Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Rumble X Riot!

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
kalo di jaman perang 3 kerajaan mah elang sama aja dengan ZHUGE LIANG nya negera shu
 
Kerenn.. Kalo dijadiin film keren nihh..
Tapi sulit kyknya nyari cast cewenya.. Hahaaha ;)
 
hahaa.....jangan2 mira cewe jadi2an niih....
btw setuju ma yg suhu diatas nii.....dira sama jon masih misterius....belum kebaca...
 
amir ini emang loli apa emang crossdressing??? :mati::berbusa::kuat:
 
EPISODE III: Offering






Aku berencana ingin tidur sampai siang, jika saja tidak ada yang mengetuk pintu kamar. Kulihat jam di dinding, ternyata pukul delapan pagi. Siapa yang bertamu sepagi ini di hari Minggu? Helen? Tapi aku belum memberitahu tempat kostku padanya.

"Ya, sebentaaaar~"

Aku menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Setidaknya agar tampak sedikit lebih segar. Lalu buru-buru kuhampiri pintu, dan saat kubuka...

"Mira? Ngapain?!"

Aku kaget, mendapati bahwa cewek ini tengah berdiri di depan pintu; memakai sack dress dibalut cardigan. Wajahnya menunduk, masih tak berani menatapku langsung.

"Ka-kalau ga boleh, a-aku pulang aja," katanya, malu-malu.

"Bukan gitu. Maksudnya, kok bisa tau gue ngekos disini? Tau darimana? Perasaan...."

Mira semakin menundukkan wajahnya. Aku menebak-nebak, jangan-jangan dia menguntit? Semacam stalker, mungkin? Tapi apa iya, benar-benar ada stalker yang niat cari tahu sampai ke rumah targetnya? Ah, terserahlah. Mira sudah disini, dan aku akan tampak tak sopan jika tak menyuruhnya masuk.

"Lupain aja. Yaudah masuk yuk."

Aku agak kalang-kabut juga, ada tamu pada waktu-waktu ini dan kondisi kamarku super berantakan. Akhirnya, aku membereskan kamar seadanya, lalu menyuruh Mira duduk di atas kasur lantai. Aku sendiri menjaga jarak, duduk bersandar di dinding.

"Sebenernya kaget juga loh, soalnya ga pernah ada tamu sebelumnya. Tapi, kalo sampe ada yang nyari sampe kesini, berarti ada urusan penting ya?"

Mira mengangguk pasrah. Tapi dia diam, dan sikapnya semakin gusar. Terlihat dari keresahan yang tercetak jelas di wajahnya, juga dia yang berkali-kali membetulkan posisi duduk.

"Tentang apaan, kalo gitu?"

Mira, sambil tetap menunduk, berkata, "Itu... a-aku... harus mulai dari mana..."

Aku masih menunggu. Apa jangan-jangan masalah 'kapas' kemarin?

Tapi kulihat, ada tetesan air yang jatuh ke sprei. Lalu tetesan berikutnya, dan semakin susul menyusul. Aku sedikit menunduk, dan samar-samar, diantara poni yang menutupi wajahnya, bisa kulihat Mira menangis.

"Kok nangis? Eh-eh, aduh! Nanti gue disangka nangisin anak orang!"

Aku berniat menghampirinya, tapi tangisan Mira semakin keras. Aku buru-buru memeluknya, reflek; selain untuk berusaha menenangkan, juga agar suaranya tak terdengar keluar.

"Ma-maaf... ta-tapi...."

"Udah, udah. Tenangin diri dulu, baru abis itu cerita," kataku sambil menepuk-nepuk bahunya. Tapi ada yang aneh. Aku tak merasakan adanya tali bra dibalik dressnya. Lalu aku teringat kejadian kemarin, dan pikiran jelek muncul. Apa jangan-jangan Mira sebenarnya...

"Aku cewek tulen! Jangan bersikap apatis yang curiga kalau aku ga normal! A-aku cuma...."

Ahaha, dia ternyata bisa membaca pikiranku. Lalu kembali kutenangkan dia, dan setelah berkorban usaha dan kesabaran, akhirnya Mira bisa lebih tenang. Tapi dia tetap menaruh kepalanya di dadaku. Malah, kini kedua tangannya memelukku erat.

"Aku pernah bilang kalau ke kamu, aku bisa lebih terbuka kan?"

Aku mengangguk. Suaranya sekarang jadi lebih tegas, tak lagi tergagap karena kikuk.

"Aku mau cerita semuanya!"

"Cerita yang mana?"

"Kamu harus tau, aku cewek tulen. Jangan sekali-sekali beranggapan kalau aku ini crossdresser! Aku ga suka!"

Aku menggaruk kepala yang tak gatal. "Iya, iya, maaf. Ga perlu nunjukin bukti kalo lo cewek tulen kan? Terus, kenapa, sori, pake..."

"I-itu, aku malu...."

"Eh, malu?"

Mira mengangguk. "Iya, malu. Cewek-cewek di sekolah kita itu badannya bagus-bagus. Sementara aku... tau sendiri lah. Makanya, aku pakai... benda 'itu' supaya... bi-bisa... ah, begitu pokoknya!"

Aku kembali mengangguk-angguk. Oh ternyata begitu, Mira cuma ingin lebih kelihatan proporsional bentuk badannya. Makanya, kemarin ketika aku tak sengaja meremas buah dadanya, aku seperti merasakan tekstur yang beda dengan buah dada pada umumnya. Dari yang kutahu, berkat Helen, buah dada itu mempunyai tekstur kenyal. Tapi kemarin, lebih seperti... kapas. Dan ketika aku mencoba mengintimidasi Mira untuk meyakinkan kesimpulan, ternyata dari reaksi Mira memang seperti membenarkan kalau itu memang kapas. Tadinya, aku hanya ingin mempersempit jarak dengan cewek ini, dan memaksanya untuk menyerah. Tapi keberuntungan memang sedang berpihak.

"Tapi janji kan ga akan bilang siapa-siapa?" tanyanya, panik.

Aku menggeleng. "Gue mah orangnya ga ingkar janji. Lagi kan lo udah sepakat nyerah, ya gue juga sepakat ga akan bocor. Impas kan?"

"Serius?"

"Iya serius."

"A-aku ga yakin. A-aku harus ngelakuin apa su-supaya kamu ga bilang?"

Aku memutar otak. Sedikit pikiran mesum terlintas di benakku. Apa mesti menyuruh Mira telanjang di depanku sekarang juga? Atau, memerasnya untuk menuruti semua keinginanku? Tapi rasanya jahat kalau aku bersikap begitu.

"Udah, lupain aja. Kita anggap ini selesai, oke bro?"

Mendadak Mira melepaskan pelukannya, lalu menjaga jarak. Tatapannya tajam, terhunus padaku. Agak seram juga kalau dia seperti ini.

"Kamu masih ga percaya kalau aku itu perempuan? Mau bukti?!"

Aku terbengong. Apa aku salah bicara? Dan ketika kuingat, imbuhan 'bro' tadi sepertinya yang jadi masalahnya.

"Eh ga perlu begitu, tadi salah--"

Mira melepas cardigan, disusul menyingkap sack dressnya. Aku tak sempat mencegah, karena dia melakukannya dengan cepat. Mira akhirnya menanggalkan pakaiannya. Lucunya, dia yang kini bertelanjang dada dan hanya berbalut celana dalam dengan motif imut itu, berusaha menatapku dengan penuh keyakinan. Seperti memaksakan diri. Aku yang terpaku, hanya bisa memandangi tubuhnya yang mungil dengan payudara kecil yang seperti baru tumbuh. Aku tak bisa menaksir ukurannya, karena aku tak punya pengalaman untuk itu. Tapi, beda jauh dengan 'punya' Helen.

Aku masih terpaku, sampai menyadari bahwa pintu belum kututup! Buru-buru aku bangkit lalu menutup pintu. Bisa repot kalau ada yang lihat.

"I-iya percaya kok! Lagi apasih ukuran doang! Udah pake lagi bajunya!"

Mira hendak memakai kembali pakaiannya, jika saja dia tak mendapati aku yang curi-curi pandang ke bagian selangkangannya yang dijepit kedua paha. Maka, Mira kembali menggeram, lalu mengangkang dengan kedua kaki ditekuk. Memperlihatkan dengan sengaja selangkangannya yang masih tertutupi celana dalam; tanpa tonjolan apapun disana.

Dia yang kembali menunduk malu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan, berkata padaku, "udah kan? Percaya sekarang? Masih belum puas?"

Aku heran, cewek ini sebenarnya hanya ingin membuktikan sesuatu atau sedang menggodaku? Aku hampir-hampir tak bisa menutupi batang kemaluanku yang menonjol, tercetak jelas pada celana pendek.

Suasana menjadi kaku. Aku diam, begitupun dengan Mira. Tapi aku sesekali curi pandang melihat tubuhnya. Mulus, dan putih bersih. Aku malah mengkhayalkan tubuh itu bermandikan keringat, bergoyang-goyang menikmati tusukan-tusukan pada... AAAARRRGGHH!

"Pake baju lo cepetan! Buru!"

Aku menutup mata, berusaha menghalau pikiran-pikiran mesum. Jantungku berdegup kencang, tak tahu harus berbuat apa. Aku benar-benar bingung ada di posisi seperti ini, dan kebingunganku bertahan untuk waktu yang lama, sampai...

"Udah kok," katanya.

Aku membuka mata. Mira kembali memakai sack dressnya, lengkap dengan cardigan. Aku menghela nafas panjang, cobaan tadi benar-benar berat. Andai aku lepas kontrol, pasti kejadiannya akan berbeda sekarang.

"Sekarang percaya?"

Aku mengangguk. Malu-malu. Mira yang sedang membetulkan letak kacamatanya, menatapku dalam-dalam.

"Aku mau jadi tangan kanan kamu," katanya, tanpa ragu.

Aku kembali terpaku. Apa-apaan cewek ini? Kelasnya memang sudah kami kuasai, tapi kalau ketua kelasnya sendiri yang mau untuk menjadi bawahan anggota kelas penjajahnya, aku baru dengar yang seperti itu.

"Aku menawarkan diri bukan tanpa modal. Aku punya banyak data ketua kelas satu, dua, dan tiga. Juga karakteristik tiap kelas, berikut kelebihan dan kelemahannya. Ini bisa jadi acuan penting kalau kamu mau jadi penguasa sekolah," jelasnya lagi.

"Pasti ini ga gratis kan?"

Mira mengangguk. "Jelas ada imbalannya. Aku mau..."

Aku terdiam, menunggu Mira menyelesaikan kalimatnya.

"Kamu yang jadi penguasa kelasnya, bukan Helen. Kalau kamu mau bawa Helen ke 'atas', maka aku yang akan bawa kamu kesana. Intinya, aku ga mau Helen yang jadi penguasa sekolah."

Aku mencium ada yang tak beres. "Masalah pribadi?"

Mira mengangguk, tegas. "Oh iya, ada lagi. Saat kita sedang berada dalam kondisi berdua, seperti sekarang, aku mau panggil kamu... 'Tuan". Dan kamu harus beri aku nama kecil yang cuma kamu yang boleh panggil. Sepakat?"

Eh? Ini seperti ada di... film bondage. Ternyata, sisi lain Mira itu begini? Lagipula, dia punya data. Kalau aku punya data-data, aku bisa mengembangkan strategi dengan baik. Ini tawaran yang sayang untuk dilewatkan.

"Yaudah, sepakat kalau begitu. Jadi?"

Mira, menatapku dalam-dalam. "Beri aku nama panggilan, Tuan Elang~"

Aku berpikir sejenak. "Gimana kalo... Mii-chan?"


***


Seperti biasa, aku datang terlalu pagi. Sekolah masih sepi, dan sepertinya banyak yang akan membolos hari ini. Senin pagi yang suram, dihiasi dengan mendung di langit. Petir sahut-menyahut, hanya tinggal menunggu hujan turun saja.

Aku kira ini akan menjadi hari yang tenang, tapi ternyata salah. Aku segera berlari, saat melihat Sapto terjerembab di lantai dengan kepala di injak oleh cowok yang belum pernah kukenal. Posturnya tinggi dan ramping, dengan raut wajah dingin tanpa ekspresi. Dia berkali-kali menggesekkan sepatunya ke kepala Sapto.

Aku refleks mengacungkan tinju, sambil berlari menghampiri. "Woy, apa-apaan lo--"

Tapi tinjuku meleset, memukul tembok. Aku meringis, tapi lebih ke kaget ketika mendapati cowok itu menghilang. Lalu aku memutar badan, dan melihat cowok itu berjalan dengan santainya. Kapan dia melewatiku?

Dia, menengok sekilas. Menatapku dingin. "Kai. Ketua kelas 2-A. Menyatakan deklarasi perang terhadap kelas 1-F beserta sekutunya," katanya sambil tersenyum licik.

Dia kembali berlalu, dan hampir kukejar jika saja Sapto tak menahan kakiku.

"Udah... biarin... dia... itu...."

Sapto pingsan. Dan ketika kuamati lebih jelas, sekujur tubuhnya memar. Pelipisnya sobek, dan jari-jari tangan kanannya patah. Kondisinya semakin parah, ketika dia batuk darah.

Aku ingin berteriak, tapi tertahan. Seakan, tenggorokanku tercekat.



(Bersambung...)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terjawab sdh jenis kelamin mira...
Wah, punya pacar kayak helen, punya bawahan kayak mira?? Ngeri ngeri sedap...
 
kalau punya pacar kayak helen ak bakal mikir ribuan kali buat selingkuh, kgk kebayang nasib di junior kalau ketauan selingkuh. :sendirian:
 
musuh baru akhirnya muncul juga
semoga aja lebih keren pertarungannya :papi:
jangan lupa gan SSnya jngn bikin :kentang: aja
 
Kemaren teman2 sempat salah paham tentang Mira...kini terjawab sudah....hihihi..
Sosok Elang punya pandangan yg tajam....tapi cakarnya blom dipertunjukkan.....semoga....:semangat:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd