Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mengandung impregnation, daun muda, sedikit rape, dan defloration. Layak lanjut di Cerbung?

  • Lanjut aja. ga ada masalah

  • NO! terlalu kejam... T_T , dipindah di SF lain aja


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Hana2.jpg

Hana

Gisel2.jpg

Gisel

Windi2.jpg

Windi

Ira2.jpg

Ira

Sinta2.jpg

Bu Sinta

Kira-kira siapa yang perlu di "Torpedo" duluan??
 
Hana2.jpg

Hana

Gisel2.jpg

Gisel

Windi2.jpg

Windi

Ira2.jpg

Ira

Sinta2.jpg

Bu Sinta

Kira-kira siapa yang perlu di "Torpedo" duluan??


Waaahhhhhhh tp ngmng2 yg nerpedo siapa dulu nich, wkwkwk
Biar ane dulu ya nerpedo mereka selanjutnya terserah ente :4some:
 
Sabar2 hidangan utama ya akhir dong

Justru itu digilir dr yg paling pengalaman, hana yg terakhir. Bikin hana makin penasaran sama torpedo yg bisa membuat guru dan teman-temannya blingsatan.
:konak: :bacol:

Berhubung nggak ada dokter, tusukan torpedo pak bowo dan pak slamet bisa membantu membuat jalur proses kelahiran., sehingga bayi bu shinta bisa keluar dengan lancar.
 
Gan kalau bisa perannya TPR dibanyakin, meskipun occupied tapi paling nggak RIS resistance masih bisa ngelawan lah, kayak french pas WW 2. hehehe just my 2cent. we ain't that crap anyway
 
Guru kan kalo ngajar murid kan pasti barengan..
Mantap.. Memang banyak si slamet nya..
 
Chapter 5 Part 2

Lonely Island

“KEPITING LAGI?? EMANG BAPAK GA BISA KASIH YANG LAIN!!!” Bentak Gisel, sudah hampir seminggu mereka disini dan makanan mereka itu-itu saja. Stress dan putus asa mulai menghampiri.

“Jangan gitu sel, Kita harus hemat, makanan yang tahan lama kita makan nanti saja” Bu Sinta berusaha menghibur anak-anak.

“Ini semua salahnya pak Slamet, kalo aja kita ga ikut naik kapal itu Andre dan lain bakal masih hidup dan kita ga bakal terjebak disini!”

“GISEL, jangan begitu Pak Slamet kan niatnya biar kita semua selamat…” ujar Windi.

“BODO AH…. Aku ga makan hari ini!!”

Gisel bangkit dan melengos pergi, saat berjalan itu di berpapasan dengan Bowo di pintu dan tetap saja melengos pergi. Dari belakang Bowo dapat melihat pantat gisel yang cukup semok untuk gadis seukuran dia, sebuah penyeimbang daya tarik dari “aset” depannya yang pertumbuhannya kurang.

“hmm… lumayan juga ya…” gumam Bowo.

“Lumayan apanya?” tanya Slamet.

“ah.. eh … anu… sebenarnya kita lumayan beruntung lho ketemu pulau ini…”

Kata Bowo benar sekali. Di pulau kecil selatan jawa ini dulu ada kota kecil, tapi semua penduduknya sudah dievakuasi ketika perairan sekitar sini mulai tidak aman, meninggalkan beberapa perbekalan di toko yang ditinggalkan. Memang beberapa bangunan rusak parah karena efek serangan nuklir tapi beberapa masih layak ditinggali, tidak ada kontaminasi radio aktif. Bunker disini masih utuh lengkap dengan perbekalannya. Bahkan kalau Bowo dan Slamet berhasil merakit Kit generator listrik tenaga surya yang tersimpan di bunker mereka bisa menikmati listrik walaupun secara terbatas. Untuk persediaan air tawar ada danau kecil tidak jauh dari kota.

Meski tampaknya mereka masih bisa selamat salama beberapa bulan kedepan, tekanan mental dan trauma beberapa minggu lalu sepertinya masih membekas. Rasa hormat anak-anak ke Slamet juga tampak berkurang bukan cuma Gisel tapi juga teman-temannya, sulit untuk tidak memikirkan bahwa teman-teman mereka tewas karena keputusan Slamet.

Saat ini mereka tinggal di bekas sebuah hotel, kerusakan bangunannya minim dan banyak kamar yang siap huni. Setelah selesai makan malam Slamet, Bowo, dan Sinta berembuk.

“Bagaimana kalau kita coba pakai radionya untuk cari bantuan…” kata Sinta.

“WAH…. Jangan bu…” Bowo cepat-cepat menolak

“Kok jangan pak?”

“perairan sini ga aman bu, salah-salah malah pasukan merah yang datangin kita disini. Lagipula TPR ato amerika blum tentu bisa nolong, mana mungkin mereka nempatin orang-orang mereka dalam bahaya Cuma buat 7 orang imigran gelap.”

Mereka semua terdiam, tampaknya mereka memang harus berdiam di pulau ini sampai perang selesai, atau paling tidak sampai perairan aman dan mereka tidak lagi melihat kapal-kapal Red Forces yang kadang terlihat di horizon.

“Pak saya balik ke anak-anak dulu ya..” Sinta izin pergi tidur bersama anak-anak.

Malam makin larut, slamet terduduk di luar hotel.

“hhaahhh…..” Slamet menghela nafas memikirkan anak-anak didiknya yang mulai tidak bisa diatur, tapi ya mau bagaimana memang salahnya teman-teman mereka tewas.

“knapa pak, kelihatannya capek sekali…” tanya Bowo

“mikirin anak-anak pak, bingung saya hadapinnya..”

“udah pak dari pada stress, ayo temenin saya minum…” Bowo membawa sebotl Whiskey

“WAH dapat darimana kamu barang bagus gini?”

“itu di bar lantai 2, ini pulau kan sering didatangin bule..”

Mereka mulai minum-minum, setelah beberapa lama pikiran mereka mulai mengawang-ngawang.

“EH pak? Ngomong-ngomong anak yang ngambek tadi itu siapa namanya?” Bowo bertanya dengan wajah yang mulai memerah

“Gisel namanya, Emang kenapa pak?”

“itu rambut emang boleh pirang gitu? Bukannya ga boleh ya ngecat rambut masih SMA..”

“dari sananya emang gitu kok. Ibunya nikah sama orang prancis.”

“OH, Indo ya? Pantesan….” Gumam Bowo pelan.

“Emang dia kenapa pak? Dari kemaren saya perhatiin merhatikan dia terus…”

“egga papa pak, pengen tahu aja”

Bowo mulai mabuk berat.

“kalau yang paling cakep yang airbagnya paling gede itu siapa pak. Hehehehe….”

Slamet mulai agak curiga dengan pria paruh baya yang ada di depannya itu tapi tidak mau berpikiran yang aneh2 dan lebih memilih meninggalkannya saja. Bila memikirkan para gadis anak-anak didiknya slamet mengakui bahwa mereka semua cantik-cantik, apalagi saat ini masa-masa mereka mulai mengkal. Memikirkan itu ditambah kondisinya yang agak mabuk dan libidonya yang sudah lama tidak dislurkan, birahi slamet mulai naik. Slamet ingin merokok untuk mengalihkan pikirannya, tapi sudah kehabisan, dia ingat tidak jauh dari sini ada bekas toko klontong, mungkin masi ada sisanya disana.

Tapi belum setengah perjalan ke toko, slamet melihat ada seseorang di dermaga kecil di pinggir pantai. Bila diperhatikan dari rambutnya yang pendek sebahu sepertinya itu Windi, sang kapten tim Cheers. Slamet melihat Windi mengangkat batu yang cukup besar bersiap melemparkannya ke laut yang tiba-tiba disadarinya tali itu terkait dengan tali ke kaki windi. Gadis itu berniat bunuh diri!!

“STOP WIN…. JANGAN!!!”

Terlambat, Windi sudah tercebur dan tertarik ke dasar laut. Beruntung ada slsmet yang menyelam, melepas tali di kaki windi, dan berhasil menariknya ke daratan.

“DASAR ****** KAMU WIN…. Kamu mau apa tadi??”

“hiks… hiks….” Windi tidak menjawab…

“ayo jawab…”

“hiks… win… windi…..”

“Iya kamu Kenapa?”

“Hiks… kayanya Windi… Hamil pak…..”

(update)

Slamet terdiam sejenak.

“pak Kepala Sekolah?” tanya slamet pelan

Windi hanya mengangguk lemah. Slamet sudah curiga sejak lama Kepala Sekolah tua bangka. Selama ini entah kenapa gadis-gadis yang berhubungan dengannya hampir selalu pindah sekolah. Windi kemudian bercerita kalau selama ini ada penolakan dari beberapa orang tua murid kalau SMAnya memiliki klub cheer, tidak pantas rasanya meskipun prestasi mereka banyak. Demi keberlangsungan timnya Windi terpaksa melayani nafsu kepala sekolah. Windi bercerita Kepala sekolah mainnya kasar, tidak pernah mau pakai kondom. Mendengar cerita Windi, slamet malah mulai hilang kontrol apalagi melihat kondisi Windi sekarang. Windi memakai kaos putih oblong dan rok pendek biru yang tersingkap keatas dan semuanya basah kuyup sehingga lekuk tubuh windi tercetak jelas. Dengan diterangi purnama putingnya terlihat tercetak jelas di bajunya yang melorot, mempertontonkan belahan dadanya yang menggiurkan. Windi ternya tidak pakai BH.

Windi.jpg

“sekarang Windi harus gimana pak? Hiks…”

“coba kamu bicarakan sama bu Sinta dan temen-temen mu yag lain…”

“Tapi gimana kalau bu Sinta marah pak, Windi juga malu sama yang lain…”

“tenang nanti Bapak bantu ngomongnya…” Slamet mulai memeluk Windi dari belalakang, tangannya mulai mengelusi perut Windi dan mulai naik ke dada.

“mmmhh… anu pak?” Windi mulai menyadari niat Slamet dan mulai gelisah.

Tangan Slamet mulai menyelip ke balik kaos dan meremas lembut dada windi yang berukuran cub C.

“MMHHH….mmhhh…. jangan Pak….” Windi mulai menggeliat, berusaha lepas dari cengkraman Slamet.

“Udah Win kita nikmatin aja, kamu juga udah nafsu kan udah kelamaan ga dipegang pak Kepala sekolah?” bisik Slamet

Wajah windi memerah, malu mengakui perkataan Slamet. Slamet mengambil whiskey yang tersisa sedikit di botol dan menampungnya di mulut, wajah Windi yang terlihat mulai sange dipalingkan ke kiri atas menghadap wajahnya. Dengan cepat Slamet mencium bibir Windi, hidung windi dipencet, dengan posisi begitu Slamet memaksa Windy meminum sisa whiskey yang ada di mulutnya.

Wajah windi makin merah karena efek alkohol, apalagi windi tidak pernah minum miras sebelumnya. Serangan dilanjutkan ke leher windi, tubuh mereka rebah di pasir, kaos oblong windi yang basah kuyub sudah dilepaskan yang kemudian dilanjutkan dengan CDnya, rok sudah dinaikan sampai pinggang. Sejenak Slamet menghentikan serangannya dan memandangi mangsanya yang sudah ngos-ngosan karena birahinya yang sudah diubun-ubun. Tubuh windi yang basah kuyub terlihat sangat menggiurkan walau hanya diterangi cahaya remang-remang rembulan, siap untuk disantap Slamet sesuka hati.

Kontol slamet meloncat keluar ketika celananya diturunkan. Tangan windi diarahkan slamet untuk memegang kontolnya yang sudah sekeras intan.

“Gimana win, besar mana sama punya pak kepala?”

“kayanya sama aja pak…”

“jangan salah win, bapak ini mainnya bisa lebih lama, kan bapak lebih muda..”

Kontol Slamet sudah siap disasaran, paha windi dikangkan lebar, kedua tangan mereka saling berpegangan erat. Kontol Slamet mulai masuk senti-demi senti, walaupun Slamet yakin memek Windi sudah digarap berkali-kali oleh kepala sekolah tapi tetap saja memek itu rapat sekali. Sempat muncul kekecewaan kenapa bukan dia saja yang memerawani dan menghamili windi, apalagi selama ini dia dan istrinya belum dapat momongan.

“MMHHHH… perih pak….”

“Tahan ya win”

“mmmmhhhhhhhhh..” desah Windi, matanya yang asalnya memandangi wajah Slamet, mulai merem melek ketika slamet mulai menaikan frekuensi genjotannya.

“aakkhhhh……. Ngilu… pelan pak” kata Windi saat kontol Slamet mulai menyentuh rahimnya.

“mmmhhhh….. pelan pak, didalem ada anaknya windi hiks…” katanya sambil meringis.

“Sori ya win… abis memek mu ini….. Nikmat!!! OOHHH….” Slamet mulai menurunkan frekuensi genjotannya

“aaaaarggghh.. aasshhh…. Aku keluar.. MMMHHH…” desah Windi orgasme pertama kali

Slamet berhenti sejenak memberi kesempatan Windi menarik nafas sejenak menikmati orgasmenya. Slamet memeluk Windi, mencumbui pipinya, memaguti mulutnya. Tak lupa kedua toketnya diremasi, windi hanya mendesah-desah pelan.

Slamet mulai menggenjot Windi lagi, kali ini sambil dipeluk erat. Tubuh kecil ABG itu tenggelam dalam dekapan erat Slamet yang bertubuh lumayan berisi.

“aaah..aahh,, memek kamu enak win, Coba dari dulu bapak tahu….”

“AAKKKHHH iya pak mmhh enaakkhh memek aku jadi enak OOHH” balas windi menikmati entotan Slamet

Slamet mulai mempercepat hujaman kontol di memek rapat windi.

“pak, pelanin pak aahh nanti kasian anaknya windi..ahhhhh…” kata windi merespon entotan Coachnya yang menjadi cepat. “

“Tahan ya sayang, uuhh shh ahh ahh, memek mu ini nikmat banget, bapak bisa ketagihan nih… coba kamu bunting anaknya bapak aja”

“ah.. ah…. ah.. ah…. ah.. ah…. Mhhh…” Windi makin belingsatan, tangannya memeluk erat Slamet dan mencakar-cakar punggungnya

Kedua sejoli beda generasi itu benar-benar sudah dimabukan oleh birahi. Angin malam yang dingin diperburuk tubuh mereka yang basah kuyup tidak mereka hiraukan. Memek hangat Windi makin licin dan enak, Slamet tak tahan untuk menyemprotkan peju di memek Windi. Secara naluri Slamet semakin mempercepat entotannya di memek windi dan menusuk makin dalam-dalam.

”AAHHKKK…. Windi Sayang Bapak mau ngecret nih, didalem gapapa kan, kamu dah keburu bunting juga” Slamet makin bersemangat menggenjot memek Windi

Windi hanya mengangguk lemah, dirasakannya benda tumpul dibawah sama mulai bergetar. Sebagai gadis yang berpengalaman dia tahu pria yang sedang menggagahinya ini akan memuntahkan lahar panasnya dalam-dalam di memeknya, Windi sudah tidak sabar merasakan sensasi yang sudah lama tak dirasakannya itu.

Tak lama Slamet pun muncrat

“AAAHHHH WIN, BAPAK KELUAR NIH.. shhh aahhhhhhh AAAARRRHHHH” Lahar hangat meledak didalam memek Windi banyak sekali, Windi sadar seandainya dia belum hamil dan lagi subur dia pasti sudah hamil anak Slamet sekarang.

Kontol Slamet ditarik keluar dan belepotan dengan pejunya. Windi segera bangkit dan mulai membersiahkan kontol Slamet dengan mulitnya, meminum sisa-sisa peju yang tersisa disana. Secara tidak sadar Kepala sekolah selain telah merubahnya menjadi seorang ibu juga mendidiknya menjadi pemuas lelaki yang ulung.

Setelah birahi mereka reda, mereka segera merapkan pakaian mereka dan kembali ke Hotel. Sebelum mereka berpisah ke kamar masing Slamet sempat mencium sejenak bibir Windi dan berpesan

“Besok kita jelasin kehamilan kamu ke bu Sinta nanti Bapak bantu, tapi jangan bilang-bilang kita pernah ngentot ya?”

Windi yang sudah loyo hanya mengangguk kecil dan masuk ke Kamar.

-------------

Untuk Chapter selanjutnya masuk gilirannya Bowo, ngertilah ya siapa yang selanjutnya kena giliran di torpedo… hihhiiihihi….
soal cerita windi dan kepsek rencananya ane buatin chapter pendek aja di SF daun muda
 
Terakhir diubah:
Enaknya buat chapter windi & kepsek duluan ato chapter sepanjutnya aja ya?
 
Klo windi dan kepsek dibuat satu chapter aja sekedar flashback... biar g keluar jauh dari benang merah
 
Buat windi dan kepsek aja dulu biar ada kelanjutkannya sebagai flashback, baru diteruskan chapter selanjutnya biar masih hangat ga gantung ceritanya Hu.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd