Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Perlu pakai bahasa resmi negara nggak nih ? (bahasa Inggris, Itala, Jerman, Dll)

  • Ya ! (biar feel dramanya terasa) / dua-duanya nggak papa

    Votes: 38 17,8%
  • Nggak usah ! (Bahasa Indo aja, biar gampang)

    Votes: 176 82,2%

  • Total voters
    214
Update nanti bakal ada sudut pandang (POV) tokohnya...
Juga beberapa alur yang saya buatkan khusus sebagai pengenalan tokoh utama lainnya. Mohon maaf kalo bingung nantinya, tapi jangan khawatir karena kemampuan beripikir saya tidak serumit (sepintar) Om Nolan ;)
 
Terakhir diubah:
EPISODE 1 :
FROM ROME TO LONDON

1999's (19 tahun kemudian)



(Distrik San Giovanni, kota Salerno)
20 Maret 1999

Hari-hari berat dan suhu panasnya pesisir Salerno bukanlah masalah baru bagi Luciana Viagnelli (30).

Malamnya, ia mesti hadir ke pesta pernikahan warga setempat. Turu hadir juga tamu undangan lainnya. Beberapa ibu muda dengan pinggul besar, bibir lebar, sebagian berdiri berkelompok, memandang sinis dengan tatapan gelap hati kepadanya.

Setelah menyalami kedua mempelai, perempuan itu beralih ke jejeran gelas berisi sampanye, duduk menyendiri di ujung meja bar tamu.

Mau bagaimana lagi ? Caroline, satu-satunya sahabat baiknya tidak jadi hadir ke acara malam hari ini.

Sungguh, ada urusan yang lebih penting, ketimbang cuma mencicipi anggur-anggur juga sampanye murahan yang disajikan pesta ini.​


Alasan lainnya tentu saja karena bukan anggur asli Campania yang mereka sediakan.
* Anggur asli Campania adalah salah satu yang terbaik di Italia, bahkan eropa.” - yourtripagent.com
Tapi malam itu mereka tidak akan merasakan kenikmatan anggur yang bahkan bukan dari Campania, karena selingan gosip di antara kerumunan tamu undangan.

Well, apa definisi bergosip adalah dengan suara mereka yang kelewat keras untuk didengar ?
Yang digosipkan tentu saja Lucia itu sendiri. ‘Miss Lucy’ (panggilan akrabnya, dari warga setempat sendiri) perempuan cantik, 171 cm dengan pinggul paling sempurna (tidak besar atau terlalu ramping). Lekukan wujud, diibaratkan body gitar akustik langka.

Sorot matanya misterus namun meneduhkan, beberapa tamu lelaki berlomba-lomba merebut perhatiannya, mencoba bercakap-cakap dengannya, sekedar basa-basi modus, menyalakan rokok untuknya juga.

Lucy, penampilannya tidak seheboh tamu undangan lain. Hanya anting berlian pemberian sang ibu, setelan gown-outer pesta malam warna hitam lawas, juga sepatu heels lawas yang mengkilap karena memang jarang dia gunakan. Handbag miliknya juga tidak semewah yang mereka perkirakan.
Yang jadi perhatian justru rambut hitam panjangnya itu, daya tarik bagi kaum perempuan.
“Tidak mungkin wanita keluarga kelas atas di Roma, datang ke lingkungan sampah seperti ini.” kata seorang perempuan gemuk saat berbisik ke tamu undangan lainnya, mukanya masam, entah apa salah Lucia.
“Dengar itu, secara tidak langsung dia sendirilah yang menegaskan aku bukan wanita sembarangan.” – Lucia

2 tahun lalu, Lucia muncul ke distrik San Giovanni. Tak jauh dari lingkungan barunya ini, 3 km menuju kawasan wisata agriculture pegunungan Monte Bulgheria. Kebun buah-buahan, dan ladang anggur, jadi sumber penghasilan.
Lahan perkebunan besar tadi, adalah warisan orang tuanya, kala menjabat sebagai petinggi Italian Socialist Party. Cukup. Tidak lebih dan kekurangan untuk hidup di distrik ini.
5 tahun lalu, juga bertepatan— kabar meninggal ayahnya, dan Miguel yang mendapat hukuman tahanan 25 tahun penjara (tanpa pengadilan) atas kasus terorisme, membuatnya dikucilkan oleh keluarga besar mereka di Roma.

“Pukulan telak, adalah kenangan pada sosok Gio. Rindu adalah hal paling sakit yang harus dirasakan oleh setiap makhluk, terlebih seorang wanita sepertiku. Tantangan bagi kehidupan, di masa menjanda ini—” - Lucia

Anugerah sejati wanita italia adalah kecantikan natural tanpa riasan tebal sekalipun kadang menyilaukan bagi sebagian orang yang iri berhati busuk.

Tidak sedikit kaum perempuan & ibu nyinyir, pemuda bujang, sampai para lelaki tua hidung belang coba merayu, mengusik keteguhannya.
“Lucia, si janda dari bologna atau Roma ? Dasar tukang sihir, masih saja keliatan seperti gadis umur 20-an, awet muda, segar, juga sejuk aura-nya. Suatu malam aku melewati rumahnya, rasa penasaranku meuntun untuk coba menguntitnya. Sekedar memastikan apa yang dilakukan janda dimalam-malam biasanya… Dan yah ! Bu Lucia adalah pemilik bokong terindah di Campania !” kelakar seorang penduduk setempat, Paulo (38) kepada rekannya sesama petani buah yang juga tetangga di daerah tempat tinggal Lucia.
Paling mengerikan, ada sebagian dari mereka menganggap lahan yang Lucia miliki adalah hasil jerih payahnya sebagai— ‘lahan korup partai fasis Bologna’ kata seorang wanita peyot yang hanya pernah berpapasan sekali saja dengannya, tak lebih.

Apalagi cap ‘Si gundik dari pelabuhan’ kata seorang wali murid teman anaknya di ‘San Geovanni Scuola Media(sekolah dasar). Segala tuduhan miring tak berdasar tadi sudah sering ia dengar dari sesama rekan pemilik ataupun petani di lahan perkebunan.
Pun begitu, Lucia tidak mau repot-repot untuk memikirkan omong kosong tadi.
Toh, memang semenjak 2 tahun lalu datang ke selatan italia, bukan rahasia umum, kalau perempuan pendatang yang menetap ke Salerno, biasanya hanya ‘gundik’, ‘pelacur mahal’ peliharaan konglomerat dan pejabat kaya pemilik deretan kondominium dan yacht mewah di pesisir pantai.
( 1 )



(Palatine Hills, kota Roma)
24 April 1992 | Pukul (UTC+1) 08.30 pagi

[ Flashback ]

Mundur sejenak di pertengahan tahun 1992.

Saat riuh bahagia dari seluruh keluarga kedua mempelai bersama para tamu undangan mengiringi lantunan lagu romantis Il cielo in una stanza karya musisi Gino Paoli, ditambah wewangian bunga serba putih menghiasi altar pengantin di antara reruntuhan bangunan kuno, salah satu dari 7 taman paling tua di Roma. Letaknya, tidak sampai 100 meter dari colloseum.​

‘Quando sei qui con me
Questa stanza non ha più pareti
Ma alberi
Alberi infiniti
Quando tu sei vicino a me
Questo soffitto viola
No, non esiste più

Io vedo il cielo sopra noi

Kedua mempelai kompak mengenakan jas dan gaun katholik-roma warna hitam sederhana.

Semua orang ini dan banyak yang lainnya, menerima undangan mewah namun terbatas. Pernikahan Luciana Viagnelli, yang diselenggarakan beberapa menit lagi.
Ayah pengantin wanita, Marco Viagnelli, merasa tidak harus menyembunyikan pernikahan sang putri karena ini adalah ‘momen-paling menguntungkan’ juga bagi karir politiknya.
Resepsi dan pestanya berlangsung sepanjang hari. Sang mempelai pria, tidak lain adalah Gianluca Parrazini (29), Gio panggilan akrabnya merupakan anak seorang politikus partai juga adik dari sahabat Miguel sendiri di tempat kerja mereka. Ayahnya Gio adalah seorang politikus kawakan, juga baru menjabat sebagai petinggi Partai Forza Italia, tebak siapa pendirinya ?

Yap...
Silvio Berlusconi (58)
Tokoh terkenal sekaligus pemilik klub sepakbola pemegang banyak Scudetto, AC Milan. Silvio juga digadang-gadang sebagai calon unggulan pada pemilu 1994 yang akan datang, hadir menjadi tamu kehormatan di sana.
“Pesta pernikahan politik, cara yang tepat memperlihatkan kegembiraan juga hegemoni.” - Mario Puzo
( 🇮🇹 )
“Senti, a quegli ospiti ! (Lihat, tamu-tamu itu !) mereka tidak akan peduli kepada kita sama sekali. Orang tua kita sama-sama sudah sinting !” kutuk Gio kepada Lucia walau cuma berbisik saat mereka duduk di altar mengamati setiap tamu yang datang.
Dari tadi mereka semua cuma sibuk pamer arloji atau sekedar mencuri berbotol-botol campagne mahal dari pesta mereka.
“Kau sudah mengatakan itu lebih dari 3x sebelumnya.” jawab Lucia tidak lebih baik dari sebuah senyuman-nyengir
“Certo ! (Ya Tentu saja !) Ini acara kita, mereka bakalan pergi 5 menit lagi kalo tidak ada Silvio tua itu !” kata Gio.

Dia mengarahkan topik obrolan mereka kepada sosok fenomenal, pemimpin italia di masa depan.
“Lo vedi spesso ? (Kau sering bertemu dengannya ?) bukankah pamornya sedang menanjak ?”
“Non proprio (Tidak juga), ayahku sih yang lebih sering ketemu. Oh ya... Ngomong-ngomong setelah semua ini selesai, ketempat mana yang kau inginkan untuk memproduksi— Anak ?” pertanyaan Gio tiba-tiba bikin Lucia menunduk kikuk, tersipu malu.
“Dipende, da te...
(Itu, terserah kamu...)”

Lucia walaupun jijik, tetap sulit menyembunyikan pipinya yang memerah malu.
“Nyonya Parazzini, tinggal beberapa jam lagi dan kau akan mengetahui bagaimana rasanya.” jawab Gio menimpali dengan candaan yang makin mesum.
“Gio ! Euh !” langsung memukul pelan pundak Gio yang tambah bikin ilfeel.
Lelaki ini memang mesum sejak lahir—setidaknya itu penuturan saudara lelaki Gio kepada Miguel dan Lucia saat mereka berkenalan. Gianluca, juga seorang alumni di kampus yang sama dengan Miguel.
Karir Gio tidak kalah mentereng kala itu. Juga pendekatannya kepada Lucia yang sangat unik, cukup meyakinkan keluarga Marco Viagnelli untuk memberinya restu menikahi sang putri kesayangan.
Hanya berselang 7 bulan dari pertemuan awal mereka, hari itu Gio resmi menikahi perempuan paling menawan yang pernah ia kenal.

Lha, ini baru lakinya. Mas Gio
1992's, Luciana Viagnelli (kiri) & Gianluca Parazzini (kanan)


( 2 )



(Rumah Lucia, kota Salerno)

22 Maret 1999 | Pukul (UTC+1) 07.30 pagi

Pagi itu seperti biasa. Saat siaran TV channel Mediaset menayangkan laporan berita keberangkatan pasukan NATO ke kota Belgrade - Serbia. Berita ini memang sudah berhembus semenjak 2 minggu sebelumnya. Yang bahkan bikin Lucia malas untuk menyalakan TV.

(Canale 5+ headline-news)

Mengganti ke siaran TV nasional, CANALE 5+. Lucia sempatkan juga menata bekal sarapan untuk sang putra. Sejam kemudian, baru siap-siap berangkat ke ladang.​

Keterangan alih bahasa :
🇮🇹 : Percakapan Native bahasa Italia
🇬🇧 : Percakapan Native bahasa Inggris

( 🇮🇹 )
“Mamma, wali kelas hari ini mengundangmu.”

Renato, muncul dari kamarnya setelah semalam tak ada pesan apapun yang disampaikan ke Lucia. Seperti biasa, alis tebal Lucia menekuk kesal karena ulah anaknya ini.
“Oggi ?! (Hari ini ?!) kenapa baru sekarang kau memberitahuku ?”
Renato Parazzini (8), Hahaha momen-momen menjengkelkan seperti ini sudah sering Lucia alami. Bocah polos ini memang punya kesamaan seperti ayahnya, Gianluca juga Miguel (kakak Lucia), pelupa dan selalu menggampangkan masalah.

“Ehehe scusa (maaf), lupa karena ngerjain banyak PR, Hehehe...” Renato beralasan. Meringis takut seperti yang sudah-sudah.
“Ok, bisa mama liat PR mu itu tadi ?” jawab Lucia, menanggapinya dingin.

Ini adalah alasan Renato yang ke 1000x soal drama pemanggilan orang tua.
Reaksi ibunda yang biasa aja, adalah amarah besar bagi Renato. Si bocah cekatan masukin bekel roti Cornetto dia ke tas. langsung lari ngibrit berangkat sekolah sebelum ibunya sempat ngomel.
‘Tinn ! Tinn !’
(Klakson tua mobil Van antarjemput)
Di depan halaman, Renato sudah ditunggu van antarjemput sekolah.
Renato pamit, mencium kening ibunya. Mengingatkannya sekali lagi.

“Mama jangan lupa, setelah jam makan siang !”
“Fai prima colazione (Makan dulu sarapanmu), Renato !” Lucia berteriak kesal.

Lucia sempat menyusul Renato untuk membawakan payung kecilnya. Hari itu memang lebih gelap dari biasanya.
Dari dalam, sang sopir antarjemput, Alfonzo Bonasera (48), Lucia menyebutnya ‘Si gombal tua, Mikesi tukang antar murid yang konsisten mengenakan miki-hat (semacam peci kecil), konsisten nge-gombal tiap pagi, konsisten juga dengan basa-basi disertai candaan orang tua berumur.
Kadang itu bisa menghibur tapi tak terkadang, perangainya yang sedikit mesum juga menguji kesabaran dan keimanan hati Lucia dan beberapa ibu-ibu murid lainnya.

Untung sebelum ini, lucia sempat merapatkan kimono tidurnya yang terlalu tipis, sebelum keluar ke teras.

( 🇮🇹 )
“Buon giorno signorina, Come stai ? (Selamat pagi Nona, apa kabar ?)”
“Molto bene, grazie~ (Baik, terima kasih banyak~)” balas Lucia sambil melambaikan tangan dari teras.
Sekedar basa-basi. Jujur Lucia tidak pernah merasa nyaman setiap bertemu dengannya. Lebih kepada risih saja dengan gerak-gerik mesum si supir antar jemput sekolah ini yang terkenal mata keranjang.
“Kenapa hari ini renato tidak diantar ?” tanya Alfonzo balik, coba menahan obrolan lebih lama.
Paling betah memang, modus pagi-pagi ke ibu-ibu cantik seperti ini. Wajah bosan para murid penumpang tentu tidak bisa dibohongi. Trik murahan yang jadi tontonan mereka tiap hari.
Aku ada urusan penting sampai jam 13.00 siang, tolong ya !”
Renato memang biasa diantar ke sekolah oleh Lucia. Namun, akhir-akhir ini adalah pengecualian. Renato lebih suka pakai fasilitas antarjemput. Trio sahabat karibnya juga penumpang di sana.
Tidak-tidak, bukan itu saja alasannya.

“Yang membuat ku meminta Alfonzo menjemput Renato sebetulnya memang karena jengah dengan gosip dan omongan pedas beberapa ibu-ibu wali murid di sekolah Renato. Yah, sekedar membersihkan isi otak dan telingaku dari sikap tak bersahabat seperti mereka.” - Lucia

“Kalau begitu, bisakah aku mampir sebentar setelah mengantar renato pulang ?” pinta si sopir antarjemput, genit, tak tau diri, padahal sudah beristri...

Huh !
“Hahahamaaf, mungkin lain kali !”

‘Ngikkkk—’

Lucia tidak sempat memikirkannya. Melipir masuk, kemudian menutup pintunya rapat-rapat.


Di perjalanan menuju ladang anggur milik Lucia.

‘Grrrrrnggg...
Tin! Tinnnn!

(Suara klakson mobil melaju)

Sebuah Fiat Punto hitam tahun 1997 melaju tak begitu kencang di antara jalan setapak bebatuan menanjak, akses utama distrik San Giovanni.
Meskipun berada di kawasan distrik regional seperti ini, sudah hampir 70% warga setempat menggunakan moda transportasi mobil untuk berkegiatan sehari-hari.

‘Tin ! Tinnnn !’
(Suara klakson tua vespa melaju dari sisi kanan)

( 🇮🇹 )

“Ciao lucia ! (Halooo, Lucia !)”

Seorang wanita ‘warlok’ (warga lokal) yang 4 tahun lebih tua dari Lucia, pengoleksi topi borsalino juga pemilik kebun bunga-bunga mahal di Campania, melaju sejajar mengendarai vespa jadul.
Carolina Lenzini (34), perempuan asli Salerno. Lucia musti memelankan laju mobilnya, sekedar menyapa balik satu-satunya ‘tetangga paling ramah’ ini.

Lucia agak berteriak karena suara mesin mobil. Selamat pagi Caroline, nggak biasanya pergi pagi-pagi, ada masalah ?”
“Cuma mengantar biji kopi aja kok nih...” balasnya menunjukkan sekarung hasil perkebunan kopinya.
Mau kubantu angkut sebagian ?”
“Hahaha nggak usah. Nanti setelah pulang, boleh aku mampir ke rumah ?” balas Carolina begitu tiba di persimpangan jalan.
“Maaf, hari ini aku harus bertemu pembeli anggur dari Tennessee, juga mengurus Renato di sekolah. Kalau besok saja ?”
“Sì, certo, in qualsiasi momento. (Ya nggak papa dong, kapan pun) Kita nggak pernah ngobrol lagi terakhir kali malah mabuk di bar Hahaha...”

‘Grrrrrnggg !
Tin ! Tinnnn !’

Mereka berdua berpisah diujung persimpangan. Sementara Lucia menuju ladang, sebelumnya harus melewati kawasan kota Salerno dulu.
Sekedar melihat-lihat hasil panen 3 hari yang lalu. Hari ini, dia sudah berjanji bertemu dengan seseorang Amerika. Katanya sih, akan membeli seluruh panen anggurnya untuk dikirim ke resort yang rencananya akan dibukanya sebulan lagi.
Ini juga gambaran biasa bagi para petani anggur di Salerno. Berladang, memantau hasil panen, bertemu dengan para pembeli kaya nan sombong dari Amerika atau para pembeli dari kawasan Eropa barat lainnya.

Walau melelahkan, semua kegiatan ini terasa menyenangkan.

Terlebih bagi Lucia sendiri, kesibukan mandiri berladang anggur seperti ini jauh lebih membanggakan. Daripada hidup di ibukota bersama keluarga besarnya, bergaya bak sosialita penuh kemewahan padahal banyak piutang.

Banyak pengalaman diperoleh Lucia, mulai dari tawar menawar langsung dengan ‘berbagai-rupa’ pengusaha, memprediksi harga naik-turun hasil panen, memilah-milah lahan, penyampaian bibit, apapun itu semua Lucia pelajari.

Kini sudah 2 tahun berlalu, perlahan-lahan bisnis perkebunan ladang anggur Lucia mulai dilirik para investor. Bukan cuma kualitas anggurnya, ada juga strategi market dan sistem perjanjian kelola tanah yang Lucia kembangkan, sangat menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan itu.

Banyak mitra petani yang kecipratan untung. Mereka benar-benar takjub dengan cara Lucia menaikkan ‘branding’ anggur perkebunan Salerno sampai sejauh ini.

Beberapa produk makanan dan obat-obatan dari bahan baku anggur mulai masuk ke pasar dalam negeri. Dari produksi rumahan sampai industri.

Ini membuat Lucia makin dipuja-puja mitra usahanya, terlebih dari kalangan pemula bisnis. Fakta bahwa Lucia mau ikut terjun langsung ke lapangan, belajar dari para petani setempat, memang patut dicontoh. Memulai semuanya dari bawah. Mengenal dan memastikan kepada calon konsumen, bahwa kualitas panen yang ia berikan haruslah yang terbaik.

Semua kembali lagi, berkat kerja keras dan keuletan seorang Lucia.

Siapa sangka seorang wanita pendatang, sarjana hukum, yang selalu disudutkan dengan berbagai macam tuduhan miring ini pada akhirnya malah memberikan banyak terobosan bisnis baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas ?

Terkesan Utopis, tapi ini nih beneran Epic comeback, manifestasi nyata dari ‘membalas caci maki dengan prestasi’.

( 3 )


(Perkebunan Anggur Lucia, kota Salerno)
22 Maret 1999 | Pukul (UTC+1) 10.15 pagi

Lucia duduk berhadapan bersama seorang lelaki Amerika, bahkan dalam posisi duduknya yang agak membungkuk, si Amerika masih saja lebih tinggi darinya.
Untuk ukuran pelancong yang datang ke Salerno, penampilannya justru terlalu formal, menggunakan setelan jas dengan celana kain senada, warna cream.
Mereka berada di resort kebun anggur fermentasi milik salah satu rekan Lucia, tidak jauh dari lahan perkebunan, saat melihat-lihat hasil panen milik Lucia tadi.

( 🇮🇹 )

“Cosa intendi ? (Maksudmu ?) Apa ini masih dalam rangka, untuk mendapat harga anggur lebih murah dariku ?”
Lucia bercanda, mengingat berdasarkan info dari para pekerja di ladang, lelaki ini adalah salah satu konglomerat (billioner) dari kota Tennessee, Amerika Serikat.
“Huh ? Nggak ! Hahaaha... Aku tetap akan membeli anggur mu dengan harga tinggi. Lagipula, ditempat mana lagi aku bisa menemukan yang sebagus ini,” laki-laki itu tertawa dengan candaan Lucia. “Dan bahkan anggur-anggur keluarga Mastroberardino, tidak sebagus dari hasil di ladang-ladang ini !” tambahnya.
Memberi pujian terbaik kepada hasil panen petani-petani setempat.
Lelaki itu suaranya terdengar berat. Tapi aksen italia yang cenderung dipaksakan malah terdengar lancar bagi orang awam.
Mengenalkan diri sebagai Alejandro ‘Barry’ Gaspore (45). Gaya pakaiannya terkesan parlente, tapi namanya terlalu ‘Amerika Latin’ untuk ukuran orang dari Tennessee.

Sebelumnya, mereka sempat mengobrol panjang lebar perihal negosiasi harga panen anggur, rataan gaji para pekerjanya, perawatan bibit, hingga potensi bisnis jual beli wine, sampanye dan produk-produk anggur lainnya di wilayah ini.

Namun, fokus obrolan ‘Barry’ jadi berbelok saat tiba-tiba menunjukkan barang yang sudah janji ia berikan kepada Lucia sebelum bertemu, Oleh-oleh berupa American Whisky mahal, barang pernak-pernik dari Santorini juga beberapa map yang berisi.

‘Degh !’

Kaget bukat main...
Setelah dikeluarkan, ternyata isinya semacam cetakan gambar & rekaman video adanya aktifitas mencurigakan di rumah Luciana. Ada juga sebuah kaset di dalamnya. Lucia tentu masih belum yakin kalau itu benar-benar foto view rumahnya.
“Wow ! Memang siapa pria ini? apa kepentingannya mengurus hal privasi semacam ini ? Mungkin Orang kaya ini sedang dalam mode ‘bercanda’ ?” - Lucia
Terlebih, bagaimana cara Barry bisa tahu alamat rumah dan letaknya, apalagi sampai direkam seperti ini. Malah terkesan menakut-nakuti dengan bukti intaian rekaman dan foto yang tentu belum Lucia percayai benar.
“Mi dica (Katakan), berapa kali anda mengintai rumahku ? Tn. Barry ?”
“Hahaha, come on... apa-apaan kau ini ? Ini pertama kalinya aku datang ke Salerno. Itu kamera jalan yang biasa ada di permukiman Amerika. Aku kebetulan memiliki sisa property mangkrak di sekitar daerah itu juga, hanya 100 kaki dari rumahmu, tentu jika anda sering menyapa tetangga. Saya bertanya kepada orang sekitar, dari sana juga saya dapatkan informasi kalau Nn. Lucia ini ternyata menjual anggur, apa aku salah ?”
Jelasnya panjang lebar, tetap Lucia ogah percaya begitu saja. Oh demi tuhan ! Bukan masalah punya properti atau tidak...

Namun, apa motif Barry sampai mengurusi keamanan dan kenyamanan lingkungan. Kalaupun ada orang jahat, maling misalnya, pasti ada saja barang yang hilang dari dalam.

Tapi sumpah, sampai saat di cek kerumah, tidak ada barang yang raib dicuri dari rumah Lucia.
Pebisnis Amerika — membeli hasil panennya — lalu letak property miliknya yang berdekatan dengan rumah Lucia — bukti intaian CCTV view rumah. Kebetulan macam apa ini ?!

P.s Ya gimana nggak was-was, ygy. Sekalinya ketemuan langsung ngasih rekaman video CCTV yang kebetulan emang pas aja viewnya ke rumah Lucia.
“Fai anche tu parte della * famiglia' ?
(Apa anda juga bagian dari ‘keluarga’ ?)”
* Famiglia / Keluarga’, adalah istilah umum merujuk pada sekelompok organisasi mafia di italia yang kian menjamur, searah dengan iklim politik mereka. Setiap daerah memiliki pengaruh ‘keluarga’ ini. Keberadaan mereka juga didukung dengan para politikus dan aparat penegak hukum karena saling menguntungkan. Bisnis, melanggengkan jabatan, sampai biaya murah untuk ‘pekerjaan kotor’: pembunuhan, jual beli narkoba-heroin, mengumpulkan suara pemilu, sampai praktik yang paling lazim dijumpai, persekusi lawan politik & bisnis.
“Hahaha, maksudmu kelompok Mafia seperti di film-film itu ? tentu tidak~” jawab Barry remeh, sembari terkekeh. Lanjut meminum wine di depan meja, matanya menerawang. “Tapi bukankah bahasa italia-ku terdengar lancar ? aneh bukan ?”
Sorot matanya, walau tipis namun menyimpan perhatian serius juga keyakinan.

“Aku tahu. Jelas. Barry ini bukan orang sembarangan. Kalian akan mengenali karismanya, dari mata tajamnya saat berbicara denganmu...” - Lucia

“Maaf jika aku jadi mengingatkan soal masa lalumu, apa kau yakin kemalangan suami dan saudara mu hanya kebetulan ? atau ada campur tangan—”
‘BRAAK !’

Lucia langsung menggebrak meja, memotong kata-kata terakhir Barry.

“Hentikan semua omong kosong ini Tn. Barry… atau mimpi buruk akan mengikutimu sampai ke Tennessee !bentak Lucia, merasa sudah dibuka aibnya.

Lancang sekali orang ini.

“Dasar, orang Republican ! Seenaknya aja ngungkit-ngungkit rumah tangga orang lain!” - Lucia
“Hey... what happen?”
Beberapa turis resort melinguk dengan keributan 2 orang di belakang meja mereka. Barry keliatan biasa saja dengan ancaman Luciana.

Tiba-tiba…

‘Tingtung…
Tingtung...’

(Ponsel berdering, panggilan masuk)

Ponsel Motorola-A618 milik Barry berbunyi, nada deringnya sampai jadi bahan guyonan kedua orang lelaki di belakang meja mereka. Barry langsung menekan tombol terima panggilan.

Ada suara Seorang wanita diujung panggilan. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris.
“Yeah… Yes-yes… it's Barry…. Wait, What ?! Is it right ? Right now ? OK, I’ll be there in 30 minutes.” jawab Barry, terlihat kesal saat diminta buru-buru.

Barry langsung bangkit berdiri merapikan jas warna creamnya, sembari mengeluarkan cek kosong kepada Lucia. Data rekaman kamera intai, beserta sebuah kartu ID perusahaannya. Warnanya hitam, seperti bukan ID-card perusahaan biasanya.
Anehnya, tidak ada identias nama terang ataupun alamat perusahaan Barry. Hanya id card, dengan sign pola barcode merah.
“Aku sekali lagi memohon maaf Bu Lucia, harus memutus perbincangan kita hari ini. Silahkan tulis nominal yang anda kehendaki, dan tolong jaga diri anda. Aku juga meninggalkan kartu nama ini, jika sewaktu-waktu kau butuh bantuan. Maaf soal barusan yang menyinggungmu, terima kasih sudah mengajakku melihat-lihat anggurnya, Addio !”
Katanya tergesa-gesa meninggalkan Lucia. Jujur, kalau saja laki-laki itu masih melanjutkan obrolan aneh ini, Lucia akan melayangkan tamparan sekeras-kerasnya andai sedetik saja dia masih berdiri di sana.
Aku tidak membutuhkan uang, juga omong kosongmu !” umpat lirih Lucia kepada Barry, tak sempat didengar si Amerika sombong itu.



( 4 )



(SD Gianpolo Razzi, kota Salerno)
22 Maret 1999 | Pukul (UTC+1) 13.00 siang

Lucia masih terbayang dengan omongan Barry barusan.
Walapun belum bisa menerima semua kebenaran dan klaim sepihak saja. Ayahnya, Miguel, dan Gio. Adalah teka-teki yang mulai muncul dibenaknya.

Ayah dan ibu Lucia dulu adalah seorang ‘aristokrat’, sampai menurun kepada saudaranya, Miguel.

Namun, di masa lalu bahkan anak perempuan sepertinya tidak akan pernah diperlihatkan bagaimana cara orang dewasa, terkhusus laki-laki seperti mereka bekerja di luar.

Yang Lucia tahu, sang ayah merupakan seorang politikus yang disegani tiap petinggi partai di eranya.

Dan Miguel, adalah ayahnya dalam versi yang lebih segar, selalu patuh dan pandai bermitra dengan siapapun. Bahkan semasa kuliah dulu, Miguel lebih hafal dan mengenal teman-teman angkatan Lucia dari pada dirinya sendiri.​

Sementara Gio apalagi, dia ditangkap sebelum kejadian yang na-as menimpa Ayahnya dan Miguel saat itu.
Ini adalah teka-teki besar yang mulai berkembang dalam pikirannya sekarang.
“God, bagaimana bisa aku baru menyadarinya sekarang ?! Gio dan Miguel. Bagaimana bisa bersamaan ? Karier politik mereka mentereng ketika bertugas membantu Walikota Bologna, berakhir tragis di balik jeruji besi. Bahkan sampai saat ini, undang-undang yang ada masih belum jelas asal-usulnya. Keluarga kami, belum bisa menjenguknya ke dalam sel. Dan Gio, masih belum tersiar kabarnya dari keluarga besan kami.” - Lucia
Apa sejahat itukah kasus mereka ? pun belum pernah Lucia dengar persidangan atas kasus yang menjerat Miguel.
Ah sudahlah, kesampingkan masalah keluarganya yang rumit, kini ia harus fokus berbicara 4 mata dengan Professor Guitano Lombardi (58) di ruangan staff pengajar.
Perawakannya gempal, tidak setinggi Lucia sendiri. Rambutnya acak-acakan, kaku seperti sikat, dengan bagian depan sudah cleansheat alias botak. ‘Kumis Hitler’nya juga banyak jadi pusat perhatian.

(RIP) Gilberto Idonea from 'Malena' (2000)

“Renato pernah bercerita kalau rambut anehnya itu kerap jadi guyonan bagi semua murid bahkan staff pengajar di sekolah. Selain penampilannya yang lucu beliau ini banyak ditakuti murid karena terkenal galak saat mengajar kelas berhitung…” - Lucia

Jabatannya adalah *Principale kepala staff pengajar yang mengurus perihal masalah pembinaan, prestasi, sampai kurikulum sekolah.
* Principale jika di Indonesia setingkat Kepala Subag Perencanaan & Evaluasi di dinas pendidikan kota.
( 🇮🇹 )
“Apa Renato juga punya teman belajar di rumah ?” tanya Guitano.

“Ya, terkadang. Luigi, Benni, dan si gemuk Manuel datang ke rumah sepanjang akhir pekan. Ada apa ?”

“Apa mereka mempelajari sesuatu, bersama-sama atau hanya yang terlihat oleh Bu Lucia saja mereka berkunjung ke rumah ?”

“Ah itu, saya belum bisa pastikan. Mohon maaf sebelumnya, saya harus merepotkan Pak Guitano sekali lagi.”
“Kami harap ini kali terakhir Renato terpeleset nilai pelajarannya, dan saya juga berharap Bu Lucia ini mau membantunya untuk terus berkembang. Ingat, beasiswa menuju sekolah pilihan Renato adalah salah satu yang paling sulit. Ibu juga jangan menyepelekan.”

“Saya, benar-benar menyesal Sig. Mulai saat ini saya akan pastikan Renato tidak meleset lagi. Itu tugas saya.” adalah kesekian kalinya Lucia berjanji.
* Signore (Tuan / Pak), Sig. (Tn.)
* Signora (Nyonya / Nona), Sig.ra (Ny. / Nn)
“Yah saya harap begitu,” jawab Pak Guitano cetak. “Oh iya, apa anda sering bepergian selama ini ?”

“Hanya untuk urusan ke perkebunan, mungkin lebih sering. Selain itu jarang sekali. Ada apa Pak Guitano ?”

“Oh baiklah, saya mau mampir kerumah jika diperbolehkan. Saya, tidak mau serta merta lepas tangan dengan usaha belajarnya Renato.”
“Oh, ya. Tentu, silahkan Pak Guitano. Terima kasih banyak karena anda selama ini, selalu memberikan perhatian lebih kepada Renato—” jawab Lucia dengan senang hati.
Pak Guitano menyambar, menyambut tangan Lucia. “—Kalian berdua, bukan hanya Renato. Hehehe...”

Sebuah senyum syarat makna, tersungging dari sana. Sialan, gigi kuningnya sempat terlihat dari celah mulut keringnya…

‘Degh !’

Momen itu jadi hal paling awkward yang pernah ia temui selama berbicara dengan Pak Guitano.

Lucia coba menyadarkan kedudukan mereka saat itu. Seperti ada yang berbeda dengan perangai Pak Tua ini.

Biasanya sepanjang hari beliau sangat irit bicara apalagi kalau perihal pemanggilan orang tua untuk masalah akademik murid seperti ini.
Bagi Guitano sendiri, membosankan sekali rasanya, sekedar untuk mendengar basa-basi, keluh kesah wali murid yang kadang mereka buat-buat sendiri, meminta belas kasih, huh! padahal ini juga peran mereka untuk mendidik anaknya di rumah.
* Oh iya, untuk urusan ini lebih mirip ke ‘konseling’ istilahnya kalau di sekolah-sekolah indonesia. Jadi semua wali murid pasti pernah diundang. Murid yang nilainya menonjol atau yang biasa-biasa aja, semua sama. Terlebih murid-murid dengan latar belakang buruk seperti perceraian, korban kekerasan, pengidap gangguan mental, dll. Orang tua wali juga diharuskan mengikuti konseling rutin setiap semester seperti ini, sudah lazim dilakukan sebagian negara-negara maju.

Ada juga wali murid lain yang diundang menemui Pak Guitano, bedanya begitu keluar ruangan mereka terlihat kesal dan marah-marah. Itu berbeda 180 derajat dengan apa yang terjadi pada Lucia saat ini.
Pak Guitano, selalu lembut dan auranya yang bahagia saat berbicara dengan Lucia.
Kembali lagi soal Renato. Jujur Lucia tidak pernah ambil pusing dengan prestasi apalagi nilai akademiknya. Apapun pencapaian Renato, sekecil apapun itu, Lucia akan selalu bangga dan selalu appreciate. Seperti yang ayahnya lakukan dulu saat Lucia mendapat nilai jeblok.
Lucia refleks melepas genggaman Pak Guitano. “Maaf, terima kasih sebelumnya, Renato menunggu saya di luar untuk makan siangnya nanti !”
“Oh tentu, silahkan. Ijinkan lain kali saya main kerumah menemui Renato.”
“Yah! kami tunggu Pak Guitano, Grazie, ci vediamo~” balas Lucia seraya berpamitan, bangkit berdiri, dan langsung keluar ruangan.
Dari belakang Pak Guitano masih sempat mengawasinya, mengekor di antara bongkahan bokong montok Lucia, yang bergerak naik-turun. Birahinya yang ditahan-tahan akhirnya lepas menguasai alam bawah sadarnya.
“Hmm... E-eh ?!”
Bokong Lucia tiba-tiba nongol, tanpa sehelai kain pun, bergerak, bergantian naik turun dibalik dress putih ketat Lucia.
Sialan memang. Tidak usah terlalu berbaik sangka kepada si tua ini, Pak Guitano ini memang memiliki perasaan sejak lama kepada Lucia.
Dan semua lelaki yang lebih gagah di Salerno tentu akan menertawakan kegemaran Guitano ini kepada Lucia. Juga bakal beramai-ramai mengutuknya, Oh tua bangka bodoh, tak tau malu.
Apalagi kalo sampai terdengar ditelinga istrinya. Wah, bakalan dimutilasi ini tua mesum.
“Oh Bu Lucia sayangku~ akan kulakukan apapun untuk bisa mendapatkanmu, aku bersumpah!” meracau sendiri.

Seperti orang tidak waras, begitu ditinggal Lucia.
Walau tua, otak kotornya masih mampu mengingat semua, betapa repot dan menjengkelkan mengajari gadis-gadis perawan untuk pandai bercinta dan akhirnya dia sadar, semua wanita tidak sepandai itu.
Tapi Pak Guitano tau, memang begitulah perbedaan menghadapi omongan sang istri peyot dengan Lucia atau wali murid lain.

“Seseorang harus mendekati janda ini dengan benar, lalu apa yang lebih dahsyat daripada membuat Nn. Lucia jatuh kepelukan ku ? Menikmati permainan cinta pertama kami ? Ah, membyangkan alangkah nikmatnya menembus benteng pertahanan miliknya... Alangkah senangnya merasakan kaki-kaki jenjangnya di-belitkan kepadaku. Paha nya, yang terlihat luas bentuknya, begitu pula bokongnya tadi. Wajahnya juga unik awet muda, seakan kerutan penuaan alergi kepada Lucia…” – Pak Guitano
‘Drkkkk !’

Derit kursi kerjanya saat Pak Guitano merebah bersender ke kursi.

Kepalanya bersandar ke sandaran kursi kayu bapuk. Sejajar, menghadap sofa usang warna abu-abu di seberang meja. Sudah 6 tahun disitu, menjadi saksi bisu tiap hubungan dan skandal gelapnya.

Bercinta orgy bersama beberapa ibu-ibu muda cantik para wali murid. Dengan dalih menebus nilai akademik anaknya atau sekedar meloloskan beasiswa ke sekolah bidikan mereka.

Pak Guitano mengkhayal, Lucia seolah-olah tengah terlentang miring menghadap kepadanya, mencucuk hidungnya yang berkumis ‘hitler’.

“Tn. Guitano… Ayo, kita lakukan bersama-sama~” - Lucia

Bene (Baiklah), kalau itu mau mu bu, kenapa tidak? Ini juga berlaku untukmu. Tunggulah, tunggu aku di pertemuan selanjutnya~” dengung Pak Guitano, berbicara sendiri. Matanya yang menerawang makin silau.

Silau oleh angan-angan semu...

Huh, memang sudah sinting orang tua satu ini! Sampai repot-repot memikirkan kemungkinan yang mustahil terjadi.

( 5 )


(Rumah Lucia, kota Salerno)
23 Maret 1999 | Pukul (UTC+1) 00.30 dini hari

Setelah berdiskusi panjang, berdebat dengan Renato untuk merubah kebiasaannya, terlalu mudah diajak main game konsol sama trio geng di sekolah. Sang anak tetap patuh dan berjanji untuk belajar lebih giat. Penurut memang.

Renato, 8 tahun, bocah ini tidak pernah sekalipun ngeyel, marah, apalagi sampai membentak ibunya jika dinasehati.
Beda cerita ketika para guru atau orang lain yang menasehati, jelas akan ia beri nasehat baik (Lah?)

Juga Lucia kabarkan tentang rencana kedatangan Pak Guitano, yang akan berkunjung kerumah mungkin beberapa hari kedepan.
Renato awalnya keberatan, setelah mendapat ‘nasehat lembut’ dari ibunya akhirnya setuju menerima kedatangan Professor Guitano.
( 🇮🇹 )
Dan bergegas pergi tidur ke kamar. “Buona notte (Selamat malam), mamma~”
Sepeninggal Renato, Lucia memang biasa tidur lewat malam. Itu juga ia gunakan untuk mengkonsumsi buah dan jamu-jamu herbal, sekedar merawat kecantikannya. Kendati diselingi merokok atau meminum champagne, wine, anggur-anggur murahan. Itu sama sekali tidak merusak apapun, di usia 30-an saat ini.
Ia teringat, Lucia penasaran dengan barang pemberian Barry kemarin. Hati nuraninya mulai menyakini, lelaki itu sejatinya memberi clue teka-teki yang harus ia selesaikan di kemudian hari.
“Yah walaupun gelagat dan pembawaannya menyebalkan, bak psikopat...” - Lucia

Sebelum memeriksa lebih lanjut ID card hitam barcode merah tadi, diliat lebih tajam ada kode ‘3O9A-RM’.

Itu belum cukup membuatnya tertarik, segera Lucia setel dulu rekaman dan foto hasil kamera CCTV yang terpasang di villa kosong, yang ternyata memang benar milik seorang pengusaha Amerika, kata Caroline sore tadi.​
"Sialan, jadi si tua kaya psikopat (Barry) ini tidak berbohong ?” - Lucia
‘Klik !’

Lucia tekan play di pemutar kaset merk Phillips DVD player tahun 90-an.

Rekaman itu disimpan tidak lama rentan waktunya dari sekarang, sekitar 2-3 minggu lalu. Awalnya nampak biasa saja, dimenit ke-15’ baru ia dapati, sebuah pergerakan sosok ‘si misterius’ terlihat mengendap-endap di halaman rumahnya.

Titik-titik yang sosok disinggahi, untungnya terlihat dari CCTV.
Belum bisa mengambil kesimpulan laki-laki atau perempuan menurutnya, karena selalu menggunakan topi saat beberapa kali ia terlihat mengendap, mengitari area carport sampai naik ke tangga menuju balkon lantai 2.
Kedua pintu tadi harus dia pastikan selalu terkunci rapat setelah melihat rekaman mengerikan ini.

“Sosok tadi seolah mencari-cari sesuatu, bukan barang untuk dicuri, kalo pun ada kenapa tidak ia lakukan saat aku dan anakku sedang tidak di rumah ?” - Lucia

Dari figurnya, siapa dia ? masih belum jelas. Yang jelas, besar kemungkinan dia adalah sekian dari orang iseng di San Giovanni. Rekaman itu berjumlah 5 video. Seolah menegaskan jika orang ini tidak sekedar iseng.
“Huh ! Dasar orang-orang iri sialan, rendahan ! Sampai coba-coba menakutiku dan anakku !” - Lucia
Mengira pasti ini bagian dari hatters-nya selama ini, komplotan Ibu-ibu setempat yang selalu membully dan berusaha menebar fitnah murahan tentang Lucia selama ini.
“Aku harus menghubungi Barry, untuk meminta maaf dan coba mencari kebenaran soal Miguel dan Gio. Terlebih, Barry sudah memborong dengan harga mahal semua hasil panenku. Setidaknya aku harus mengucapkan terima kasih kepadanya.” - Lucia


Sementara itu, di gudang mesin perkebunan yang tidak jauh dari rumah Lucia, sekitar 10 meter sebelum masuk ke kawasan perkebunan warga. Beberapa orang tengah berkumpul setelah seharian lelah berladang. Sebagian dari mereka adalah pekerja dan petani di perkebunan San Giovanni.

Seseorang dari mereka, tengah berkisah pengalaman kepada teman-temannya. Yang hampir saja gelap mata pada suatu malam.​

( 🇮🇹 )

“Sumpah ! Demi bokong Istriku yang mulai peyot ! Saat itu, Bu Lucia hanya mengenakan lingerie hitam transparan, aku berulang kali berdoa supaya belahannya melorot dan doaku terkabul !”

“Hahaha, terus-terus ?” kekeh salah satu dari mereka.

“Kacang gunung punya Bu Lucia, aku bisa ngeliat jelas. Sepertinya, kebiasaan 'Si Janda' memang tidur lewat tengah malam. Sesaat sebelum tidur, kulihat ia menyapa dulu bingkai foto suaminya yang malang. Sebelum akhirnya naik ke kamarnya dilantai dua. Sialan, dada juga bokongnya malah menonjol lewat tabir bayangan !” ungkapnya, menceritakan tiap detail hal semacam itu ditengah obrolan malam kali ini.

“Kalo tidak sedang kepayahan pulang kerja, kuperkosa aja dia saat itu. Toh cuman ada bocah 7 tahun saja saat itu !” imbuh si Paulo Gammarota (38).

“Hey Paulo, lain kali ajak kami juga kalau ada tontonan semacam itu. Siapa tau bu Lucia memang butuh sandaran laki-laki di rumah, Hehehe.” timpal seorang teman.

‘Suittt! Suittt~’ dibalas siulan mesum para pekerja lainnya.

“Manulo... masalahnya, kau juga bukan tipe bu Lucia. Untuk apa memberinya sandaran ?” ledek seorang laki-laki.

“HAHAHAHA”

Sorakan dan tawa cekikikan seluruh rekan mendengar celetukan Paulo.

Paulo hanya terkekeh, sesekali mengepulkan asap rokoknya. Matanya menerawang ke arah rumah sosok perempuan yang baru saja mereka gosipkan, bagian tembok dan balkon lantai dua rumah Lucia masih terlihat dari tempat mereka berkumpul.

Dari celah lubang di dinding balkon itu juga, semua imajinasi akan obsesi berlebihan Paulo terhadap sosok Lucia mulai muncul.

Yang mengerikan dari yang paling mengerikan, niat jahat dan sisi gelap dari perwujudan nafsu manusia. Entah kapan, suatu saat akan dia lakukan jika ada kesempatan.

( 6 )



(Bandara Costa d’Amalfi, kota Salerno)
22 Maret 1999 | Pukul (UTC+1) 11.00 siang

[ Flashback ]

Setelah pertemuan dengan Lucia siang hari tadi. Barry yang entah ada urusan apa, tiba-tiba minta secepatnya diantar ke bandara daerah terdekat.​

‘Ngrrrrngggg!!!’
(Mobil Ferrari melaju di jalanan kota Salerno)

Mobil Ferrari F355 meraung kencang di antara jalanan padat pantai Salerno. Pengemudinya bergegas menuju arah selatan ke Bandara Costa d'Amalfi.
Barry ada di dalam sana, menumpang disetiri pengawalnya yang ikutan panik karena telepon panggilan tadi. Ia memilih bergegas meninggalkan semua urusan bisnisnya di perkebunan anggur.

( Percakapan telepon 🇬🇧 )
“What ?! Fuckoff ! kenapa disaat genting ini, dan kau malah merampokku ?”
Barry masih berbicara seseorang yang sempat mengganggu pertemuannya dengan Lucia, ketika obrolan yang mulai panas, beruntung Barry tertolong kabar yang membuatnya mesti cabut menuju bandara.

Urusan bisnis restoran minuman wine yang sebulan lagi ia buka di Salerno, harus batal karena kabar mendesak ini.

“Hey Barry, bagaimana dengannya ? Apa dia percaya padamu? Aku tebak tidak akan.”
“You Fool ! Jika tidak, aku masih punya satu lagi subject ketiga. Dia bukan masalah besar !”

‘Zzzttt… Zzzttt...’
(Suara panggilan gangguan bising sinyal)
“Huh ! Sialan sudah kuduga kau memang mirip 'Pemabuk' itu. Seharusnya aku yang menggantikanmu, dasar kalian orang tua boomer payah! Oh iya Barry, siapa tahu, ini telpon terakhir Zzzttt...” balas suara perempuan di ujung panggilan telepon.

Peeempuan itu terdengar menggunakan bahasa inggris dengan aksen ‘British’ kental ala-ala hermione.

Karena bisnismu di venice juga berkembang-pesat, aku mau meminta jatah yang kau janjikan tempo hari. Yacht Fincantieri model 30 meter untuk ditempatkan ke karibia... zzzttt... berlibur, juga zzzttt... tentu saja gaji pertamaku dasar sialan, oh iya aku juga mau bar ayahku dikembalikan… zzzttt... Take it or leave it ?”
Barry terlihat sangat kesal sampai harus memakai sunglasses nya, dasar jal*ng tak tau diri, bentaknya. Langkahnya naik ke private-jet Bombardier miliknya semakin cepat ketika suara sambungan telepon mereka perlahan hilang.
“Sialan ! Kau terlalu banyak bicara, dasar sialan ! Kau sudah gila ! Dasar amatiran, tidak ada satupun MI6 yang kukenal sikap bodohnya melebihimu. Memilih ragu soal hidup atau mati, lalu kau masih sempat menuntut ini itu… Oh Tuhan !”

Barry jengkel karena perempuan itu masih saja cerewet, bahkan dikeadaan sebenarnya hampir mati diujung telpon sana.​

‘BRAK ! BRAK ! BRGK !’

Barry sampai menendang-nendang kursi di depan.

Keadaan sempat hening sesaat, hanya suara gangguan sinyal saja yang terdengar.
“Ok, Alright. Okay. Alright, Bit*h ! Akan kuurus semuanya untukmu, Aku terbang ke london sekarang, lakukan saja semuanya sesuai arahan dariku berikut ini: ‘Kontra-spionase’. ‘Kewenangan penuh’. ‘Bank Informasi’. ‘Kunci Media’. Efekif, Bersih, Tanpa celah. Biarkan temanku yang mengurus sisanya. Do you understand, Hey ‘Q’ ?!”

“Zzzttt... Yes sir !”

‘Cklek !'

'Tutt.. Tutt... Tuttt—’

Suara panggilan terputus, Barry disambungkan dengan panggilan berikutnya.
“Zdravo, Saša. Mi treba vašata pomoš! Moite devojki“ se vo nevolja, bil zaroben vo prištinskata kanalizacija so odvratnite staorci. Ne dozvoluvaj ništo da mu se sluči. Ti glupi ! ovoj pat plativ dvapati, Odnesi go da leta nazad vo London. tamu se sretnavme...” suara Barry terdengar makin keras.
Dia sudah beralih panggilan lain, berbicara serius dengan seseorang menggunakan bahasa eropa timur, berbeda dari biasanya ini adalah murka paling serius, yang pernah dilihat para ajudannya.
Tangannya terkepal, giginya gemeretak. Tak pernah Barry sebimbang ini sebelumnya.

“Sialan ! Bahkan Anj*** Latino ini juga lihai berbahasa Slavik !’
Aku mengenang, keterkejutan salah satu rekan seangkatanku. Penerbangan pertama kami dari London ketika mendapat tugas dinas di Berlin Timur, 17 tahun silam.”
- Barry

( 7 )
 
Terakhir diubah:
Terima kasih apresiasinya suhu-suhu. Sekalian minta saran karena belum pandai pake fitur polling.
Karena plot nantinya banyak terjadi di negara orang, apalah perlu pakai dialog bahasa setempat? Misalnya :
A. “Bahasa Italy/Inggris” (bahasa Indonesia) fungsinya untuk menambah kedekatan cerita dengan realitas.
B. “Bahasa Indonesia aja” namun di beberapa bagian untuk julukan, pangkat, kedudukan tetap memakai bahasa asing (setempat)
((Karena yang saya pakai ini masih campuran))

Mohon kritik dan sarannya juga (yang lembut), Arigatou !
 
Next episode (spoiler) : Kita akan terbang dari negeri Catenaccio menuju tanah Kick And Rush, juga cerita perang di kosovo-Serbia ditahun 1999. Dari sudut pandang peran 'orang-orang' (yang tidak disebutkan dalam sejarah). Stay tune~
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd