Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG S.A.K.T.I
- Thread starter Flindskjold
- Start date
AugustKaizer
Suka Semprot
- Daftar
- 2 May 2018
- Post
- 6
- Like diterima
- 1
Mantap ceritanya...si_penyuka-susu
Semprot Baru
Masih menunggu
satriaranjang69
Semprot Kecil
- Daftar
- 18 Apr 2015
- Post
- 53
- Like diterima
- 20
yah seriusan ini mama bella di embat juga ama Lintang??? 
dubidubida12345
Adik Semprot
- Daftar
- 24 Oct 2017
- Post
- 148
- Like diterima
- 91
Cerita tentang kak Rere lagi doong, tp pribadi lebih suka yg cucklod daripada incest gini. Btw nice story yaa ts, keren pokoknya laaah
deddysasa10
Semprot Lover
- Daftar
- 1 Jan 2018
- Post
- 298
- Like diterima
- 303
Lebih baik fokus kisah incest aja sakti dengan mama dan kakak rere,untuk lintang kan awal cerita suka sama mamanya terus lintang malah mulai mengembara mencari kenikmatan,buat dong suhu flinds lintang mengalami peristiwa luar biasa yang membuat lintang sadar cinta sejatinya ada di mamanya...buat konflik2 supaya sakti maupun lintang susah banget dapetin mamanya jangan dikit2 exe.kan para pembaca setia jadi greget bacanya.satu lagi usahakan suhu bisa balas celoteh celoteh pengemar setia yang masuk ke suhu supaya tambah rame forum ini
Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 495
Sebelum lanjut ke part selanjutnya, gue mau ngasih sidestory yang sesuka kalian lah mau dibaca atau enggak. Yang jelas sidestorynya punya dua atau tiga seri. Gue buat ini sambil nyicil part lima belas juga sih jadi ya, enjoy ya buat yang sudi ngebaca sidestory ini hehehe
Flindskjold
Adik Semprot
- Daftar
- 8 Aug 2014
- Post
- 111
- Like diterima
- 495
http://www.imagebam.com/image/bdc0eb940621544
(KHARINKA THERESIA "KHARIN")
Sidestory 2-A; I Love You (Both)!
Pov. Kharinka Theresia
Haha, mungkin kalian nggak nyangka penulis absurd di cerita ini bakalan ngehadirin sosok gue di dalem ceritanya ini. Gak apa - apa, kan? Gue yang minta kok. Abisan bosen jadi figuran yang cuma duduk di dua tempat doang, di rumahnya si Sakti, sama di bangku panjang depan gedung kampus. Udah gitu dialognya dikit lagi. Ngebetein banget. Nah, dengan tertuangnya cerita yang entah sedih atau bahagia ini, semoga aja penulis cerita ini bakal sering - sering masukin gue di dalem ceritanya, yaaa... Hihihi.
****
Ehm, awal tahun di tingkat kedua di SMA yang baru ini, bakal gue lalui dengan biasa aja, ya biasa aja, karna sama kayak waktu di SMA gue yang sebelumnya, gak jauh beda. Ya namanya juga sekolahan, agendanya kan tetep sama; belajar. Yang jadi pembeda cuma tingkatan yang gue lalui disini beda sama sekolah yang sebelumnya, disini gue duduk di kelas sebelas, bukan kelas sepuluh lagi. Karena setelah nerima raport dan naik kelas, Bokap langsung ngurus kepindahan gue disini. Terbang dari Bali ke Jakarta.
Jujur, dimulai dari Bokap yang makin gila kerja, kehidupan akademis gue jadi menclok sana - sini. Gue harus ngerasain sekolah di dua SMP yang berbeda, dan mungkin sekarang juga harus ngerasain sekolah di dua SMA yang berbeda. Mungkin tiga, atau empat. Entahlah. Semua terserah Bokap. Gue cukup ngerti, semenjak Nyokap harus ngehembusin nafas terakhirnya pas gue masih SD, Bokap jadi ngelampiasin kesedihannya itu ke pekerjaannya. Untung aja, ke-maniak-kerja-an nya itu nggak justru bikin dia jauh dari gue. Karna jaman udah canggih, Bokap selalu ngabarin. Bokap juga jadi makin protektif, jadi ngelimpahin rasa sayangnya ke gue agak berlebihan sih. Mungkin Bokap cuma nggak mau harus lagi - lagi kehilangan orang yang dia sayang. Tapi kan harusnya Ka Kevin jangan dibiarin sekolah di Ausie dong, Pah?
Kevin, kakak yang gue punya satu - satunya. Seiring kepindahan gue ke Jakarta ini, dia juga harus ngelanjutin studinya di Aussie, pas gue tanya kenapa Kevin di izinin buat kuliah disana, jawabannya sedikit bikin kesel.
Bokap bilang, soalnya Kevin laki - laki dan bisa jaga diri. Sesimpel itu? Jadi kalo gue perempuan, gue gak bisa jaga diri? Nggak juga lah.
Dan sekarang, di Jakarta, tahun pertama di tingkat kedua di SMA yang baru. Karna seringnya gue pindah sana - sini, gak akan sulit untuk adaptasi dan berbaur sama temen - temen sekelas, dan seangkatan. Kakak dan adik kelasnya pun lumayan ramah lah, karna mungkin Jakarta dan Bali nggak beda jauh. Cuma ya mungkin cewek - ceweknya aja kali ya.
Sama kayak pas di Bali, disini pun nggak beda jauh. Terutama soal fase "kakak kelas iri" nya. Bukannya sok kepedean atau apa ya, tapi gue jelas bisa ngerasain kok.
Pandangan sinis mereka, celetukan - celetukan mereka kalo gue lewat, banyak deh. Cuma ya lagi - lagi, gue harus terbiasa sama kondisi itu. Sama kayak di sekolah sebelumnya. Dan mungkin fase ini yang sulit.
Apalagi akhirnya gue deket... Atau dideketin tepatnya, sama kakak kelas yang emang cukup populer di sekolah ini.
Beberapa kali Ka Setyo, atau gue sebut Setyo ajalah ya, dia juga gak bakal tau gue nyeritain ini ke kalian kok, hehehe, iya, beberapa kali Setyo sering mampir ke depan kelas, nunggu gue keluar atau ngajak gue keluar kelas. Entah nongkrong di taman, perpus, kantin, atau dengan seenaknya duduk di bangku di samping gue di dalem kelas setelah dengan isyarat ngusir Lena, temen sebangku gue, buat minggir dari bangkunya. Agak kesel sama cewek kutu buku itu, kenapa juga harus nurut sih sama cowok ini?
Tapi ya pada akhirnya gue harus ber terimakasih juga, karna justru semakin lama gue semakin ngerasa nyaman. Mungkin untuk orang yang belum kenal Setyo, bakal mikir kalo cowok ini orang yang serius, angkuh, galak dan lain - lain. Ternyata enggak. Badan tegapnya, muka yang cenderung keras tapi gagah itu, nggak bisa nutupin sifatnya yang humoris, dan sosoknya nggak bedw jauh sama Bokap; perhatian. Sangat - sangat perhatian. Gue jadi punya bokap ke dua aja, hahaha.
Setengah tahun di sekolah ini, dan ya, akhirnya gue resmi jadi pacar Setyo. Beda sama cowok - cowok yang juga populer di sekolah yang lama. Gue terlalu takut buat ngejalin hubungan. Bukan karna Bokap yang protektif. Bokap itu tipikal Ayah yang nggak melarang, tapi mengawasi. Dan gue seneng akan hal itu. Tapi yang buat gue takut untuk pacaran, adalah ketika gue sadar mungkin sewaktu - waktu gue harus lagi - lagi pergi ke tempat baru dan memulai hidup baru di tempat baru. Dan itu cukup bikin gue jadi tertutup sama cowok dan nggak berani memulai hubungan pacaran.
Tapi, Setyo... Entahlah, gue juga heran, cowok itu bisa dengan gampangnya ngelunturin ketakutan - ketakutan itu.
Gue yang awalnya selalu ketus dan dingin ke dia, justru malah jadi selalu nunggu dan berharap, 'Ini cowok mana sih? Kok nggak dateng ke kelas?' ya semacam itu. Penolakan - penolakan yang di awal selalu gue tunjukin ke dia, dia ubah dengan mudahnya jadi rentangan tangan penerimaan - penerimaan gue.
Suatu hari, dua hari sebelum kita resmi pacaran.
"Itu bukan alesan buat nggak mulai sesuatu. Lo berani buat pindah ke tempat antah berantah dan memulai hidup disana, sekarang giliran orang lain. Izinin seseorang buat mulai hidup bareng lo." kata Setyo setelah gue ngejelasin, kenapa gue nggak mau pacaran.
"Anggeplah kita jadian, dan gue harus pindah ke kota, atau bahkan Negara, yang jauh dari jangkauan lo, apa lo bisa ngejalanin itu? Pacaran dengan bentangan jarak maha jauh itu?" tanya gue, Setyo keliatan mikir sebelum akhirnya ngejawab.
"Gue bisa. Dan bakal ke tempat dimana lo berada. Sejauh apapun." jawabnya enteng.
"Nggak sesimpel itu, Setyo."
"Iyalah, nggak sesederhana itu. Yang jelas, gue bakal usaha terus, apapun, selama itu bisa bikin gue makin ngelangkah deket ke arah lo. Tentu itu bakal makan waktu yang lama dan nguras banyak tenaga, tapi asal itu elo, gue nggak akan sungkan..."
"Ya lo nggak bis-"
"Rin... Gue nggak pernah sesemangat ini buat dateng ke sekolah..." kata Setyo motong ucapan gue.
"Dan gue sadar banget, itu karna lo. Sejauh apapun lo nanti, gue yakin, gue bakal selalu bersemangat buat dateng ke tempat itu. Dan nemuin lo." lanjutnya lalu tersenyum manis
"Yaudah..." bales gue
"Yaudah apa nih?"
"Ih, ya... Yaudah... Kan tadi ngajak itu... Hmm..." Gue nggak tau, harus bersikap kayak apa, jelas, ini baru pertama kalinya gue nekat buat mulai pacaran. Pertama kalinya ada cowok yang gue izinin buat masuk ke hati gue, yang pintunya udah terlalu lama gue tutup rapet - rapet tanpa ada karpet tulisan 'welcome' dibawahnya.
Setyo cuma natap muka gue. Ah. Mendadak kayak panas dipandang gitu.
"Apaan sih... Gausah senyum - senyum gitu... Sok manis banget!" ucap gue malu - malu mau.
"Yaudah, udah mau sore. Pulang yuk, pacarnya setyo~" ajaknya, Setyo ngerti kata 'Yaudah' yang gue ucapin, kayaknya. Soalnya sebelum itu, dia kan ngajak pacaran, tau ah bingung.
"Apaan sih, Setyoooo..." dan gue pun cuma bisa ngikut kemana arah gandengan tangannya. Parkiran sekolah.
***
"Yah, nanti kita bakal pindah kemana lagi?" tanya gue ke Bokap, kita lagi ada warung makan Bakso yang ukuran baksonya semangkok, terus kalo dibelah, ada anak - anaknya yang juga bakso, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Keren nih...
"Tumben nanya gitu, Rin? Emang kenapa?" Bokap sejenak natap gue, lalu ngelanjutin kegiatan ngebelah - belah induk bakso itu. Sekelebat gue mikir, gimana ya kalo isi bakso jumbu itu, adalah juga bakso yang jumbo tapi lebih kecil, terus di dalem bakso yang lebih kecil itu, ada bakso lagi yang lebih kecil dari bakso yang lebih kecil sebelumnya, begitu terus sampe akhirnya ukuran bakso terakhir cuma seukuran kelereng. Gue ketawa geli dalem hati. Baksoception. Halah.
"Ya, gakpapa, sih, Yah..." jawab gue, mungkin 'gakpapa' nya gue bukan jawaban yang memuaskan buat Bokap, atau dia ngeliat raut wajah cemas gue? Sampe akhirnya dia ngedesak gue buat jujur.
"Jujur aja dek, ada apa sih? Dedek kan tau, gak bisa bohongin Ayah. Cerita coba..." jangan diketawain dong, Bokap emang biasa manggil gue dengan sebutan 'Dedek' dari kecil. Tapi bukan dedek - dedek gemes, kok!
"Gak kok, Yah... Kharin udah nyaman sama Jakarta kayaknya..." jawab gue bohong
"Yakin cuma itu? Pas di SMP di Jogja yang kotanya lebih tenang dari ini, masa kamu nggak nyaman, Dek?" tanya Bokap gue. Susah emang ngebohongin orang ini.
Gue tetep nunduk, mandang anak - anak bakso yang udah gue belah tanpa gue makan satu pun.
"Bener kok Yah, cuma itu k-"
"Kayaknya anak Ayah udah punya pacar nih..." potong Ayahku, senyum lembut terukir dibibirnya yang dihiasi kumis yang udah agak memutih dikit diatasnya.
"Eh? Ayah apa sih..." muka gue merah, beda sama waktu muka ini dibikin merah sama Setyo. Ini lebih ke antara malu, takut, cemas, dan lain sebagainya.
"Hahaha, sampe merah gitu mukanya. Persis kuah bakso Ayah nih, banyak saosnya,"
"Kharinka Theresia, dengerin Ayah... Ayah nggak apa - apa kalau Dedek udah deket - deket sama laki - laki, Dedek sudah besar, sudah remaja,"
Gue lagi - lagi cuma nunduk, natap anak - anak bakso di mangkok ini, anak - anak bakso yang entah bakal dengan bengis gue santap, atau gue biarin berenang diantara kuah tanpa mecin ini.
"Kharin nggak-"
"Ayah belum selesai ngomong, Dek..." potong Bokap, dengan nada suara yang seperti biasa, lembut tapi tegas. Dari dulu, dia nggak pernah marah sih emang.
"Ayah lebih senang kalau kamu bisa ajak dia, entah siapapun itu yang lagi bikin kamu khawatir kayak begini, ke rumah..."
"Buat apa, Yah?" tanya gue, sambil takut - takut natap mata Bokap gue itu
"Gak tau juga sih, Dek,"
"Tapi kayaknya Ayah harus kasih tau orang itu,"
"Kasih tau? Maksutnya?"
"Jangan suka motong omongan Ayah kenapa sih..." kesal Bokap gue, tapi ya gitu, nggak marah. Malah pipi gue ini jadi sasaran cubitan gemesnya.
Jujur aja, baru kali ini ada suasana awkward antara gue sama Bokap, karna biasanya, gue bisa super manja sama dia. Gangguin kerjaan dia dengan minta di pangku - pangku di ruangan kerjanya lah, nindih - nindih dia nggak jelas kalo gue udah mau berangkat sekolah tapi dia masih ngorok lah, minta ditemenin dulu atau dipeluk dulu sebelum tidur pas malem sampe akhirnya tidur lah, banyak deh. Tapi baru kali ini gue canggung. Gugup gak jelas gini. Tipikal Bokap ya emang gini, tegas tapi nggak keras, nggak ngelarang, tapi ngawasin, nggak otoriter, tapi ngebimbing. Dan di umurnya yang udah empat puluh lima, dia masih keliatan gagah. Ya biarpun perutnya udah agak buncit sih, beberapa uban di rambut sama kumisnya juga udah mulai keliatan, tapi pesona nya nggak redup - redup. Waktu di Bali aja gak sedikit kok turis yang nyuri pandang ke Bokap gue itu. Turis yang sendiri ya, khususnya, beda sama yang bawa pasangan. Dan gue sering dikira 'mainan gadun' sama beberapa temen gue yang nggak kenal Bokap pas di Bali. Sering Bokap jemput ke sekolah cuma pake kemeja corak bali sama celana pendek, baju santai, tapi itu justru bikin temen - temen gue mikir kalo dia itu 'Sugar Daddy' nya gue, yaiyalah, dateng - dateng cium pipi terus meluk - meluk kayak orang pacaran. Tapi ya persetan, karna di beberapa kesempatan, Bokap pula lah yang dateng pas ada rapat di orang tua di sekolah. Dan cewek - cewek yang tadinya ngecibir gue dengan berbagai komentar negatif, berubah jadi pandangan iri mereka; kalo bokap gue ternyata masih segagah itu! Haha~
Oke, balik lagi ke tempat makan bakso.
"Aa! Sakit, Yaah... Kebiasaan banget sih nyubitin pipi Kharin!" sungut gue, ngegembungin pipi cemberut
"Eh? Cemberut? Berani cemberut sama Ayah? Hm? Berani?" tanya Bokap gue sambil berusaha nyubit pipi gue lagi, dia selalu gemes sama pipi gembil gue ini emang. Dasar Ayah aneh!
"Udaah. Ah, lanjutin, Ayah mau ngomong apa tadiii."
"Hmm, iya... Dia harus Ayah kasih tau..."
"Ayah mau kasih tau apa ke Setyo?"
"Oh, namanya Setyo? Hahaha..."
Seketika muka gue yang udah merah tadi, tambah merah. Kalah merahnya kepiting rebus.
"Aduh..." desah gue pasrah
"Haha, yaudah, ajak dia ke rumah ya sabtu malam besok, Ayah masak banyak, deh. Kita makan malam dirumah ya, Dek."
"Kasih tau dulu, Ayah mau ngomong apa ke dia!" ucap gue kesel, sambil lagi - lagi masang wajah cemberut.
Kesalahan fatal. Karna bukannya ngomong, bokap malah lagi - lagi berusaha nyubitin pipi gue. Ah, Ayah!
BERSAMBUNG.
(KHARINKA THERESIA "KHARIN")
Sidestory 2-A; I Love You (Both)!
Pov. Kharinka Theresia
Haha, mungkin kalian nggak nyangka penulis absurd di cerita ini bakalan ngehadirin sosok gue di dalem ceritanya ini. Gak apa - apa, kan? Gue yang minta kok. Abisan bosen jadi figuran yang cuma duduk di dua tempat doang, di rumahnya si Sakti, sama di bangku panjang depan gedung kampus. Udah gitu dialognya dikit lagi. Ngebetein banget. Nah, dengan tertuangnya cerita yang entah sedih atau bahagia ini, semoga aja penulis cerita ini bakal sering - sering masukin gue di dalem ceritanya, yaaa... Hihihi.
****
Ehm, awal tahun di tingkat kedua di SMA yang baru ini, bakal gue lalui dengan biasa aja, ya biasa aja, karna sama kayak waktu di SMA gue yang sebelumnya, gak jauh beda. Ya namanya juga sekolahan, agendanya kan tetep sama; belajar. Yang jadi pembeda cuma tingkatan yang gue lalui disini beda sama sekolah yang sebelumnya, disini gue duduk di kelas sebelas, bukan kelas sepuluh lagi. Karena setelah nerima raport dan naik kelas, Bokap langsung ngurus kepindahan gue disini. Terbang dari Bali ke Jakarta.
Jujur, dimulai dari Bokap yang makin gila kerja, kehidupan akademis gue jadi menclok sana - sini. Gue harus ngerasain sekolah di dua SMP yang berbeda, dan mungkin sekarang juga harus ngerasain sekolah di dua SMA yang berbeda. Mungkin tiga, atau empat. Entahlah. Semua terserah Bokap. Gue cukup ngerti, semenjak Nyokap harus ngehembusin nafas terakhirnya pas gue masih SD, Bokap jadi ngelampiasin kesedihannya itu ke pekerjaannya. Untung aja, ke-maniak-kerja-an nya itu nggak justru bikin dia jauh dari gue. Karna jaman udah canggih, Bokap selalu ngabarin. Bokap juga jadi makin protektif, jadi ngelimpahin rasa sayangnya ke gue agak berlebihan sih. Mungkin Bokap cuma nggak mau harus lagi - lagi kehilangan orang yang dia sayang. Tapi kan harusnya Ka Kevin jangan dibiarin sekolah di Ausie dong, Pah?
Kevin, kakak yang gue punya satu - satunya. Seiring kepindahan gue ke Jakarta ini, dia juga harus ngelanjutin studinya di Aussie, pas gue tanya kenapa Kevin di izinin buat kuliah disana, jawabannya sedikit bikin kesel.
Bokap bilang, soalnya Kevin laki - laki dan bisa jaga diri. Sesimpel itu? Jadi kalo gue perempuan, gue gak bisa jaga diri? Nggak juga lah.
Dan sekarang, di Jakarta, tahun pertama di tingkat kedua di SMA yang baru. Karna seringnya gue pindah sana - sini, gak akan sulit untuk adaptasi dan berbaur sama temen - temen sekelas, dan seangkatan. Kakak dan adik kelasnya pun lumayan ramah lah, karna mungkin Jakarta dan Bali nggak beda jauh. Cuma ya mungkin cewek - ceweknya aja kali ya.
Sama kayak pas di Bali, disini pun nggak beda jauh. Terutama soal fase "kakak kelas iri" nya. Bukannya sok kepedean atau apa ya, tapi gue jelas bisa ngerasain kok.
Pandangan sinis mereka, celetukan - celetukan mereka kalo gue lewat, banyak deh. Cuma ya lagi - lagi, gue harus terbiasa sama kondisi itu. Sama kayak di sekolah sebelumnya. Dan mungkin fase ini yang sulit.
Apalagi akhirnya gue deket... Atau dideketin tepatnya, sama kakak kelas yang emang cukup populer di sekolah ini.
Beberapa kali Ka Setyo, atau gue sebut Setyo ajalah ya, dia juga gak bakal tau gue nyeritain ini ke kalian kok, hehehe, iya, beberapa kali Setyo sering mampir ke depan kelas, nunggu gue keluar atau ngajak gue keluar kelas. Entah nongkrong di taman, perpus, kantin, atau dengan seenaknya duduk di bangku di samping gue di dalem kelas setelah dengan isyarat ngusir Lena, temen sebangku gue, buat minggir dari bangkunya. Agak kesel sama cewek kutu buku itu, kenapa juga harus nurut sih sama cowok ini?
Tapi ya pada akhirnya gue harus ber terimakasih juga, karna justru semakin lama gue semakin ngerasa nyaman. Mungkin untuk orang yang belum kenal Setyo, bakal mikir kalo cowok ini orang yang serius, angkuh, galak dan lain - lain. Ternyata enggak. Badan tegapnya, muka yang cenderung keras tapi gagah itu, nggak bisa nutupin sifatnya yang humoris, dan sosoknya nggak bedw jauh sama Bokap; perhatian. Sangat - sangat perhatian. Gue jadi punya bokap ke dua aja, hahaha.
Setengah tahun di sekolah ini, dan ya, akhirnya gue resmi jadi pacar Setyo. Beda sama cowok - cowok yang juga populer di sekolah yang lama. Gue terlalu takut buat ngejalin hubungan. Bukan karna Bokap yang protektif. Bokap itu tipikal Ayah yang nggak melarang, tapi mengawasi. Dan gue seneng akan hal itu. Tapi yang buat gue takut untuk pacaran, adalah ketika gue sadar mungkin sewaktu - waktu gue harus lagi - lagi pergi ke tempat baru dan memulai hidup baru di tempat baru. Dan itu cukup bikin gue jadi tertutup sama cowok dan nggak berani memulai hubungan pacaran.
Tapi, Setyo... Entahlah, gue juga heran, cowok itu bisa dengan gampangnya ngelunturin ketakutan - ketakutan itu.
Gue yang awalnya selalu ketus dan dingin ke dia, justru malah jadi selalu nunggu dan berharap, 'Ini cowok mana sih? Kok nggak dateng ke kelas?' ya semacam itu. Penolakan - penolakan yang di awal selalu gue tunjukin ke dia, dia ubah dengan mudahnya jadi rentangan tangan penerimaan - penerimaan gue.
Suatu hari, dua hari sebelum kita resmi pacaran.
"Itu bukan alesan buat nggak mulai sesuatu. Lo berani buat pindah ke tempat antah berantah dan memulai hidup disana, sekarang giliran orang lain. Izinin seseorang buat mulai hidup bareng lo." kata Setyo setelah gue ngejelasin, kenapa gue nggak mau pacaran.
"Anggeplah kita jadian, dan gue harus pindah ke kota, atau bahkan Negara, yang jauh dari jangkauan lo, apa lo bisa ngejalanin itu? Pacaran dengan bentangan jarak maha jauh itu?" tanya gue, Setyo keliatan mikir sebelum akhirnya ngejawab.
"Gue bisa. Dan bakal ke tempat dimana lo berada. Sejauh apapun." jawabnya enteng.
"Nggak sesimpel itu, Setyo."
"Iyalah, nggak sesederhana itu. Yang jelas, gue bakal usaha terus, apapun, selama itu bisa bikin gue makin ngelangkah deket ke arah lo. Tentu itu bakal makan waktu yang lama dan nguras banyak tenaga, tapi asal itu elo, gue nggak akan sungkan..."
"Ya lo nggak bis-"
"Rin... Gue nggak pernah sesemangat ini buat dateng ke sekolah..." kata Setyo motong ucapan gue.
"Dan gue sadar banget, itu karna lo. Sejauh apapun lo nanti, gue yakin, gue bakal selalu bersemangat buat dateng ke tempat itu. Dan nemuin lo." lanjutnya lalu tersenyum manis
"Yaudah..." bales gue
"Yaudah apa nih?"
"Ih, ya... Yaudah... Kan tadi ngajak itu... Hmm..." Gue nggak tau, harus bersikap kayak apa, jelas, ini baru pertama kalinya gue nekat buat mulai pacaran. Pertama kalinya ada cowok yang gue izinin buat masuk ke hati gue, yang pintunya udah terlalu lama gue tutup rapet - rapet tanpa ada karpet tulisan 'welcome' dibawahnya.
Setyo cuma natap muka gue. Ah. Mendadak kayak panas dipandang gitu.
"Apaan sih... Gausah senyum - senyum gitu... Sok manis banget!" ucap gue malu - malu mau.
"Yaudah, udah mau sore. Pulang yuk, pacarnya setyo~" ajaknya, Setyo ngerti kata 'Yaudah' yang gue ucapin, kayaknya. Soalnya sebelum itu, dia kan ngajak pacaran, tau ah bingung.
"Apaan sih, Setyoooo..." dan gue pun cuma bisa ngikut kemana arah gandengan tangannya. Parkiran sekolah.
***
"Yah, nanti kita bakal pindah kemana lagi?" tanya gue ke Bokap, kita lagi ada warung makan Bakso yang ukuran baksonya semangkok, terus kalo dibelah, ada anak - anaknya yang juga bakso, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Keren nih...
"Tumben nanya gitu, Rin? Emang kenapa?" Bokap sejenak natap gue, lalu ngelanjutin kegiatan ngebelah - belah induk bakso itu. Sekelebat gue mikir, gimana ya kalo isi bakso jumbu itu, adalah juga bakso yang jumbo tapi lebih kecil, terus di dalem bakso yang lebih kecil itu, ada bakso lagi yang lebih kecil dari bakso yang lebih kecil sebelumnya, begitu terus sampe akhirnya ukuran bakso terakhir cuma seukuran kelereng. Gue ketawa geli dalem hati. Baksoception. Halah.
"Ya, gakpapa, sih, Yah..." jawab gue, mungkin 'gakpapa' nya gue bukan jawaban yang memuaskan buat Bokap, atau dia ngeliat raut wajah cemas gue? Sampe akhirnya dia ngedesak gue buat jujur.
"Jujur aja dek, ada apa sih? Dedek kan tau, gak bisa bohongin Ayah. Cerita coba..." jangan diketawain dong, Bokap emang biasa manggil gue dengan sebutan 'Dedek' dari kecil. Tapi bukan dedek - dedek gemes, kok!
"Gak kok, Yah... Kharin udah nyaman sama Jakarta kayaknya..." jawab gue bohong
"Yakin cuma itu? Pas di SMP di Jogja yang kotanya lebih tenang dari ini, masa kamu nggak nyaman, Dek?" tanya Bokap gue. Susah emang ngebohongin orang ini.
Gue tetep nunduk, mandang anak - anak bakso yang udah gue belah tanpa gue makan satu pun.
"Bener kok Yah, cuma itu k-"
"Kayaknya anak Ayah udah punya pacar nih..." potong Ayahku, senyum lembut terukir dibibirnya yang dihiasi kumis yang udah agak memutih dikit diatasnya.
"Eh? Ayah apa sih..." muka gue merah, beda sama waktu muka ini dibikin merah sama Setyo. Ini lebih ke antara malu, takut, cemas, dan lain sebagainya.
"Hahaha, sampe merah gitu mukanya. Persis kuah bakso Ayah nih, banyak saosnya,"
"Kharinka Theresia, dengerin Ayah... Ayah nggak apa - apa kalau Dedek udah deket - deket sama laki - laki, Dedek sudah besar, sudah remaja,"
Gue lagi - lagi cuma nunduk, natap anak - anak bakso di mangkok ini, anak - anak bakso yang entah bakal dengan bengis gue santap, atau gue biarin berenang diantara kuah tanpa mecin ini.
"Kharin nggak-"
"Ayah belum selesai ngomong, Dek..." potong Bokap, dengan nada suara yang seperti biasa, lembut tapi tegas. Dari dulu, dia nggak pernah marah sih emang.
"Ayah lebih senang kalau kamu bisa ajak dia, entah siapapun itu yang lagi bikin kamu khawatir kayak begini, ke rumah..."
"Buat apa, Yah?" tanya gue, sambil takut - takut natap mata Bokap gue itu
"Gak tau juga sih, Dek,"
"Tapi kayaknya Ayah harus kasih tau orang itu,"
"Kasih tau? Maksutnya?"
"Jangan suka motong omongan Ayah kenapa sih..." kesal Bokap gue, tapi ya gitu, nggak marah. Malah pipi gue ini jadi sasaran cubitan gemesnya.
Jujur aja, baru kali ini ada suasana awkward antara gue sama Bokap, karna biasanya, gue bisa super manja sama dia. Gangguin kerjaan dia dengan minta di pangku - pangku di ruangan kerjanya lah, nindih - nindih dia nggak jelas kalo gue udah mau berangkat sekolah tapi dia masih ngorok lah, minta ditemenin dulu atau dipeluk dulu sebelum tidur pas malem sampe akhirnya tidur lah, banyak deh. Tapi baru kali ini gue canggung. Gugup gak jelas gini. Tipikal Bokap ya emang gini, tegas tapi nggak keras, nggak ngelarang, tapi ngawasin, nggak otoriter, tapi ngebimbing. Dan di umurnya yang udah empat puluh lima, dia masih keliatan gagah. Ya biarpun perutnya udah agak buncit sih, beberapa uban di rambut sama kumisnya juga udah mulai keliatan, tapi pesona nya nggak redup - redup. Waktu di Bali aja gak sedikit kok turis yang nyuri pandang ke Bokap gue itu. Turis yang sendiri ya, khususnya, beda sama yang bawa pasangan. Dan gue sering dikira 'mainan gadun' sama beberapa temen gue yang nggak kenal Bokap pas di Bali. Sering Bokap jemput ke sekolah cuma pake kemeja corak bali sama celana pendek, baju santai, tapi itu justru bikin temen - temen gue mikir kalo dia itu 'Sugar Daddy' nya gue, yaiyalah, dateng - dateng cium pipi terus meluk - meluk kayak orang pacaran. Tapi ya persetan, karna di beberapa kesempatan, Bokap pula lah yang dateng pas ada rapat di orang tua di sekolah. Dan cewek - cewek yang tadinya ngecibir gue dengan berbagai komentar negatif, berubah jadi pandangan iri mereka; kalo bokap gue ternyata masih segagah itu! Haha~
Oke, balik lagi ke tempat makan bakso.
"Aa! Sakit, Yaah... Kebiasaan banget sih nyubitin pipi Kharin!" sungut gue, ngegembungin pipi cemberut
"Eh? Cemberut? Berani cemberut sama Ayah? Hm? Berani?" tanya Bokap gue sambil berusaha nyubit pipi gue lagi, dia selalu gemes sama pipi gembil gue ini emang. Dasar Ayah aneh!
"Udaah. Ah, lanjutin, Ayah mau ngomong apa tadiii."
"Hmm, iya... Dia harus Ayah kasih tau..."
"Ayah mau kasih tau apa ke Setyo?"
"Oh, namanya Setyo? Hahaha..."
Seketika muka gue yang udah merah tadi, tambah merah. Kalah merahnya kepiting rebus.
"Aduh..." desah gue pasrah
"Haha, yaudah, ajak dia ke rumah ya sabtu malam besok, Ayah masak banyak, deh. Kita makan malam dirumah ya, Dek."
"Kasih tau dulu, Ayah mau ngomong apa ke dia!" ucap gue kesel, sambil lagi - lagi masang wajah cemberut.
Kesalahan fatal. Karna bukannya ngomong, bokap malah lagi - lagi berusaha nyubitin pipi gue. Ah, Ayah!
BERSAMBUNG.
Terakhir diubah:
si_penyuka-susu
Semprot Baru
Aduuuuhhhh selingan lg nih, tetep menunggu lintang beraksi
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
