Bang Jae & Udin menjadi ‘pabrik produksi’ anak untuk melanjutkan keturunan mereka agar keluarga mereka lebih ramai karena bertambah adik untuk Udin dan juga cucu untuk Bang Jae yang di ‘cetak’ menggunakan rahimku.




Hana Berserah Diri



Aku tak tahu sudah berapa jam, ku digenjot dan di gasak oleh ayah & anak ini. Yang aku tahu, mereka benar-benar mengosongkan persediaan air mani mereka yang ada di kantung zakar mereka dengan menyuntikkan langsung melalui ‘jaruk suntik’ mereka untuk masuk ke dalam tubuhku baik melalui mulut, anus, dan tentu saja liang senggamaku.
Yang aku ingat terakhir, aku disuruh meminum dari gelas besar.
Dari warnanya saja aku sudah tahu kalau ini adalah air seni bercampur ludah mereka. Dan tentu saja, kuteguk habis tak bersisa tanpa merasa jijik sedikitpun. Tak tahu lah selanjutnya aku diapakan saja oleh mereka berdua karena aku sudah KO karena pingsan akibat akumulasi rasa lemas dari orgasme ku yang tak kunjung berhenti dan tanpa jeda.
Mereka curang sih pake obat kuat, tanpa obat kuat saja, aku kewalahan menghadapi nafsu mereka, ditambah obat kuat pula, KO lah aku. Setelah merasa gelap, aku sendiri tidak tahu kelanjutannya lagi, aku merasa begitu lelah dan tak sadarkan diri

“Adu duuh.....”, ngilu luar biasa kurasakan di selangkanganku dan di pantatku. Duh, gak sopan, puas diewe, dibiarin geletak gitu aja udah gitu ditinggal pula lagi. Tapi ya mau apa dikata, namanya juga ‘mainan seks’, ya begitu deh.
Dengan perlahan sambil berpegangan tempat tidur, ku bangun. Lengket ? Pasti. Ngilu ? Sangat. Haduuh, gini kah nasib cewek yang habis di gangbang ?
Gimana kalau korban perkosaan ya? Aku yang dengan senang hati saja rasanya begitu lelah, apalagi yang terpaksa, pantas saja korban perkosaan benar-benar mentalnya hancur.
“eh mama udah bangun...”, ternyata Udin datang.
“iya, Din....mana bapak kamu?”, tanyaku.
“Iya, tadi dia udah berangkat karena nungguin Mama nggak bangun-bangun...”.
“iih bukannya taro Mamah di kasur kek....”.
“abis takut ganggu Mamah..pules banget kayaknya....hehe....”.
“bilang aja jijik...Mamah belepotan peju sama air kencing gini....”.
“Itu juga sih....hehehe....”.
“hm..”, aku manyun.

“maaf deh, Mah...kebawa nafsu kita tadi...”.
“iya iya nggak papa....lagian juga udah biasa Mamah nenggak kencing ama ludah kamu sama Bapak juga...sana bikinin teh anget manis..biar enakan badan Mamah....”.
“Oke Mah..”.
Sambil menunggu, aku bisa mengendus aroma persetubuhan yang begitu kental di kamar ini. Bau air mani campur keringat begitu pekat apalagi ditambah ada sedikit bau pesing juga.
“ini Mah...”.
Selagi meneguk, aku membuka kakiku secara otomatis untuk Udin yang sedang jongkok di depanku seakan-akan tubuhku sudah dalam mode auto pilot untuk membuka selangkangan jika ada Bang Jae atau Udin yang dekat layaknya pintu otomatis seperti di mall jika ada ‘customer’ mau masuk.
“belepotan banget, Mah....”, Udin mengomentari daerah kewanitaanku yang biasanya putih mulus seperti kulitku, tak ada rambut sedikit pun yang biasa jadi tempat mengusel-usel wajah baik bagi dia ataupun Bang Jae kini terdapat bercak-bercak warna kuning dari sperma yang telah mengering.

“Iya…itu bekas peju kalian lah....”.
“hehe..eh itu ada yang ngerembes keluar, Mah....”, tanpa ragu aku masukkan kembali lendir sperma itu ke dalam belahan vaginaku lagi.
“Sayang..hihihi...kembaliin ke tempat asalnya....”.
“Kok Mamah tau banget caranya ngomong jorok sih...Udin jadi nafsu lagi....”.
“eh eh eh..nggak, ah....Mamah masih lemes nih....lagian curang..pake obat kuat segala....”.
“hehehe...kan biar Mamah nya juga puas....”.
“Lemes tau..ampe pingsan Mamah....”.
“hehehe…..”.
“Doain aja ya, Din...hari ini kan emang Mamah lagi subur...semoga hasil patungan kamu sama Bapak kamu berhasil”, ucapku seraya mengelus-elus perutku yang sudah sanga berharap berhasil mengandung anak dari persetubuhan kami barusan.
“Iya, Mah....pasti...Udin juga pengen tau rasanya punya adek...”.
“Hihi lucu juga ya...nanti adek kamu manggilnya apa donk? Kakak apa Om? Hihihi...”.
“Eh iya ya...”.
“Eh Mama mau ke kamar mandi...Pegangin Mamah...Kaki masih lemes...Ngilu juga..”.
“iya, Mah. Ayo sini....”, dibantu Udin, aku pun bisa ke kamar mandi dan membersihkan segala noda dan bau tak sedap dari tubuhku karena perlakuan cabul si ayah & anak mesum tercintaku.
Dan aku rasa sudah sekitar 15 menit lebih, kecebong-kecebong milik Bang Jae & Udin ada di dalam rahimku, dengan jumlah sebanyak itu, harusnya sudah ada yang berhasil merayu sel telurku untuk dibuahi sih, jadi aku juga membersihkan sekalian liang senggamaku.




Hana Beristirahat Berjalan



Berusaha berjalan sepelan mungkin, aku pun kembali ke kamar, melihat Udin sedang membersihkan ‘medan pertempuran’ kami bertiga tadi sore.
“Naah gituu dong....bantuin Mamah beresin...”.
“iya, Mah hehehe....”. Tanpa perlu repot memakai baju, aku pun mengeringkan rambut dengan handuk sambil duduk depan kaca di meja rias.
Ya, ini baru dibeli Bang Jae khusus untukku bersolek sebelum melayani nafsunya.
“Haduuh...Baru aja mandi..udah ada yang nyamperin punya Mamah....”, sindirku ke Udin yang sudah memposisikan wajahnya di selangkanganku lagi.
“Hehehe....”.
“Jangan dijilat ya..baru dibersihin..awas loh..nanti Mama patahin burungnya..biar nggak bisa masuk lagi..”, ancamku.
“eh jangan, Mah..iya, iya..lagian Udin juga Cuma ngusel-ngusel di sini kayak biasa..hehehe....soalnya memek Mamah selalu wangi..”.
“Dasar”, hanya itu yang kuucapkan seraya dengan santainya membukakan kedua pahaku sendiri selebar-lebarnya dan membiarkan anak tiriku ini mengusel-uselkan wajahnya ke belahan vaginaku dan mengendus-endus serta menarik nafas dalam-dalam seakan wangi kemaluanku adalah sumber oksigen untuknya.

“Mah..malem ini Udin gak bisa nemenin Mamah kayaknya...Udin ada panggilan pijit....”.
“woo dasar....giliran udah puas buang peju aja, gak mau nemenin Mamah....”, kami berdua mengobrol seperti biasa padahal wajah Udin masih menempel erat di selangkanganku yang mulus.
“maa..maaf, Mah..bukannya gitu....”.
“hehe....Mamah Cuma becanda kok..iya nggak apa-apa..kalau gitu anterin Mamah ke Bapak kamu aja kalau gitu..kasian Bapak sendirian..”.
“oh okeh, Mah. Bentar, Udin siapin dulu...”.
“Siapin apa?”.
“buat Bapak...Kalau mau ngisengin Mamah..hehhe”.
“Issh....eh tapi boleh juga deh...Daripada Mamah disodok-sodok pake tongkat satpam dia kayak biasanya....”.
“Ya kan?”.
“yaudah pake tas Mamah aja tuh..Cuma dikit juga isi bajunya..eh jangan lupa cas an Mamah juga..”.
“ok siap, Mah”.
Dibantu Udin, aku pun siap berangkat menyusul suamiku untuk menemaninya jaga malam sekaligus jadi ‘sumber hiburan’ untuknya di malam yang dingin.

Dengan motorku, kami pun berangkat ke sekolahku, eh bekas sekolahku.
“nih Mah kuncinya..”.
“lho? Bawa aja..”.
“Nggak, Mah..deket kok dari sini..ntar pulang ke sini lagi, ambil motor Bapak..”.
“Oohh okeh..”.
“tok tok..misi…ada yang pesen jablay…”, ucapku mengetok pintu.
“Eh ada bidadari cantik..”. Bang Jae langsung mendekapku, mencumbu bibir tipisku habis-habisan.
Karena aku hanya mengenakan celana gemas saja, dengan mudahnya dia melorotkan celanaku.
“Plookkh !!”, tamparan kencang terasa pedas di pantat kananku yang sudah tidak terlindung apapun karena memang aku tidak mengenakan pakaian dalam apapun, hanya berpakaian sekedarnya, toh dalam waktu sebentar aku akan dibugili juga oleh Bang Jae.

Kaosku pun sudah terbang entah kemana dan tubuh putih mulusku pun sudah terpampang sempurna tanpa penghalang apapun, hanya bertahan sekitar 30 menitan pakaian menempel di tubuh beliaku ini
“Kamu sok-sokan pake baju segala...udah yang paling cocok mah emang begini..neng Hana nggak usah pake baju....hahaha", ledek Bang Jae.
“kan tadi keluar, disangka orang gila ntar terus di bawa satpol PP lagi....”.
“kalo orang gila kayak neng…banyak..yang mau melihara, neng....hehehe...”.
“hmm...”.
“Udah gitu...bisa bebas di entotnya diapaij aja lagi..hehehe".
“issh...btw, masih ngilu nih, Bang....disodok depan belakang...”.
“hehe..maaf, neng...sakit yak?”.
“Nggak sih, Bang...ngilu aja...”.
“Kalo gitu boleh lagi dong, neng? Seru juga bisa bikin neng Hana sampe pingsan gara-gara dikontolin terus-terusan hehehe....”.
“tiap hari juga boleh....biar Hana cepet hamil....”, bisikku menggodanya.
“duuh nakal banget nih bini satu…PLOOKKHHH !!”. Sekarang giliran pantatku yang satunya menjadi sasaran kencang nan pedas tamparan Bang Jae.

“Oh iya…semoga kecebong Abang yang ada di dalem..berhasil ye..”, ucap Bang Jae yang sedang jongkok di depan daerah intimku seolah berbicara dengan spermanya yang harusnya kini sudah berhasil dan bermesraan dengan sel telurku.
“emangnya Bang Jae mau minta berapa anak dari Hana sih?”.
“Tiga", jawabnya pasti.
“Habis itu?”.
“ntar gw suruh Udin tambahin 2 cucu buat Abang pake ini juga...”, ucapnya seraya mengetuk-ngetuk belahan bibir vaginaku dengan telunjuk kanannya.
“Habis itu?”, tanyaku.
“hmm apa yak....ini gw bisnisin deh", ucap Bang Jae.
“Maksudnya?”, tanyaku penasaran.
“iyak....temen Abang yang udah bangkotan kayak Abang pasti bakal berani bayar mahal buat bisa simpen peju di marih", jawab Bang Jae yang sudah membenamkan wajahnya di daerah kewanitaanku.
“jadi Hana mau dijual, Bang?”.
“Bukan dijual...disewain doang...pasti pada penasaran pengen ngerasain ngehamilin bidadari kayak neng Hana...neng Hana keberatan?”.
“Hihihi...kalau Bang Jae yang nyuruh mana mungkin Hana keberatan hehehe...hmm…”.

Konsentrasiku mulai terganggu karena lidah Bang Jae mulai menggelitik kemaluanku.
“Naah gitu...emang bini yang penurut", perlahan aku berjalan mundur karena ‘terdorong' oleh wajah Bang Jae yang menekan selangkanganku terus hingga aku terduduk di kasur yang biasa Bang Jae gunakan untuk beristirahat.
Aku sampai menyender ke tembok dengan kedua kaki sudah ada di tepi tempat tidur dengan posisi yang terbuka lebar, memberikan keleluasaan Bang Jae untuk menyantap vagina istrinya ini.
“hmm…emang wangi memeknya neng Hana bikin nagiih....”, komentarnya menghirup nafas dalam-dalam.
“hehe....eemhh..hhmmhh....”, jawabku singkat karena aku mulai menggeliat-geliat kecil dengan gerakan lidah Bang Jae yang mulai ‘aktif' di bawah sana.
Aku pegang kepala Bang Jae agar tetap di sana seraya mata kami terus berpandangan. Ooh, inilah suamiku di masa depan.
Lelaki tua yang akan memberikan kenikmatan terus menerus pada tubuhku dengan imbalan berupa rahimku. Rahim yang akan digunakannya sesuai kemauannya.

“hhm...trusshhh....Bang..hhh...”, desisku menggeliat-geliat keenakan dari gerakan lidah Bang Jae yang semakin intens mengulik-ngulik daerah intimku.
“Baangghh aaam…hhhhh !!!”, erangku lepas berbarengan dengan ledakan rasa nikmatku sehingga Bang Jae pun bisa melepaskan dahaganya dengan ‘sirup' khas vaginaku langsung dari sumbernya.
“Akkhh !! Kenapa sih memek neng Hana....manis gitu ? Hehehe...dan selalu wangi lagi...hehehe". Terkadang, dia sering memotret daerah intimku sehabis dijilati atau habis di banjiri sperma, untuk kenang-kenangan katanya.
“Emang gampang banget bikin bini gue yang cantiknya kayak artis bokep ini kelojotan hehehe".

Aku hanya tersenyum lemah saja dengan wajah yang pasti lemas. Baru saja aku segar kembali habis pingsan setelah 4 jam di gasak habis-habisan dia sama anaknya, aku sudah dibuat orgasme lagi. Siapa yang nggak lemes coba.
“Bang….mmm...itu masih bisa diri…?”, tanyaku.
“Hehehehe...neng Hana lagi sange ya?”, lecehnya.
“he..he..he..iya...”.
“mau banget sih Abang sodok neng Hana…terus bikin kelojotan lagi pake kontol Abang...tapi gara-gara tadi udah 4 jam pake obat kuat terus kantong menyan Abang juga udah kosong, abis disuapin ke memek neng...nggak bisa diri lagi, neng....hehehe...”.
“pake yang biasa aja, neng...”, Bang Jae mengeluarkan tongkat satpam dari kantung sabuknya itu.
Tongkat satpam yang sering digunakannya untuk merojoki liang senggama ataupun anusku seolah menjadi ‘alat’ yang wajib di tusuk-tusukkan ke kedua lubangku ketika Bang Jae masih ingin bermain dengan selangkanganku tapi batangnya sudah tak sanggup.

“Pake..yang di tas Hana aja…tadi dibawain Udin....”.
“wooaah...si Udin tau banget...ngirim maenan sama alat-alatnya... hehehe", ucapnya. Yah begitulah, ketika sedang tidak proses menghamiliku, aku berubah lagi menjadi sekedar ‘mainan’ pemuas nafsunya.
Dalam waktu sekejap saja, semua peralatan itu sudah terpasang lengkap di tubuh beliaku. Dua buah vibrator sebesar kacang kedelai yang di selotipkan di kedua putingku, ‘sabuk' mulutku sehingga mulutku tidak bisa tertutup agar Bang Jae mudah untuk mengemut lidahku dan membuang ludahnya ke dalam mulutku.
Dan dildo unik berkepala ganda yang sedang asik digunakan Bang Jae untuk mencolok-colok 2 celah sensitif di selangkanganku hingga membuatku gelinjangan ke sana kemari dan mendesah keenakan.
Serta penahan kaki yang berbentuk seperti kekangan di antara lututku dengan batang besi yang menahan kedua kakiku sehingga mau tidak mau, aku tak bisa menutup rapat kakiku sehingga tentu jadi bulan-bulanan empuk bagi Bang Jae.

Karena fungsiku memang untuk menjadi ‘hiburan' bagi Bang Jae agar tidak bosan saat jaga seperti biasanya, tentu aku tidak protes sama sekali bahkan aku menikmati diperlakukan seenaknya seperti ini. Ooh, sudah jadi apa aku ini, sangat gilak !!.
“Emang paling seru ngeliat neng Hana kelojotan...hehehe....nggak pernah ngimpi bisa maenin body daun muda kayak gini di umur yang udah bangkotan gini....WAHAHAHA !!, tawanya begitu lepas dan puas.
“hhh..hh…dasar...”, balasku sebisanya.
“Yaudah, neng…bobo dulu aja...abis itu temenin Abang keliling ya...”.
“I..iya, Bang...”.
Bang Jae pun membantuku melepaskan ‘siksaan’ yang menempel di tubuhku hingga aku bisa istirahat dengan benar. Mungkin hanya Bang Jae, satpam sekolah yang ditemani jaga malam oleh seorang gadis muda yang bahkan enggan mengenakan pakain secuil pun.

“ting tung ting tung !!”, bunyi ringtone hpku.
“Siapa sih telpon malem-malem gini...”, dengan mata yang masih terbuka setengah, aku melihat ke handphoneku. Tertera nomor ayahku.
“halo...kenapa si, Yah...telpon malem-malem....”.
“Halo ! Halo ! Hana...Hana...kamu cepet pergi dari rumah sekarang juga !!”, ayah nampak tergesa-gesa.
“ke..kenapa, Yah?”, spontan mataku langsung segar.
“Nggak ada waktu jelasin...cepat bawa barang sebisa kamu dan tas yang ada di depan rumah sekarang..Cepat !!”.
“Tapi, Yah....”.
“cepat...sebelum kamu ketemu mereka…”.
“Mereka siapa ?”.
“Cepat Hana !!”, teriak ayahku.
Sudah lama tak dibentak ayahku, langsung membuatku juga ikut tergesa. Secepat dan sebisaku memakai pakaianku dan memasukkan semuanya ke tas yang kubawa.
“mana lagi Bang Jae ?”, kucari-cari di sekitar pos juga tak ada.
“Tau ah...nanti aja gampang", ucapku sendiri.
Aku langsung naik motorku dan memacu motorku secepatnya layaknya pembalap Moto GP karena jalanan malam jadi mudah mengebut dengan hati yang berdebar.




Hana Pulang Dengan Pakaian Sexynya



Home (Index Halaman)
Makasih Update nya hu..
 
1 Episode lagi tamat, gays

Polling dikit yuk, suhu-suhu
Lanjut Hana Season 2 apa cerita judul baru nih??

Tapi sama-sama nunggu 3 bulan. Belum buat sama sekali wkwkwk
di situ di ceritakan kalo si hana ini juga exib.. mungkin lebih di explor lagi exibnya..

meski terkesan draging,, tapi ane suka cerita yang detail.. mantap hu.. lanjutken..
 
wah.. kalo ada ending, lebih sedap kalo mengarah ke plot twisting Lalu kasi sedikit cuplikan kisi2 buat Season 2 hu..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Suhu dan agan agan

Saya ada tulis cerita 1 tapi mau minta pendapat, kira kira kalau minta sumbangan lewat ovo seiklasnya etis ga di forum ini? Ga wajib sih kalau mau baca gratis tapi kalau mau sumbang gpp



Maaf soalnya lagi kebelet kawin dan mencari pundi pundi pemasukan buat nunjang hehe, kalau jadi kawin nanti jadi bahan inspirasi buat nulis cerita yang lebih hot
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd