Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sang Pejantan

Bimabet
PART 03.


Pagi-pagi aku sudah berpakaian rapi. Sepatu baru yang aku beli tiga minggu yang lalu juga sudah aku pakai untuk menunjang penampilanku.

“Aku kok jadi gak rela ya Bang Aji nganterin mbak Lila ke pesta pernikahan temannya.” kata Ayana sambil memandangi ku dari ujung kaki sampai ujung kepala.

“Lupa apa semalam siapa yang ngotot nyuruh Abangnya nemenin mbak Lila? Biar bisa jagain mbak Lila lah, biar aman lah, bla...bla...bla...” kataku sedikit sewot.

Hari sabtu biasanya aku habiskan dengan bermalas-malasan di rumah karena kantor tempatku bekerja libur setiap hari sabtu dan minggu, tapi gara-garq Ayana yang memaksaku menemani mbak Lila demi uang 200.000, aku harus rela kehilangan waktu bermalas-malasan yang begitu berharga.

“Hehehe.... Demi uang jajan tambahan Bang. Tapi pagi ini Bang Aji gantengnya kelewatan, takutnya nanti ada yang bawa Bang Aji, terus aku nanti sama siapa?.”

“Siapa juga yang doyan sama orang miskin dek? Udah aku berangkat dulu, kamu baik-baik kuliahnya, jangan keluyuran!.” kataku lalu aku langsung pergi ke rumah mbak Lila yang hanya berjarak tiga rumah dari rumah ku.

Mbak Lila usianya belum ada 30 tahun, tapi sudah menjadi janda satu anak sejak dua tahun yang lalu. Walau sudah menjanda dan memiliki satu anak, tapi mbak Lila memiliki postur selayaknya gadis yang masih belum terjamah tangan seorang pria.

Namanya juga orang kaya dan pintar ngerawat tubuh. Jadi gak heran kalau tubuhnya terjaga dengan baik, dan karena itu banyak pria kaya raya yang mengantre untuk mendapatkannya.

“Pagi mbak.” sapa ku pada mbak Lila yang sedang duduk di kursi yang berada di teras depan rumahnya.

“Tepat waktu juga kamu Ji, dan mbak gak nyangka kalau pakaian yang mbak beli asal-asalan ternyata cocok di tubuh kamu. Mbak jadinya sekarang kurang pede jalan bersebelahan sama kamu Ji.” mbak Lila memandangi ku dari ujung kaki sampai ke ujung kepala persis seperti yang dilakukan Ayana.

“Aku mbak yang seharusnya bilang gitu. Mbak sudah cantik gitu, tapi lihat aku, cuma sisiran doang....”

“Ji... Ji, sisiran doang udah kayak gini, gimana kalau di make-up, udah mirip artis Korea kamu nanti Ji....”

“Udah mbak mujinya jangan tinggi-tinggi, ntar sakit jatuhnya kalau pujiannya gak sesuai kenyataan. Nih lebih baik kita segera berangkat mbak. Oh iya, Tyo di mana mbak?.” aku menanyakan keberadaan putra mbak Lila.

“Dibilangin kok gak percaya, nanti teman-temannya mbak pasti juga bilang gitu saat lihat kamu. Soal Tyo, dia udah mbak titipkan ke rumah neneknya. Kasihan nanti dia kecapean kalau datang ke acara nikahan yang pastinya acaranya sangat lama.” balas mbak Lila lalu dia nyerahin kunci mobil padaku.

“Mbak ini mobil matic atau manual?.” tanyaku yang sudah berada di belakang kemudian mobil.

“Matic Ji...” jawab mbak Lila sambil duduk di kursi penumpang bagian depan.

Mbak Lila lalu nunjukin padaku alamat tempat diadakannya pesta pernikahan temannya yang cukup jauh dari tempat tinggal ku, dan pesta juga diadakan dari pagi sampai sore karena pada malam harinya akan diadakan pesta khusus keluarga pasangan pengantin.

Dengan kecepatan sedang aku mengemudikan mobil mbak Lila menuju alamat yang sudah aku ketahui tempatnya. Aku pernah bekerja menjadi supir kendaraan umum selama 3 bulan, jadi aku sudah cukup hafal semua tempat terkenal di kota ini, dan kebetulan alamat yang ditunjukkan mbak Lila adalah alamat salah satu hotel terbesar di kota ini.

Jam menunjukkan pukul 8 pagi, dan jalanan sudah mulai dipenuhi kendaraan pribadi yang ingin pergi berlibur menikmati akhir pekan di daerah utara kota yang berbatasan langsung dengan lautan.

Dengan kecepatan rata-rata 60 kilometer per jam, kurang dari satu jan akhirnya aku dan mbak Lila sudah sampai di hotel yang menjadi tujuan kami.

Baru juga keluar dari mobil, mbak Lila langsung saja mengaitkan tangannya ke lenganku. “Begini lebih baik....” katanya sambil menunjukkan senyuman yang semakin mempercantik wajahnya.

Aku hanya nurut dan ikut kemauan mbak Lila, lagian aku juga gak rugi. Lenganku justru keenakan karena bersentuhan dengan benda kenyal dan hangat yang terus menekan-nekan lengan tanganku.

Sampai di lobby hotel, mbak Lila langsung mengajakku ke salah tahu ruangan yang telah di sewa oleh temannya untuk mengadakan pesta, dan setelah menunjukkan undangan pada bagian penerima tamu serta menuliskan nama, barulah aku dan mbak Lila dapat izin untuk memasuki ruangan pesta.

“Mewah banget, berapa habis duit untuk pesta semewah ini.” kata ku yang baru kali ini datang ke pesta orang kalangan atas.

“Yang aku dengar-dengar, seluruh biaya yang dia keluarkan untuk pesta ini gak sampai dua milyar. Ya tapi ini sih biasa untuk ukuran mereka.” mbak Lila menunjuk teman-temannya yang melambaikan tangan padanya.

Mbak Lila menyeret ku ke arah teman-temannya, dan sialnya aku mengenali dua dari mereka. Tapi karena mereka berdua sedang asik dengan teman-temannya, mereka tidak menyadari keberadaan ku di dekat mereka.

“Lama gak gandeng cowok, sekali gandeng dapatnya berondong gini, mana cakep lagi. Boleh lah bagi ke kita-kita.” kata wanita yang aku kira berusia tiga puluhan tahun. Cantik sih, tapi senyuman tuh wanita bikin bulu kuduk ku berdiri.

“Apaan bagi-bagi, emangnya dia barang. Kenalin nih, ini Aji, ya dia ini masih termasuk keponakan ku.” kata mbak Lila memperkenalkan aku pada teman-temannya.

Mbak Lila tidak bohong, aku memang masih termasuk keponakannya. Nenek ku masih satu keturunan dengan Ibu mbak Lila, tepatnya nenekku adalah kakak kandung Ibu mbak Lila. Tapi keluargaku dan keluarga mbak Lila beda nasib, dan semua itu bermula dari kelakuan buruk Ayah ku yang menghabiskan banyak harta mendiang Ibu untuk mabuk, judi, dan obat-obatan.

“Punya keponakan bening tuh bilang-bilang Lil.” kata wanita yang aku kenal sambil senyum-senyum saat menoleh dan memandang ke arahku.

“Idih perawan tua, naksir ya sama keponakannya Lila?.“ ujar wanita lainnya yang kebetulan aku juga mengenalinya.

Dunia benar-benar sempit, aku gak nyangka Bu Anin, dan Bu Salwa ternyata masih satu lingkup pertemanan dengan mbak Lila.

“Hus, jangan godain ponakan ku! Masih polos gini anaknya.” kata mbak Lila sambil tersenyum.

Mbak Lila mengajakku pergi ke tempat makanan dan minuman setelah sedikit mengobrol dengan teman-temannya.

Aku sejak tadi hanya diam, apalagi sampai detik ini tuh si bos sama temannya masih sering lirik-lirik ke arahku.

Selain bu bos dan temannya, ada beberapa teman mbak Lila yang juga masih sering curi-curi pandang ke arahku, bahkan ada yang memandang ku dengan pandangan mata genitnya.

Setelah mengambil makanan, aku memilih duduk di sebelah mbak Lila yang entah kenapa dia tersenyum saat memandang ke arahku. “Ada yang aneh ya mbak?.” tanyaku padanya.

“Gak ada yang aneh, tapi mbak saja yang kurang perhatian selama ini sampai gak sadar kalau ternyata punya keponakan seperti kamu Ji. Tuh lihat, teman-teman mbak saja masih banyak yang curi-curi pandang ke arah kamu.” kata mbak Lila menjawab pertanyaan ku.

“Mereka memandang ku mungkin karena jijik mbak. Lihat saja ini penampilanku, jauh banget dengan pria-pria lainnya.” ujar ku sambil tersenyum.

“Siapa bilang mereka jijik? Nih kamu lihat, mereka terus-terusan nanyain soal kamu.” mbak Lila nunjukin padaku layar HP nya yang berisi pesan dari teman-temannya. “Bisa baca kan? Sebagian dari mereka naksir sama kamu, dan mau jadiin kamu pria simpanan mereka, tapi jelas mbak gak ngizinin mereka ngelakuin hal itu padamu.”

“Enak tuh jadi simpanan tante-tante, pasti dapat uang saku tambahan.” kataku bercanda.

Mbak Lila tiba-tiba melotot ke arahku. “Daripada menjadi simpanan mereka, lebih baik kamu sama mbak. Berapapun uang yang kamu butuhkan, pasti akan mbak berikan.” ungkap mbak Lila sambil meminum minuman yang baru dia ambil.

“Mbak gak perlu memberi uang padaku kalau hanya mau di temenin. Asalkan aku sedang gak sibuk, kalau mbak butuh ya tinggal panggil saja mbak.”

Mbak Lila tersenyum setelah aku selesai berkata. “Pulang dari sini ke pantai yuk Ji? Sekalian kan kebetulan kita gak jauh-jauh amat dari pantai.”

Aku mengiyakan permintaan mbak Lila, sekalian aku juga ingin menikmati suasana pantai setelah bertahun-tahun gak pernah lagi main-main ke pantai.

Selesai makan dan minum, mbak Lila mengajak aku menemui pasangan pengantin untuk memberi ucapan selamat. Temannya juga menanyakan siapa aku ini bagi mbak Lila, dan mbak Lila menjawab seperti tadi, seorang keponakan yang jarang dia ajak jalan bersama.

Saat mbak Lila sedang asik dengan pengantin wanita yang merupakan temannya, ada yang menarik-narik lengan bajuku dari belakang, dan saat aku menoleh, aku dapat melihat Bu Anin berdiri di belakang ku.

“Bagaimana bisa keponakan orang sekaya Lila justru bekerja menjadi OB di kantorku?. Kamu tau gak, Lila tuh punya 35 persen saham di kantor ku. Kalau dia tahu kamu jadi OB di kantor ku, aku jadi gak enak dengannya.” kata Bu Anin.

“Tenang saja Bu, mbak Lila udah tau kok, kan aku pernah cerita ke dia tentang tempat kerjaku, dan aku kerja sebagai apa.” balasku sambil tersenyum.

“Dia gak marah apa keponakannya bekerja sebagai OB?.” tanya Bu Anin.

“Sepertinya enggak sih mbak, buktinya waktu aku cerita itu dia cuma membalas, kerja dengan benar anggap saja sebagai latihan, gitu mbak.” jawabku.

“Bagaimana kalau kamu mulai hari senin kerja di bagian lainnya?.”

“Bagian apa Bu, keamanan?.”

“Itu cuma beda sedikit sama OB. Kamu ada keahlian apa biar nanti aku yang menyesuaikan pekerjaan apa yang cocok untuk kamu?.”

“Gak ada keahlian khusus Bu, tapi aku cukup mahir mengoperasikan komputer.” ungkap ku.

“Ok, besok aku kabarin ke kamu tentang pekerjaan barumu di kantor.” Bu Anin pergi begitu saja setelah selesai berkata.

Tidak lama setelah Bu Anin pergi, mbak Lila yang sudah selesai ngobrol dengan temannya, dia langsung mengajakku keluar dari tempat pesta pernikahan temannya.

“Mau langsung ke pantai mbak?.” tanyaku setelah berada di dalam mobil milik mbak Lila.

“Yuk Ji, siang-siang begini minum es kelapa muda si pinggir pantai enak Ji.” jawabnya sambil memakai sabuk pengaman.

“Ok mbak, berangkat....”

Mobil mbak Lila segera aku kemudikan menuju pantai yang cukup dekat dari hotel yang baru aku tinggalkan.

Tiga puluh menit melaju di jalanan kota, mobil mulai masuk kawasan pinggiran pantai dan sayup-sayup aku mulai mendengar suara deburan gelombang air laut.

“Ji, cari tempat yang sepi!.” kata mbak Lila saat aku sedang sibuk mencari tempat parkir, dan akhirnya aku mendapatkan tempat parkir yang cukup strategis dengan pemandangan di depan mobil yang langsung mengarah ke arah pantai.

“Panas Ji di luar, ngadem dulu di dalam mobil.” kata mbak Lila sambil menoleh dan memandang ke arah ku.

“I..iya mbak....” balasku sedikit grogi karena mbak Lila terus memandangi ku.

Aku memilih memandang kearah lainnya saat mbak Lila terus memandang ke arahku.

“Kenapa Ji, kok malah ngelihat yang lain? Mbak jelek ya Ji?.” tanya mbak Lila sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku.

“Siapa yang bilang mbak Lila jelek? Buta mungkin tuh orang yang bilang mbak Lila jelek.” ujar ku.

“Kalau mbak gak jelek, kenapa kamu gak mau ngelihat wajah mbak? Tuh kamu justru milih ngelihat yang lain.”

“Bukannya gak mau lihat mbak, tapi aku malu kalau di lihatin terus-terusan mbak.”

“Gak usah malu-malu, sini aji lihat ke arah mbak.” dengan kedua tangannya mbak Lila memegang pipiku lalu dia membuat ku melihat ke arahnya.

“Ponakan mbak yang paling ganteng, maaf ya kalau mbak kamu ini sedikit kelewatan.” kata mbak Lila sambil mendekatkan wajahnya ke arah wajah ku.

“Mbak mau ngapain?.”

“Sssttt, Aji diam saja....” mbak Lila melepaskan tangan kanannya dari pipiku, lalu dengan gerakan yang sangat perlahan dia mengusap lembut area selangkangan ku.

“Ji, mbak udah lama gak pernah di sentuh sama pria. Bukannya gak ada yang ingin sama mbak, tapi memang mbak saja yang gak mau di sentuh oleh mereka. Tapi setiap mbak lihat kamu, gak tau kenapa memek mbak gatel, dan rasanya pengen digaruk sama kontol kamu.” mbak Lila tiba-tiba saja meremas batang kontolku yang baru setengah menegang.

“Ji, mau kan sama mbak?.” tanya mbak Lila dengan wajah memelas.

“Tapi mbak, kita kan masih saudara, gak mungkin mbak kita melakukan itu....”

Bukannya membalas, mbak Lila justru mulai membuka kancing dan resleting celanaku, dan tanpa meminta izin pada pemiliknya dia begitu saja mengeluarkan kontolku yang semakin menegang dari sarangnya.

“Di mulut terlalu banyak alasan, tapi di sini kamu gak bisa menolak.” kata mbak Lila yang langsung saja mengocok batang kontolku.

°°°
Aaajiiiibbb
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd