Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Sahabat-Sahabat Istri di Majelis (Collab with Kisanak87 - NO SARA!)

Bimabet
CHAPTER 6



Wahhhh.... sumpah bro, gue gak nyangka, seorang wanita sahaja yang kesehariannya serba tertutup itu bisa selugas itu dalam berucap. Hmm, bukan tertutup-tutup banget sih. Karena yah, minus cadar tentunya. Yang perlu di catet.... Ini cerita gue. Cerita ini bukan bercerita tentang cewek berkhimar seperti cerita-cerita si TJ Phat-Phat a.k.a Poligemek77 biasanya. Dan karena ‘Be – Li – Au’ lah, cerita tentang jalan kehidupan gue pribadi ini, bisa gue terjemahin dalam tulisan yang bakal gue kenang, gue baca lagi di saat-saat pensiun nanti.

Untungnya ada Dinda sebagai kang filter di saat gue tiba-tiba saja terpengaruh dengan obrolan kali ini. Gak bisa gue bayangin kalo gak ada Dinda di tengah-tengah kami ini. Wahhh, jangan tanyakan lagi deh apa yang bakal gue lakuin.

Emangnya apa yang bakal lo lakuin, Dam?

Eh anjrit. Suara siapa tuh? Ini kan bukan cerita tentang si Puput. Yang si tokoh utamanya punya sidekick bernama om Mono. Sekali lagi, ini cerita gue hoiiii.... haha.



Kalo kalian pen tahu apa yang bakal terjadi seandainya Dinda gak ada di dalam mobil? Well! Paling sih, gue mulai terpengaruh ama bisikan laknat si komeng brekele yang tengah berontak di bawah sana, memposisikan batangnya tegak gerak, siap kapan saja untuk menombak. Dari ujung kepala bertopi bajanya, mulai menciptakan sebuah nafsu biaadab yang secara nyata ngirimin signal yang melesat cepat ke otak gue, seperti jutaan sperma yang berlarian ke sel telur, lalu menghasilkan sebuah kata, konak.

Karena kekonakan itu mulai tak tertahankan. Alhasil gue mulai membuka pakaian, menarik salah satu perempuan berkerudung di belakang sana – mungkin si Tita karena dia yang paling yahud - buat memanjakan si otong dengan cara mengocok memakai jemari lentiknya,.

Tak mau tinggal diam, Mia yang ada tepat dibelakang gue mulai beranjak mendekat. Mulai bereaksi dengan memberikan jilatan liar di kuping kanan gue, bu Sari yang ngeliat kelaknatan kami ini, tak tinggal diam, mulai ikut beraksi dengan memainkan puting kiri gue, atau mungkin malah sesegera mungkin membuka gamisnya, terus meremas–remas buah dadanya sendiri.



Ahhhh....

Khayalan... oh Khayalan. Kenapa sih elo terlalu sulit buat gue realisasikan di kehidupan nyata.




“Hei.... malah senyam-senyum gak jelas. Hayo.... ayah lagi mikir apaan?” gue langsung tersadar. Ah sial, rupanya gue baru saja ngelamun sampai-sampai sepasang mata ini mengabur dan tak lagi melihat jalan di depan. Nyaris saja mobil ini arahnya gak jelas. Tapi dengan keahlian gue mengemudi, dengan cepat gue perkuat pegangan tangan pada kemudi biar gak oleng, biar mereka para perempuan gak menyadari kalo gue, sepersekian detik ilang kesadaran karena kuasa si makhlut bejad tak kasat mata itu.

“Gak kok. Ayah lagi fokus liatin jalan”

“Ohhh....” Dinda sampe memanunkan bibirnya. Padahal mah, tebakannya benar sejuta persen, bro. Cuma, bukan Adam namanya kalo gak jago ngeles. Iya kan? Haha.

Ahh sepertinya terlalu banyak pembukaan gak jelas gue di chapter kali ini.

Baiklah....

Kembali ke lepi.....

“Dasar bu Tita. Ckckck.” Gue sempet dengerin celetukan Bu Sari di belakang.

“Biasa bu. Aku mah udah biasa pake bahasa-bahasa vulgar kayak gini, mungkin karena kelamaan jablay kali ya. Hihihihi, jadinya udah kayak biasa aja gitu. Apalagi pas kalo paksu nelfon, paling yahhh....” Lah, malah lanjut nih bahasan mesum-nya? Gilaaa.... ini mah sama aja bikin gue panas dingin.

Itu Tita, malah membalas dengan suara genit. Baru dengerin suaranya aja, ada yang menegang di bawah sana kawan. Bro komeng, gue mohon jangan dulu engkau mengejang menyiksa, karena gue lagi gak pengen lo siksa.

“Sex call kah sama paksu?” Mia menyahut. Seperti ingin menebak lanjutan kalimat yang seperti sengaja Tita gantung barusan.

Sepertinya asyik nih, kalo gue nyeletuk. Anggap biar gue gak beneran jadi supir doang buat mereka. “Mana enaknya kalo cuma sekedar sex call gitu, kenapa gak nyusul aja gitu ke sana, buat melampiaskan birahi kamu yang lagi terbakar. Atau mau saya kasih tahu caranya?”

Tiba-tiba Dinda, malah langsung menatap ke gue, karena dia tau kebiasaan gue yang blak-blakan tanpa rem sedikit pun.

“Jangan bilang ayah tadi pengen bilang mau bantuin bu Tita ya?” Dinda membisik cukup pelan, sembari natapin gue dengan tatapan yang seperti biasanya. Tatapan menyelidik, cuy.



“Hahaha gak lah bun. Lagian mana berani ayah bilang kek gitu, kecuali..........” gue menggantung. Gak ada alasan sih, lebih ke – agak ragu juga buat ngelanjutin. Takut kalo wanita di sebelah gue berubah menjadi predator betina dan segera mencabik-cabik tubuh lakinya yang lagi berkemudi penuh kemesuman.

“Kecuali apa Ayah?” Jiah. Malah di terusin ma Dinda sembari melebarkan matanya ke arah gue.

“Kecuali di izinkan. Wekkk!” Si Tita malah yang nyahut. Oh Tita. Tahu kah engkau, jika suaramu itu mulai menyiksa si komeng brekele di bawah sana.

“Hahahaha.” Mia tertawa dengan senangnya.

“Tita, Mia. Sudah–sudah. Kenapa bahasnya makin kesini kok makin vulgar banget sih?” bu Sari langsung menengahi obrolan yang semakin liar ini.

“Gak vulgar banget kok bu. Kita cuman mau menghibur pak sopir aja, biar dia gak ngantuk. Nanti kalau dia ngantuk, dia salah pegang perseneling lagi. Hihihi.” Tita semakin menjadi-jadi meresponnya.



Gusti.

Lakban mana.... biar gue lakban sejenak mulut si wanita cantik berhidung mancung itu.



“Ayah.... hayo. Lagi mikirin apa?” tiba-tiba Dinda berbisik lagi. “Pikirannya pasti mesum lagi kan?” Sambil melanjutkan, tangannya tak tinggal diam, langsung mencubit di paha kiri gue dengan gemasnya. Ohhh pantesan aja dia kek gitu. Karena dari ekor mata, gue melihat jika Dinda tengah melirik ke arah celana gue yang mulai membentuk tenda di bawah sana. Mana posisi batangnya miring jadi keliatan jelas perbedaannya, ketika sedang tidur dan sedang bangun.

“Hayo.... turunin gak?” meski tak mengeluarkan suara, tapi dari gerak bibirnya gue bisa nebak apa yang ingin ia katakan, ingin ia perintahkan ke gue.

“Pengaruh AC kok bun.”

“Alesan...” Gumam Dinda.

Yah begitulah. Mungkin bagi mereka hanya sekedar obrolan panas biasa selama di dalam mobil, tapi bagi gue tidak. Obrolan panas itu semakin lama semakin menciptakan rencana – hmm, lebih ke nawaitu sih alias niat, buat menaklukkan salah satu dari mereka di belakang sana, atau mungkin malah semuanya?

Ahhh indahnya bermimpi di siang bolong, kawan. Hahay!

Oh iya, sedikit gue bercerita biar kalian semakin paham bagaimana ciri-ciri dari kesemua wanita yang mulai menjadi pemeran dalam kisah gue ini, atau mungkin just cameo nantinya? Entahlah, hanya si komeng brekele dan sang pemilik semesta doang yang paham.

So... Mungkin untuk saat ini masih hanya ada 4 orang, gak tau lagi kalau besok–besok.

Pertama.... wanita yang tak berada di dalam mobil, yang juga menjadi orang pertama yang membuat gue blingsatan kala itu, yaitu Umi Rahmi. Sudahlah, semesta juga tahu betapa beruntungnya si Pria tua Buaya eh Buya maksud gue - itu bisa mendapatkan wanita sebahenol Rahmi. Lucky bastard you old, Peefhhh!

Kedua... si Tita yang sepertinya agak binal dari yang lainnya. Alasannya mungkin karena kerap kali birahinya terbakar, ia tak mampu mendapatkan pelampiasan. Tita, kulitnya paling putih dari mereka. Bahkan lebih putih dari Dinda. Sayang, lakinya malah memilih berpetualang di tengah lautan. Andai gue lakinya, gue mah lebih milih berpetualang di permukaan ranjang, menghujamkan si komeng brekele di kedalaman wanita itu.

Ketiga.... ada si Mia, janda kembang tanpa anak. Yang juga amat sangat jelas butuh belaian dan kasih lendir.

Dan yang terakhir ada bu Sari, wanita kalem dan mempunyai lekuk tubuh yang indah mempesona. Di sempurnakan dengan bentuk bokongnya yang bulat memukau.

Tapi dari ke empat wanita itu, siapa kira–kira yang bakal berhasil gue taklukkan? Let see, bro. karena buat menaklukkan ikan kakap seperti mereka, butuh perencanaan dan trick yang matang dan sempurna, biar hasilnya gak jadi ampas.

...

...

...



“Nanti itu acaranya apa aja ya bu?” tanya Dinda kepada bu Sari

“Acaranya dimulai dengan pembukaan, pengenalan kyai tertinggi dari Aceh. Di ikuti dengan perkenalan pembesar MKTI lainnya, terus acara utama.” Jawab Sari.

“Kelihatannya nanti ramai benget loh yang datang” Sahut Mia.

“Iya bu, dari rombongan kita aja sudah berapa mobil. Belum lagi dari daerah–daerah yang lain.” Sambung Tita dan obrolannya mulai terdengar membosankan ditelinga gue.

Obrolan ini justru membuat gue ngantuk, tapi tidak dengan yang di bawah. Apapun yang dibahas para wanita ini, yang terdengar dikepala gue buat ngirimin signal balik ke si komeng, seperti desahan–desahan yang menggairahkan dan itu membuatnya tetap terjaga. Dia berdiri dengan sikap yang sempurna dan siap siaga.

Gue males nyeritain detailnya obrolan para wanita ini ke kalian, karena gak guna juga, dan gak menarik banget khususnya bagi gue, ya udahlah yah. Kita skip saja, sampai kejadian saat kami semua tiba di TKP.



BERSAMBUNG CHAPTER 7
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd