Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Preman Masuk Pesantren Lanjutan

Status
Please reply by conversation.
Prolog


"Aku kenal dengan istri Kyai Amir yang diceraikannya, Namanya Euis, orang Bandung." kataku memotong cerita Shinta, aku sudah tahu atau lebih tepatnya menerka arah cerita Shinta jadi buat apa diteruskan. Ceritanya hanya akan berputar putar tidak jelas. Padahal yang ingin aku tahu, rahasia yang selama ini tersembunyi dan belum aku ketahui.

"Ya, Nyai Euis. Nyai Jamilah sempat mengatakan hal itu, katanya dia akan membantu kita untuk membuat sebuah pesantren di Jawa Barat. Aku juga tidak tahu maksud Nyai Jamilah." kata Shinta membuatku tertarik, berarti Nyai Jamilah sudah tahu tentang Euis. Tapi bagaimana ceritanya, seperti sebuah sinetron yang berputar tidak jelas dan membuatku merasa bosan untuk berpikir.

"Apa yang Nyai Jamilah katakan tentang, Nyai Euis?" tanyaku berharap Shinta mengetahui hal lain yang belum aku ketahui.

"Nyai Jamilah tidak cerita hal lain, dia hanya mengatakan istri yang diceriakan Kyai Amir adalah Nyai Euis dan dia akan membantu kita bikin pesantren, hanya itu." jawab Shinta membuatku kecewa dan muak, kenapa aku terjebak dalam situasi seperti ini. Terjebak dalam sebuah labirin yang dipenuhi jalan, tapi semua jalan menuju tempat yang sama sehingga kita sulit keluar dari dalamnya.

"Aku bosan, ingin segera terlepas dari semua masalah ini." gumamku pelan namun cukup membuat Shinta tertarik, dia menatapku seperti meminta penjelasan dari apa yang kukatakan tadi, rasa ingin tahunya sama besar dengan ku. Bedanya dia masih bersemangat mengejar jawaban dari semua teka teki ini, sedangkan aku sudah mulai tidak peduli.

"Maksud Mas, apa?" tanya Shinta heran, matanya yang indah menatapku polos, khas wanita yang belum mengenal dunia yang penuh tipu daya.

Shinta mendapatkan suami yang salah, dia seharusnya mendapatkan suami yang lebih baik dariku dengan latar belakang yang sama dengannya, bukan seorang bajingan seperti diriku. Cepat atau lambat, aku akan meringkuk di dalam penjara. Itu takdirku yang sebenarnya, karena aku tidak bisa terus berlari seperti apa yang pernah dikatakan Mbah Kholil.

"Kamu masih terlalu polos memandang dunia seperti memandang dirimu sendiri, seharusnya kita tidak pernah menikah, kamu berhak mendapatkan yang lebih baik dariku." kataku pelan, dadaku terasa ringan setelah mengatakan hal yang ingin kukatakan sejak beberapa hari lalu.

"Mas menganggap, Shinta tidak pantas untuk menjadi istri Mas Zaka?" tanya Shinta membuatku kaget, dia salah tanggap dengan perkataanku. Dia benar benar murni, polos dan menganggap semuanya serba lurus.

"Bu, bukan itu maksudku. Aku bukan orang baik, bahkan ilmu agamaku sangatlah buruk untuk bisa bersanding denganmu. Aku seorang bajingan, itu tertulis jelas di tatoku." Jawabku, berusaha menerangkan agar Shinta tidak salah paham.

"Masalah tato, aku sudah mengetahui dari Nyai Jamilah, semuanya terjadi karena pergaulan di kota besar yang menganggap tato sebagai gaya hidup. Itu sebabnya Mas Zaka diusir dari pesantren karena ketahuan mempunyai tato, hal itu yang membuat Mas Zaka semakin terpengaruh dengan kehidupan yang semakin amburadul. Percayalah Mas, pintu taubat akan selalu terbuka untuk mereka yang mau benar-benar bertaubat. Kita bisa belajar bersama-sama, Shinta akan mengajari Mas ilmu alat agar kita bisa mendirikan sebuah pondok pesantren seperti cita-cita Shinta selama ini,!" Jawab , Shinta, matanya menatapku lembut.

Aku menggelengkan kepala, lemah. Pesantren pselama ini selalu menjadi momok menakutkan buatku, tiga pesantren tidak mampu meredam sufat asliku. Lalu, bagaimana mungkin aku mendirikan sebuah pesantren dengan Shinta dan apakah Nyai Jamilah akan ikut denganku seperti keinginannya?

"Sudahlah, Mas Zaka tidak perlu berpikir keras, kita jalani saja hidup ini sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh Allah. Kita akan berdakwah di Jawa Barat dan mendidik santri santriwati terbaik yang akan menyebarkan syiar islam. Pilihan Nyai Jamilah pasti tidak salah, qolbunya sudah terbebas dari segala keiinginan duniawi." kata Shinta memelukku, memberiku kehangatan tubuhnya.

Shinta, dia begitu mempercayai Nyai Jamilah sebagai wanita suci yang mempunyai karomah. Dia tidak tahu siapa sebenarnya Nyai Jamilah yang sudah kunodai, Nyai Jamilah yang sekarang jauh berbeda dengan Nyai Jamilah yang dulu. Nyai Jamilah yang sekarang, dia hanyalah budak sexku.

Shinta menciumku, ciuman yang terasa kaku namun sudah cukup membangkitkan gairahku. Dia mulai bertindak agresif, menyembunyikan keraguan dengan keputusan yang sudah diambilnya. Berusaha menyembunyikan semua kegaulauan di balik gairah nafsu birahinya. Aku tahu itu, aku sudah terlalu hafal dengan alasan wanita saat mencumbu seorang pria.

Ada yang benar benar murni karena birahinya, ada karena cintanya, Shinta tidak mempunyai keduanya. Nafsu birahinya tudak akan seliar wanita jalang yang tidak mengenal agama, dan Shinta tidak mungkin mencintaiku dalam waktu yang teramat singkat. Ya, Shinta agresif mencumbuku hanya untuk menyembunyikan kegelisahannya, keraguan dengan semua yang sudah diambilnya. Dia meragukanku, meragukan bahwa aku akan menjadi iman yang baik buatnya bahkan dia meragukan keputusannya sendiri.

Ah, persetan dengan asumsi yang berputar di kepalaku, saatnya untuk menikmati masa masa pengantin baru menikmati keindahan tubuh istriku Shinta tanpa takut akan ada yang menggerebek kami karena Shinta sudah sah menjadi milikku.

Aku balas melumat bibir Shinta dengan bergairah, semua perasaan yang berkecamuk dihati dan pikiranku berhasil kualihkan. Saatnya menikmati hidup, mensyukuri anugerah terindah yang ada di hadapanku. Masalah lain, biarkanlah kupikirkan nanti.

Kami berciuman dengan ganas, berusahakan melupakan semua keraguan yang mengganggu jiwa dan pikiran kami, sungguh hebat aroma birahi yangbmampu melakukannya dengan mudah. Tanganku bergerilya meremas payudara Shinta yang tersembunyi di balik pakaiannya, meremasnya dengan lembut. Aneh sekali, aku bisa berlaku lembut bahkan lebih lembut dari biasanya.

"Massss, achhhh..!" seru Shinta, wajahnya menatap langit kamar kamar saat aku menciumi lehernya yang jenjang, menghirup aroma tubuh alami nya dengan bernafsu.

Tidak puas dengan keadaannya yang berpakaian lengkap, aku membuka baju gamis Shinta yang terlalu besar untuk tubuhnya. Membukanya perlahan, dengan bantuan Shinta, dalam sekejap bajunya terlepas dari tubuh imdahnya. Aku menatapnya kagum, tubuh belia yang tidak pernah tersentuh oleh pria lain. BHnya pun aku lepaskan, agar aku bebas menatap keindahan payudaranya walau tidak seputih milik Nyai Jamilah dan Dewi tapi tidak mengurangi keindahannya. Bahkan terlihat lebih eksotik dengan kuliknsawo matangnya, khas wanita Jawa.

"Massss, geliiiii..!" seru Shinta saat aku membelai permukaan payudaranya yang imdah sehingga aku bisa merasakan bulu bulu halus di dadanya bangkit membuat kulitnya semakin menggairahkan, membakar birahiku pada puncaknya.

"Kok di belai seperti ini, geli?" godaku. Tanganku semakin asik membelai permukaaan payudaranya tanpa menyentuh puting payudara yang berwarna coklat itu, tindakanku justru membuat puting payudaranya semakin mengeras.

"Iyya, Masss...!" seru Shinta, matanya terpejam menikmati elusan tanganku yang kasar pada kulit payudaranya yang halus dan teksturnya menjadi unik karena semua bulu kuduknya merimdimg yang menyembabkan sekujur kulitnya menjadi bentol bentol seperti gigitan nyamuk.

Shinta menggeliat, memegang tanganku yang nakal mengeksploitasi seluruh permukaan payudara nya. Tidak mau kehilangan momen indah, aku mengecup puting payudara Shinta, lidahku menggelitiknya membuat tubuh Shinta menggeliat seperti cacing kepanasan.

"Kamu kenapa, Shin?" godaku dan melanjutkan aksiku, menghisap puting payudara yang semakin mengeras. Mengacung tegak dan semakin memperindah payudara sekal yang tidak pernah tersentuh pria lain selain aku. Akulah pemilik satu-satunya, tidak ada yang lainnya.

"Ennnak Mas, isep terusssss...!" seru Shinta mendekap kepalaku yang sedang asik menghisap puting payudaranya dengan rakus, seperti seorang anak yang sedang menyusu pada ibunya.

Puas dengan sepasang payudaranya, aku mendorong Shinta rebah di atas kasur yang masih baru. Shinta pasrah saat aku membuka celana dalamnya, satu satunya kain yang masih tersisa menutupi bagian paling intim tubuhnya.

Indah sekali dan aku tidak pernah bosan memandang dan mengagumi memek Shinta yang bersih tanpa bulu, bulu yang selalu rajin dicukurnya karena itu adalah ibadah sunah. Sebagai seorang santriwati, Shinta sangat tahu hal itu.

Perlahan aku mendekatkan wajahku ke belahan memek Shinta, menghirup aroma surgawi yang membuatku ketagihan dan tidak pernah bosan untuk mencicipinya.

"Massss, itu najis..!" seru Shinta lirih, kalimat yang selalu diulanginya saat aku mau menjilati memeknya yang menurutku sangat nikmat saat aku merasakan cairan memeknya, menelannya sebagai obat awet muda paling mujarab.

"Tapi kamu, suka kan?" godaku melihat Shinta semakin melebarkan pahanya, memberiku akses untuk mengeksploitasi memeknya.

"I, iiya. Tapi, itu najis..!" seru Shinta lirih, matanya menatapku sayu. Akal sehatnya sudah luruh bersama dengan birahi yang menguasai jiwanya.

"Masa ini, jijik?" godaku sambil menjilati memeknya sekilas. Aku menatap wajahnya, untuk mengetahui reaksinya.

"Iyya, najiss...!" jawab Shinta, matanya terpejam tidak berani menatap wajahku. Berusaha menyembunyikan rasa malunya yang tergambar jelas di wajah.

"Begini, najis?" godaku lagi. Lidahku menggilitik itilnya membuat Shinta mendesis lirih, pinggulnya yerangkat menyambut lidahku yang semakin liar memberinya kenikmatan yang tidak bisa diingkari.

"Masss, terussss....!" jerit Shinta lirinh, tangannya menjambak rambutku dan semakin membenamkan wajahku di memeknya yang semakin basah oleh cairan birahi yang tidak mampu dibendungnya.

"Katanya, najis..!" aku menghentikan aksiku tanpa dapat mengangkat wajah melihat Shinta. Tangan Shinta begitu keras menahan kepalaku agar tetap terbenam di memeknya yang menurutku harum.

"Mas, jangan berhenti..!" rengek Shinta, pinggulnya terangkat mengejar mulutku. Reaksinya bertolak belakang dengan apa yang tadi dikatakannya, ternyata nafsu Shinta sama besarnya dengan nafsu sex Nyai Jamilah.

Aku menyerah, berhenti menggoda birahi Shinta. Karena godaan memek Shinta terlalu dahsyat untuk aku abaikan begitu saja. Aku kembali menjilati dan menghisap memek Shinta, memberinya kenikmatan yang membuatnya mencapai orgasme tanpa penetrasi.

"Masssss, Shinta kelllluar....!" teriak Shinta tercekat, kepalaku semakin terbenam di memeknya membuatku kesulitan bernafas karena pahanyanya ikut menjepit kepalaku hingga tidak mampu bernafas.

Aku menarik nafas lega, saat Shinta melepaskan kepalaku dari jambakan dan jepitan pahanya. Aku menatap Shinta yang tergolek lemas, nafasnya mulai kembali teratur, matanya terpejam menikmati sisa sisa orgasme dahsyat yang baru saja dialaminya.

"Ennak, sayang?" aku merangkak di atas tubuh Shinta yang tergolek pasrah, sudah saatnya aku merasakan penetrasi. Huf, hampir saja aku lupa, pakainku masih kumplit sehingga aku harus menunda melakukan eksekusi. Aku bergerak cepat membuka seluruh pakaianku, Shinta sudah terbiasa dengan tatoku.

"Nikmat sekali, Mas. Mas sudah pengen, ya?" tanya Shinta menatapku sayu, matanya beralih ke arah kontolku yang sudah tegang maksimal, besar, panjang dan mungkin sangat menyeramkan kalau nbelum merasakan kehadirannya di lobang memek.

"Iya, sudah nggak tahan." jawabku, kembali merangkak di atas Shinta yang pasrah siap menerima eksekusi.

"Tato Mas Zaka, bagus. Macho. Sebenarnya, masalah apa yang bikin Mas Zaka melarikan diri?" tanya Shinta saat aku sudah menempelkan kontolku pada lobang memeknya yang mungil.

"Aku lari karena perampokan yang gagal.....!" aku tercekat kaget dengan apa yang kuucapkan secara tidak sadar. Gila, kenapa aku sebodoh ini. Belum hilang rasa terkejutku, Shinta mendorong tubuhku dengan kasar. Entah kekuatan dari mana, dorongan Shinta membuatku terhempas ke samping. Jelas, gerakannya menunjukkan kemampuan bela diri yang mumpuni.

"Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang, Kang, kenapa tidak sejak awal kamu mengatakannya?" Tanya Shinta, dia bergerak cepat menduduki perutku sehingga membuatku tidak berkutik, tangannya meraih kontolku yang masih berdiri tegak tidak terpengaruh dengan situasi sedang kualami

"Karena, belum waktunya kamu tahu." Jawabku asal bicara, heran kenapa Shinta tidak merasa terkejut dengan masa laluku yang kelam

"Ahhhhh, Kang.... Aku semakin bergairah mendengar kamu adalah pelarian perampok, aku gila...!" Gumam Shinta bergerak mundur sehingga posisinya berjongkok tepat di atas kontolku yang diarahkan ke lobang memeknya. Pinggulnya bergerak turun dengan cepat, sehingga kontolku terjerumus ke dalam lobang memeknya yang basah.

"Kenapa?" Tanyaku takjub, Shinta justru menikmati kehadiran kontolku dengan bernafsu, dia tidak marah atau ketakutan setelah mengetahui jati diriku. Aneh, apa dia sudah mengetahui siapa aku sebenarnya?

"Gila, kontolmu semakin nikmat. Memekku sudah nggak sakit lagi, ini hebat..!" Seru Shinta, pinggulnya semakin cepat bergerak memompa kontolku dengan liar, bergerak dan bergoyang tidak beraturan. Sehingga beberapa kali kontolku keluar dari memeknya, dengan cepat Shinta menduduki kontolku sehingga masuk kembali ke dalam memeknya, aneh dia tidak merasa kesakitan.

"Shin, kamu kok jadi liar?" Tanyaku takjub, payudara Shinta terombang-ambing brutal, membuatku bernafsu meremasnya dengan kasar. Hebat, Shinta justru semakin liar.

"Nggak tahu, ennnak banget kontolmu ngaduk aduk memekku..!" Seru Shinta, wajahnya basah oleh peluh yang menetes membasahi dadaku. Tidak puas dengan remasanku, Shinta memegang tanganku dan meremasnya dengan keras sehingga payudaranya semakin tergencet.

"Aku aku nggak kuatttt, Akku kelllllluaarrrrr...!" Shinta menjerit kecil, gelombang kenikmatan membuatnya semakin kehilangan kendali. Pinggulnya bergerak semakin liar hingga akhirnya berhenti, dengus nafasnya yang tersengal-sengal memenuhi ruangan kamar. Aku yakin, kedua orang tuanya pasti mendengar jeritannya yang cukup keras.

"Gantian, Mas..!" Shinta beranjak dari atas tubuhku lalu nungging, aku semakin takjub melihatnya yang berubah jadi liar, bukan lagi gadis yang angkuh dan ketus.

"Buruan Mas, aku sudah nggak tahan pengen dientot kontol gedemu." Seru Shinta sambil mengucek memeknya yang sudah sangat basah sehingga jarinya ikut basah terkena cairan memeknya, matanya menatapku penuh nafsu. Aku bergerak cepat ke belakang Shinta yang langsung meraih kontolku dengan tidak sabar, mengarahkan tepat pada lobang memeknya yang menganga.

"Iya sayang, terima kontolku...!" Aku langsung menghentakkan kontolku dengan keras sehingga Shinta terjerambab mencium bantal, untung hanya bantal yang diciumnya bukan ranjang besi yang keras.

"Aduhhh, kontol..!" Seru Shinta kegirangan, memeknya kembali terisi kontolku.

Aku tidak mau kalah oleh kelautan Shinta, kukocok memek Shinta dengan kasar sehingga ranjang ikut bergoyang mengikuti gerakan tubuh kami.

"Shin, Nak Zaka kalau maen pelan pelan saja, malu kedengaran tetangga." Kata Bapak mertuaku sambil mengetuk dinding kayu tidak mampu meredam kehebohan yang terjadi dari dalam kamr membuatku malu, tanpa menjawab aku melambatkan gerakanku.

"Ohhhhhh, bapak kaya nggak pernah muda, enak banget Pak..!" Seru Shinta, dia sama sekali tidak merasa terganggu oleh bapaknya.

"Iya, tapi nanti kalau tetangga denger dan ngintip, gimana?" Tanya bapak berusaha menjelaskan situasi yang terjadi.

"Biarin aja, Pak. Aku lagi ennnak, nih..!" Seru Shinta, pantatnya bergerak maju mundur dengan cepat, mengambil alih gerakan ku yang melambat.

"Shinta, Akku nggak tahan..!" Aku mengeluh dalam hati, gerakan liar Shinta membuat memeknya semakin menjepit, sehingga aku nyaris tidak mampu bertahan lebih lama lagi.

"Iyyyya, Massss. Akkkkku jugaaaa kelllllluaarrrrr...!" Shinta menjerit histeris, bersamaan dengan semburan pejuhku membanjiri memeknya.

"Mas, jangan dicabut dulu..!" Shinta menatapku, tidak rela kontolku lepas dari cengkeraman memeknya.

"Iya, kamu sudah kenal Nyai Jamilah berapa lama?" Ah, di saat seperti ini aku malah membicarakan Nyai Jamilah, mayoritas perempuan sangat tidak suka pria membicarakan perempuan lain saat sedang berhubungan intim.

"Sejak pertama kali Nyai Jamilah datang ke pondok, aku langsung akrab dengannya. Nyai Jamilah orang hebat makanya Nyai Nur meminta Nyai Jamilah untuk menjadi istri Mbah Kholil. Yang bikin aku takjub, Nyai Jamilah bersedia menikah dengan Mbah Kholil setelah Nyai Nur wafat, sehingga Nyai Jamilah berhenti dari kepolisian." Jawaban Shinta membuatku sangat terkejut, nyaris tidak percaya.

"Apa, Nyai Jamilah mantan polisi?" Tanyaku tidak percaya, setahuku Nyai Jamilah seorang santriwati di salah satu pondok pesantren sebelum bertemu dengan Nyai Nur yang mengajaknya pindah ke Pesantren Mbah Kholil.

"Bukannya kamu sudah tahu hal, itu?" Tanya Shinta heran.

*********

"Nak, tolong bujuk Shinta untuk tidak mencari tahu siapa orang tua kandungnya." Aku terkejut dengan perkataan Bapak mertuaku ini,kenapa dia sangat tidak setuju Shinta menyelidiki kedua orang tua kandungnya.

"Memangnya kenapa, Pak?" Pantas Bapak mertuaku ini mengajakku mancing, rupanya ada hal penting yang ingin dikatakannya padaku.

"Nak Zaka mau berjanji, tidak menceritakan hal ini kepada siapapun?" Tanya Bapak mertuaku sambil melemparkan mata kailnya sejauh yang dia bisa.

"Saya janji, Pak." Aku setuju dengan syarat yang diajukannya, aku ingin tahu rahasia apa yang disimpannya dan Bapak mertuaku menemukan orang yang tepat karena aku tidak akan menceritakan rahasianya ke orang lain, rahasianya kujamin aman. Bukan karena aku seorang yang amanah, tapi karena aku seorang perampok yang terbiasa menyimpan kebusukan demi kebusukan dari muka umum.

"Bapak percaya kepadamu, sebagai seorang santri kamu tentu tahu arti semua janji dan kamu dididik untuk menjadi amanah. Sebenarnya semua cerita yang bapak katakan itu semua, bohong." Jawab Bapak pelan, dia menatapku penuh harap. Dibiarkannya kail yang dipegangnya meronta dimakan ikan.

"Jadi, Bapak tahu siapa orang tua kandung Shinta?" Aku menatap Bapak mertuaku, kenapa dia harus mengarang sebuah cerita bohong. Apa alasannya, sehingga dia melakukan itu.

"Tahu, makanya bapak kirim Shinta untuk masuk pondok pesantren tempat ke dua orang tuanya berada." Jawaban bapak mertuaku membuatku terkejut setengah mati. Siapa yang dimaksudnya? Apakah? Ah itu mustahil dan tidak masuk akal. Ini labirin paling gila yang pernah kumasuki.





Bersambung....
Mantull cerita yg ini dilanjut lagi. Terima kasih suhu
 
Akhirnya Zaka kembali bersama istri istrinya, Shinta dan nyai Jamilah.
Dan ternyata nyai Euis adalah ibu kandung Shinta.

Terima kasih suhu...
Lanjuuut suhu.
 
Akhirrrr ny suhu update lagiii..makasiii suhu sehatvterus bwt lanjutin cerita ny yg TOP BGT...
 
Cerita yg sangat menarik penuh dengan fantasi liar... Ekekekekekeke cucuku zak mbah acungkan jempol setelah menggauli ibumu kau pun menikahi adik kandungmu shinta. :tepuktangan:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd