Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rini, Sang Customer Sexvice

ikut gelar tikar dulu disini berarti klo bersambung
 
Rini, Sang Customer Sexvice :
Awal Cerita Di Akhir Tahun

Jumat pagi sebagaimana biasa, jam tujuh lewat sedikit, Rini sudah di kantor. Memang kebiasaannya untuk datang pagi, sering paling pagi diantara pegawai lain kecuali oleh OB dan security. Seperti pagi ini.
"Pagi, mas." sapa Rini kepada security. Tanpa menunggu jawaban Rini langsung menuju kamar mandi kantor. Waktu berangkat kantor, Rini memang biasanya belum bendandan, hijabnya pun biasanya hanya disampirkan sekedar menutupi rambut panjangnya. Namun tanpa riasanpun Rini tetap terlihat anggun. Polos. Terlihat sangat segar, seperti perempuan baru mandi pagi. Sengaja ia datang pagi agar bisa berdandan, kadang di pantry kadang di kamar mandi. Biasanya ia berdandan di pantry kalau dilakukan sambil sarapan, biasanaya ia akan minta bantuan OB untuk membeli roti dan minuman di mini market sebelah. Namun pagi ini Rini langsung berdandan di kamar mandi.

Kurang lebih 15 menit kemudian Rini sudah keluar dari kamar mandi. Riasannya halus, rapi, tidak terlihat mencolok ataupun norak. Hanya lipstick warna cerah dan maskara yang segera terlihat jika kita memandang Rini. Riasan yang sesuai dengan buku panduan penampilan Frontliner bank ternama. Sangat office look. begitulah kira kira.

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah body Rini yang terbungkus ketat seragam kantor. Dadanya membusung, pinggang ramping dan bokong yang besar, sangat indah. Bokong yang menyembul sempurna. Karena ukuran bokong itu pula sejak dahulu Rini selalu menggunakan G-string agar bayangan celana dalamnya tidak terlihat diseragamnya. Rais, suaminya, pernah mengatakan bokong Rini termasuk kategori "bokong ngajak khilaf". Rini menganggap itu sebagai pujian.

"Gak sarapan, mbak Rin", tegur OB kantor sopan. "Gak mas, mau kurus aku.. gak lihat apa seragam udah gak muat..hehe", sahut Rini sambil tertawa. Refleks tangannya memegang pinggangnya sendiri sambil sedikit membusungkan dadanya. Mas OB ikut tertawa sambil menelan ludah. Tentu saja ia mengagumi keindahan body Rini. "Sudah Pas, mbak. Jangan diet", sahut mas OB. "Pas apanya.. ", pancing Rini. "Pas sus...." Bletakkk, pulpen melayang ke arah OB, diiring suara tertawa keduanya. Begitulah keakraban sesama karyawan kantor Rini.

Pagi itu, setelah doa bersama dan meeting di ruang Pak Karim, kepala cabang, Rini berusaha membuat janji dengan Pak Fahri. Semalaman Rini memikirkan hari ini. Entah mengapa setelah mendengar cerita mbak Santi, ia menjadi sangat penasaran dengan sosok Pak Fahri. Jadi pagi ini Rini sangat bersemangat. Rini mencoba menghubungi Pak Fahri melalui nomer HP yang ia temukan dalam database perusahaan, namun nomer HPnya sudah tidak aktif. Kemudian Rini menelpon nomer telpon kantor Pak Fahri. Dalam empat kali dering telepon telah tersambung. Rania, begitu nama perempuan yang mengankat telepon tadi. Menurut Rania, kalau hari Jumat biasanya Pak Fahri datang ke kantor sekitar jam sebelas, kemudian pergi Jumatan dan kembali lagi ke kantor sekitar setengah dua. Karena Rini belum ada janji, Rania menyarankan Rini datang sebelum Jumatan saja, karena biasanya setelah Jumatan tamu Pak Fahri lebih banyak.

Setelah mengucap terima kasih, Rini menutup telepon dan ijin ke Pak Karim untuk pergi ke kantor Pak Fahri bersama Pak Haryo, sopir kantor. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat sedikit. Pikir Rini tidak apalah datang lebih pagi, siapa tau Pak Fahri cepat datang dan yang lebih penting siapa tau dapat antrian tamu awal.

Lima belas menit kemudian, Rini sudah sampai di kantor Pak Fahri. PT. Garuda Konstruksi. Dari luar hanya nampak seperti rumah biasa, namun ukuran bangunannya lebih besar dibandingkan rumah sekitar, selain itu masih ada taman dan tempat parkir untuk setidaknya empat kendaraan. Meskipun begitu begitu masuk akan terlihat bahwa bangunan itu adalah kantor. Ada ruang tunggu tamu dibagian depan bangunan lengkap dengan satu meja dibawah backdrop dengan tulisan PT Garuda Konstruksi yg terbuat dari perunggu.

Rania, duduk di meja tersebut, ia adalah penerima tamu, namun kemudian Rini tau bahwa Rania merangkap sebagai sekretaris Pak Fahri. Rini sebanarnya agak terkejut. Dari beberapa pengusaha di kota ini yang menjadi nasabahnya, hampir tidak ada yang mempunyai sekretaris pribadi. Rania sendiri masih terlihat sangat muda dan enerjik, berkulit putih bersih dengan rambut dicat pirang sebahu. Bajunya santai saja, meskipun menggunakan batik diatasnya, namun untuk bawahan Rania menggunakan celana jeans plus sneaker merk terkenal. Mungkin karena bukan instansi resmi maka boleh menggunakan baju kerja yang informal. Sangat millennial, begitu kesan Rini terhadap Rania. Rini menaksir usia Rania sekitar 21 atau 22 tahun, mungkin baru lulus akademi sekretaris, batin Rini. Perawakannya kecil saja, mungil boleh dikata, tidak setinggi Rini, mungkin sekitar 160 cm. Berat tidak sampai 50 kg, batin Rini kembali. Dibagian dada, Rini melihat gundukan payudara Rania yang tidak terlalu besar. Proporsional dibanding tinggi badannya. Bokongnya tentu bukan tandingan Rini. Sementara ini kita skip dulu Rania😊

"Selamat pagi, saya Rini, tadi saya sudah menelpon untuk ketemu Bapak", Rini memperkenalkan diri.
"Oiya mbak, saya Rania", balas Rania. "Wah mbak Rini beruntung banget, Pak Fahri barusan datang. Silahkan tunggu dulu, saya kasih tau Bapak ya.. ". Rania kemudian berjalan ke belakang meninggalkan Rini di ruang tunggu. Untung datang awal, begitu batin Rini. Ruang tamu masih sepi. Satu set sofa nampak kosong.Rini satu satunya tamu yang ada. Rini duduk dan mengambil HP, menyalakan kamera HP dan memfungsikannya sebagai kaca. Rini melihat riasan wajahnya. Masih bagus. Tidak ada yang perlu dibetulkan, ia tersenyum. Manis sekali. Rini berfikir tema apa yang akan digunakan untuk memulai pembicaraan. Rini teringat lagi cerita mbak Santi. Rini sedikit grogi namun pada saat yang sama juga penasaran seperti apa Pak Fahri

Sekitar sepuluh menit Rini menunggu sendirian. "Masuk,mbak. Bapak sudah bisa ditemui", suara Rania mengejutkan Rini. Rini segera berdiri, mengikuti Rania dari belakang. Rania membukakan pintu ruang kerja Pak Fahri. Sekilas terlihat Pak Fahrib sedang melihat layar HPnya. "Saya tinggal dahulu", kata Rania sambil tersenyum dan menutup pintu dari luar.

"Pagi Pak Fahri, saya Rini dari Bank ABC", bergegas Rini menghampiri Pak Fahri sambil mengulurkan tangan nya. Pak Fahri berdiri menyambut uluran tangan Rini. "Ya.. Fahri", Pak Fahri menjabat tangan Rini. Erat. Suara Pak Fahri berat, berwibawa. Pak Fahri menatap tajam Rini. Berwibawa. Rini tersenyum, mencoba memberikan senyum terbaik. Bagaimanapun kesan pertama sangat penting. Itu yang dipelajarinya selama 4 tahun menjadi CSR. "Duduk..", balas Pak Fahri sambil tersenyum.

Pak Fahri duduk di kursinya, "Bentar ya, saya balas WA dulu". Sambil menunggu Pak Fahri, Rini duduk sambil melihat ruangan itu. Tampak di dinding berbagai foto Pak Fahri dengan berbagai pejabat dan militer, serta lukisan diri Pak Fahri yang dipasang tepat diatas kursi duduknya. Memang benar kata mbak Santi, Pak Fahri memang ganteng untuk ukuran pria berumur 46 tahun. Gagah. Tinggi besar namun badannya masih terlihat kokoh dan terawat. Lengannya kelihatan sedikit berotot. Sepertinya Pak Fahri masih rajin olahraga. Meskipun dikenal sebagai pembina olahraga tennis, Rini menduga mungkin Pak Fahri masih rajin ke gym. Muka Pak Fahri bersih terawat, terlihat lebih muda dari usianya, terlihat bekas jenggot yang baru tumbuh, seperti baru dicukur beberapa hari lalu.

"Jadi gimana, mbak.. siapa ya..", Pak Fahri memulai pembicaraan. Sepertinya urusan WA sudah selesai. "Rini, Pak", kata Rini sambil memberikan kartu namanya. " Oiya.. Rini ... Bank ABC ya...eh gimana kabarnya Ida". Deg. Rini tidak menyangka mendapat pertanyaan itu. Dipikirnya Pak Fahri sudah melupakan Ida.
"..ee.. baik Pak, sekarang mbak Ida sudah mutasi ke cabang ungaran. saya yang menggantikan Mbak Ida, Pak.", kata Rini berharap mengalihkan pembicaraan.
"hehe.. setelah Ida gak ada lho orang Bank ABC yang datang kemari, baru kamu ini", Pak Fahri melanjutkan. Rini mendengarkan dan melihat Pak Fahri menyebut Ida sambil tersenyum tipis.
"Ida itu CSR yang bagus. Pelayanannya bagus.. sayang suaminya gak bisa membedakan urusan pribadi dan pekerjaan haha." Pak Fahri tertawa, "eh masih dengan suaminya to..", sambung Pak Fahri
"Masih ,Pak", timpa Rini. "Hehehehe...", Pak Fahri tertawa kembali. Rini susah menebak maksudnya.
"Dia dulu juga seperti kamu sekarang. Datang pas mau akhir tahun..", sambung Pak Fahri. Setelah itu sampai hampir sepuluh menit Pak Fahri bercerita tentang mbak Ida. Bagaimana mbak Ida datang pertama kali, mengenai mbak Ida yang selalu datang setiap akhir bulan dan lain lain. Rini hanya mendengarkan dan sesekali mengangguk. Jelas sekali bahwa Pak Fahri "terkesan" dengan pelayanan mbak Ida. Meski tentu saja tidak ada cerita aneh aneh seperti cerita mbak Santi.

"Jadi gimana nih.. malah ngelantur ngomongin Ida,". Akhirnya Pak Fahri kembali menegur Rini. Rini kemudian menjelaskan maksud kunjungannya. Singkat cerita ia ingin Pak Fahri kembali aktif menggunakan rekening yang di bank ABC dan menambah dananya untuk akhir tahun.

"Kayaknya ini memang rejekimu, Rini", kata Pak Fahri. "Tagihanku masih banyak yang belum terbanyar, ntar kl masuk aku pindahin ke rekening cabang mu ya, cuma kalo saya ada perlu nanti bantu aku ya..". "Siap, Pak Fahri", Rini secara refleks tersenyum, manis sekali. Rini merasa Pak Fahri terdiam sesaat waktu Rini tersenyum. Setelah basa basi sebentar, Rini kemudian pamit.

Dalam perjalanan pulang Rini tersenyum lega. Meskipun belum ada kepastian dana masuk namun Rini berfikir ternyata Pak Fahri tidak seperti yang diceritakan mbak Santi. Setelah kembali ke kantor, Rini menghadap Pak Karim melaporkan pertemuan dengan Pak Fahri, "good job, Rin", kata Pak Karim. Rini pun melanjutkan pekerjaan seperti biasa.

**************
Minggu malam, sekitar pukul 19.30, notifikasi WA Rini berbunyi
+Rini, kok kartu ATMku tidak bisa buat bayar hotel
WA dari Pak Fahri. Rini segera membalas
-maaf Pak Fahri, ada dua kemungkinan kartu Bapak yang bermasalah atau mesin EDCnya, namun karena hari minggu, saya tidak bisa mengecek status kartu Bapak
Jawab Rini, masih menggunakan bahasa formal. Khas jawaban complain nasabah. Tak lama kemudian,
+Udah bisa, Rin. Aku pake kartu bank lain
-Mohon maaf ketidaknyamannya Pak. Besok saya pastikan status kartu Bapak
+Ok Rin, maaf ya mengganggu waktu libur
-Gak kok, Pak. Lagi santai
+Ini aku lagi sama orang proyek. Kl lancar minggu depan dana cair
-aminn Pak, jangan lupa masukin rekening Bapak di cabang kami ya..
+Ya..
-terima kasih Bapak 😆

Setelah itu tidak ada WA lagi, Rini kemudian menonton TV, maklum Rais sudah mengabarkan dia sibuk sehingga tidak bisa menelpon Rini.

Jam sembilan lebih sedikit, notifikasi WA Rini berbunyi lagi. Dari Rais suaminya. Rais meminta maaf karena sedang mengurus bongkar muat barang penting. Tak lupa minta dikirimi video Rini sedang topless.
Enak aja, pikir Rini.. enak di dia gak enak di saya... Rini pun meneruskan menonton TV.

Belum sampai satu jam Rini sudah mengantuk. Ketika mau tidur baru diingat kembali permintaan Rais suaminya. Karena sudah terlentang Rini malas membikin video, Rini berfikir foto saja. Rini mengambi HPnya memfoto dirinya sedang melepas kancing baju tidur.

Cekrek.. cekrek.. cekrek... Tanpa disadari Rini sudah topless.. buah dadanya munjung, menatap langit. Rini mengusap toket nya, memuntir putingnya sementara tangan satunya melakukan selfi. Selesai.
Rini memilih 6 dari puluhan foto terbaiknya dan mengirimnya ke Rais suaminya. Rini pun beranjak tidur.

Tak berapa lama Rini terperanjat dari tempat tidurnya. Bergegas membuka HP dan "SHITTTT!!!!!!" Rini panik setengah mati, ternyata fotonya TERKIRIM ke WA Pak Fahri. Rini keringat dingin. Dia menghapus foto tadi, namun dari tandanya pesan tadi sudah terbaca. Berarti Pak Fahri sudah MELIHAT fotonya topless. Rini panik jangan jangan Pak Fahri sudah menyimpan foto tadi. Rini bingung mau pura pura gak tau atau menelpon Pak Fahri minta maaf. Setelah beberapa saat dia memutuskan untuk menelpon Pak Fahri. Rini memberanikan diri.

"Selamat malam, Pak", Rini mengawali pembicaraan telpon. "Maaf ya, Pak Yang tadi", Rini bicara tertahan.
" Yang mana?, Maksudnya?". Rini menebak nebak apakah Pak Fahri benar belum sadar atau sedang mengetesnya.
Kepalang tanggung, Rini menjelaskan. "Maaf yang foto tadi, Pak. Saya tidak sengaja, maunya kirim ke suami malah terkirim ke Bapak. Tolong dihapus ya Pak..", pinta Rini
"Oo jadi itu fotomu ya... Kirain foto model siapa gitu...hahaha", Pak Fahri tertawa.
"Tolong dihapus ya, Pak", pinta Rini mengulangi.
"Tenang aja, cantik, amanlah sama saya.." Rini ragu ragu, pertama ia sudah dipanggil "cantik" bukan Rini dan kedua Pak Fahri tidak mengiyakan permintaanya untuk menghapus foto toplessnya.
"Sudah jangan kuatir, oh ya jangan lupa besok pagi ke Kantor, bawa kartu ATM yang baru ya"
"Baik Pak", cuma itu yang bisa dilakukan Rini. Setelah itu telpon diputus.

Malam itu Rini tidak bisa tidur nyenyak. Ingin segera hari senin.
Esoknya, senin pagi, setelah briefing pagi dan meeting mingguan dengan Pak Karim, Rini buru buru minta ijin Pak Karim untuk segera ke kantor Pak Fahri dengan alasan menyerakan kartu ATM baru.

Pukul sembilan kurang, Rini sudah di kantor Pak Fahri. Sudah diduga, Pak Fahri belum datang. Hanya ada Rania, sekretaris Pak Fahri. Rini mengaku sudah punya janji dengan Pak Fahri. "Ditunggu aja, mbak. Kalau Bapak sudah janjian biasanya tepat waktu.. tapi biasanya sih kalau senin pagi Bapak tennis di sport hall Kota", Rania menjelaskan.

Benar seperti yg dikatakan Rania, lima menit kemudian Pak Fahri datang. Masih menggunakan pakaian olahraga. Kaos polo Lacoste dan celana pendek Adidas. Sepatu tenni Adidas putih. Masih berkeringat. "Maaf Rin, udah nunggu lama? Yuk masuk ke ruangan aja", sapa Pak Fahri setelah Rini menjulurkan tangan. Bersalaman. Rini tersenyum ke Rania dan mengikuti Pak Fahri sampai ruangan. "Tutup pintunya, Rin", Rini pun menutup pintu ruang kerja Pak Fahri.

Setelah duduk di kursi. Posisinya persis seperti hari Jumat kmarin. Cuma bedanya Rini sekarang menunduk terus ketika matanya bertatap dengan mata Pak Fahri. Rini tidak berani menatap langsung mata Pak Fahri. Canggung.

"Sudah,Rin... Jangan kuatir. Aman. Jadi rahasia kita berdua", kata Pak Fahri sambil tersenyum. Rini tersenyum tipis namun masih menunduk. "Body sebagus kamu sudah semestinya memang sesekali harus diketahui orang lain" kata Pak Fahri sambil tersenyum.
"Suamimu di luar kota, Rin?"
"Iya Pak, di Makassar"
"Kasian dong kamu", kembali Pak Fahri tertawa. Sementara Rini semakin menunduk.
"Eh, Rin, ada kabar bagus. Hari rabu tagihanku masuk, 20 M. Nanti aku masukkan cabangmu ya",
Rini tersenyum, untuk pertama kami dalam pagi ini. Entah karena berita itu atau karena Pak Fahri sudah mengalihkan pembicaraan. Namun senyum itu hanya sesaat.

"Nah gitu dong senyum.. kan enak dilihat daripada cemberut", goda Pak Fahri. Rini tersenyum lagi, semakin manis.
"Nah, Rin, aku udah bantu nih, gantian dong kamu bantu aku..". Deg.. Rini sudah bisa membaca arah pembicaraan Pak Fahri. Otomatis dia teringat cerita mbak Santi. Namun dia pura pura bertanya
"Bantuan apa, Pak?, Rini merasa bodoh bertanya ini.

Pak Fahri sudah merasa diatas angin. Rini sadar, ia tidak punya banyak pilihan, namun ia masih berharap lepas dari situasi ini. Rini sepenuhnya sadar, Pak Fahri yang dihadapinya hari ini adalah Pak Fahri dalam cerita mbak Santi. Bukan Pak Fahri dalam pertemuan Jumat minggu lalu. Rini masih berusaha mengulur waktu.

Pak Fahri berdiri, berjalan dan duduk di meja. Persis didepan Rini. Posisi Rini masih duduk. Keringat dingin membasahi tubuh Rini. Sedikit Rini melirik Pak Fahri. Pak Fahri duduk persis didepannya. Mata Rini lurus sejajar perut Pak Fahri. Rini bisa melihat jelas Pak Fahri tersenyum tenang. Tangan dan paha Pak Fahri nampak kekar, berotot, masih basah pula oleh keringat. Bulu halus ditangan dan kaki Pak Fahri terlihat pula oleh Rini. Dengan setelan tennis ini, Pak Fahri nampak sangat sporty. Jauh lebih muda dari usianya. Rini masih menunduk, dalam hati ia mengakui kalau Pak Fahri memiliki ketampanan.

"Rini, ....", ucap Pak Fahri sambil menyentuh dagu Rini. Rini kaget tapi toh ia diam saja. Sekarang muka tepat menatap wajah Pak Fahri.
"Terima kasih fotonya tadi malam", sambil tersenyum Pak Fahri melanjutkan. "Kamu cantik sekali, badanmu bagus. Menggoda sekali.", Rini diam.
"Fotonya masih aku simpan ...". Akhirnya kalimat ini keluar, tapi entah mengapa Rini tidak kaget. Ia sudah menduganya. "Tolong hapus, Pak", hanya itu yang diucapkan Rini.

"Tentu .. tapi ada syaratnya .. ", Rini sudah mengira tidak akan semudah itu. "Aku mau lihat aslinya.. baru fotonya akan dihapus", Rini kaget, ini terlalu mudah, pikirnya. Rini sudah mengira akan lebih jauh dari ini. "Maksudnya Pak?..", Rini pura pura bertanya. "Aku pengen lihat toketmu... disini..sekarang.. jangan jangan itu bukan fotomu..hehe", Pak Fahri tertawa. "Itu saja Pak?..", Rini secara reflex tersenyum tipis. Pak Fahri melihatnya. Sungguh Rini tidak mengira akan "semudah" ini. Rini berfikir terlanjur basah. Yang penting fotonya di delete. Rini membayangkan bila fotonya teraebar. Berapa malunya dia

Setelah beberapa saat berfikir, "Baik Pak....tapi janji ya Pak..". Pak Fahri tidak menjawab. Hanya tersenyum. Rini kembali ragu ragu. Pak Fahri tau itu. "Jangan kuatir... Kamu kira aku pembohong??.... sahut Pak Fahri. Rini memantapkan hati, Rini takut Pak Fahri mengganti persyaratan untuk menghapus fotonya.

Rini meletakkan tangannya di blazer seragamnya. Membuka satu kancing atasnya. Kancing kedua, kancing ketiga. Rini ingin cepat selesai. BHnya sudah mulai terlihat. Hitam. Half cup. Membuat toket Rini semakin menyembul. Pak Fahri menggeser duduknya mendekat. "Stop... berdiri Rin..", tanpa menunggu persetujuan Rini, Pak Fahri menarik tangan Rini, seketika Rini sudah berdiri tepat disela sela kaki Pak Fahri yang sedang duduk diatas meja. Posisi wajah Pak Fahri tepat sejajar dengan toket Rini. Kami Pak Fahri mengapit paha Rini. Rini otomatis tidak bisa bergerak bebas. Jarak mereka sangat dekat. Rini bahkan bisa merasakan nafas Pak Fahri di gundukan toket nya. Rini merinding. Tapi Rini diam saja. Entah mengapa dia sudah tidak terlalu takut.

Tanpa meminta persetujuan, Pak Fahri langsung membuka kancing keempat blazer Rini. Hanya sepuluh centi, jarak muka Pak Fahri dan toket Rini. "Indah.... bodimu memang menggairahkan.. ", Pak Fahri memuji dan Rini merasa senang. Pak Fahri kemudian melepaskan blazer Rini. Melemparkan ke belakang. Pak Fahri terus menatap toket Rini yang tinggal terbungkus BH. Rini merasa Mata Pak Fahri tidak lepas dari toketnya. Dalam hati ia merasa bangga. Sedikit ia menegakkan bahunya. Dadanya semakin membusung. "Lepas jilbabmu, Rin..", perintah Pak Fahri. Tanpa bertanya Rini mengangkat kedua tangannya. Melepaskan beberapa jarum pentul di bagian belakang jilbabnya. Pak Fahri mendongakkan mukanya, melihat tangan yang terangkat, melihat kedua ketiak mulus Rini yang bersih tanpa bulu. Pak Fahri semakin mengencangkan jepitan pahanya sehingga Rini tidak bisa bergerak. Beberapa saat jilbab Rini sudah terlepas. Rini kemudian mengurai ikatan rambutnya. Panjang persis se dada.

Tanpa disadari tangan Pak Fahri sudah dibelakang BH Rini. Dalam satu kali sentakan, pengait BH Rini sudah terlepas. BH itu jatuh di pangkuan Pak Fahri. Kemudian diletakkan di meja. Rini menunduk. Rini melihat celana Pak Fahri mengembang. Membesar. Rini tersenyum kecil. Sudah hilang rasa takutnya. Tiba tiba tangan Pak Fahri memegang bokong nya dari belakang. Meremasnya. Sementara muka Pak Fahri yang sejajar dengan toket Rini sudah semakin dekat. Mencium toket kanan Rini.Rini kaget. Reflex kedua tangan Rini memegang tangan Pak Fahri. Bermaksud menolaknya. Namun toketnya behasil dicium Pak Fahri. Tangan Pak Fahri kemudian memeluk pundak Rini. Otomatis toketnya semakin menekan muka Pak Fahri.

Rini merasa lidah Pak Fahri sudah bermain di sekitar toked kanannya. Rini merasa geli. Ingin ia menolak, namun sesaat kemudian ia merasa putingnya telah masuk ke mulut Pak Fahri. Dikulum.
"Eghhh..", Rini melenguh. Rini diam saja meskipun seharusnya ia bisa menolak. Pak Fahri melepaskan kulumannya. Rini lega. Sesaat. Tapi Rini salah. Tanpa menunggu Pak Fahri berganti menjilat toket Rini sebelah kiri. Tangan Pak Fahri memelintir puting sebelah kanan toked Rini, yang masih basah bekas kuluman tadi. "Eghhh.. ughhh... ", lenguh Rini. Mendapat serangan bertubi tubi Rini kuwalahan. Tubuhnya kaku. Dia merasa memeknya sudah mulai basah. Rini terangsang. Cukup lama Pak Fahri bermain main di toket Rini. Tiba tiba tangan Pak Fahri kembali turun meremas bokong sintal Rini. Berbeda dengan tadi Rini tidak berusaha menyingkirkan tangan Pak Fahri. Pak Fahri meremas dengan kuat. "Ughhhh... Eghhhh.. ", Rini menjerit. Pak Fahri sudah tidak beralih dari toked Rini. Sekarang fokus di bokong dan mukanya dibenamkan di perut Rini yang rata.

Tiba tiba tangan kanan Rini diarahkan ke atas kontol Pak Fahri yang sudah menegang. Rini tak kuasa menolak. Tangannya sekarang sudah diatas tonjolan kontol Pak Fahri. Namun Rini diam saja. Tangan Pak Fahri kemudian memukul gemes bokong Rini dan merogoh kaitan resleting bagian belakang rok panjang Rini. "Jangan pakk...." pada saat ini Rini sadar. "Perjanjiannya gak gituuu..", kata Rini sambil menampik tangan Pak Fahri.
Pak Fahri tenang saja, tidak tampak kecewa dimukanya. Tidak pula melawan. Tangannya menjauh dari resleting rok Rini. Sebagai gantinya mulutnya kembali mengarah ke puting kiri toked Rini, jilitatinya seperti lollipop, sesekali digigitnya ujung puting toket kiri Rini. Tangan kiri Pak Fahri kembali meremas bokong kiri Rini, lebih keras, semakin keras. Sepertinya tadi Rini hanya bisa melenguh. "Ughhh... Arhhh.. Ughh...", Rini merasa kewalahan. Sejujurnya Rini sangat terangsang. Sepertinya memeknya sudah semakin basah. Kaki Pak Fahri semakin erat dan ujung kakinya disatukan melingkari tubuh Rini yang masih berdiriTiba tiba tangan kanan Pak Fahri meraih tangan kanan kanan Rini, diarahkankannya ke atas selangkangan Pak Fahri. Kali ini sambil ditekannya. Rini terkejut setengah mati. Ternyata kontol Pak Fahri sudah nongol. Entah kapan Pak Fahri membuka resleting celana pendeknya. Tangan kanan Rini sekarang diatas kontol Pak Fahri, tangan Pak Fahri menekan tangan Rini agar tangan Rini tidak melepaskan kontol Pak Fahri. Rini merasa tangannya tidak bisa menggengam kontol Pak Fahri dengan sempurna. Ukurannya cukup besar, panjang dan berotot. Rini berusaha menariknya namun Pak Fahri tidak berusaha melepasnya. "Jangan pakk.. cukuupp... Ughhh..", jerit Rini, tapi tertahan dengan jilatan dan emutan Pak Fahri di toketnya. Rini merasa Pak Fahri menggigit puting toketnya. Rini menunduk, dilihatnya genggaman tangannya yang maju mundur sesuai arahan tangan Pak Fahri yg menimpanya. Rini semakin terangsang namun akal sehatnya menyuruh berhenti. Pak Fahri melepas jilatannya dari toketnya. Ada yang hilang, begitu yang dirasakan Rini. Terus terang Rini menikmati permaikan mulut Pak Fahri tadi. Sekarang Pak Fahri fokus menuntun tangan Rini untuk mengocok kontol Pak Fahri.

"Jangan Pak... Sudah ya Pak.... ", pinta Rini. Namun tangan Rini masih mengikuti tangan Pak Fahri untuk mengocok kontol. Rini sebenarnya kagum dengan kontol Pak Fahri. Besar dan berotot. "Tanggung Rin... Bantu aku Rin..." , giliran Pak Fahri yang meminta. Pak Fahri menatap mata Rini, Rini yang tidak sanggup dilihat Pak Fahri,memalingkan mukanya. "Jangan Pak.. cukup ya pakk.. ,Rini udah topless...",pliss Pak... ", Rini memohon.
"Rini gak sanggup, Pak... Rini boleh duduk ya pakkk..", Rini mengiba. "Plisss pakkk.."

Pak Fahri tidak menjawab, mukanya tidak berubah. Kakinya tetap dieratkan, ujung kakinya saling mengunci sehingga Rini tetap berdiri. Tangan kiri Pak Fahri meraih bel yang ada di mejanya. Rini diam, tidak tau bel apa yang dipencet Pak Fahri. Yang dia tau Pak Fahri menatapnya sambil tersenyum, "kamu memang istimewa Rin... bodimu sungguh menggiurkan.. sayang aku belum bisa menikmati sekarang... ", Rini menunduk, senang juga dia dipuji lebih senang lagi dia merasa bahwa ini akan berakhir. Meskipun kuncian kaki Pak Fahri belum dilepaskan namun tangan Pak Fahri sudah tidak menggerayangi lagi. Begitu pikir Rini.

"Kunci aja pintunya.." sontak Rini menoleh ke arah pintu ketika Pak Fahri mengatakan itu. Setengah mati Rini terkejut ternyata Rania, sekretaris Pak Fahri sudah dibelakangnya. Rani masih berdiri dengan kaki Pak Fahri yang masih melingkari tubuhnya. Setengah tubuhnya telanjang. Hanya rok saja yang masih tersisa di tubuhnya. Reflex kedua tangannya digunakan untuk menutup dadanya. Matanya mencari blazernya namun sudah terlempar entah kemana.
"Pak... apa apaan ini..." Rini panik.

"DUDUK!!!"... perintah Pak Fahri dengan nada tinggi, sambil melepaskan kuncian kakinya. Rini takut, baru kali ini dia melihat Pak Fahri bicara dengan nada tinggi. Rini seperti lemas dan duduk di kursi tanpa membantah.

"Sekarang lihat.. jangan beranjak dari kursi kalau tidak mau fotomu kusebar.... ", lanjut Pak Fahri. "Nia..selesaikan ini... ", katanya kepada Rania sambil menunjuk kontolnya yang masih berdiri tegak. Tanpa menjawab Rania mendekat ke meja, sedang Pak Fahri turun dari posisi duduknya dan berdiri di depan kursi Rini duduk. Rania langsung berjongkok, melepas celana pendek Pak Fahri yang sudah terbuka resleting nya. Langsung menggengam kontol Pak Fahri dan memasukkannya ke mulut. Tangan mungil Rania nampak terlalu besar bagi kontol Pak Fahri. Rania nampak sangat ahli mengulum kontol Pak Fahri. Dijilatinya, diciumnya ujung kontol Pak Fahri, kadang diludahinya kemudian di kulumnya kembali. Pak Fahri menjambak rambut Rania dan kadang menekan kepala Rania agar mengulum semakin dalam. Deep throat. Beberapa kali Rania tersedak namun tetap mengulanginya. Sesekali Rania berhenti mengulum kemudian menatap Pak Fahri sambil tersenyum, Pak Fahri balas tersenyum kemudian menjambak rambut Rania kembali seraya memasukkan kontolnya ke mulut Rania.

"Uhh.. yesss..." racau Pak Fahri. Sambil melihat Rini. "Lihat Rin... Jangan nunduk.. urusan kita belum selesai.." bentak Pak Fahri ketika dilihatnya Rini menghindari tatapan matanya. Rini sebenarnya melihat dengan gemetaran. Belum pernah dia melihat live sex. Jantungnya berdebar kencang. Rini benar benar terangsang. Melihat Rania mengulum kontol Pak Fahri, Rini merasa ngilu. Antara malu dan horny. Rini merasa panas. semakin lama ia melihat duduknya terasa kurang nyaman. Ia menggeser geser posisi duduknya.

Sesaat kemudian Pak Fahri meminta Rania tidur di meja, kaki Rania menjuntai. Segera Pak Fahri melepas celana Rania. Tidak butuh waktu lama memek Rania sudah terlihat. Mulus. Tanpa bulu. Pak Fahri segera berjongkok menjilati memek Rania. Perlahan lahan semakin lama semakin cepat. Rania mulai meracau. " Ughhh... Enakk.... Lagiiiiii.... Uggghhh". Pak Fahri mempercepat tempo. Sesekali lidahnya menyentuh itil, sesekali pula lidah Pak Fahri masuk ke memek Rania. Rania semakin keenakan.. "yesssss.... Ughhh.. terus pakkkk.". Pada titik ini Rini semakin horny. Duduknya semakin tidak bisa tenang. Memeknya banjir. Terasa gatal. oh. Rani sempat terpikir, andaikan tadi ia tidak menolak pasti sekarang memeknya yang dijilati lidah Pak Fahri, tapi pikiran itu segera ia tepis kembali.

Setelah beberapa saat, tanpa aba aba Pak Fahri berdiri dan langsung memasukkan kontolnya ke memek Rania. "Ughhh ... Aaahhhh....", jerit Rania. "Enak pakkkk....",setelah itu Rania masih tetap meracau . Namun Rini tidak memperhatikannya. Di depannya nampak Pak Fahri sedang memompa kontolnya di memek Rania. Yang dilihat Rini hanya bagian belakang Pak Fahri. Terutama bokong Pak Fahri yang ikut bergerak seiring genjotan ke lubang memek Rania. Sadar Pak Fahri tidak melihatnya Rini kembali menggeser geser tempat duduknya. Dia merasakan memeknya gatal. Rini memejamkan mata, seolah olah dirinya yang di posisi Rania. Tentu dia yang akan membalas jepitan kaki Pak Fahri tadi. Rini tentu akan mengaitkan kaki di pinggang Pak Fahri agar tusukan Pak Fahri semakin dalam di memeknya. Rini sangat menikmati pertunjukan ini, mukanya memerah, duduknya tidak tenang, ia menyilangkan kakinya, menggesek gesekkan kakinya berharap ada rangsangan lebih di memeknya. Sempat ia berfikir untuk memasukkan jarinya di dalam roknya. Masturbasi, namun Rini urungkan, biar bagaimanapun ia tidak boleh terlihat lemah. Rini berkonsentrasi penuh, jeritan Rania ia nikmati betul, Rini pandangi tubuh atletis Pak Fahri yang begoyang. Keringat Pak Fahri menambah erotis suasana. Wajah Rini memerah, keringat membasahi toket nya yang masih telanjang, dibayangkannya Pak Fahri menghisap toket bulatnya. Mungkin jika Pak Fahri memanggil untuk bergabung Rini akan segera ikut untuk ditusuk memeknya oleh Pak Fahri, tapi ia masih bisa menahan diri untuk tidak menawarkan diri. "Uugghh.... Aghhhhh.. terus Pak... Jangan berhenti. ..", jerit Rania berulang ulang.

"Ganti .. Ran... ", perintah Pak Fahri ke Rania mengagetkan Rini yang sedang melamun. Tanpa diperintah dua kali, Rania langsung bangkit, berdiri mendekati kursinya Rini. Kedua tangan Rania memegang kedua sandaran tangan kursi Rini. Rania menungging. Rini mematung, nafasnya sejenak terhenti. Pak Fahri sigap menangkap bokong Rania, memukulnya sekali dan dalam sekali tusuk masuklah kontol Pak Fahri ke memek Rania.

SIALANNN, batin Rini. Sekarang Rania menggunakan sandaran lengan kursinya sebagai pijakan agar bisa nungging. Dengan begitu muka Rania langsung berada di depan muka Rini. Begitu pula Pak Fahri langsung bisa melihat muka Rini. Setiap kali Pak Fahri menyodok memek Rania maka otomatis muka Rania semakin mendekat ke muka Rini. Sepertinya Pak Fahri dan Rania sengaja memamerkan permainan mereka. "Lihat sini Rinnn....", bentak Pak Fahri ketika Rani menunduk. Rini gelagapan. Rini mematung melihat Pak Fahri dan Rania. Rania semakin meracau. "Enakkkk pakkk.. kontolmu enak Pak.... Fuckkk meee... Fuckk meee..", sengaja Rania menggucapkan di dekat telinga Rini. "Enakk..mbak....", sempat ia berbisik lirik di telinga Rini. Rania semakin berani, jika dilihatnya Rini menunduk, maka satu tangannya akan langsung mendongakkan dagu Rini. Beberapa Kali tangan Rania sengaja memegang toket Rini yang masih telanjang. Sambil tersenyum. Rini risih namun tidak berani menampik tangan Rania. Sekali Rania menarik puting Rini. Rini kesakitan namun tidak berani berteriak.. "enakk mbakk.. gilaaa... enakkk banget.... entotin aku terus Pak... I am your bitch... lontemu... ", Rania semakin kacau. Pak Fahri tersenyum. Rini mematung sambil berharap ini cepat selesai. Sambil melihat Rini. "Aku ingin kamu rinnnn.. sepertinya memekmu enak.. bokongmu luar biiaaasaa... Ughhh... Eh.. Rania kamu minggir duluu", Rania berdiri sambil minggir. Rini masih mematung. Belum sadar apa yang terjadi tiba tiba, "croot...croot..crooot..crot.." empat kali semburan peju Pak Fahri mengenai toket dan muka Rini. Rini yang tidak mengira tidak sempat menghindar. Toket nya yang paling banyak menerima peju, sedikit di pipinya dan juga rambutnya. Rani menjerit namun terlambat. "Jangan bergerak!, bentak Pak Fahri. Tangan Rini yang sudah setengah terangkat kembali diturunkan. Rini berharap peju Pak Fahri tidak ada yang menempel di roknya. "Ihh..kok dikeluarin di mbak Rini.. Rania kan mauuu..", Rania merajuk. Pak Fahri tertawa. "Ya udah kalau mau ambil sana....", Pak Fahri maju mendekati Rini. Kontolnya masih membesar. Meskipun tidak setegang tadi. Pak Fahri mendekati muka Rini. Kontol nya persis di depan mulut Rini. Sambil memegang pundak Rini, "Rin.. sekarang bersihkan kontolku... cuma itu ... sudah beruntung kamu gak aku perkosa disini...", kata Pak Fahri tegas. Rini merasa ini perintah, tidak berani membantah. Apalagi kepala kontol Pak Fahri sudah ditempel tempelkan di mulut Rini. "Katanya mau... ambil dong....", Pak Fahri menoleh ke Rania. Rini tidak mengerti, namun Rania langsung mendekati Rini, dijilatinya sisa peju di toket Rini. Rini merasa geli, menjerit. "Arggggg...", ketika Rini membuka mulut, Pak Fahri langsung memasukkan kontolnya ke mulut Rini. Rini langsung terdiam. Rania masih menjilati toket Rini. Rini merasa seluruh bagian toket nya sudah dijamah lidah Rania untuk membersihak peju Pak Fahri, sedangkan diatas, Pak Fahri sedang memaju mundurkan kontolnya di mulut Rini sampai ukurannya mengecil.

Dirasanya tokednya sudah tidak geli, berarti Rania sudah selesai. Betul saja, "terima kasih ya Pak.. kontol Bapak makin enak aja... jangan lupain Rania kalau Bapak udah dapat mbak Rini.." , kata Rania manja sambil mengelayut di pundak Pak Fahri. Dicabutlah kontol Pak Fahri dari mulut Rini. "Hahahaha", Pak Fahri tertawa disusul Rania, hanya Rini yang masih terdiam.

"Dibelakang ada kamar mandi, Rin.. ", kata Pak Fahri. Kalimatnya lembut, tidak seperti tadi. Tidak menunggu, Rini memunguti hijab, BH dan blazernya langsung ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian Rini sudah keluar dengan berpakaian lengkap. Mukanya polos, mungkin karena make upnya luntur karena cuci muka membersihkan bekas peju di pipinya. Ketika keluar kamar mandi dilihatnya Rania sudah tidak ada. Tinggal Pak Fahri sedang melihat HPnya. Diaerahkannya HP ke Rini. "Kamu hapus sendiri fotomu", tanpa berfikir ulang, dibukanya galery foto, dipilihnya 6 foto topless dirinya kemudian memilih tombol delete.

"Jadi gimana, impas ya.. ", kata Pak Fahri lembut. Rini tidak menjawab. Hanya tersenyum. Tak lama kemudian Rini pamit ke Pak Fahri. Waktu sudah menunjukkan nyaris jam sebelas siang. "Sampai jumpa minggu depan...", kata Pak Fahri ketika menutup pintu. Di depan dilihatnya Rania sudah berada di mejanya, Rini tersenyum. Rania tersenyum, "makasih ya mbak... sampai jumpa minggu depan..", sahut Rania

Mengapa Pak Fahri dan Rania semuanya mengucap sampai jumpa minggu depan?, pikir Rini. Tapi Rini langsung berlalu yang penting fotonya sudah di DELETE


Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd