Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Roda Berputar

AjatSurajati2

Semprot Lover
Daftar
15 Aug 2021
Post
201
Like diterima
4.506
Bimabet
Disclaimer :
Beberapa bagian dari cerita fiksi ini kemungkinan dianggap tidak layak dikonsumsi oleh kalangan dengan usia dibawah 17 tahun, serta melanggar standar adat sopan santun dan budaya di tempat anda. Karya fiksi ini hanya sebagai hiburan untuk kalangan dewasa. Kesamaan nama, tempat atau alur cerita dengan kehidupan seseorang hanyalah kebetulan semata.

*****


SATU

Aku meringis menahan tangis. Bukan karena luka lecet yang saat itu tengah kubasuh dengan air setengah keruh. Lelah, tubuhku kian lelah. Namun tangis ini lebih karena rasa lelah pada jiwa yang kian rana.


“Bang, aku mau pulang dulu.” Ujarku setelah usai berbasuh di toilet bau dengan mata sendu, yang sudah barang tentu ucapanku itu bukan bermaksud merayu. Yang kuajak bicara hanya mendengus sembari mengepulkan asap rokoknya ke wajahku. Seketika kusesali keputusanku untuk tidak merayu. Wanita, sejak ribuan tahun lalu telah menjadikan rayu sebagai sejata ampuh yang tak pernah layu oleh waktu. Kenapa aku begitu bodoh untuk tidak menggunakannya saat berbicara dengan Bang Nelson ?

“Satu lagi deh San.” Bang Nelson mendesakku sambil menjentikkan jarinya hingga rokok Ji Sam Soe yang telah demikian pendek itu mencelat ke arah motor Ninja berwarna hijau miliknya yang terparkir dibawah pohon yang gelap tanpa lampu.

“Utangmu masih banyak San.” Dia mengingatkan aku pada sejumlah utang yang kian hari bukannya berkurang malah semakin menumpuk.

“Tapi aku sakit Bang.” Aku menghiba.

“Satu lagi, setelah itu kau pulang. Nah ini dia datang.” Bang Nelson bangkit dari kursi kayu usang dan tersenyum pada seorang lelaki kurus berkulit legam yang mucul dari keremangan malam. Dia masih mengenakan helm proyek berwarna kuning dengan rompi oranye cerah.

Aku meringis, di proyek jalan tol begini siapa lagi yang datang kecuali para pekerja proyek ?

*****


Ilustrasi diriku

Sekolah memang tempat menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu agama. Apalagi sekolah anakku ini adalah sekolah terbaik di kota ini. Walaupun bukan ibukota negara, dan bukan pula ibukota provinsi, kotaku hanya sebuah kota kecamatan kecil di pulau Jawa bagian barat. Saking kecilnya, mungkin kalian tidak pernah mendengar nama kota ini, jadi rasanya tidak perlu kusebutkan. Percuma kan?

Tapi bagi kami para ibu muda, sekolah bukan saja tempat belajar melainkan tempat kami untuk saling bertukar gosip. Jangan salahkan kami karena dalam sehari seorang wanita harus mengungkapkan 25.000 kata agar tidak depresi. Kalau mau, salahkan saja para pengusaha. Coba kalau mereka perhatian sama kami, pasti sudah dibangun sebuah mall agar para wanita bisa sejenak melupakan keruwetan rumah tangga. Berkumpul dan bertukar gosip adalah kebutuhan yang sangat manusiawi bukan? Tidak usahlah mall besar, cukup mall kecil saja sehingga kami tidak perlu bergosip di sekolah anak.

Apapun bisa digosipkan oleh wanita, mulai dari asisten rumah tangga yang sering pacaran, hasil setrikaan yang tidak pernah rapi, sabun cuci yang cepat habis, mertua yang selalu ikut campur, atau sekedar membicarakan artis ibukota maupun drama korea terbaru.

Itu semua mengasikkan bagi kami, tetapi yang paling mengasikkan adalah membicarakan rumah tangga orang lain. Misalnya tentang Mama Pian yang sedang hot-hotnya digosipkan oleh ibu-ibu di sekolah. Bagaimana tidak menarik untuk dibicarakan, dia itu menurutku tidak begitu cantik tapi gayanya itu menyebalkan sekali. Memang sih kulitnya putih bersih, lalu badannya kalau kata Pak Heri, Kepala Sekolah SDIT Al Ikhlas, dia itu langsing. Padahal menurutku kurus sekali, mana ada pria yang suka dengan perempuan kurus kering seperti itu? Bukankah wanita montok sepertiku yang tinggi 155 dan berat 60 lebih sekel dan seksi?


Oh iya, baju yang dia kenakan itu sok ngartis. Kadang-kadang aku sebal kalau ibu-ibu membicarakan bahwa Mama Pian itu cocok jadi model. Yaelah, model apaan kaya gitu? Pelacur lebih cocok untuknya barangkali, hahaha.

Eh tapi katanya dia itu istri seorang pengusaha perkebunan. Samber gledek aku tak percaya, tapi kalau sebagai istri simpanan atau wanita piaraan, barulah aku percaya.

Gayanya sih pake hijab lebar-lebar seperti ukhti, tapi aku yakin dia tak lebih dari pelacur yang dijadikan istri simpanan. Segala gayanya yang agamis itu pasti hanya kedok semata untuk menutupi profesi yang sebenarnya.

“Assalamu’alaikum bunda-bunda semua.” Tuh kan, Mama Pian sok-sok manis dan baik gitu. Wajah innocent yang dibuat-buat serta senyum yang dimanis-manis itu buat aku sungguh merupakan suatu kepura-puraan.

“Wa’alaikum salam Mama Pian, aduuh cantik banget.” Itu Mama Rendy yang menyambut salam dan memuji si pelacur itu. Aku segera mencubitnya dan memelototinya. Untung Mama Rendy paham, dia tidak jadi bersalaman.

Suamiku bukan pengusaha besar, tapi kami punya toko kelontong yang selalu ramai. Pekerja kamipun sampai ada lima orang. Tapi yang lebih penting dari itu, aku bukan wanita simpanan seperti Mama Pian yang sok cantik itu.

Aku merasa memiliki derajat dan harga diri yang lebih tinggi daripada Mama Pian yang tak punya kerja dan usaha apapun, paling hanya ngangkang memuaskan suami gelapnya. Jijik sekali aku pada perempuan semacam itu.

Setelah kuterima salamnya secara asal saja, Mama Pian pamitan pada kami semua.
“Bunda-bunda, saya pulang duluan ya. Assalamu’alaikum.” Katanya sambil menuntun Pian, anaknya, ke sebuah motor matic tua yang dulu sempat merajai dunia sepeda motor matic yang diiklankan Komeng, pelawak terkenal.

“Bener kan, dia pasti cuman wanita simpanan. Mana mungkin istri resmi cuman naik motor butut.” Bisikku pada Mama Rendy.

“Hus, ngga boleh gitu lu San. Lu sirik aja kali dia cantik haha.” Mama Rendy menegurku sambil bercanda.

“Halah, cantik juga nggak guna kalo dada rata sama pantat tepos begitu.” Jawabku sambil mendengus.

“Iya San, iya… dada lu lebih gede, pantat lu juga bohay. Bukan bandingan Mama Pian.” Ucapan Mama Rendy cukup membuatku puas.

“Tapi Mama Pian itu cantik banget ya.” Terdengar suara Pak Heri di belakang kami.


Ilustrasi Mama Pian

*****

Aku masih kesal dengan pendapat Pak Heri yang selalu memuji-muji Mama Pian. Sepanjang hari aku uring-uringan karena hal tersebut. Sebenarnya apa sih yang disukai para lelaki? Apakah wajah cantik atau bodi yang menarik? Tadinya kupikir hanya anak remaja yang tertarik pada wajah yang cantik sementara lelaki dewasa akan lebih melirik bodi yang menarik. Tapi nyatanya Pak Heri yang sudah berusia 50 tahun itu juga masih saja tertarik pada Mama Pian, yang bahkan menurutku tidak cantik-cantik amat.

Saking kepikirannya, aku tidak konsentrasi dalam mengerjakan berbagai hal termasuk memeriksa laporan hasil penjualan toko. Bahkan pikiranku masih melayang penuh rasa kesal sehingga aku tak sadar bahwa suamiku sedang meminta jatah pada malam itu.

“Mah, yuk.” Katanya sambil memelukku dari belakang. Aku memang tidur memunggunginya sedari tadi. Sepertinya dia sudah sange karena dapat kurasakan sebuah tonjolan yang keras mengganjal tepat di pantatku. Tapi aku sedang malas dan tak ada gairah.

“Pah, besok aja ya. Mama lagi capek hari ini.” Jawabku tanpa membalikkan badan maupun wajah kepadanya. Aku hanya memandangi dinding yang berhadapan dengan wajahku.

“Ih kamu capek apaan mah, dari pulang sekolah cuman bengong aja di toko.” Mas Wardi protes atas penolakanku. Jemarinya menggerayang ke pahaku lalu menyelinap ke balik daster bergambar Spongebob yang kukenakan. Sesaat sebelum sampai pada tujuannya, kupegang tangannya dan kutepiskan.

“Aaah, mama lagi males pah.” Aku menggerutu tapi Mas Wardi masih saja berusaha meminta jatah dengan mengusap pahaku.

“Ayo dong mama cantik, papa udah cenut-cenut nih.” Kurasakan tubuhnya merapat dan bagian bawahnya bergerak-gerak sehingga tonjolan keras itu menekan-nekan belahan pantatku.

“Bodo amat.” Jawabku ngasal. Aku memang seperti itu kalau sedang kesal.

“Cantik, ada…” Kalimat pertanyaan suamiku itu belum selesai tapi sudah kupotong.

“Bo’ong banget sih. Laki-laki sama aja.” Dengan ketus aku menengok wajahnya yang terlihat bingung. Tau rasa lu, dasar lelaki.

“Bohong apanya sih mah? Yuk sini cerita.”

“Beneran aku cantik?” Tanyaku sambil menatap matanya, tapi tubuhku masih tetap memunggunginya dan hanya wajahku yang menghadapnya.

Suamiku tersenyum lalu menjawab, “Iya, mama cantik. Beneran ga bohong.”

“Cantik mana sama Mama Pian?”

Suamiku bengong dengan pertanyaanku dan sekilas kulihat bola matanya berputar agak keatas dan mata kirinya berkejap singkat.

“Tuh kan kamu bohong. Dasar laki-laki !” Setelah itu aku memunggunginya lagi, dan kali ini benar-benar kutepis tangannya menjauh dari pahaku. Berikutnya kutarik selimut dan menutupi seluruh tubuhku dengan erat.

Marah sekali aku saat itu, bahkan suamiku saja menganggap pelacur sialan itu lebih cantik dari istrinya. Bangsat kalian para lelaki!

“Mah…”

“Ah bangke lu.” Aku memaki. Kata mamaku, dari sejak SMA memang aku mulai suka ngomong kasar. Dan kadang-kadang ini masih keluar sampai sekarang.

“Mah, kecantikan itu bukan sekedar fisik. Wajah biasa aja juga kalau sikap dan ucapannya baik maka seorang wanita akan terlihat lebih cantik dan menarik.”

Ucapan suamiku ini cukup mengena di hatiku. Dan aku mulai merasa salah akan sikapku selama ini. Mungkin sikap Mama Pian yang selalu ramah membuat dirinya lebih menarik .

Menyadari kesalahanku yang sudah bicara kasar, aku mengalah pada Mas Wardi. Kubiarkan dia memelukku sembari tangannya merayap ke balik selimut, bahkan kurasakan jemarinya merayap di sepanjang pahaku dan mendarat tepat di bagian terhangat dari tubuhku.

Aku belum mau mengakui kesalahanku. Gengsi.

Jadi aku diam saja ketika dia masuk kedalam selimut dan menggumuli tubuhku. Begitupun ketika dia menaikkan daster Spongebob yang kukenakan dan bibirnya menciumi seluruh permukaan kulit. Pikiranku masih melayang, berusaha mencerna apa yang tadi dikatakan oleh Mas Wardi.

Sebenarnya aku juga merasa kalau Mama Pian lebih menarik. Lalu apa sebenarnya yang membuat aku kesal? Mungkin benar, aku iri padanya. Tapi kan sirik itu manusiawi banget kan. Dan biar gimanapun, aku tidak kalah cantik dibanding dirinya. Bahkan aku punya kelebihan lain, tubuhku lebih padat dan indah walaupun sudah punya anak dua.

Aku penasaran, benarkah Mama Pian itu istri sah dari pengusaha cengkeh? Aku memang pernah mendengar cerita bahwa istri tua pengusaha itu yang bahkan melamar Mama Pian untuk dijadikan istri kedua suaminya. Ada ya istri yang seperti itu? Rasanya tidak percaya. Aku lebih percaya kalau Mama Pian itu wanita piaraan aja. Coba nanti aku akan cari tahu lebih lanjut.

“Aaaaaakh……..” Aku menjerit lirih karena tiba-tiba kurasakan sesuatu melesak kedalam tubuhku dibawah sana. Mataku melotot menatap Mas Wardi yang baru sekarang kusadari telah menindih tubuhku. Seluruh pakaianku ternyata sudah terlepas.

“Nggghhhh….” Nafasku tertahan karena tiba-tiba kurasakan getar-getar kenikmatan yang hangat menguar dari bawah tubuhku. Mas Wardi tersenyum, lalu dia menciumku dengan ganas. Tubuhnya bergerak-gerak penuh gairah.

Aku memang pemarah, gampang emosi, kasar, galak, dan sederet hal lain yang menggambarkan bahwa aku adalah perempuan keras kepala yang susah diatur. Tapi kelemahanku yang terutama adalah bahwa aku terlalu gampang dibuat menyerah dalam hubungan suami istri.

Tidak tahu kenapa, tapi bagian bawah tubuhku itu sensitif sekali. Selalu saja mencapai puncak kenikmatan dalam waktu yang singkat. Kata Mas Wardi, aku ini sangean. Kalau sudah ada yang masuk melesak kesana, aku seakan menjadi mahluk tanpa akal alias tak mampu berfikir lagi. Yang ada hanya rasa nikmat yang memuncak… eh… lebih tepatnya memuncrat. Ya, aku termasuk wanita squirter.

“Aaaaakh…. Aaakhh…” hanya dalam waktu satu menit, aku berkelojotan dengan tubuh bergetar. Mas Wardi menghentikan gerakannya untuk memberikan kesempatan bagiku menikmati gelombang hangat yang meluap-luap menggetarkan jiwa. Ketika tubuhku bergetar hebat, dia tersenyum puas melihat aku dibuat tak berdaya dalam kenikmatan.

“Enak mah?” Dia bertanya dengan nada bangga sambil meraba dada telanjangnya yang telah basah terkena cairan yang memancar dari dalam tubuhku.

“Bang…sattt…!” Aku memakinya karena begitu gampang dia membuatku bertekuk lutut. Dia tertawa puas, lalu perlahan bergerak lagi. Mas Wardi merasa menjadi lananging jagad, pejantan tangguh, yang sebenarnya hanyalah kepalsuan. Bukan dia yang tangguh, tapi akunya saja yang terlalu sensitif.

“Lagi ya.” Ujarnya sambil memejamkan mata.

“Tunggu, mas. Aku masih ngilu.” Pintaku dengan nafas masih tersengal. Tapi Mas Wardi tersenyum licik, dia bergerak lagi walaupun perlahan.

Gerakannya memang perlahan, tetapi efek yang ditimbulkannya membuatku bergidik. Pada bagian yang paling sensitif, rasanya super ngilu sehingga tubuhku gemetaran.

“Maaas, udah dulu…”

“Aah, masa?” Mas Wardi meledekku dengan bertanya sambil nyengir dan menaik-naikkan alis matanya.

Ya Tuhaaaan, betapa ngilunya sampai ke rahimku bergetar hebat. Aku tidak kuaaaat.
“Anjjj...” Makianku tidak selesai karena Mas Wardi membekap bibirku.

“Hekkkkk…” nafasku terhenti karena benda keras itu menancap dalam-dalam dan Mas Wardi bertahan didalam sana sambil bergoyang perlahan seolah sedang meng-engkol mobil oplet Si Doel anak sekolahan. Bagian sensitifku tertekan dan tergerus dengan engkolan Mas Wardi yang terus menatapku dengan senyumannya yang seperti mengejek. Dia memang senang melihatku seperti ini.

Benda kecil sensitif yang sedang tergencet itu kini hilang rasa ngilunya, terganti dengan rasa gatal yang ingin terus digencet keras. Tubuhku melengkung dengan telapak kaki mengejang.

“Tingtung…..” ujar Mas Wardi. Ke telingsku.

“Hegh… hegh.. hegh.. apa.. Pah ?” Tanyaku di tengah nafas yang memburu.

“Perhatian… kereta ekspress akan melintas di sepur dua..” katanya.

Aku bengong, tak paham.

Plop. Benda keras itu ditarik keluar dari tubuhku.

“Ja…jangan dilepas… oh…” Aku memohon agar biji kecilku yang sensitif tetap digencet agar tidak ngilu.

Pleeep, plong.

Pleeep, plong.

Benda itu maju mundur menyeruak perlahan masuk dan keluar.

Lalu semakin cepat.

Plep plong plep plong plep plong.

“Aaakhh… ngil..luuu mas…”

Dan semakin cepat.

Aku tak tahan lagi dengan dua rasa yang saling berbelit erat antara ngilu dan enak. Tubuku menggigil.

“An…..jiiiiiiinggggg…..” jeritku ketika kereta ekspress berkecepatan tinggi akhirnya masuk ke stasiun melintas dengan cepat.

Jek gujek gujek gujek gujek gujek.

Pernahkan kalian berdiri di peron stasiun kecil, lalu kereta ekspres dengan lokomotif yang berat penuh tenaga melintas dengan cepat. Gemuruh di dada, lengkingan peluit, angin kencang menerpa, membuatmu seakan terlempar.

“Aaaah… sam…. Paaaaiiii.” Jeritku.

Mas Wardi mencabutnya sekaligus, seolah kereta itu telah meninggalkan stasiun kecilku dengan secepat kilat.

Aku berkelojotan sambil memuncratkan sejumlah cairan bening ke dada Mas Wardi untuk kedua kali.

Tenagaku hilang dan tak mampu bergerak ketika setelah itu suamiku menggenjotku lagi dan lagi. Dan aku selalu keluar dan keluar lagi hingga tempat tidurku seperti habis tersapu banjir.

Pada saat Mas Wardi akhirnya menumpahkan cairan kental di perutku, tubuhku sudah tak mampu bergerak.

Aku tidur nyenyak (atau barangkali pingsan?) dalam keadaan telanjang hingga siang. Mas Wardi sudah tak ada di rumah, sepertinya sudah pergi ke Pasar untuk menunggu toko kami. Alfi, anakku yang kelas dua SD juga sudah pergi sekolah. Tinggal aku dan Indra, anakku yang masih TK B yang masih berads di rumah. Segera kututup tubuhku dengan seprai basah setelah menyadari bahwa Indra sedang asik nonton TV didalam kamarku.

“Mah, baju selagam aku dimana?” Indra bertanya sambil matanya tetap memandang TV.

Aduh, badanku lemas sekali dan rasanya malas bangun. Tapi kulihat Indra sudah mandi karena rambutnya terlihat basah, dan sebuah handuk teronggok di sampingku. Indra sendiri nonton Tv tanpa mengenakan baju karena dia belum bisa mengenakan baju sendiri.

“Indra udah mandi?” Tanyaku padanya.

“Udah mah Inda udah mandi.” Jawabnya dengan lidah yang cadel.

“Udah pakai handuk?”

Dia mengangguk.

“Udah mah, tadi juga Inda udah handukin badan mama yang basah. Mama pipis di tempat tidul ya?”

Aku menarik seprai lebih keatas menutupi seluruh tubuhku, kaget karena ternyata Indra menghandukiku saat aku masih tidur.

*****
Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd