Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rini, Sang Customer Sexvice

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Mau cek bank abc cab kudus ah... Sapa tau ketemu ama mbak rini... Hehe
 
Rini, Sang Customer Sexvice :
Happy January

Awal Januari 2019
Memulai awal tahun baru, Rini sedang gembira hati. Pada liburan tahun baru, Rais, suaminya pulang ke rumah setelah 2 bulan bekerja di Makassar. Tentu saja Rini dan Rais mengisi hari liburannya berdua, nyaris seperti pengantin baru. Disetiap kesempatan Rini dan Rais menyempatkan bercumbu, gairah Rini yang menggebu gebu mengagetkan Rais. Memang sebelum ini tidak ada masalah dalam hubungan seks suami istri, Rini dan Rais. Ketika Rais belum bekerja di Makassar mereka rutin bercinta setidaknya tiga kali seminggu, namun ketika pulang liburan akhir tahun ini, Rais dikejutkan dengan nafsu binal Rini. Rini tidak sungkan meminta "jatah" dari Rais, bahkan Rini selalu menggoda Rais dengan rayuan agar segera menyetubuhinya lagi, dan lagi. Rais tentu saja senang, dalam pikiranya perubahan Rini terjadi karena selama Rais bekerja di Makassar maka kebutuhan seksual Rini hanya dipenuhi melalui video call dengannya. Beruntung lah Rais masih mempunyai kemampuan fisik yang prima sehingga ia masih sanggup melayani gejolak birahi Rini yang meluap luap. Sampai saat liburan awal tahun selesai dan Rais kembali bekerja di Makassar sudah tidak terhitung lagi percumbuan antara Rini dan Rais.

Di kantorpun Rini tidak kalah bahagia, target akhir tahun kemarin tercapai dengan baik. Dengan dana masuk dari Pak Fahri, tentu saja ditambah dari nasabah lain, kantor Rini memperoleh kinerja yang baik. Rini bahkan menerima reward sebagai employee of the month dari Pak Karim, kepala cabangnya. Pak Fahri sendiri belum pernah menghubungi Rini kembali. Sebenarnya Pak Karim sudah menyuruh Rini untuk mengunjungi Pak Fahri, sekedar mengucapkan terimakasih karena telah membantu pencapaian target, namun Rini masih menunda nunda kunjungan itu. Perasaan Rini masih campur aduk mengingat kejadian minggu lalu.

Disatu sisi Rini menyesal mengingat kecerobohan yang dilakukannya sehingga secara tidak sengaja foto toplessnya bisa terkirim ke Pak Fahri, namun disisi lain Rini terkejut ternyata kejadian itu telah membuka sisi Rini lain yang tidak pernah disadarinya. Sisi liar Rani. Diantara malu dan gembira Rini harus mengakui pengalaman di ruangan kantor Pak Fahri telah memberikan kenikmatan yang teramat sangat. Meskipun tidak penetrasi langsung kontol Pak Fahri ke memek Rini, namun kenikmatan nya bahkan lebih bila dibandingkan dengan percintaannya dengan suaminya. Rini merasa tertantang, kombinasi antara ketakutan, kenakalan, dosa dan penasaran sungguh merupakan kombinasi sempurna untuk membangkitkan adrenalin dalam diri Rini. Selama ini hidup Rini selalu lurus lurus saja, tidak pernah terpikir untuk berbuat yang aneh aneh ataupun selingkuh. Gabungan perasaan antara melakukan perbuatan terlarang dengan pasangan yang terlarang, sialnya, justru membangkitkan libido Rini.Secara sadar sebenarnya Rini menikmati perbuatan cabul Pak Fahri, namun harkat Rini sebagai perempuan terhormat masih malu untuk mengakui.

Semakin hari, setiap hari, setiap malam, terutama setelah Rais kembali bekerja di Makassar, Rini selalu melamunkan bercinta dengan orang lain. Bukan hanya memikirkan kontol Pak Fahri namun juga bercinta dengan lelaki asing lainnya. Fantasi seks Rini semakin berkembang. Fantasi fantasi itulah yang menemani setiap malam Rini sebelum tidur. Selain fantasi bercinta dengan Pak Fahri, Rini pernah berfantasi bercinta dengan laki laki asing yang baru dikenalnya, Rini juga pernah berfantasi bagaimana rasanya menjadi perempuan panggilan. Dalam fantasinya Rini bercinta dengan puluhan laki laki setiap malam yang bersedia membayar untuk menikmati tubuhnya. Pernah juga Rini berfantasi menjadi sex slave pria bule. Sekali waktu Rini berfantasi bercinta dengan sesama jenis. Lesbian.Setiap malam fantasi fantasi ini membuat Rini susah tidur. Entah mengapa Rini tidak pernah berhasil membuang jauh lamunan joroknya, mungkin juga ia tidak pernah serius membuang pikiran kotor itu. Bagaimana mau membuang pikiran kotor,jikalau setiap malam setalah berfantasi selalu diakhiri dengan masturbasi yang hebat. Entah mengapa libido Rini semakin besar, masturbasi selalu menjadi jalan keluar yang tidak pernah mengecewakan Rini. Bahkan kadang kadang setelah melakukan video call dengan Rais, suaminya, Rini masih melanjutkan masturbasi sendiri, sampai ia lelah dan tertidur

Tentang Pak Fahri sebenarnya tidak ada yang dikhawatirkan Rini, bukanlah ia sendiri yang menghapus fotonya di galery HP Pak Fahri. Artinya Pak Fahri sudah tidak punya salinan foto topless Rini. Begitu pula kalimat "sampai jumpa minggu depan" yang sama sama diucapkan Pak Fahri dan Rania, mungkin hanya basa basi saja. Toh hari ini sudah nyaris dua minggu setelah kejadian itu dan tidak terjadi apapun. Rini bersyukur tidak ada kejadian yang lebih dari kejadian di ruang kerja Pak Fahri. Meskipun dengan itu sisi liar Rini menjadi terbuka biarlah itu menjadi rahasia dirinya. Biarlah aku menjadi binal, menjadi liar dengan fantasiku toh tidak ada yang tau, demikian batin Rini. Toh hanya sebatas masturbasi, pikir Rini.

Namun yang dalam pikiran Rani akan berubah dengan cepat. Rini ingat benar, hari itu hari kamis minggu pertama bulan januari. Waktu menunjukkan pukul 3 sore kurang sedikit. Antrian nasabah tidak banyak. Sepi. Tiba tiba di antrian muncul sosok yang tidak asing lagi, Rania.

Tidak ada yang berubah dari Rania, perempuan usia sekitar 22-23 tahun, rambutnya kali ini diikat ekor kuda, yang membedakan kali ini rambut Rania dicat blonde. Cocok sebenarnya dengan kulit putihnya. Rania mengenakan celana jeans ketat dan t shirt yang fit di tubuhnya, toketnya yang tidak besar jelas tercetak. Rania hanya menggunakan make up tipis, lisptik merah marun tipis pula, tanpa perhiasan. Bukan dari Kantor, pikir Rini, malah lebih mirip seperti mahasiswi dari kampus.

"Silahkan, mbak", Rini berdiri dari kursinya menyambut Rania. Standar pelayanan. Kemudian menjulurkan tangan. Bersalaman. "Silahkan duduk", masih dalam bahasa formal. Rini canggung sebenarnya. Biar bagaimanapun Rini merasa ada rahasianya yang dipegang Rania. Bagaimana misalnya jika Rania tiba tiba menceritakan kejadian minggu lalu ke semua rekan Rini. Rini tentu malu setengah mati. Rania sepertinya mengetahui kecanggungan Rini. Setelah duduk Rania berinisiatif membuka pembicaraan " apa kabar, mbak. Kok Gak muncul di kantor lagi. ditunggu Pak Fahri lho..heheh", kata Rania pelan sambil tertawa. Meskipun pelan Rini merasa semua orang memperhatikannya. Ia menoleh kanan kiri. Tentu saja tidak ada yang mendengar selain mereka berdua. "Hehe.. tenang mbak.. rahasia aman..", Rania melanjutkan sambil tersenyum. "Iya...", jawab Rini seadanya, "gimana mbak Rania, apa yang bisa dibantu" ,lanjut Rini setelah menguasai keadaan. "Mbak Rin.. kayaknya gak enak kalau aku bicara disini .. nanti setelah pulang kerja aku tunggu di cafe White Heart ya. Gimana? Jam 5 ya.. jangan sampai gak datang ya.. penting soalnya..." cerocos Rania sambil mengedipkan mata, tanpa memberi kesempatan Rini menjawab. "Kalo gitu aku pamit dulu... ingat ya.. penting hehe.." tanpa menunggu jawaban Rini, Rania berbalik dan pergi.

Sore itu Rini mempercepat pekerjaan nya hingga sebelum jam lima sudah selesai semua. Tanpa berfikir panjang Rini berangkat menuju cafe yang disebutkan Rini. Entah mengapa adrenalin Rini mengalahkan akal sehatnya. Setiba Di cafe dilihatnya Rania di sudut yang sepi. Sendirian. Di mejanya terlihat gelas minuman dan piring makanan ringan yang sudah nyaris habis. Sepertinya Rania sudah menunggu lama.

"Mbak Rini makasih ya udah datang", Rania mengawali perbincangan setelah Rini memesan minuman, coffee latte. "Iya, mbak Rania bikin penasa.."
"Panggil Nia aja, gak usah pake mbak", potong Rania. "Aku masih muda..", kata Rania sambil tertawa. "Masalah kemarin gak usah dipikirkan... saya bisa jaga rahasia kok, lagian kalau semua orang tau aku juga ikut malu..", kata Rania. Rini merasa tenang. Setidaknya masing masing pegang kartu, pikir Rini.

Setelah merasa nyaman, kedua perempuan ini sudah semakin akrab. Perbedaan usia sepertinya bukan penghalang untuk saling mengenal. Rania mengagumi bodi molek Rini, Rini menyukai sifat periang Rania. Setelah ditanya Rini, Rania bercerita pertama kali mengenal Pak Fahri. Ternyata Rania sudah bekerja sebagai sekretaris Pak Fahri selama hampir tiga tahun, mulai dari lulus D3 akademi sekretaris di Jogja. Dalam enam bulan pekerjaannya tidak ada yang aneh aneh, namun kemudian Pak Fahri mulai mengajak Rania menemani klien atau rekanan kantor. Mulai dari makan malam, menemani golf, karaoke. Singkat kata akhirnya keterusan sampai sekarang. Rania sendiri dibalik wajah imutnya ternyata mempunyai libido yang tinggi, ia merasa senang menjadi objek pelampiasan nafsu Pak Fahri dan kadang kadang rekanan Pak Fahri. Apalagi Pak Fahri suka memberikan bonus yang lumayan jika proyeknya goal.

"Abis sama sama enak sih, mbak.." kata Rania dengan centik. Sore itu Rania menceritakan pengalaman seksualnya dengan Pak Fahri dan lainnya kepada Rini. "Sekarang aku suka ketagihan, mbak .. kalau lebih seminggu gak ada yang ngajak..aku suka binging sendiri..", celoteh Rania. "Bahkan aku pernah lho minta ditidurin Pak Fahri.. wkwkw.. kontolnya itu bikin kangen..", terang Rania. "Sekarang kapanpun Pak Fahri minta pasti aku kasih.. kayak waktu di ruangan itu... heheh..". Rania melanjutkan cerita. Sialnya Rini jadi horny. Sepertinya celannya udah basah oleh lendir . Dial, batin Rini. Kenapa jadi aku yang pengen....

"Mbak Rin.. ada yang perlu diomongin", sejurus Rania mendadak serius , "Aku mau minta tolong".
"Ada apa, Nia..", Rini menjawab sambil menggeser duduknya. Rania melanjutkan bahwa semenjak kejadian minggu kemarin Pak Fahri semakin terobsesi dengan Rini. Menurut Rania, penolakan Rini ketika Pak Fahri akan membuka rok Rini membuat Pak Fahri sangat penasaran. Pak Fahri merasa menyesal tidak memaksa membuka rok dan memperkosa Rini, padahal kalau itu dilakukan tidak ada orang yang tau. Rania melanjutkan bahwa sekarang dia diutus oleh Pak Fahri untuk membujuk Rini agar mau menemani Pak Fahri ke Semarang jumat besok.

Gila, pikir Rini. meskipun Rini sekarang semakin binal, tidak pernah dalam bayangannya akan diminta menemani laki laki keluar kota. "Gila kamu, Nia... Gak lah.. cukup kemarin", bentak Rini. "Mbak.. mungkin mbak Rini belum tau.. Pak Fahri tidak semudah itu menerima penolakan..", kata Rania kalem. "Memang tadi Bapak pesan buat bujuk baik baik.. Karena Pak Fahri juga ingin sama sama menikmati..", imbuh Rania. "Dan juga ini gak gratis kok, mbak..."
"Gak Nia.. kau pikir aku pelacur??", bentak Rini lagi. Dia beranjak pergi namun ditahan Rania. "Sabar mbak Rin... menurut saya sih mending turutin kemauan Pak Fahri daripada gambar telanjang mbak Rini teraebar ke Kantor..", sambung Rania. "Kamu jangan mengancam ya, Nia.. aku sudah hapus sendiri fotomu Di HP Pak Fahri, gambar apa yang akan disebar..", potong Rini cepat sambil berdiri dan akan pergi. "...jadi mbak Rini gak tau ruang kerja Pak Fahri ada CCTV..???",

Deggg. Jantung Rini seakan terhenti. Berangsur dia duduk kembali. Dihadapan Rania.. "c..c..t..v", Rini tergagap. Seolah dunianya runtuh. Rania mengambil HP, dibukanya folder gallery. Dipilihnya beberapa foto. Diperlihatkan kepada Rini. MATI AKU, pikir Rini. Dilihatnya beberapa foto dia sedang telanjang dada. Topless. Rangkaian foto itu sudah terpotong potong. Sepertinya diambil dari potongan video, dipilih hanya yang menampilkan muka Rini. Namun muka laki laki, Pak Fahri, sengaja dipilih yang tidak terlihat.
"Maaf mbak Rin. Pak Fahri sebenarnya pesan agar tidak perlu diperlihatkan ini kalau mbak mau sukarela. Tapi berhubung mbak gak mau terpaksa aku perlihatkan.. oiya.. Pak Fahri punya video utuhnya... ", lanjut Rania. Rini terdiam. Rania ikut terdiam. "Ya udah mbak Rini pikir dulu, nanti hubungi saya. Ini nomer WA ku", Rania menuliskan nomer di kertas. "Aku duluan ya, oh ya.. ini titipan dari Pak Fahri", Rania pergi sambil meninggalkan amplop cokelat di meja.

Rini masih terdiam, sepeninggal Rania, Rini masih mencerna apa yang terjadi. Dial betul dia percaya bahwa dengan menghapus foto maka masalah akan selesai. Seharuanya ia sadar tidak akan semudah itu. Ia merasa bodoh. Kemudian dengan seenaknya Pak Fahri menyuruh sekretaris nya meminta ia agar mau ditiduri. Sungguh tidak sopan. Namun anehnya tidak ada air mata di pipi Rini. Tidak seperti kejadian sebelumnya ia tidak merasa takut, ia deg degan, tapi lebih karen adrenalin nya terpacu. Pengakuan bahwa Pak Fahri terobsesi dengan tubuhnya membuat Rini kembali horny. Cerita kejantanan Pak Fahri dari Rania kembali diingatnya. Ada senyum tipis di bibirnya. Sial. Ia membayar minuman dan pulang.

Malam harinya sebelum tidur, Rini menulis pesan ke Rania
+Nia, bilang Pak Fahri Aku mau
+Bilang saja hotelnya dimana, kamar berapa, nanti aku datang sendiri
+Oiya aku bawa Mobil sendiri pulang Kantor
-makasih mbak Rini, nanti aku info hotelnya
Balas Rania setelah lima menit. Malam itu Rini langsung tidur, tanpa masturbasi tanpa video call. Bibirnya tersenyum. Di kasurnya terhambur uang dari amplop pemberian Pak Fahri. Lima juta rupiah.

Esok hari, Jumat, Rini bergegas menyelesaiakan pekerjaannya. Setengah lima persis ia telah pulang kantor. Langsung berangkat ke semarang. Mumpung belum macet. Seharian ini pikirannya sudah tidak di kantor. Dari pagi Rini sudah horny. Adrenaline nya memuncak. Horny. Rasa antara penasaran, ketakutan berbuat dosa dan bayangan kenikmatan justru menjadikan Rini semakin bersemangat. Sungguh aneh, namun Rini menikmati.

Benar dugaan Rini, jalanan belum macet. Pukul tujuh malam Rini sudah di lobby hotel Novatel. Rania sudah memberi tau agar memberitau Pak Fahri jika sudah sampai lobby, karena untuk naik harus menggunakan kartu kunci kamar.
+Saya sudah di lobby hotel
-tunggu saya turun

Beberapa saat kemudian Pak Fahri muncul dari lift hotel. "Rin.. saya kira gak datang..", sapa Pak Fahri. Pak Fahri berbalik arah kembali ke lift. Rini mengikuti dari belakang. Pak Fahri memencet angka 7, Rini masih diam saja.
Pak Fahri berusaha meraih tangan Rini, Rini menampik tangan Pak Fahri dengan halus. Pintu lift terbuka. Pak Fahri berjalan, Rini mengikuti, tanpa bicara. Pak Fahri membuka pintu kamar 715, Rini masuk kamar, Pak Fahri menutup pintu kamar hotelnya.

Tiba tiba Pak Fahri mendekap Rini dari belakang. Membalikkan badannya. Menyandarkannya ke dinding. Berat badan Pak Fahri digunakan untuk menekan badan Rini. Mulut Pak Fahri tiba tiba sudah mengunci mulut Rini. Kedua tangan Pak Fahri menekan tangan Rini ke tembok. Toked Rini berhimpitan dada Pak Fahri. Kontol Pak Fahri yang sudah mengeras menekan bagian memek Rini. Pak Fahri benar benar tidak memberi kesempatan Rini bernafas. Digoyang goyangkan pinggul Pak Fahri sehingga batang kontolnya terasa di memek Rini. Rini memang sudah menyiapkan diri untuk bercinta dengan Pak Fahri malam ini, namun ia tidak mengira akan menerima serangan secepat itu. "Uggghhh... ampunn pakk.. Lepas Pak.... ", teriak Rini. Sepertinya Pak Fahri tidak menghiraukan. Tiba tiba reflek kaki Rini menendang selangkangan Pak Fahri. Tidak keras namun cukup mengagetkan. Rini sendiri tidak mengira akan menendang selangkangan Pak Fahri. Otomatis Pak Fahri mengendorkan tubuhnya. Ditatapnya Rini tajam. Rini yang sama kagetnya tidak berani menatap Pak Fahri.

Pak Fahri marah besar. "DASAR PELACUR!!", Rini kaget. "Jangan jual mahal. Kau mau kesini artinya mau kupakai malam ini.. ," Pak Fahri tidak menurunkan nada suaranya. Rini semakin takut. Namun entah mengapa makian "pelacur" justru membuat hatinya bahagia. "Jangan pernah bantah lagi, atau besok seluruh kantormu kau adalah seorang pelacur..", ancam Pak Fahri sambil menegakkan dagu Rini yang menunduk. Anehnya Rini tidak merasa takut atau terhina dengan ancaman Pak Fahri. "Maaf Pak...", hanya itu yang keluar dari mulut Rini.

"Jongkok", perintah Pak Fahri. Sambil Rini jongkok, Pak Fahri melepaskan ikat pinggang, diturunkannya celananya juga celana dalamnya dibuangnya entah kemana. "Sekarang berlakulah seperti pelacur betulan.. ", Rini langsung paham, dimasukkan nya kontol Pak Fahri ke mulutnya. Dikulum nya, diciumnya lubang kencing. Rini bernafsu sekali. Setiap hinaan kepadanya justru menambah horny Rini. "Berlakulah seperti pelacur" seperti menjadi pujian bagi Rini. Ia akan memberi kepuasan Pak Fahri. Begitu janjinya.
Pak Fahri keenakan disepong Rini. Rini memang memperlakukan kontol Pak Fahri seperti lollipop. Dikulum nya dengan beringas sampai menimbulkan bunyi kecepak cepak. Sesekali diludahinya dan kemudian dikulum lagi. Tangan Rini memijat halus biji peler Pak Fahri. Pak Fahri keenakan.. "enak betul rinn...kamu memang lonte sialan... Oh yesss..,"racau Pak Fahri.

Sekali lagi, mendengar makian Pak Fahri, Rini semakin bersemangat, dijilatinya batang kontol Pak Fahri, tangan Pak Fahri memegang kepala Rini yang masih tertutup jilbab. Dimaju mundurkan kepala itu kemudian beberapa saaat ditahannya ketika kepala Pak Fahri sudah berada di pangkal mulut Rini. Rini tersedak. Namun sesaat kemudian Rini sudah menjilat kontol kembali. Tanpa lelah. Tanpa Pak Fahri sadari tangan Rini sudah membuka baju kerja yang masih dipakainya. Begitu pula BHnya. Menyembullah toket Rini. Tidak terlalu besar namun tegak berdiri. Putingnya sudah menegang tanda Rini semakin horny

Demi melihat toket yang terbuka Pak Fahri mencabut kontolnya dari mulut Rini. Segera kontolnya diarahkan ke toket Rini. Rini paham. Boob jobs. Disangganya toket Rini hingga semakin membusung. Dijepitnya kontol Pak Fahri dalam toketnya. Sepertinya toketnya Masih kurang besar untuk menjepit seluruh kontol Pak Fahri. Meskipun begitu Pak Fahri tetap memaksa memaju mundurkan kontolnya di toket Rini. Dari atas Pak Fahri meludahi kontolnya sebagai pelumas. Begitu pula Rini ikut memberikan ludahnya agar gerak maju mundur kontol Pak Fahri makin lancar. "Benar benar lonte kamu Rin...", Rini tersenyum sambil mendongakkan wajahnya menatap Pak Fahri. Bangga.

Beberapa saat kemudian Pak Fahri menghentikan aktifitasnya. "Berdiri", peritahnya. Rini seketika berdiri.Tanpa disuruh Rini melepaskan celananya. Juga celana dalamnya. Telanjang. Pak Fahri hanya melihat sambil memegang kontolnya yang masih tegang. Rini mengambil inisiatif. Rini menghadap ranjang, tangannya bersandar pada sisi luar ranjang. Kakinya dilebarkan, punggungnya ditekuk. Pak Fahri melihat dengan takjub. Pantat Rini bulat, sekal, sempurna. Yang terbaik yang pernah dilihatnya. Sekarang terpampang Di depan matanya. Ditambah lagi memek Rini yang terlihat jelas. Tanpa bulu. Berbeda dengan kejadian sebelumnya, Rini tidak mau roknya dibuka, sekarang Rini sendiri yang membuka celannya dan menyiapkan memeknya untuk Pak Fahri. Senyum kemenangan terlihat di wajah Pak Fahri.

Tanpa membuang waktu Pak Fahri langsung mendekati Rini. Kontol Pak Fahri masih berdiri maksimal. Namun melihat memek Rini yang seolah sudah terhidang di depan matanya, bukan penetrasi yang dilakukannya namun sebuah tamparan keras di bokong kanan Rini. PLAKK. Bokong Rini memerah. "Ughhh.. yesss", bukannya mengaduh Rini malah melenguh. Seperti sebuah rantangan bagi Pak Fahri. PLAKK.. PLAKK. Dua Kali lagi. Semakin merah bokong Rini. "Ughhh.. ampunn Pak..", Rini meminta manja, sepertinya bukan jeritan kesakitan. Pak Fahri beralih ke memek Rini. Dimasukkannya dua jarinya. Memek Rini sudah basah. Jelas terlhat Rini tidak bisa mengendalikan nafsunya. Dicoloknya memek Rini maju mundur semakin cepat. "Ternyata kamu juga pengen dientot Rin... Memekmu becek.. enak ????. ", ejek Pak Fahri. Semakin cepat jari Pak Fahri mengaduk memek Rini semakin kelojitan Rini dibuatnya. "Ughhhh.. yesss.. eeennnakkk..", Rini sudah kehilangan akal sehat menjawab sekenanya. "Yesss.. terusss.. ", tiba tiba Pak Fahri menghentikan kegiatan jarinya. Ditariknya Rini mendekat ke meja. Didepannya ada cermin besar. Diposisikannya Rini bungkuk di depan cermin. Tangan Rini bertumpu pada meja, kakinya direnggangkan.

Tanpa ampun Pak Fahri menyodok memek Rini dari belakang. "Ughhh... Yeaahhh... Uugghh...yess....ampunnn pakkk..", racau Rini, tentu saja bukan bermaksud meminta berhenti. Rini justru semakin semangat. Diimbanginya sodokan cepat Pak Fahri dengan goyangan bokonganya. Semakin cepat sodokan kontol Pak Fahri semakin liar pula bokong Rini bergoyang. " Iyeesss.. uuhhggg...terus Pak... Entooott lagi...", Rini semakin bergairah. Dijambaknya rambut Rini yang masih tertutup jilbab, didongakkan mukanya, Rini melihat dirinya di cermin, sedang dientot laki laki lain selain suaminya, telanjang hanya menyisakan jilbabnya. Rini merasa sexy, tidak pernah sebelumnya ia merasa menjadi perempuan yang sangat diinginkan. Pak Fahri semakin cepat memompa Rini. Masih dalam posisi membungkuk menghadap cermin. Rini semakin liar. Goyangan pantatnya semakin cepat. Beberapa kali Pak Fahri memukul pantat Rini. Kanan dan kiri. Persis seperti kusir memukul kuda. "Ampunn Pak... Enakkk pakk.. lagiii.. lagi...", itu yang selalu diulang Rini. "Gimana lonteee.. enak.. kontol.. enakk...??", Pak Fahri menimpali. "Ammpunn. Pakk.. enakkk.. Aku mau jadi lontemu Pak.. Aku pelacurrmu... Ohh.. yeeeesss.. ",. Rini melanjutkan. "Aku mau keluar pakk . Ampunn Pak.. keluar pakkk.. Gak tahannn..

Jeritan Rini adalah lagu penyemangat Pak Fahri. Semakin lama semakin cepat sodokan kontol Pak Fahri. Tidak dihiraukannya Rini yang menjerit keenakan. Pak Fahri fokus mencapai kenikmatan nya sendiri. Kombinasi sodokan kontol, pukulan bokong dan remasan di toket Rini adalah kombinasi kenikmatan tiada tara. Tidak lama pun Pak Fahri mulai merasakan hasrat ejakulasi. "Uhggg Pak... Yesss.. gak kuattt pakk.. yesss ampunnn pakkk.. ughhh.., Rini semakin tidak bisa menahan. Pijakan kakinya sudah mulai goyah. Kakinya bergetar. Dari kaca terlihat wajahnya memerah, matanya sayu, nanar. "Tahann Rin... Aku mauu keluarrr.. oohhhh.... Yeeeehhh... ", Pak Fahri setangah berteriak. "Jaaanggan di dalammmm paakkk...", jerit Rini, tapi terlambat... Croott..crottt..croott.. tiga kali Pak Fahri menyemburkan peju ke memek Rini. Dipegangnga bokong Rini erat erat. Rini tidak bisa bergerak. Setelah peju sudah habis muncrat barulah pegangan tangan Pak Fahri dikendorkan. Rini mematung. Tidak marah meskipun memeknya disemprot peju Pak Fahri. Dari kaca Pak Fahri justru melihat senyum Rini mengembang.

Sekali lagi tanpa disuruh, Rini berbalik, kembali jongkok dihadapan Pak Fahri. Diraihnya kontol Pak Fahri. Dijilatinya, diemutnya, dibersihkannya dari sisa sisa peju. Dihisapkan kontol Pak Fahri untuk memastikan tidak ada sisa peju tersisa. Pak Fahri mengangkat tangan Rini. Dalam keadaan behadap hadapan dipeluknya Rini, diciumnya pipi dan bibir Rini. Rini pun membalas pagutan Pak Fahri dengan mesra. Jilbab Rini acak acakan, hanya itu yang tersisa dari tubuhnya. "Terima kasih", anehnya ucapan itu keluar dari mulut Rini bukan Pak Fahri. Pak Fahri tersenyum bangga.

Pak Fahri menggandeng Rini ke tempat tidur, Rini menolak. Rini ijin ke kamar mandi terlebih dahulu. Rini mengajak Pak Fahri ke kamar mandi bersama, namun Pak Fahri memilih merebahkan tubuhnya di kasur sambil merokok dan menyalakan tv. Barusan adalah seks yang hebat, batinnya dalam hati. Itu pula yang dirasakan Rini. Di depan cermin kamar mandi hotel dilepaskannya jilbab, kain terakhir di tubuhnya. Rini tersenyum, nikmat yang didapatnya barusan belum hilang. Memeknya masih terasa nyut nyutan. Sungguh Rini bangga bisa merasakan kenikmatan seperti tadi. AKU BENAR BENAR TELAH MENJADI RINI YANG LAIN. Rini tersenyum, kemudian beranjak ke shower dan mandi.

Sepuluh menit kemudian Rini keluar dari kamar mandi. Waktu sudah jam delapan malam lewat. Berarti hampir satu jam dirinya bersenang senang dengan Pak Fahri. Dilihatnya ada kantong belanja dari toko terkenal tergeletak di kasur. " Buka Rin..coba kamu pakai..", kata Pak Fahri lembut. Masih sambil berbaring, masih telanjang. Namun terlihat kontolnya sudah mengecil. Rini membuka kantong itu. "Aku ke kamar mandi dulu..", sambung Pak Fahri. Sepeninggal Pak Fahri, dibongkarnya kantong itu. Rini tersenyum, isinya sepasang lingerie merk ternama. Hitam, terbuat dari sutera yang halus. Rini suka. Dipakainya lingerie itu. Bustier yang semakin menonjolkan dadanya. Toket Rini serasa disangga. Sepertinya lebih besar. Sedangkan untuk bagian bawah celana dalam model thong yang menonjolkan bulat bokongnya. Rini mematut diri di depan cermin. Ia mengagumi keindahan bodynya dan sekaligus kagum dengan Pak Fahri karena biasa tau ukuran tubuhnya.

Pak Fahri keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk saja. Setelah memuji penampilan Rini diseretnya Rini ke kasur. Setelah merebahkan badan bedua Pak Fahri memeluk Rini, "Rin.. maafkan ya, kata kata yang tadi tidak pantas. Aku tidak menganggap kamu pelacur. Refleks saja tadi... , Pak Fahri berkata dengan lembut.
"Tidak apa apa Pak.. Rini suka kok.. terus terang Rini jadi horny disebut pelacur.. sepertinya tidak ada yang salah jadi pelacur nya Bapak.. toh Rini sebenarnya bisa nolak kok.. tapi nyatanya Rini malah kesini.. Dan dientot sama Bapak..", jawab Rini sekenanya. Pak Fahri memeluk Rini. Erat sekali. Semakin lama pembicaraan keduanya semakin akrab.

Sekitar sebelum jam 9 HP Pak Fahri berbunyi, Pak Fahri mengangkat HP sambil berjalan menjauhi kasur, mendekati jendela. Sepertinya penting. Rini tidak berusaha menguping, entah dari keluarganya atau dari rekan bisnis nya yang jelas Pak Fahri menerima telpon sambil membelakangi Rini. Rini hanya melihat punggung Pak Fahri yang terbuka, sedangkan pinggang kebawah hanya tertutup handunk. Lama juga Pak Fahri menerima telpon, karena tidak ada yang dikerjakan Rini berdiri dan mencari HPnya sendiri yang masih tersimpan di tas nya. Dibukanya HPnya. ADUHHH. Dilihatnya 4 panggilan tak terjawab dan 3 panggilan video call dari Rais. Rini baru ingat, rencananya tadi ia akan memberi tau Rais bahwa ia sedang tak enak badan jadi akan istirahat, dan minta tidak ditelpon. Namun rencana berbohong itu lupa tidak disampaikan. Rini berfikir kalau dia tidak menelpon balik, tentu Rais akan khawatir. Kemungkinan terburuknya adalah Rais akan minta tolong tetangganya untuk mengecek Rini di rumah apakah baik baik saja. Kalau itu yang terjadi maka akan ketahuan bahwa Rini sedang tidak di rumah. Kalau ia telpon balik bukanlah ia sedang bersama laki laki lain. Bagaimana pula jika Rais menelpon menggunakan video call. Rini sedang meninmbang untung ruginya.

"Knapa Rin.. sepertinya bingung...", sapa Pak Fahri setelah selesai menutup telpon dan kembali berbaring di samping Rini. "Engggg... anu Pak.... suami saya telpon...", jelas Rini
"Ya udah sana telpon balik.. ", jawab Pak Fahri enteng. " Tapi Pak... ", Rini ragu. "Tenang aja..aku pura pura gak dengar hehe... apa perlu saya keluar kamar..",
"Jangan Pak.. tidak perlu", sergah Rini cepat. Entah mengapa Rini menjawab itu. "Tapi Bapak jangan bicara ya Pak... Please..", Rini memohon. Pak Fahri menjawab dengan anggukan kepala. "Ada syaratnya... asal telpon dispeaker", Rini menyerah. Tidak ada pilihan lain.

+Hallo Is...
+Maaf baru telp.. aku gak enak badan, tadi ketiduran
Rini memulai berbohong
-sekarang udah baikan,Rin?
+Udah Is.. ini mulai baikan
-aku telepon pake video call ya
+Jangan Is.. sinyal lagi kurang bagus.. telp aja.. gak papa ya..
Rini mulai khawatir
- Yahhh Rin.. aku lagi pengen nihh.. bentar ya...
+ Is.. aku kan lagi gak enak badan
- Lho katanya sudah baikan...
Rais sedikit memaksa
- Yaaa udah bentar aja..
Rini melirik ke arah Pak Fahri. Pak Fahri tersenyum. Pikir Rini daripada tidak melayani Rais maka telepon akan lama ditutup. Semakin lama telepon di tutup semakin bedebar Rini takut ketahuan. Mending dia layanin Rais sebentar setelah itu telpon akan ditutup.
- Ayo Rinn.. mana toketmuu.. biar aku emut...
Rais sudah memulai sesi phone sex nya. Rini terdiam. Menoleh ke Pak Fahri yang tersenyum
- Rinnn.. halllo Rinnn..
Rais merasa tidak ada jawaban
- Rinn mana toketmuu...
Pak Fahri mengcungkan jempol.
+ iya Is.. emut toketku.. uhg..
Rini berpura pura mendesah. Tiba tiba mulut Pak Fahri sudah hingap di toket kiri Rini. Diemutnya toket indah itu
+Ughhh awww..
Rini menjerit kaget. Mata Rini melotot. Namun Pak Fahri tidak peduli. Rini mengerang sekali lagi. Rais yang mengira Rini menjerit karena phone sex semakin bersemangat
- Terus Rinnn.. aku emut toketmu... memekmu aku masukin jariku.. aku kobel kobel...
Suara Rais seperti perintah bagi Pak Fahri. Diemutnya toket Rini semakin erat dan tangan Pak Fahri sudah bermain main di memek Rini. Dimasukkannya jari tengah Pak Fahri. Ditusuknya sampai pangkal memek.
+ Ughhh .. yesss.. terusss. Lagiii
Rini menjerit memberi perintah Pak Fahri.
+ Lagiiii... Mauu...
- enak Rinnn
+Enakkk Issss.. lagi...
Rini menjawab Rais namun sebenarnya ia memberi perintah Pak Fahri. Sungguh susana birahi yang bahkan tidak pernah dibayangkan Rini. Rini sedang phone sex dengan suaminya namun disisinya ada laki laki lain yang sedang mengerjainya. Rais sendiri semakin semangat. Rais segera onani. Dikocoknya kontolnya sendiri. Dikiranya Rini sedang horny gara gara dia
+ Enakk Isss.... Mana kontolmu Isss... Uggghhh
- kocok kontolku sayang... Ayoo rinnnn
Entah apa yang terjadi jika Rais tau yang dikerjakan Rini saat ini. Perintah Rais untuk mengocok kontol benar benar dilakukan Rini. Tapi bukan kontol Rais. Tapi kontol Pak Fahri. Diraihnya kontol Pak Fahri dari balik handuk. Dipegangnga kontol itu dan dimaju mundurkan. Kontol Pak Fahri sudah membesar maksimal. Entah dari kapan.
+ Ughhhh Isss. Besar kontollmuuu.. ughhh
Kata Rini sambil melirik Pak Fahri. Pak Fahri tersenyum.
+ Ayoo isss... Keluarin... Keluarin sayang...
Rini ingin phone sex nya cepat selesai
- Sabar Rinn.. emut kontolku. Rinn... Emuttt
Demi mendengar perintah Rais, otomatis Pak Fahri menyodorkan kontolnya ke mulut Rini. Rini menolak. Jarinya diletakkan didepan bibir dan kepalanya menggeleng. Kalau Rini mengemut kontol Pak Fahri tentu ia kesulitan menjawab phone sex itu. Pak Fahri kecewa tapi Ia tidak memaksa. Balasannya kocokan tangan Pak Fahri ke memek Rini semakin cepat. Sekarang sudah dua jari maju mundur di memek Rini
+Ughhh enakkk isss.. ayoo iss keluarinn... Ughhh lagiii. Sodok lagi.. auuhhh.. ampun ..
Rini melirik Pak Fahri. Pak Fahri tersenyum girang tanpa mengurangi kecepatan jarinya. Memek Rini banjir lendir.
+ Enakkk Iss.. Ayo keluarin sayangg.
- iya Rinnn.. mau keluarr.. keluarin di toketmuuu.
Akhirnya Rais selesai menelpon. Setelah menggucapkan selamat malam ditutupnya telpon Rais.

"Pakk Fahriiii nakallll..", rajuk Rini ."Awas ya...", Seketika ditindihnya Pak Fahri. Dielpaskannya celana dalamnya. Rini langsung menduduki kontol Pak Fahri. Tanpa membuang waktu Rini langsung bergoyang. Semakin lama semakin cepat. Liar. Goyangan Rini yang sesungguhnya. Bokong Rini bergerak seperti kipas. Memutar ke segala arah. Memberi kenikmatan yang luar biasa kepada Pak Fahri. Rini pun merasa kenikmatan yang sama. "Ughhh... Rasain memek Rini Pak... Enakkkk Kan... Ughhhh. Tidak salah milih Rini jadi lontemu... Ughhh.. ", Rini sudah mulai meracau. Tanpa mengurangi goyangan nya Rini meremas sendiri toketnya kanan kiri. Pak Fahri menikmati setiap goyangan Rini dan pemandangan toket indah didepannya tanpa berkedip.

" Ughhhh.. yessss.. enakkk.. kontolll Pak Fahri kerasss. Enakk ...," Rini semakin liar. Rambutnya terurai ke segala arah. Diciumnya dada Pak Fahri. Sedangkan Pak Fahri memegang bokong Rini. Dipukulnya bokong Rini dengan tangan. Semakin dipukul semakin erotis Rini bergoyang dan.mengerang. "ughhhh .. yesss.. lagiiii.. jangan berhentiii." Pak Fahri mengakui bahwa Rini benar benar binal.

Dalam satu kali gerakan Pak Fahri merangkul Rini, tiba tiba posisi keduanya sudah berubah. Sekarang Pak Fahri yang berada diatas Rini. Tanpa melepas kontolnya di memek Rini. Digenjotnya Rini dengan cepat. Seluruh tubuh Rini telah tertimpa tubuh Pak Fahri. Missionary style.Diciumnya Rini dengan bernafsu. Rini membalas tidak kalah nafsunya. Dijambaknya rambut Rini. Tidak ada teriakan kesakitan. Hanya jeritan kenikmatan sesuai kecepan sodokan kontol Pak Fahri ke memek Rini. Semakin cepat sedokan itu semakin tidak beraturan jeritan Rini.

"Uuuugggggg.. yessss...Aku mau keluar pakkk.. " jerit Rini. "Jangan... Tahannnn.. nanti kita keluar bareng", bentak Pak Fahri. Sekuat tenaga Rini menahan orgasmenya. Dijepitnya kontol Pak Fahri sebisa bisanya. Sekuat kuatnya. Dengan harapan Pak Fahri cepat keluat. Pak Fahri pun merasa kenikmatan yang luar biasa. Beda. Kontolnya seperti diperas.

"Ampppunnn pakkk... Mau keluar Pak.. Gak tahannn... Ughhh...", Rini memohon. "Jangggannn tahann..", Rini sebenarnya sudah menahan orgasmenya sejak Pak Fahri bermain di memeknya saat phone sex. Semakin lama ia tahan semakin ia tidak kuat. Mukanya telah memerah. Matanya sayu. Sudah tidak fokus. Namun ada kekuatan dalam dirinya untuk menuruti perintah Pak Fahri untuk menunda orgasme.

"Uggghhh .. Ayo rinnnn... Keluarinn barengg.. ughhhh...", akhirnya perintah itu datang juga. Meledaklah orgasme Rini bersamaan dengan keluarnya peju Pak Fahri di memeknya lagi. Tiga kali crot meski junlahnya tidak sebanyak peju yang pertama.

Rini lemas. Nafasnya terengah engah. Rini nyaris tidak bisa bangun. Dan dia memang tidak ingin bangun. Rini ingin menikmati orgasmenya selama mungkin. Melihatnya rebahan, Pak Fahri mengarahkan kontolnya ke mulut Rini. Sambil berbaring dijilatinya kontol Pak Fahri. Tidak satu bagianpun yang lolos dari sapuan lidah Rini. Setelah dirasa bersih Pak Fahri pergi ke kamar mandi. Rini yang kelelahan langsung tertidur tanpa membersihkan diri. Pulas dengan senyum lebar

Paginya Rini bangun dalam keadaan lengket. Terutama bagian memeknya. Sisa sisa peju yang tercecer sudah mengering. Rini ingin ke kamar mandi. Dilihatnya Pak Fahri sudah tidak ada. Hanya ada amplop cokelat besar di kasur. Dilihatnya isinya. Uang pecahan 100ribu. Rini tidak menghitung. Perkiraannya sepuluh juta. Dibalik amplop ada tulisan. "kapan kapan aku hubungi kamu lagi"

Rini memasukkan uangnya ke tas. Ia merasa gembira. Ia tersenyum Hari ini aku mungkin telah menjadi pelacur professional, begitu pikirnya. Namun Ada satu hal yang mengganggunya yaitu dua kali Pak Fahri menyemprotkan peju di memeknya. Sekarang ia sadar itu terlalu riskan. Bahkan pelacur aslipun tidak ada yang seberani dirinya. Bagaimana kalau Rini hamil.SIAL. kenapa hal begini tidak terfikirkan kemarin.

Aha....!, Rini tersenyum. Ia tau solusinya.....

Bersambung
 
Bimabet
Pengin liat rini, rani melayani customer atau rwkan bisnis... party
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd